Transaksi Penggunaan Uang Logam
di Kota Pekanbaru
I. Latar Belakang
Penggunaan uang logam sebagai salah satu alat pembayaran di Kota Pekanbaru belakangan ini cenderung kurang begitu populer. Berdasarkan data Bank Indonesia Pekanbaru, diketahui bahwa permintaan uang logam selama tahun 2009 baik dari kalangan perbankan maupun masyarakat umum di Kantor Bank Indonesia Pekanbaru relatif nihil. Tentunya disatu sisi hal ini dapat menimbulkan masalah terhadap harga yang terbentuk di masyarakat sejalan dengan peranan uang logam sebagai uang pecahan kecil. Dalam rangka pemantauan kegiatan ekonomi, Bank Indonesia Pekanbaru melakukan penggalian informasi kepada perbankan dan beberapa toko swalayan untuk mengetahui kondisi empiris mengenai penggunaan uang logam di Kota Pekanbaru.
Penggalian informasi dilakukan terhadap seluruh perbankan di Kota Pekanbaru dengan jumlah responden berjumlah 32 bank untuk mendeteksi cash flow perputaran uang logam. Disamping itu, juga dilakukan indepth interview kepada beberapa toko/swalayan terbesar di Kota Pekanbaru untuk mengetahui preferensi penggunaan uang logam menurut perspektif pelaku usaha.
II. Hasil Survei
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa sebagian besar jumlah setoran yang diterima bank di kota Pekanbaru berada pada nominal sampai dengan Rp500 ribu untuk masing-masing pecahan. Hal ini tentunya sejalan dengan peranan uang logam sebagai uang pecahan kecil. Meskipun demikian, dari hasil survei ditemukan bahwa terdapat sekitar 12,5% responden yang menerima setoran pecahan uang logam pecahan Rp500 lebih dari Rp5 juta. Bahkan dari jumlah tersebut terdapat beberapa bank yang menerima setoran uang logam pecahan Rp500 di atas Rp10 juta dari nasabahnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya penggunaan uang logam masih cukup banyak digunakan oleh masyarakat sehingga perlu dilakukan suatu mekanisme yang dapat membuat penggunaan uang logam menjadi lebih menarik di tingkat masyarakat. Dari hasil ini juga diimplikasikan bahwa uang logam pecahan Rp50,- dan Rp25,- tidak begitu banyak diminati oleh masyarakat yang tercermin dari tidak begitu besarnya jumlah setoran untuk kedua pecahan tersebut
Tabel 1. Jumlah Setoran Uang Logam yang Diterima Perbankan di Kota Pekanbaru (n=32)
Di sisi lain, dari hasil indepth-interview kepada beberapa toko/swalan terbesar di Kota
Pekanbaru, diketahui bahwa terdapat mismatch dalam kebutuhan uang logam terutama
pecahan Rp25,-. Hal ini dikarenakan sebagian besar konsumen tidak begitu banyak
menggunakan pecahan tersebut sebagai alat pembayaran sehingga mengakibatkan adanya
mekanisme pembulatan nilai pecahan tersebut pada di mesin hitung toko/swalayan.
Sejalan dengan kondisi tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penggunaan uang logam di tingkat masyarakat juga menjadi fokus dari survei ini. Pada
Grafik 1, terdapat sekitar 35% responden menyatakan bahwa dibutuhkan suatu mekanisme
khusus agar penggunaan uang logam menjadi lebih menarik seperti penyediaan ATM uang
logam di tempat yang erat kaitannya dengan transaksi retail seperti pembelian tiket bus,
kereta api, makanan, minuman ringan dan juga perlu adanya semacam cash deposit
31% responden perbankan juga berharap perlu adanya denominasi pecahan uang logam
Rp1.000 dan Rp2.000.
Grafik 1. Upaya Peningkatan Penggunaan Uang Logam
Aksesibilitas mendapatkan
uang logam 35%
Demoninasi pecahan uang
logam 31% Mengganti
ukuran atau bentuk
23%
lainnya 11%