• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOOK Ebenhaizer I Nuban Timo Manusia Dalam Perjalanan BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BOOK Ebenhaizer I Nuban Timo Manusia Dalam Perjalanan BAB I"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Dogma Tentang Penyelamatan

Sisi Subyektif dari Karya Pendamaian

Pada bab yang lalu kami membahas secara panjang lebar ajaran kristen tentang pendamaian. Sekarang kami beralih ke bab yang baru, yakni ajaran Kristen tentang penyelamatan. Seperti kami sebutkan sebelumnya, bab yang sedang kami percakapkan ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan bab sebelumnya. Kalau kami membahasnya dalam bab tersendiri itu hanya karena pertimbangan praktis saja, yakni supaya bab sebelumnya tidak terlalu panjang dan membosankan pembaca.

(2)

penting dan perlu. Tetapi belum berakhir. Itu harus dilanjutkan lagi dengan sisi yang subyektif.

Sisi subyektif artinya, manusia tidak lagi dibiarkan Allah tetap ada sebagai penonton. Manusia ditarik masuk oleh Allah untuk ambil bagian aktif dalam karya itu. Ini bukan satu tindakan semena-mena dari Allah. Allah melakukan itu karena Allah setia pada diriNya dan pada perjanjian yang sudah ditetapkanNya sejak kekal, yakni untuk menjadi sekutu umatNya. Dari kekal sampai kekal Allah adalah Imanuel. Ungkapan imanuel juga mengandung arti Allah selalu mengikutsertakan manusia dalam karya-karyaNya.1

Ini juga bukan sesuatu yang sifatnya pemaksaan kehendak atas manusia. Sebagaimana kita tahu, manusia barulah menjalani kehidupan yang sejati apabila ia ada dalam hubungan dengan Allah. Bukankah itu yang hendak ditegaskan dalam kisah penciptaan? Hanya karena Allah menghembuskan nafas ke dalam hidungnya, maka manusia itu menjadi makhluk hidup, a living being (Kej. 2:7). Terpisah dari Allah manusia adalah non-being.2

Singkatnya bab yang sekarang kami sediakan bermaksud untuk membicarakan ajaran tentang keselamatan, yakni bagaimana pendamaian yang telah dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus

1 Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II. Edinburgh:

T&T Clark. 1997. hlm. 402.

2 Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press

(3)

diimplementasikan atau ditanamkan ke dalam manusia. Selain dua alasan yang sudah kami sebut di atas alasan lainnya adalah sebagai berikut. Pembenaran Allah dalam Kristus tidak mengabaikan atau melangkahi manusia, melainkan melibatkan dia. Helmut Thielicke menamakan ini inclusive place-taking sedangkan Luther menyebutnya prototype. Karya pendamaian Allah di dalam Kristus adalah prototype dalam arti Yesus menghadirkan karya pendamaian Allah bagi manusia sekaligus menghadirkan status baru yang diterima manusia di hadapan Allah.3

Tempat Dogma Keselamatan dalam Credo

Kalau percakapan tentang sisi subyektif dari karya pendamaian kami lihat dalam bingkai credo gereja Kristen maka sekarang kita berada pada artikel ketiga credo, yakni pengakuan percaya dari gereja kepada Roh Kudus dan pekerjaanNya. Menurut Yohanes Calvin, bagian ketiga ini merupakan jawaban atas pertanyaan: “Apa tujuan dari semua yang sudah dikerjakan Kristus, pada artikel kedua? Apa maksud dari semua yang sudah kami katakan dalam bab tentang penciptaan dan pendamaian?

Jawaban yang Calvin berikan ada empat. Artikel ketiga dari pengakuan iman gereja dimaksudkan untuk menegaskan tentang, pertama: Allah adalah tuan. Dia memberikan keselamatan kepada manusia dan menarik

3 Dikutip dari Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II.

(4)

masuk manusia ke dalam keselamatan. Allah dalam peran seperti ini adalah Roh Kudus. Kedua, Allah menciptakan tempat, sebuah sarana untuk menjamin keselamatan dan jalan manusia bagi manusia untuk masuk ke dalam keselamatan. Tempat atau sarana itu adalah gereja. Ketiga, keselamatan pemberian Allah itu berlaku efektif sejak sekarang, yakni pengampunan dosa. Keempat, keselamatan pemberian Allah yang berlaku untuk masa depan. Itulah kebangkitan daging dan kehidupan kekal.4

Jadi dogma tentang keselamatan berada dalam ruang lingkup pekerjaan Roh Kudus. Dalam ruang lingkup itu gereja mengakui: “Aku percaya kepada Roh Kudus.” Ini untuk kali yang ketiga gereja dan orang -orang percaya kembali mengucapkan frasa: “Aku

percaya….” Kalimat “Aku percaya…” diucapkan kali pertama dalam hubungan dengan karya penciptaan yang dihubungkan dengan pekerjaan Sang Bapa. Kalimat itu kembali diucapkan secara implisit dalam hubungan dengan Yesus Kristus untuk merampungkan karya pendamaian. Pada kali ketiga kalimat tadi diucapkan dalam hubungan dengan Roh Kudus.

Ini tentu bukan sekedar sebuah kearifan berbahasa. Bukan juga sebuah seni berujar semata. Pengulangan frasa ini sampai tiga kali memiliki arti yang signifikan. Karl Barth menjelaskan signifikasi pengulangan ini sebagai berikut.

4 Karl Barth. The Faith of the Church. New York: Living

(5)

Pada artikel pertama gereja berbicara tentang Allah. Dalam artikel kedua perhatian diarahkan kepada Allah-manusia. Sekarang, pada artikel ketiga percakapan difokuskan kepada manusia.5 Ketiga penekanan ini tidak bisa dipisahkan. Ketiganya harus dipahami dalam satu kesatuan. Allah menciptakan manusia untuk tujuan menjadikan manusia mitra di dalam perjanjian. Untuk maksud itu Allah bergerak menemui manusia di mana dia berada untuk membebaskannya dari berbagai ikatan. Akta pembebasan itu segera diikuti dengan gerakan dari manusia kepada Allah untuk masuk dalam perjanjian sebagai mitra Allah. Jadi isi dari percakapan tentang sisi subyektif dari karya pendamaian tidak lain adalah mengenai manusia yang berpartisipasi dalam karya Allah. Manusia berpartisipasi aktif dalam karya Allah.

Artikel ketiga dari credo gereja adalah tentang manusia yang satu ini, yakni yang ambil bagian aktif dalam karya pendamaian Allah. Menjadi jelas bahwa pembenaran, pengudusan dan penugasan manusia yang dikerjakan Allah dalam Kristus tidak mengabaikan atau melangkahi manusia, melainkan melibatkan dia secara aktif dan konstruktif.6 Roh Kudus adalah Allah yang

5 Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press

Ltd. 1966. hlm. 137.

6 E.I. Nuban Timo. I Believe in the Holy Spirit. An

(6)

menjaga adanya kesatuan antara apa yang dikejakan Allah Bapa dan Yesus Kristus mencapai tujuannya, yakni manusia menerima pekerjaan itu dan hidup di dalamnya.

Partisipasi Manusia Dalam Pendamaian

Tidak ada pengampunan dosa tanpa komitmen untuk tidak berbuat dosa lagi (Yoh. 5:14; 8:11). Demikianlah kira-kira isi ringkas dari pembahasan kita dalam bab ini. Pengampunan dosa seperti sudah kami tunjukan telah terjadi di dalam karya Kristus. Yesus Kristus memberikan pengampunan dosa itu kepada manusia secara cuma-cuma. Manusia tak perlu membayar apa-apa atau berjasa untuk itu (Ef. 2:8). Meskipun begitu manusia harus mengatakan: YA kepada pemberian itu. Allah menunggu dengan rindu jawaban itu. Yesus Kristus kembali ke sorga. Di sana Ia menanti jawaban manusia atas karyaNya.7 Masa antara kenaikan Yesus ke sorga dan kedatanganNya kembali adalah periode yang diberikan kepada manusia untuk menanggapi karya pendamaian Allah. Van Niftrik –

7 Ingat ajaran penciptaan di mana kami katakan bahwa

(7)

Boland menggambarkan periode ini sebagai masa kesabaran Allah.8

Tetapi siapakah manusia yang harus mengatakan: Ya kepada pemberian Allah tadi? Dari dirinya sendiri manusia tidak memiliki daya bahkan juga kehendak untuk menerima keselamatan itu. Roh itu penurut tetapi daging lemah (Mk. 14:38). Begitu kata Alkitab tentang manusia yang kepadanya ditawarkan keselamatan oleh Allah. Paulus yang adalah seorang rasul Kristus pun berkata dengan jujur: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat (Rm. 7:15,19).

Jelas dari ayat-ayat ini, manusia sama sekali tidak berdaya untuk menerima keselamatan itu. Apakah dengan itu sia-sia semua yang sudah dikerjakan Allah bagi manusia? Tidak! Allah berkata: “FirmanKu yang keluar dari mulutKu: Ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi Ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadaNya (Yes 55:11).

“Allah tidak bekerja setengah-setengah,” kata Hadiwijono. Ia tidak mau manusia bersikap dingin terhadap keselamatan pemberianNya.9 Kristus yang sudah naik ke sorga dan memegang pemerintahan atas

8 G.C. van Niftrik B.J. Boland. Dogmatika Masakini.

Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1958. hlm. 238.

9 Harun Hadiwijono. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung

(8)

segenap ciptaan (Mt. 28:18) mengutus Roh Kudus untuk memimpin manusia ke dalam kebenaran (Yoh. 16:13) dan membuat manusia insaf akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh. 16:8-11). Melalui Roh Kudus Yesus Kristus membuat manusia menerima Dia dan percaya kepada karya-karyaNya (1 Kor. 12:3). Dengan demikian manusia itu diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12).

Jadi berbicara tentang sisi subyektif dari karya pendamaian Allah artinya berada dalam satu medan yang baru tetapi tidak terlepas dari karya sebelumnya. Medan yang baru itu menyangkut partisipasi manusia dalam akta pendamaian Allah.10 Partisipasi ini dimungkinkan oleh Allah melalui karya Roh Kudus. Artinya, Roh Kudus yang tampil pada karya penciptaan sebagai God‟s creative power, kembali memainkan peran itu lagi dalam akta pendamaian. Ia berperan memampukan manusia untuk ambil bagian dalam keselamatan. Ia melakukan itu dengan cara masuk di dalam manusia, bekerja bersama dan melalui roh manusia sehingga manusia dapat mengatakan: YA! kepada Allah.

Jadi karya pendamaian bukanlah melulu pekerjaan Allah. Pendamaian juga merupakan pekerjaan manusia. Pekerjaan manusia dibagun di atas dasar pekerjaan Allah. Paulus dalam I Korintus 3:11 mengatakan hal itu. Pekerjaan Allah adalah yang primer pekerjaan manusia adalah sekunder. Ini tidak berarti

10 Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press

(9)

bahwa Allah mengerjakan 50% dan manusia memberi kontribusi 50% sisanya. Tidak! Allah mengerjakan 100% dan manusia juga mengerjakan 100% tetapi hasilnya bukan 200%. Hasilnya tetap 100%.

Ini disebabkan oleh karya Roh Kudus. Dia mengatur sehingga Allah tidak berkarya di dataran yang sama dengan karya manusia.11 Manusia yang ambil bagian dalam karya pendamaian oleh kuat kuasa Roh Kudus bukanlah boneka. Roh Kudus bekerja sedemikian rupa di dalam manusia itu sehingga dia menjadi manusia yang bebas dalam memberikan jawaban kepada Allah. Manusia dibebaskan dari segala macam ikatan untuk menjadi mitra Allah dalam perjanjian.12

Dari latar belakang ini kita bisa mengerti mengapa Alkitab mengatakan bahwa menghojat Allah bisa diampuni, menghojat Yesus Kristus bisa diampuni tetapi menghojat Roh Kudus tidak ada lagi pengampunan (Mt. 12:31-32; Lk. 12:10). Perbuatan itu dianggap sebagai dosa yang kekal (Mk. 3:29). Mengapa? Karena ini adalah kesempatan terakhir dan cara yang tertinggi dari Allah untuk membuat keselamatan itu menjadi milik manusia. Yang perlu manusia buat adalah mengulurkan tangannya untuk menerima keselamatan itu. Kalau manusia tidak mau menerima keselamatan itu, habislah ceritanya. Bukan Allah yang tidak mau. Manusialah yang tidak mau.

11 Franz Magnis Suseno. Menalar Tuhan. Yoygakarta:

Kanisius. 2006. hlm. 210.

12 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension.....

(10)

Roh Kudus Sebagai yang Mempersekutukan

Dalam membicarakan sisi subyektif dari karya pendamaian perhatian kita tertuju kepada manusia. Ia yang dibebaskan dari dosa dan kutuk kematian sekarang tampil ke depan untuk menerima pendamaian itu sebagai miliknya. Keberadaannya sebagai manusia baru yang sudah terjadi pada hari yang ketiga setelah kematian Yesus haruslah dia wujudkan dan tunjukkan. Kehidupan baru itu tidak boleh sekedar menjadi sesuatu kenyataan di luar dirinya. Kehidupan baru itu harus menjadi sebuah kenyataan di dalam dirinya. Daya atau energi untuk mewujudkan kehidupan baru itu adalah dari Roh Kudus.

Roh Kudus yang memampukan manusia dari dalam diri manusia untuk menjawab: YA kepada Allah yang sudah lebih dahulu mengatakan YA kepada manusia dalam karya Kristus. Roh kudus masuk dan berdiam di dalam manusia itu. Ia menjadi deus in nobis (Allah di dalam kita). Dari dalam manusia, Ia menggerakkan manusia untuk menanggapi karya Allah yang obyektif itu. Atas dasar ini Barth menamakan karya penyelamatan (redemption) sebagai gratia interna sedangkan pendamaian (reconciliation) sebagai gratia externa sedangkan karya penciptaan merupakan external basis untuk keduanya.13

Karya penyelamatan adalah gratia interna. Artinya anugerah Allah itu tidak lagi sekedar berada di

13 Karl Barth. Church Dogmatics I/1. Edinburgh. 1970.

(11)

luar manusia. Anugerah itu telah ditanamkan di dalam manusia, menjadi milik manusia. Atas dasar anugerah itu manusia hidup untuk mencerminkan keberadaannya sebagai ciptaan baru. Gratia interna ini ditanamkan di dalam manusia oleh Roh Kudus.

Pekerjaan ini bukan hal yang baru atau asing bagi Roh Kudus. Dalam kekekalan Roh Kudus menjalankan peran ini. Sebagaimana kita katakan dalam bab satu Roh Kudus adalah pribadi yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak sebagai gerakan pengulangan diri kali ketiga dari Allah. Roh Kudus keluar dari Sang Bapa menuju kepada Sang Anak dan juga keluar dari Sang Anak menuju kepada Sang Bapa sehingga Bapa tinggal di dalam Anak begitu juga Anak tinggal di dalam Bapa (Yoh. 10:38; 14:20).

(12)

melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).

Dua hal menjadi jelas. Pertama, manusia yang dimampukan oleh Allah di dalam Roh Kudus untuk menerima keselamatan tidak melakukan itu secara terpaksa. Ia memberikan jawaban itu secara bebas. Roh Kudus yang berdiam di dalamnya membebaskan dia dari berbagai ikatan untuk menjawab: YA! kepada Allah. Roh-roh dunia juga bisa mendiami manusia. Mereka masuk ke dalam tubuh manusia hanya untuk menyiksa orang yang kerasukan itu. Roh-roh itu baru akan melepaskan cengkraman atas korban jika diberi persembahan berupa korban binatang. Roh-roh masuk ke dalam manusia untuk menyiksa dan memperbudak.14 Roh Kudus mendiami manusia untuk menyelamatkan dan membebaskan manusia.

Kedua, betapapun Roh Kudus yang disebut-sebut sebagai the acting subject dalam karya keselamatan, tetapi karya ini merupakan sejarah Tritunggal. Roh Kudus tidak menanamkan dalam manusia sesuatu yang baru dan asing (Yoh. 14:26). Ia mengajarkan dan mengingatkan semua pengajaran yang Yesus Kristus terima dari sang Bapa. Roh Kudus adalah

14 Joanne Shetler & Patricia Purvis. Firman itu Datang

(13)

the acting subject dalam karya keselamatan, tetapi Dia sama sekali tidak menonjolkan diri atau merebut perhatian. Yang Ia lakukan ialah memperkenalkan Sang Bapa dan Sang Anak. Apophatisme atau kenosis yang didemonstrasikan Sang Bapa dan Sang Anak dalam karya penciptaan dan pendamaian, ternyata juga dijalankan secara konsekwen oleh Roh Kudus dalam karya penyelamatan. Prinsip opera trinitatis ad extra sunt indivisa yang sudah kita katakan berulang-ulang sekarang ditegaskan kembali dalam hubungan dengan karya keselamatan.

Satu pertanyaan yang masih perlu kita tuntaskan adalah: “Manusia manakah yang menjadi alamat karya keselamatan? Apakah manusia seluruhnya atau hanya sekelompok kecil saja?” Alkitab memberikan jawaban yang bersifat dialektis. Mari kita perhatikan penegasan berikut ini (Yoh. 3:16-18):

(14)

Menurut ayat ini, keselamatan adalah karya Allah Tritunggal. Allah Bapa mengaruniakan Anak TunggalNya untuk menyelamatkan bagi dunia. Mereka yang percaya kepada Yesus Kristus akan beroleh hidup kekal. Percaya adalah buah karya Roh Kudus. Sebagai karya Allah Tritunggal keselamatan itu disediakan kepada semua manusia tanpa kecuali. Allah tidak diskriminatif (Mt. 5:45). Tetapi toh tidak semua orang akan beroleh hidup kekal karena hidup kekal itu hanya akan menjadi bagian dari mereka yang percaya kepada Yesus Kristus. Yang dimaksud dengan frasa yang percaya kepada Yesus Kristus secara sederhana dapat kita artikan sebagai mereka yang mengatakan: YA! kepada Yesus Kristus.

Jadi jawaban kita terhadap pertanyaan: “Manusia manakah yang menjadi alamat karya keselamatan?” ialah semua manusia. Tetapi untuk itu semua manusia itu harus dimampukan untuk mengatakan: YA! kepada Yesus Kristus. Bagaimana tujuan ini direalisasikan?

Jalan Masuk Kepada Keselamatan

(15)

Di dalam dunia ada dua jalan Lebar dan sempit mana kau pilih Yang lebar bagus jiwamu mati Yang sempit suci jiwa berglori

Keselamatan manusia yang dalam lagu ini diungkapkan dalam frasa jiwa berglori ditentukan oleh pilihan jalan yang akan ditempuh. Ini mengandaikan bahwa keselamatan memiliki jalan masuknya sendiri. Hal ini pun ditegaskan Yesus dalam pengajaranNya. Ia berkata: “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya" (Mt. 7:13-14).

Jalan yang sempit dan pintu yang sesak itulah yang harus dipilih manusia untuk dapat masuk ke dalam keselamatan. Jalan apakah itu? Apakah nama dari pintu yang sesak itu? Alkitab menolong kita untuk merumuskan jawabannya. Jalan yang sempit dan pintu yang sesak itu ternyata menunjuk kepada satu nama saja: Yesus Kristus. Ia adalah jalan (Yoh. 3:16). Ia juga adalah pintu (Yoh. 10:9). Jadi untuk memperoleh keselamatan manusia harus berjalan dalam Kristus dan masuk melalui Kristus yang adalah pintu itu.

(16)

kepada Kristus. Pneumatologi dan Kristologi merupakan dua pokok yang tidak dapat dipisahkan. Pokok yang satu berhubungan erat dengan pokok yang lain.

Yesus Kristus adalah jalan sekaligus pintu bagi manusia untuk masuk ke dalam keselamatan dan ambil bagian dalam penjanjian sebagai mitra Allah. Dalam bab-bab terdahulu kami telah membicarakan secara panjang lebar siapa Yesus Kristus dan karyaNya. Di situ kami tegaskan bahwa Yesus Kristus bisa ada sendiri tanpa manusia. Tetapi ia tidak pernah mau ada sendiri. Ia selalu mau ada bersama-sama manusia. Ia selalu mau bermitra dengan manusia. Istilah khas yang dipakai Alkitab untuk itu adalah IMANUEL: Allah berserta kita. Ungkapan ini sebagaimana sudah kami sebutkan juga mengandung arti bahwa Allah selalu mau mengikutsertakan manusia dalam karya-karyaNya.15

Manusia yang dipilih Allah di dalam Yesus Kristus untuk diikutsertakan dalam karya-karyanya bukanlah pertama-tama pribadi-pribadi. Tidak! Manusia yang dipilih Allah adalah persekutuan. J. Greven dalam ulasannya terhadap buku E. Schillebeeckx menulis demikian: “Keselamatan yang Yesus sediakan diberikan kepada persekutuan, secara khusus yang dibentukNya pada masa hidupNya di dunia dan yang terus dipeliharaNya sampai kematianNya, yakni komunikasi

15 Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II. Edinburgh:

(17)

dengan orang-orang berdosa.”16 Manusia sebagaimana yang disaksikan Alkitab adalah makhluk sosial. Dalam dogma penciptaan kita menggambarkan kenyataan ini dengan ungkapan: diciptakan berpasang-pasangan. Manusia sebagaimana dikehendaki Allah adalah makhluk yang hidup dalam persekutuan: dengan Allah dengan sesama dan dengan alam. Tanpa atau di luar relasi rangkap tiga ini manusia bukan lagi living being melainkan menjadi non-being.

Yesus Kristus yang adalah imanuel selalu mau mengikutsertakan manusia dalam karyaNya. Manusia yang dipanggil Allah menjadi sekutuNya adalah pertama-tama manusia dalam persekutuan. Jadi kalau dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah jalan dan pintu kepada keselamatan maka masuk ke dalam keselamatan melalui jalan dan pintu tadi artinya masuk ke dalam persekutuan.

Orde keselamatan

Allah dalam cinta kasihNya dan juga kesetiaanNya pada Perjanjian yang Dia tetapkan sejak kekal menyediakan keselamatan untuk setiap manusia. Meskipun begitu, sebagaimana sudah kita katakan tidak setiap orang layak menerima dan ambil bagian aktif dalam keselamatan. Hanya mereka yang memberi jawaban YA! kepada Allah dengan mulutnya dan yang

16 J. Greven. “Jezus, Amen op de Schepping.” Dalam:

(18)

menerima Allah di dalam hatinya yang akan diselamatkan (Yoh. 3:16, Rm. 10:9-10). Jelasnya, keselamatan hanya akan menjadi milik dari orang-orang yang percaya dalam hati dan mengaku dengan mulut bahwa Allah adalah Tuhan dan juruselamatnya. Untuk dapat melakukan itu, manusia membutuhkan Roh Kudus.

Dalam arti ini keselamatan itu adalah anugerah Allah. Dan sekarang kami tambahkan bahwa keselamatan yang adalah anugerah itu tidak datang kepada kita secara acak atau serampangan. Pemberian keselamatan oleh Allah berlaku menurut orde atau daftar alir yang ditentukan Allah. Orde itu adalah Allah - Persekutuan – individu.17 Keselamatan diberikan Allah bukan pertama-tama kepada pribadi melainkan kepada gereja atau persekutuan. Harun Hadiwijono menegaskan hal itu dalam pernyataan berikut: “Menurut Alkitab, keselamatan yang dikaruniakan oleh Tuhan Allah dengan perantaraan karya Tuhan Yesus Kristus itu pertama-tama bukan ditujukan kepada perorangan, melainkan kepada umat Allah sebagai keseluruhan, atau kepada umat Allah yang mewujudkan suatu kesatuan. Yang disebut anak Allah pertama-tama adalah seluruh persekutuan orang beriman. Akan tetapi oleh karena tiap orang beriman menjadi anggota umat Allah sebagai keseluruhan, maka dengan sendirinya tiap orang beriman juga menjadi bagian dari keselamatan tadi.”18

(19)

Kiranya menjadi jelas bahwa keselamatan diberikan kepada manusia menurut orde berikut: Allah – persekutuan – individu orang percaya. Gereja bukanlah bentukan individu-individu yang beriman, sebagaimana yang diajarkan oleh kaum anabatis.19 Gereja adalah ciptaan Allah. Bukan juga gereja yang membawa manusia kepada Yesus Kristus sebagaimana paham yang ada dalam gereja pada abad pertengahan. Kristuslah yang memberikan gereja kepada manusia untuk merawat pembenaran, pengudusan dan penugasan manusia.

Orde ini tercermin juga dalam credo, secara khusus artikel ketiga yang berbicara tentang penerapan semua yang sudah dikerjakan Allah di dalam Kristus ke dalam manusia. Di situ gereja berbicara pertama-tama tentang Roh Kudus sebagai pemberi atau sumber keselamatan. Butir yang menyusul adalah gereja, yakni tempat yang disediakan Allah untuk menjaminkan keselamatan manusia. Segera setelah itu disebutlah tentang persekutuan orang-orang kudus. Barulah sesudah itu percakapan tertuju kepada berkat-berkat keselamatan yang diarahkan kepada individu atau pribadi-pribadi: pengampunan dosa yang berlaku sejak sekarang, kebangkitan daging dan kehidupan kekal yang baru akan dinyatakan di masa depan.

19 Agustinus Marthinus Luther Batlajery. The Unity of the

(20)

Pendapat bahwa keselamatan ditujukan kepada pribadi-pribadi selanjutnya pribadi-pribadi itu mengorganisir gereja merupakan dogmatika falsa, karena prinsip thinking after revelation tidak diperhatikan. Yang dilakukan di situ adalah thinking outside dan thinking before the bible. Orde yang dihasilkan karena thinking outside ini jelas mendefinisikan gereja sebagai hasil bentukan dari orang-orang tertentu yang menganggap diri memiliki atau mencapai taraf perkembangan iman di atas rata-rata. Roh Kudus sebagai pencipta gereja disangkali. Kalaupun karya Roh Kudus tetap diakui dalam gereja bentukan itu, kehendak dan keputusan Roh Kudus biasanya diarahkan untuk mendukung kehendak dan keputusan individu-individu pendiri gereja itu.

Tidak perlu diragukan lagi, orde ini dengan konsekwensi tadi jelas menyimpang jauh dari kesaksian Alkitab akan penyataan Allah. Alkitab, secara khusus Kitab Kisah Para Rasul memperlihatkan kepada kita bahwa seorang rasul sekaliber Petrus sekalipun tetap menaklukkan kehendak dan keputusan pribadi mereka di bawah kehendak dan keputusan Roh Kudus. Mulanya Petrus keberatan mendengar suara dalam penglihatan waktu dia menginap di rumah Simon si penyamak kulit di Yope, tetapi Petrus kemudian mengalah. Ia mengikuti kehendak Roh Kudus sekalipun itu bertentangan dengan pikiran dan pendapatnya (Kis. 10:9-18).

(21)

semua orang di rumah itu (Kis. 10:44). Pencurahan keselamatan kepada seisi rumah Kornelius (persekutuan) mendahului akta penerimaan keselamatan oleh individu-individu yang terhisap sebagai anggota keluarga itu, bukan sebaliknya.

Persekutuan dan Individu

Orde atau tata urutan yang berlaku dalam keselamatan adalah: Allah – Persekutuan - Individu yang percaya. Prioritas diberikan kepada persekutuan. Persekutuan mendapat tekanan yang pertama. Barulah sesudah itu individu. Dengan kata lain, tubuh Kristus yang pertama diperhatikan, barulah sesudah itu orang berbicara tentang anggota-anggota dari tubuh itu. Ini orde yang dipakai rasul Paulus dalam berbicara tentang hubungan antara persekutuan dan individu orang percaya. Penetapan orde ini didasarkan atas fakta berikut ini.

Pertama, Allah yang menghimpun, menumbuhkan dan membela gereja adalah Allah yang hidup dalam persekutuan di dalam diriNya. Allah adalah esa. Tetapi, keesaan Allah bukan persoalan matematis, melainkan relasional. Allah yang esa ini hidup dalam relasi yang dialektis dan dinamis dalam diri. Ia mau menjadikan sesuatu di luar diriNya sebagai sekutu, sebab di dalam diriNya sendiri Allah memiliki sekutu. Inilah dasar teologis dari penetapan orde tadi.

(22)

dialamatkan kepada orang perorangan, melainkan kepada umat Allah sebagai keseluruhan. Yang disebut anak-anak Allah bukan pertama-tama si A atau si B menjadi anggota umat Allah sebagai keseluruhan, maka dengan sendirinya tiap orang beriman juga mendapat bagian dari keselamatan tadi.20 Ini dasar eklesiologis dari penetapan orde tadi.

Persekutuan merupakan basis dari pertumbuhan iman, kasih dan pengharapan dari tiap individu orang percaya. Dalam hubungan ini persekutuan disebut sebagai “bentuk fundamental” dari gereja.21 Respon individu kepada Allah berupa kesediaan untuk hidup dalam iman, kasih dan harap akan Allah ditempatkan dalam format persekutuan. Iman, kasih dan harap kepada Allah adalah soal personal. Tetapi ia hanya bisa bertumbuh dan mendapat bentuk yang benar kalau ditumbuhkembangkan dalam persekutuan. Ini berbeda dengan pandangan kaum kongregasional. Mereka mengatakan, bahwa gereja merupakan hasil atau produk dari persekutuan individu-individu, dan bukan sebaliknya.

Singkatnya, dalam orde keselamatan (ordo salutis) persekutuan menempati tempat pertama. Dalam format kehidupan persekutuanlah, dibicarakan tempat dan fungsi tiap individu orang percaya. Tetapi ini tidak berarti bahwa kita mempunyai dua bentuk atau dua kawasan hidup, yakni persekutuan dan individu, publik

20 Hadiwijono, Iman Kristen, hlm. 362-363.

21 Karl Barth, Church ogmatics IV/1, Edinburgh: T&T

(23)

dan privat. Ini juga tidak berarti bahwa kehidupan individu tunduk pada kehidupan persekutuan. Pandangan seperti ini tidak sejalan dengan prinsip dogmatik klasik mengenai karya Allah: opera trinitatis ad extra indivisa (Karya keselamatan Allah Tritunggal tidak terpisah).

Pandangan yang benar dan sejalan dengan prinsip dogmatik klasik tadi adalah di bawah ini. Waktu bicara tentang gereja perhatian kita bukan pertama-tama pada tanggung jawab persekutuan barulah pada tanggung jawab individu. Dalam diskusi tentang gereja kita berurusan pertama-tama dan terutama dengan karya Roh Kudus, oknum ketiga dari Allah Tritunggal. Roh Kudus adalah jalan atau jembatan yang menghubungkan kehidupan individu dan persekutuan, dan sebaliknya. Dalam realitas Roh Kudus, orang percaya sesungguhnya ada dalam transisi. Dia bukanlah seseorang yang pada waktu tertentu adalah bagian dari persekutuan dan pada waktu tertentu lainnya adalah individu. Yang benar ialah Roh Kudus menempatkan orang percaya dalam satu gerakan yang dinamis dan berkelanjutan antara kutub kehidupan persekutuan dan pribadi. Dalam kuasa Roh Kudus orang percaya selalu ada dalam perjalanan dari kehidupan persekutuan kepada kehidupan individual dan vice versa. Dalam kehidupan persekutuan ia terpanggil untuk menunjukkan buah-buah imannya, dan sebagai individu ia mendapat kesempatan untuk menghidupkan panggilan persekutuan.22

(24)

Gerakan yang dinamis dan berkelanjutan ini kami namakan gerakan mesianis. Gerakan mesianis bukan gerakan satu arah saja, yakni dari persekutuan kepada individu atau dari individu ke persekutuan saja. Gerakan satu arah: dari individu ke persekutuan atau persekutuan ke individu adalah gerakan diktatorial atau main kuasa. Jenis gerakan ini tidak dapat diterima dalam kehidupan bergereja. Kami menyebut gerakan yang dinamis dan berkelanjutan tadi gerakan mesianis, karena ia merefleksikan jalan yang ditempuh Kristus (mesias itu) dalam karya penyelamatan. Ia bergerak dari atas (Allah) ke bawah (manusia). Lalu dari bawah (manusia) ke atas (Allah).

Ini bukan hanya terjadi satu kali saja, tetapi berkelanjutan. Pengakuan Iman Rasuli mengungkapkan hal itu dengan jelas. Setelah naik ke surga, duduk di sebelah kanan Bapa, Kristus tidak menetap untuk selama-lamanya di sana. Ia seperti kata Pengakuan Iman Rasuli “akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan mati”. Dari Allah Kristus datang kepada manusia. Lalu Ia pulang kembali kepada Allah. Kemudian Dia datang lagi dari Allah kepada manusia untuk membawa manusia kepada Allah.

(25)

menjadi nasib-Nya sendiri. Dari titik yang terendah ini, Kristus bergerak lagi ke atas. Lagi-lagi, Ia lakukan ini bersama manusia. Ia membawa manusia yang tenggelam dalam kehinaan yang paling dalam naik sampai ke hadirat Allah Bapa (Yoh. 3:13, Ef. 4:10). Sungguh sebuah gerakan dua arah yang dinamis dan berkesinambungan. Ya, sebuah gerakan yang membebaskan. Dalam gerakan ini manusia dibebaskan dari keterasingan dari Allah dan sesama untuk masuk dalam persekutuan dengan Allah dan sesama. Dalam persekutuan itu Ia dimampukan untuk menjadi manusia yang meng-“aku” (menjadi diri sendiri) di hadapan Allah dan sesama.

Keselamatan diberikan Allah melalui satu orde atau daftar alir, yakni dari Allah kepada persekutuan barulah individu-individu. Individu beroleh keselamatan karena keterikatannya pada persekutuan keselamatan. Muncul pertanyaan: “Persekutuan macam apakah yang harus kita masuki untuk ambil bagian aktif dalam keselamatan?”

(26)

sebelumnya ke dalam persekutuan mana ia dilahirkan. Bahkan untuk lahir pun ia tidak ditanya terlebih dahulu persetujuannya. Heidegger menyebut hal ini „keterlemparan‟ (Geworfenheit). Manusia terlempar ke dunia ini. Demikianlah sejak lahir sampai mati manusia menjalani hidup dalam persekutuan, baik itu dalam lingkup yang kecil seperti keluarga, marga, maupun yang besar seperti suku dan masyarakat. Ia tidak dapat mengelakkan diri darinya. Manusia terlahir di dalam persekutuan.

Persekutuan yang harus manusia masuki untuk ambil bagian aktif dalam keselamatan berbeda dengan yang disebutkan Heidegger. Manusia tidak terlempar ke dalam persekutuan itu. Manusia dipanggil Allah ke dalam persekutuan tadi dan ia memberikan jawaban kepada panggilan itu. Menjadi warga persekutuan keselamatan bukan suatu nasib yang tak terelakkan, melainkan satu pilihan yang harus dilakukan.

(27)

memberi diri dibaptis dan ikut ambil bagian dalam sakramen perjamuan kudus.

Nama dari persekutuan itu adalah Kerajaan Allah. Untuk ambil bagian dalam keselamatan manusia harus menjadi warga dari Kerajaan Allah. Jalan kepada kerajaan itu dan pintu dari kerajaan itu adalah Yesus Kristus. Tapi Alkitab tidak berhenti sampai di situ. Alkitab bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah Kerajaan Allah sekaligus adalah raja yang memerintah dalam kerajaan itu. Menjadi jelas sekarang bahwa kerajaan Allah bukan hasil dari upaya dan kerja keras gereja. Yang benar justru kebalikannya: gereja ada karena Kerajaan Allah. Gereja datang dari Kerajaan Allah, bertugas mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah di bumi dan berjalan menuju pernyataan yang final dari Kerajaan itu. Gereja adalah perumpamaan atau wujud yang kelihatan dari Kerajaan Allah.

Di dalam karya pendamaian yang dikerjakan Yesus Kristus Allah memanggil manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kami menamakan karya ini sisi obyektif dari keselamatan. Selanjutnya oleh kuat kuasa Roh Kudus Allah yang berdiam di dalam manusia menggerakkan manusia untuk bergerak masuk ke dalam persekutuan itu dan menjalani hidup sebagai anak-anak Kerajaan Allah. Tindakan kedua ini kami namakan sisi subyektif dari karya keselamatan.

(28)

memandang kerajaan Allah sebagai realitas masa kini yang berwujud dalam gereja. Gereja Roma Katholik memahami diri dengan seluruh perangkat hirarkinya sebagai Kerajaan Allah. Gereja protestan menunjuk kepada gereja yang tidak kelihatan, yakni persekutuan orang percaya dulu, kini dan nanti sebagai Kerajaan Allah.23 Kami memilih definisi yang agak berbeda, yakni Kerajaan Allah adalah persekutuan hidup di mana pemerintahan dan kehendak Allah yang diajarkan dan ditunjukkan Yesus Kristus ditegakkan dan diamini secara penuh pertama-tama di dalam hati orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Selanjutnya ketaatan akan pemerintahan dan kehendak Allah itu dinyatakan dalam realita sosial di mana orang-orang percaya tadi hidup dan beraktivitas.

Definisi ini menunjukan beberapa indikasi yang menolong kita mendeteksi di mana dan seperti apa persekutuan keselamatan yang bernama Kerajaan Allah. Pertama, kerajaan Allah adalah satu bentuk kehidupan di mana pemerintahan dan kehendak Allah yang diajarkan dan ditunjukkan Yesus Kristus ditegakkan dan diamini secara penuh. Ini mengandaikan bahwa Kerajaan Allah itu baru akan terwujud secara sempurna di masa depan. Dalam bab terdahulu kami memakai istilah regnum potentiae untuk menunjuk kenyataan masa depan dari Kerajaan Allah.

Kerajaan Allah adalah kenyataan masa depan. Ia merupakan penampakan yang sempurna dan final dari

23 Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The

(29)

dunia baru dan kemanusiaan baru.24 Hal itu masih kita harapkan. Meskipun begitu adalah keliru kalau kita berpikir tentang Kerajaan Allah sebagai semata-mata sebagai realita yang baru akan dinyatakan kelak. Tidak! Fakta menunjukkan bahwa pada masa kini sudah ada orang-orang memberlakukan perintah dan kehendak Allah sebagai pemandu seluruh aktivitas hidupnya. Memang mereka belum secara penuh dan sempurna hidup di dalam ketaatan akan kehendak Allah, tetapi bentuk kehidupan di mana pemerintahan dan kehendak Allah yang diajarkan dan ditunjukkan Yesus Kristus ditegakkan dan diamini sudah mulai nyata kini dan di sini.

Kenyataan ini menuntun kita pada kesimpulan kedua yakni kerajaan Allah yang adalah realita masa depan itu sudah mulai menampakan diri dalam kekinian hidup manusia dan dunia. Dua indikator ini menegaskan bahwa Kerajaan Allah berkarakter eskhatologis, sebuah realita masa depan yang sudah mulai menampakan diri dalam kenyataan diri di masa kini. Kerajaan Allah adalah peristiwa masa depan yang menyerobot masuk ke dalam masa kini. Sambil mengkritisi dan melucuti semua tata kehidupan masa kini, Kerajaan Allah itu menarik dan memperlengkapi orde-orde dan modus kehidupan dunia dan manusia masa kini dengan kualitas kecakapan-kecakapan untuk layak ambil bagian dalam tuntutan hidup dalam kerajaan Allah yang akan

24 Karl Barth. Church Dogmatics IV/2. Edinburgh. 1976.

(30)

dinyatakan secara sempurna di penghujung sejaran dunia.

Gereja dan Israel: Perwujudan Sementara dari Kerajaan Allah

Kerajaan Allah yang merupakan persekutuan keselamatan ke dalam mana manusia diundang masuk oleh Allah di dalam Kristus dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk menjawab undangan itu merupakan bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos masuk ke dalam masa kini. Gereja disebut-sebut sebagai wujud masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja bukanlah kerajaan Allah (regnum potentiae). Ia adalah regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan menegakkan pemerintahan Yesus Kristus secara spiritual.25 Gereja dan Kerajaan Allah bukanlah kenyataan yang sama dan identik. Kerajaan Allah lebih besar dari gereja.26

Meskipun begitu Gereja dan Kerajaan Allah berkorespondensi satu sama lain. Pada masa kini Kerajaan Allah tersembunyi dalam Gereja. Sedangkan pada masa depan gereja akan melebur dalam Kerajaan Allah. Kami karena itu mencirikan gereja sebagai provisional representation, perwujudan sementara dari kerajaan Allah yang akan dinyatakan secara sempurna

25 Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The

Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 406.

26 Wolfhart Pannenberg. De geloofs belijdenis. Baarn: Ten

(31)

dan definitif pada kedatangan kembali Yesus Kristus.27 Atau meminjam istilah van Haarlem, gereja adalah sakramen dari Kerajaan Allah.28 Artinya gereja melalui kehadirannya membuat manusia melihat kepada kerajaan Allah yang akan datang atau yang sudah datang dan tersembunyi di dalam gereja.

Keselamatan semua manusia yang untuknya Kristus telah datang, menderita, disalibkan, mati dan dikuburkan serta bangkit kembali baru akan diwujudkan secara definitif pada akhir sejarah. Dengan kata lain jawaban: YA! yang final dan penuh dari manusia kepada Allah di dalam Kristus baru akan sepenuhnya diucapkan di dalam Kerajaan Allah. Gereja ada sebagai provisional representation sebagai tempat di mana manusia belajar dan melatih diri mengucapkan kata YA itu dengan hati, mulut dan seluruh hidupnya, sekaligus memperagakan dan mempertunjukan jawaban itu kepada dunia dan semua manusia supaya setiap lutut berteluk dan semua lidah ikut mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Fil. 2:11).29

27 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension.....

hlm. 279.

28 A. Van Haarlem.Overwegingen over de Kerk bij Barth.” Dalam: Kerk en Theologie. Jaargang No. 4 October 1973. hlm. 341.

29 Perhatikan kesejajaran antara apa yang kami katakan di

(32)

Gereja adalah provisional representation, perwujudan sementara dari kerajaan Allah. Tetapi gereja bukanlah satu-satunya persekutuan yang menjalankan fungsi provisional representation itu. Di atas kita katakan bahwa manusia tidak terlempar ke dalam persekutuan. Ia dipanggil masuk ke dalam persekutuan itu untuk ambil bagian dalam keselamatan. Alkitab bersaksi bahwa Allah di dalam Kristus melalui Roh Kudus tidak hanya memanggil manusia ke dalam gereja. Ada lagi persekutuan lain yang jalan ke dalamnya dan pintu masuknya adalah Yesus Kristus. Memang keberadaan Yesus Kristus sebagai jalan dan pintu dari persekutuan itu belum eksplist disebutkan. Dalam persekutuan itu Yesus Kristus sebagai jalan dibungkus dalam torah dan sebagai pintu ditunjukkan dalam berbagai ritus korban. Nama persekutuan yang satu itu adalah Israel. Sebagaimana yang disaksikan Alkitab, Allah tidak hanya memanggil manusia ke dalam gereja. Allah juga memanggil manusia ke dalam satu umat lain, umat perjanjian yakni Israel.

Jadi Israel dan gereja adalah dua persekutuan yang dibentuk oleh Allah sebagai tempat di mana manusia diundang oleh Allah untuk ambil bagian aktif sebagai kawan-kawan sekerja Allah dalam merealisasikan atau mendistribusikan keselamatan yang Dia sediakan bagi dunia dan semua manusia. Israel dan gereja bukan dua persekutuan yang berdiri sendiri. Tidak! Israel dan gereja adalah dua bentuk dari satu

(33)

persekutuan keselamatan, yakni Kerajaan Allah.30 Mereka hadir sebagai provisional representation dari Kerajaan Allah.

Persamaan Israel dan gereja tidak menghilangkan begitu saja perbedaan keduanya. Perbedaan Israel dan gereja nyata dalam hal berikut ini. Pertama, sebagai persekutuan yang dibentuk mendahului gereja, Israel ada sebagai provisional representation dari Kerajaan Allah untuk memanggil manusia datang kepada Yesus Kristus. Sedangkan gereja ada setelah Israel sebagai provisional representation dari Kerajaan Allah untuk membawa Yesus Kristus kepada semua manusia. Tugas membawa semua bangsa datang kepada Yesus Kristus yang diembankan kepada Israel digambarkan oleh PL sebagai gerakan menuju ke Sion (Yes. 2:1-4; Mik. 4:1-4). Sementara PB menggambarkan tugas membawa Yesus Kristus kepada semua bangsa yang diamanatkan kepada gereja sebagai gerakan missioner: dari Sion ke ujung bumi (Mt. 28:19; Kis. 1:8).31

Kedua, Israel mengajarkan berbagai hukum, ketentuan, norma dan kaidah-kaidah yang patut diperhatikan bangsa-bangsa supaya mereka dapat bertemu dengan Allah di gunungNya yang kudus untuk mendengar Firman (Mz. 15:1-5; 24:3-6). Gereja memperlihatkan kekayaan berkat dan kasih karunia

30 Karl Barth. Church Dogmatics. IV/2. 1970. hlm. 480 31 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Umat Allah di Tapal Batas.

(34)

Allah bagi semua bangsa yang menerima Yesus Kristus yang dibawakan dan diberitakan gereja. Israel diperlengkapi untuk mengajarkan 10 JANGAN sedangkan gereja dipercayakan memberitakan 10 BAHAGIA.

Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan Gereja betapa pun berbeda tetapi tidak boleh dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan bersama-sama dan terima sebagai satu kesatuan dengan pemberitaan gereja. Pemberitaan gereja harus dilihat sebagai pemenuhan dari pemberitaan Israel sedangkan pemberitaan Israel adalah pengantar untuk masuk ke dalam pemberitaan Israel.32

Israel Tersembunyi dalam Gereja

Berpartisipasi aktif dalam karya pendamaian Allah yang sudah diwujudkan di dalam Yesus Kristus artinya manusia ditarik masuk dalam Israel dan gereja yang adalah perwujudan sementara dari Kerajaan Allah. Roh Kudus adalah Allah yang mendiami kita dan memampukan roh kita untuk berkata kepada Allah: Ya Abba! Ya Bapa (Rm. 8:15; Gal. 4:6)). Pada masa Perjanjian Lama Roh itu membuat manusia menjadi anggota dari persekutuan Israel yang hidup di bawah bimbingan Torah sambil menanti kedatangan Mesias (Kej. 6:3; Yes. 44:3, 59:21; Yeh. 36:27, 37:14, 39:29; Hag. 2:6). Pada masa Perjanjian Baru, terutama setelah kebangkitan Yesus Kristus, Roh itu bekerja secara baru.

(35)

Ia memanggil dan menyatukan manusia menjadi satu umat yang baru, yakni gereja yang hidup dari anugerah.

Perwujudan sementara dari persekutuan keselamatan (Kerajaan Allah) adalah Israel dan gereja. Keduanya adalah creatura spiritum sanctum, yakni persekutuan orang-orang yang dimampukan Allah melalui RohNya untuk memperlihatkan kemanusiaan baru yang sudah dinyatakan di dalam Kristus di dunia lama di mana mereka hidup. Meskipun begitu dalam percakapan tentang partisipasi manusia dalam keselamatan, kami akan menfokuskan perhatian pada gereja. Bukan karena Israel tidaklah penting, tetapi karena semua yang dinubuatkan dalam Israel telah digenapi pada peristiwa pentakosta, yakni dalam wujud gereja yang juga disebut sebagai umat dari perjanjian yang baru (2 Kor. 3:6; Ibr. 8:8).

Fokus pada gereja tidak berarti mengabaikan Israel. Gereja sebagai perwujudan baru dari Israel sama sekali tidak meniadakan Israel. Israel tetap ada setelah kehadiran gereja. Hanya keberadaannya itu memiliki wujud yang baru, yakni wujud spiritual: Israel tersembunyi di dalam gereja, sebagaimana dalam periode pra pentakosta keberadaan gereja sudah ada tetapi dalam wujud sebagai yang tersembunyi dalam Israel.33

Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia adalah creatura spiritum sanctum. Perwujudan

33 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Umat Allah di Tapal Batas.

(36)

historisnya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa pentakosta. Ia datang bukan untuk menggantikan Israel, melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk kehidupan umat Allah dalam Perjanjian Lama bersama dengan semua pengajaran dan ketentuannya mencapai penggenapannya dalam gereja. Tokoh terkemuka dari umat Perjanjian Lama, Musa digenapi di dalam diri tokoh terkemuka dari umat Perjanjian Baru, Yesus Kristus. Dasa Titah yang diterima Musa dari Allah di Sinai dipertegas Yesus dengan Dasa Sabda Bahagia yang disampaikan di atas sebuah bukit (Bdg. Ul. 18:15). Dasa titah Musa ditulis di atas loh batu. Dasa Sabda Bahagia Yesus ditulis dalam loh hati manusia (II Kor. 3:3; Ibr. 8:10). Sunat yang ditetapkan Musa sebagai tanda bagi setiap umat perjanjian diperluas Yesus dengan baptisan, supaya perempuan-perempuan pun terhitung di dalam umat perjanjian yang diperluas itu.34

Demikianlah kami tegaskan sekali lagi, keberadaan Israel sebagai perwujudan sementara dari persekutuan keselamatan (Kerajaan Allah) tidak berakhir dengan kedatangan Gereja. Israel tetap ada tetapi sebagai yang tersembunyi atau berdiam di dalam gereja, sama seperti wujud kehadiran gereja di masa Perjanjian Lama sebagai yang tersembunyi atau berdiam di Israel.

34 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Hagar dan Putri-Putrinya.

(37)

Gereja sebagai Ibu Orang Percaya

Gereja adalah creatura spiritum sanctum. Inilah keyakinan iman gereja tentang asal-usulnya.Ia dibentuk oleh Allah di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus untuk tiga fungsi. Pertama, merawat pertumbuhan iman mereka yang dibenarkan oleh Allah melalui pemberitaan firman. Kedua, untuk mengefektifkan pengudusan manusia melalui perayaan sakramen. Ketiga, memimpin penugasan orang percaya lewat konstitusi gerejawi.35

Dengan adanya gereja orang-orang yang dibenarkan, dikuduskan dan ditugaskan oleh Allah di dalam Yesus Kristus tidak dibiarkan hidup terlantar tanpa bimbingan. Roh Kudus yang tidak lain adalah Roh Yesus yang bangkit menciptakan satu sarana yang kelihatan dan memperlengkapinya dengan instrumen-instrumen yang dibutuhkan agar pembenaran, pengudusan dan penugasan manusia itu tetap terpelihara dan bahkan terus bertumbuh. Sarana yang kelihatan itu adalah gereja.

Selanjutnya, Roh Kudus masuk dan berdiam dalam hati manusia dan menggerakkan manusia untuk masuk ke dalam gereja dan ambil bagian aktif dalam keselamatan yang sudah disediakan. Gereja ada bukan karena dibentuk oleh individu-individu orang percaya untuk membawa manusia datang kepada Yesus Kristus. Tidak! Allah di dalam Kristus melalui Roh Kudus

35 Agustinus Marthinus Luther Batlajery. The Unity of the

(38)

membentuk Gereja dan diberikan kepada manusia untuk merawat pembenaran, pengudusan dan penugasan yang sudah dilaksanakan dalam Kristus. Gereja bukanlah keselamatan. Ia adalah tempat di mana manusia menerima dan merayakan keselamatan yang sudah disediakan sambil menunggu penyataan yang sempurna dari keselamatan itu di dalam kerajaan Allah. Gereja sebagai bentuk yang kelihatan berfungsi sebagai provisional representation dari semua manusia yang sudah dibenarkan, dikuduskan dan ditugaskan oleh Allah.

Berada dalam gereja penting, bukan hanya untuk menerima berkat-berkat keselamatan yang sudah kami sebutkan tetapi juga untuk merawat dan memperkembangkan berkat-berkat itu. Maksudnya dengan masuk ke dalam gereja, manusia tidak hanya pasif, yakni menjadi penerima berkat keselamatan. Manusia juga aktif, yakni menjadi penyalur atau penerus dari berkat keselamatan itu kepada sesamanya dan kepada dunia. Sisi kembar dari pentingnya manusia berada dalam gereja sudah mulai nampak dalam panggilan Allah kepada Abraham dan Sarah. Ia tidak hanya menerima berkat tanah dan keturunan tetapi juga menjadi berkat bagi semua tanah dan semua keturunan di bumi (Kej. 12:3).

(39)

gereja sebagai mother of the faithful (mater fidelium) tidak dapat dilepaskan dari hakikatnya sebagai eklesia, the pilgrim people of God, paguyuban eksodus yang disebutkan oleh Moltmann.36

Sebagai the pilgrim people of God, gereja sudah meninggalkan masa lalu yang ditandai dengan kematian atau kehidupan sebagai anak-anak kegelapan. Masa lalu itu bukan lagi milik mereka. Mereka telah mengucapkan good bye sekali untuk selamanya terhadap masa lalu itu. Tujuan perziarahan mereka adalah Kerajaan Allah yang oleh Alkitab digambarkan sebagai Rumah Bapa. (Yoh. 14:2). Rumah Bapa itu masih jauh, belum menjadi milik mereka. Di sana mereka berharap untuk menerima status baru sebagai anak-anak Allah (Rm. 8:29). Hidup yang menanti di Rumah Bapa berbeda secara kualitatif dengan hidup yang mereka kenal sebelumnya. Di sana, di Rumah Bapa berlaku ABC yang sama sekali baru. Bukan lagi mata ganti mata dan gigi ganti gigi (Mt. 5:38) tetapi mengasihi musuh dan mendoakan keselamatan orang yang menganiaya mereka (Mt. 5:44).

Peralihan itu sangat drastis dan dapat mengakibatkan stress jika manusia tidak melatih diri secara baik dengan ABC yang baru itu. Untuk tujuan itu dalam kemurahanNya, Allah memberikan kepada orang yang dalam perjalanan itu gereja yang berfungsi sebagai mother of the faithful. Si ibu ini bertugas untuk memperkenalkan umat eksodus tadi serta melatih mereka dengan ABC yang berlaku di dalam Rumah

36 Jurgen Moltmann. The Church in the Power of the

(40)

Bapa. Gereja karena itu dapat kita sebut sebagai rumah Mama yang di dalamnya anak-anak Allah melatih diri dengan ABC yang berlaku di Rumah Bapa supaya mereka layak menjalani hidup di Rumah Bapa itu.37

Di dalam gereja manusia melatih diri untuk hal-hal masa depan ketika dia hidup dalam kerajaan Allah. Gereja memang bukanlah keselamatan itu, tetapi ia penting bagi manusia untuk memperoleh dan hidup di dalam keselamatan. Siprianus, seorang bapak gereja terkemuka di abad-abad pertama berkata: "Seseorang tidak dapat memiliki Allah sebagai Bapaknya, apabila ia tidak memiliki Gereja sebagai ibunya.”38

Gereja adalah ibu orang-orang percaya. Dalam sebuah khotbah yang termasyur Augustinus berkata: “Allah adalah Bapamu, Gereja ibumu. Lain sekali cara mereka melahirkanmu. Orang tuamu telah melahirkan kamu supaya terancam oleh sakit, sengsara, airmata, dan maut. Sebaliknya, anak-anak yang dilahirkan oleh Allah dan Gereja akan menemui kesayangan, kebahagiaan, kegembiraan dan kehidupan. Kelahiran pertama patut disesali, kelahiran kedua patut dirindukan. Orang tua kita sendiri melahirkan kita untuk menanggung hukuman abadi akibat kesalahan lama. Allah dan Gereja

37 Ebenhaizer I Nuban Timo. Alam Belum Berhenti

Bercerita. Kisah Pergumulan Pastoral Seorang Abdi.

Maumere: Ledalero. 2010.hlm. 36.

38 Dikutip dari Avery Dulles. Model-Model Gereja. Ende:

(41)

melahirkan kita kembali begitu rupa, sehingga tidak ada lagi hukuman atau kesalahan.”39

Gambaran penuh makna ini baiklah kita jadikan prasasti dalam hati kita agar tidak tergoda untuk meninggalkan gereja yang adalah ibu kita. Sebagai orang timur kita hidup di antara lebih dari satu ibu atau Mama. Di Kupang – Nusa Tenggara Timur selain Mama kandung, kami juga memiliki Mama kecil dan Mama besar. Beberapa anak bahkan juga mengenal Mama tiri. Belakangan ini juga mulai ada Mama Gaul. Keberadaan di antara mama yang banyak ini patut kita syukuri. Tapi haruslah kita ingat bahwa sejelek apa pun Mama kandung, dia tidak bisa digantikan oleh Mama Besar, Mama Kecil, Mama Tiri apalagi Mama Gaul. Saudara-saudara kita di Maluku berkata: “Biar deng kaeng kabaya busuk, Mama tetap beta pung Mama.”

Keselamatan Juga Ada di Luar Gereja?

Melalui dan di dalam karya pendamaian the new story of man atau keselamatan telah disediakan Allah bagi manusia (obyektif). Selanjutnya Allah membentuk gereja untuk menanamkan keselamatan itu di dalam manusia dan merawat keselamatan itu melalui pemberitaan firman, pelayanan sakramen dan ketaatan pada konstitusi gereja (subyektif). Ini berarti bahwa hanya dengan menjadi anggota gereja keselamatan yang

39 Augustinus. (2009). Bagai Terang di Hati. Kumpulan

(42)

obyektif itu menjadi efektif. Muncul pertanyaan, bagaimana dengan mereka yang tidak sempat atau bahkan tidak mau berada di dalam gereja? Akankah mereka juga ikut menikmati anugerah keselamatan?

Selama abad pertengahan gereja memberitakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan (salus extra ecllesia non est). Pengajaran ini mulai ditinggalkan gereja setelah melihat adanya penafsiran terhadap dogma ini untuk melegalkan paham yang tidak berimbang tentang gereja. Pertama, upaya untuk membatasi keselamatan pada organisasi gereja yang kelihatan, yakni orang-orang yang secara kasat mata ambil bagian dalam tafelgemeenschap (persekutuan makan di sekeliling meja) dengan segala ketentuan yang menyertainya. Padahal gereja bukan sekedar sebuah organisasi yang kelihatan. Ia juga memiliki sisi yang tidak kelihatan.

(43)

khusus pemimpin gereja selama abad pertengahan seperti yang disebut papal nepotism oleh Lindsay.40

Adanya penyimpangan dalam pemahaman tadi membuat pengajaran klasik tentang gereja sebagai lembaga pemberi keselamatan dipahami secara baru. Konsili Vatikan II merumuskan kembali paham tentang gereja dalam hubungan dengan keselamatan dengan menyebut gereja sebagai sakramen keselamatan (sacramentum salutis).41 Di kalangan protestan pembaharuan pemahaman tentang gereja disuarakan oleh para teolog antara lain Karl Barth yang memahami gereja lebih dari sekedar organisasi Kristen yang kasat mata (visible Christian institution)tetapi mencakup juga a way of life, sebuah modus kehidupan di mana iman, kasih dan pengharapan akan kehidupan yang baru dinampakan di tengah dunia yang lama.42

Pembaharuan pemahaman tentang gereja yang dirumuskan dalam Konsili Vatikan II dirampungkan dalam paham tentang gereja sebagai sakramen. Isi ringkas dari paham itu sebagai berikut.43 Konsili memahami sakramen dalam dua frasa: sacramentum dan res sacramenti. Yang pertama menunjuk kepada tanda

40 Dikutip dari Agustinus Marthinus Luther Batlajery. The

Unity of the Church...hlm. 29.

41 Tom Jacobs. Gereja Menurut Konsili Vatikan II.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1987.hlm. 16.

42 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension ....

hlm. 298.

(44)

itu, yakni gereja sedangkan yang kedua menekankan buah yang dihasilkan dari tanda itu.

Menjadi anggota gereja adalah penting untuk memperoleh keselamatan tetapi bila sikap batin dia yang menjadi anggota gereja tidak patut, keselamatan itu tidak otomatis menjadi miliknya. Artinya menjadi warga gereja itu baik tetapi lebih baik menjadi warga gereja yang memberi buah kebaikan bagi dunia. Menjadi anggota gereja harus berjalan bersama-sama dengan perubahan sikap batin. Pada pihak lain bisa saja ada orang yang tidak mungkin atau tidak bisa menjadi anggota gereja karena kendala atau halangan subyetif tertentu tetapi sikap batinnya baik dan benar, orang seperti terbilang pada barisan dari kaum yang diselamatkan.

Untuk membedakan kelompok yang pertama dengan kelompok yang kedua, konsili menggunakan istilah tubuh kristus dan umat Allah. Ungkapan tubuh Kristus dikenakan kepada mereka yang mengetahui bahwa gereja Katholik didirikan Allah untuk membuat manusia berpartisipasi dalam keselamatan. Sementara ungkapan umat Allah menunjuk kepada orang-orang yang bukan anggota tubuh Kristus secara kasat mata tetapi yang menjalani hidup dalam kesadaran batin yang benar akan Allah.

(45)

Konsili Vatikan II. Menurut Barth,44 gereja sebagai institusi keselamatan tetap penting tetapi gereja tidak hanya ada sebagai sebuah institusi. Gereja mencakup juga cara hidup (a way of life). Cara hidup yang dimaksud adalah yang terlihat dalam hal iman, mengasihi dan berharap akan datangnya kemanusiaan baru yang kemudian diungkapkan dalam berbagai aktivitas di setiap sektor kehidupan.

Barth mencoba mereview faham lama yang mengatakan bahwa di mana ada gereja di sana ada iman, kasih dan pengharapan akan dunia baru. Faham ini benar tetapi bukan segala-galanya. Hal lain yang perlu ditambahkan adalah di mana ada iman, kasih dan pengharapan akan kemanusiaan baru di situ ada gereja. Ketika manusia hidup bersama dalam damai, bekerja bersama dengan orang lain dalam persaudaraan yang setara, berperang untuk mengakhiri semua bentuk kejahatan, kelaliman, penindasan dan ketidak-adilan karena mereka beriman akan realita baru dunia yang akan datang menggantikan dunia yang lama di situ gereja menjadi nyata.

Singkatnya, gereja menurut Barth adalah umat Allah dalam dunia yang memperlihatkan cara hidup yang berbeda. Secara fisik orang-orang itu sama dengan manusia di sekitarnya, tetapi mereka memiliki spiritualitas yang baru.45 Masalahnya bukan pada

44 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension ....

hlm. 299.

45 Jurgen Fangmeier. De theoloog Karl Barth. Een getuige

(46)

Christian presence tetapi Christian value. Dalam arti ini gereja tidak sekedar lembaga atau persekutuan yang kelihatan atau yang menggunakan label-label Kristen. Persekutuan yang tak memakai label Kristen pun dapat dikategorikan sebagai gereja jika iklim kehidupan bersama orang-orang dalam komunitas itu mencerminkan nilai-nilai gerejawi. Keluarga, kantor, kampus, kampung, perusahaan, dll adalah gereja jika kasih, keadilan, kebenaran, kekudusan dan pembebasan menjadi ultimate concernnya.

Atas dasar faham ini Barth menegaskan bahwa gereja sudah ada sejak Perjanjian Lama. Barth menggambarkan Esau dan Yakub sebagai dua bentuk dari gereja yang satu yang sudah menampakan diri dalam masa pra pentakosta.46 Gereja Esau adalah gereja kafir, yang tidak mentaati firman Allah. Ia lebih suka mendengar para bangsawan dan pemilik modal, pada roh jaman dan penguasa. Gereja Esau adalah gereja yang menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Bonhoeffer juga mengatakan hal serupa. Dalam Perjanjian Lama dua wujud gereja ini digambarkan sebagai Gereja Musa dan Gereja Harun.

Gereja Yakub bukan semata-mata satu jumlah atau lembaga. Ia bukan gereja yang menggettho. Ia memperlihatkan cara hidup yang baru di dunia yang lama karena menjadikan kebenaran Allah sebagai orientasi hidupnya. Ia hidup sebagai orang asing di

46 A van Haarlem. “Overwegingen over de kerk bij

(47)

dunia dan berkonsentrasi secara penuh pada pemberitaan tentang salib.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam posisi sebagai minoritas sekaligus yang telah kehilangan cita-rasa Asia ( Asian sense ) Kekristenan harus tetap mengerjakan tugas misi atau pekabaran Injil, yang

Pada sisi lain, juga di bawah pimpinan Nabeel jabbour sebagai pemandu wisata kita juga telah dibuat mengerti bahwa Injil adalah juga kabar baik kepada orang Muslim, karena

Bertolak dari paham tentang Allah (Brahman) yang merupakan the ground, the absolute, the principle of all dan penegasan bahwa Allah bekerja dalam semua agama

Penulis artikcl ini bertolak dari komentar lcpas mengenai kaurn awam di dalam Gereja yang tidak mencntu. Untuk menjernihkan konsep awam sebagai warga Gereja, ia menggambarkan

Ruang publik politik dan civil society merupakan ruang dan wahana strategis bagi partisipasi politik gereja dalam keberpihakan kepada masyarakat di hadapan kekuasaan politik

Ruang publik politik dan civil society merupakan ruang dan wahana strategis bagi partisipasi politik gereja dalam keberpihakan kepada masyarakat di hadapan kekuasaan politik

Ruang publik politik dan civil society merupakan ruang dan wahana strategis bagi partisipasi politik gereja dalam keberpihakan kepada masyarakat di hadapan kekuasaan politik

Ruang publik politik dan civil society merupakan ruang dan wahana strategis bagi partisipasi politik gereja dalam keberpihakan kepada masyarakat di hadapan kekuasaan politik