• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL SEMINAR INKUIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ARTIKEL SEMINAR INKUIRI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI IPA TERINTEGRASI MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI MAHASISWA S1 PENDIDIKAN IPA

INTEGRATED SCIENCE COMPETENCE USING INQUIRY APPROACH OF SCIENCE EDUCATION UNDERGRADUATE STUDENT

Insih Wilujeng1), Agus Setiawan 2), Liliasari2)

1) Prodi Pendidikan Fisika, FMIPA UNY alamat: Karangmalang, Yogyakarta 55281; e-mail: insihuny@yahoo.co.id

2) Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung Absrak

Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran kompetensi mahasiswa S1

pendidikan IPA sebagai calon guru IPA SMP, yang meliputi content competence dan pedagogy competence IPA terintegrasi melalui pendekatan inkuiri. Content competence meliputi pemahaman tentang IPA terintegrasi dengan metode ilmiah dan pemahaman tentang interdisipliner bidang IPA. Pedagogy competence meliputi kemampuan mahasiswa merencanakan, mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran IPA terintegrasi melalui pendekatan inkuiri. Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan subyek penelitian 30 mahasiswa S1 pendidikan IPA, semester VI. Data diperoleh menggunakan

instrumen tes IPA terintegrasi I (integrasi IPA dengan metode ilmiah) dan instrumen tes IPA terintegrasi II (pemahaman konsep interdisipliner IPA);

instrumen penilaian pengembangan peta kompetensi dan silabus pembelajaran IPA terintegrasi; instrumen penilaian RPP dan instrumen penilaian peer teaching. Hasil penelitian aspek content competence mahasiswa menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kompetensi integrasi IPA dengan metode ilmiah mahasiswa S1 pendidikan IPA dengan skor rata-rata tes awal 72,4 dan skor rata-rata tes akhir

91,3 dengan N-gain 0,68; terdapat peningkatan kompetensi pemahaman

interdisipliner bidang IPA untuk soal obyektif dengan skor rata-rata tes awal 60,3 dan skor rata-rata tes akhir 86,8 dengan N-gain 0,67; terdapat peningkatan kompetensi pemahaman interdisipliner bidang IPA untuk soal subyektif dengan skor rata-rata tes awal 33,0 dan skor rata-rata tes akhir 72,2 dengan N-gain 0,59. Pedagogy competence mahasiswa dalam merencanakan pembelajaran IPA terintegrasi berkategori baik, dilihat dari skor rata-rata kemampuan

mengembangkan peta kompetensi dan silabus 3,3 (rentang skor 1-4) dan skor rata-rata pengembangan RPP berkategori baik, dilihat dari skor penilaian RPP 3,2 (rentang skor 1-4). Kompetensi mahasiswa dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran berkategori baik juga, karena skor rata-rata penilaian peer teaching 3,7 (rentang skor 1-5).

Kata kunci: content competence, pedagogy comptetence, sains terintegrasi, inkuiri

(2)

The objective of this research was to obtain description about competence of science education undergraduate students as candidate of junior high school science teacher, which include content competence and pedagogy competence on integrated science using inquiry approach. Content competence includes

understanding on integrated science with scientific method and on science field interdisciplinary. Pedagogy competence includes capability of student to plan, develop and do integrated science learning using inquiry approach. It was descriptive research with subject of 30 semester-6 a science education undergraduate students. Data were obtained using integrated science I test instrument (integrated of science and scientific method) and integrated science II test instrument (understanding of science interdisciplinary concept); competence map development assesment instrument and integrated science learning syllabus; lesson plan assessment instrument and peer teaching instrument. Result of content competence indicated that there was an increase in science integrated competence with scientific method on the subjects with early and final test

average score of 72,4 and 91.3, respectively, with N-gain 0.68. There was olso an increase in science interdisciplinary understanding competence for objective questions with average score for early and final test were 60,3 and 86,8, respectively, with N-gain 0.67. There was increase in science interdisciplinary understanding competence for subjective questions with average score for early test and final test were 33,0 and 72,2, respectively, with N-gain 0.59.

Student’pedagogy competence in planning integrated science learning is good, indicated with average score of capability of developing competence map and syllabus of 3.3 (score range 1-4) and student competence in lesson plan development is good, indicated with average score of 3.2 (score range of 1-4). Student competence in doing and managing learning is good, with peer teaching assessment of 3.7 (score range of 1-5).

Key words: content competence, pedagogy comptetence, integrated science, inquiry

Pendahuluan

Standards for Science Teacher Preparation (NSTA, 2003: 8) menyebutkan bahwa rekomendasi untuk guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah adalah bahwa guru-guru IPA harus memiliki kecenderungan interdisipliner pada IPA. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam biologi, kimia, fisika, bumi dan antariksa serta bidang IPA lainnya.

Program studi jenjang S1 pendidikan IPA FMIPA UNY memiliki tujuan

(3)

Sains bidang keahlian pendidikan IPA (S.Pd., Si.) yang memiliki kompetensi dasar tenaga pendidik bidang IPA yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

1. Kompetensi pendidikan bidang IPA, yaitu kompetensi melakukan penelitian dalam rangka mengembangkan pendidikan IPA, serta kompetensi melakukan penyebaran bidang pendidikan IPA melalui pendidikan dan pelatihan (diklat).

2. Kompetensi menghadapi masa depan, yaitu kompetensi menghadapi dan memahami kecenderungan pendidikan IPA, serta memanfaatkan hal tersebut untuk memajukan pendidikan IPA

3. Kompetensi dasar-dasar IPA dan rumpun IPA yang cukup untuk studi lanjut. (Kurikulum 2002, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2007: 58-59)

Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas telah menyusun panduan

pengembangan pembelajaran IPA terpadu sejak tahun 2005, namun kenyataan di lapangan hampir semua guru IPA SMP masih belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu tersebut dengan berbagai alasan. Hasil isian angket dari guru-guru IPA SMP/MTs di wilayah Yogyakarta dari 4 wilayah kabupaten dan 1 wilayah kota dengan 20 orang guru IPA SMP dapat ditemukan beberapa alasan belum dilaksanakannya pembelajaran IPA terpadu antara lain adanya ketakutan para guru tentang muatan materi kurikulum tidak tersampaikan; tidak adanya contoh-contoh pembelajaran IPA terintegrasi/IPA terpadu di beberapa buku teks serta belum diperolehnya langkah-langkah pengembangan pembelajaran IPA terintegrasi/IPA terpadu bagi guru SMP. Pemahaman para guru tentang IPA terpadupun ternyata masih banyak yang mengalami kesalahan secara konsep. Hasil wawancara dengan para guru IPA pada saat pelaksanaan Bimbingan Teknis IPA Terpadu yang

(4)

Berdasar pada kondisi nyata di lapangan tersebut, maka FMIPA UNY yang sejak tahun perkuliahan 2007/2008 telah membuka program studi pendidikan IPA S1, dituntut untuk merespon dan menindaklanjuti kebijakan pemerintah, terutama Balitbang Depdiknas tentang pembelajaran IPA terpadu yang secara nyata dituntut untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai calon guru IPA SMP/MTs agar

memiliki kompetensi dalam IPA terintegrasi. Bentuk persiapan dituangkan dalam pengembangan program perkuliahan IPA terintegrasi dan pembelajarannya. Mata kuliah teori IPA terintegrasi dan pembelajarannya memiliki tujuan

mengembangkan kompetensi mahasiswa dalam menguasai interdisipliner bidang IPA dan memiliki kemampuan serta keterampilan merencanakan kegiatan

pembelajaran IPA terintegrasi sesuai standar Kurikulum SMP/MTs, sedangkan mata kuliah praktik IPA terintegrasi dan pembelajarannya memiliki tujuan mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan, mengelola maupun mengevaluasi kegiatan pembelajaran IPA terintegrasi sesuai standar Kurikulum SMP/MTs. Mata kuliah ini diberikan pada mahasiswa S1 pendidikan

IPA semester 6 yang merupakan mahasiswa angkatan pertama dari program studi pendidikan IPA di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Standar pembelajaran IPA mengisyaratkan, bahwa aktivitas dalam

pembelajaran IPA harus dilengkapi aktivitas berpikir kritis dan kreatif dan tidak membatasi pada rutinitas atau belajar hafalan. Siswa harus dibuat sadar pada keterampilan-keterampilan berpikir dan strategi-strategi berpikir yang mereka gunakan dalam pembelajaran mereka. Mereka harus ditantang dengan pertanyaan dan masalah tingkat tinggi dan diperlukan untuk memecahkan masalah

memanfaatkan berpikir kreatif dan kritis. Proses pembelajaran IPA harus membuat siswa memperoleh pengetahuan, ketuntasan keterampilan dan

pengembangan sikap ilmiah dan nilai-nilai mulia dalam cara terintegrasi. Untuk merealisasikan pembelajaran IPA yang sesuai hakikat IPA, salah satunya adalah dengan pendekatan inkuiri.

Adapun tahap-tahap pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut.

(5)

Sebagai contoh, siswa akan menguji pertumbuhan biji suatu tanaman dalam berbagai variabel yang mempengaruhi dan siswa dapat menyusun pertanyaan penelitian. Guru akan memberi pengantar tujuan kegiatan sebagai berikut : kegiatan bertujuan untuk menyelidiki pengaruh cahaya dan gravitasi pada pertumbuhan biji tanaman. Siswa-siswa akan menyusun pertanyaan penelitian tentang: Bagaimanakah pengaruh gravitasi pada pertumbuhan biji tanaman? Apakah para siswa berpikir, bahwa pertumbuhan biji tanaman menuju atau menjauhi pusat bumi? Apakah pengaruh cahaya pada pertumbuhan tanaman? 2. Hipotesis: dalam kegiatan inkuiri dimana ada hipotesis-hipotesis dan siswa

diharapkan menyusun hipotesis sendiri. Kegiatan sebaiknya dilaksanakan secara berkelompok dan diikuti diskusi kelas. Siswa sudah menyusun

pernyataan yang menunjukkan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya, dan guru memberikan umpan balik (penilaian) pada hipotesis yang sudah dikembangkan siswa.

3. Prosedur: siswa diminta mengemukakan ide dari tujuan eksperimen atau penyelidikan, dan mereka diminta juga menemukan ide bagaimana

menemukan jawabannya. Sering, diskusi tentang perbedaan hipotesis akan memberikan mereka ide-ide untuk bagaimana menguji hipotesis mereka sendiri. Mereka harus menunjukkan, bahwa hipotesis mereka diterima atau ditolak berdasar hasil eksperimen atau penyelidikan.

4. Alat dan Bahan: jika siswa mengetahui apa yang mereka rencanakan untuk dilakukan, maka mereka dapat membuat daftar alat dan bahan yang mereka perlukan. Penentuan alat dan bahan akan membantu siswa melakukan kontrol variabel dan rancangan prosedur eksperimen atau penyelidikan. Sering juga alat dan bahan dibawa siswa dari rumah. Jika siswa akan melakukan uji karbohidrat dan lemak, maka siswa membawa berbagai bahan dari rumah. Mintalah siswa menuliskan apa yang mereka rencanakan untuk mereka lakukan dan menuliskan alat dan bahan yang mereka perlukan.

(6)

harus diikat ke belajang. Ketika mereka menuliskan rancangan apa yang akan mereka lakukan, menuliskan alat dan bahan yang mereka perlukan, pastinya mereka mengetahui data apa yang akan mereka kumpulkan.

6. Analisis: siswa harus mengetahui apa yang akan mereka temukan. Biasanya para siswa melakukan uji pembanding dan melakukan kontrol variabel akan tidak menimbulkan hasil yang bias (rancu).

7. Simpulan: jika siswa sudah menyelesaikan eksperimen atau penyelidikan, maka mereka harus mendiskusikan dengan siswa lainnya. Mreka harus menemukan persamaan dan perbedaan hasil dan mengapa terjadi perbedaan. Mereka harus menginterpretasikan hasil berdasar pertanyaan penyelidikan awal, apa makna dari hasil yang mereka temukan. Suatu tantangan besar dalam inkuiri dimana siswa harus melakukan banyak kontrol sepanjang kegiatan, karena perbedaan latar belakang budaya bisa menimbulkan perbedaan prinsip inkuiri.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan, kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada subjek penelitian. Penelitian dilakukan di program studi S1 pendidikan IPA kelas A, semester VI, FMIPA Universitas

Negeri Yogyakarta dengan jumlah subjek penelitian 30 mahasiswa.

Untuk memperoleh data penelitian ini digunakan empat instrumen, meliputi Instrumen 1a, yaitu instrumen tes IPA terintegrasi I (integrasi IPA dengan metode ilmiah) dan Instrumen 1b, yaitu instrumen tentang tes pemahaman konsep IPA terintegrasi (tes bentuk obyektif dan subyektif); Instrumen 2, yaitu penilaian pengembangan peta kompetensi dan silabus IPA terintegrasi; Instrumen 3, yaitu penilaian RPP; dan Instrumen 4, yaitu penilaian peer teaching.

Peta kompetensi materi dianalisis dari hasil pengembangan silabus IPA Terintegrasi dari mahasiswa, sedangkan peta kompetensi pedagogi dianalisis dari hasil pengembangan silabus IPA Terintegrasi dan RPP dari mahasiswa.

(7)

1. Kompetensi Pemahaman IPA Terintegrasi

Berdasarkan analisis data hasil penelitian dari Instrumen 1a dan 1b diperoleh hasil, bahwa kompetensi integrasi IPA dengan metode ilmiah mahasiswa S1 pendidikan IPA FMIPA UNY diperoleh skor rata-rata tes awal

72,4 dan skor rata-rata tes akhir 91,3 dengan N-gain 0,68. Kompetensi integrasi interdisipliner bidang IPA untuk tema Mengapa Bisa Terjadi Hipertensi? khusus soal obyektif diperoleh skor rata-rata tes awal 60,3 dan skor rata-rata tes akhir 86,8 dengan N-gain 0,67; untuk soal subyektif diperoleh skor rata-rata tes awal 33,0 dan skor rata-rata tes akhir 72,2 dengan N-gain 0,59. Deskripsi kompetensi tes IPA terintegrasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Kompetensi interdisipliner bidang IPA meliputi kompetensi tentang mendeskripsikan konsep tekanan 92,7% mahasiswa menjawab benar; kompetensi tentang menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tekanan dan hubungan faktor-faktor tersebut terhadap tekanan melalui percobaan 85,0% mahasiswa menjawab benar; kompetensi tentang memecahkan permasalahan yang terkait dengan tekanan, gaya dan luas permukaan 77,8% mahasiswa menjawab benar; kompetensi tentang

menjelaskan prinsip Pascal dalam kehidupan sehari-hari 93,0% mahasiswa menjawab benar; kompetensi tentang menjelaskan komponen penyusun sistem peredaran darah 88,9% mahasiswa menjawab benar; kompetensi tentang mengidentifikasi kelainan yang terjadi pada pembuluh darah 83,3% mahasiswa menjawab benar; dan kompetensi tentang mengidentifikasi penyebab

(8)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

72.4

60.3

33

91.3 86.6

72.2

68 67

59

[image:8.595.158.467.84.252.2]

Skor pretes skor postes N-gain (%)

Gambar 1. Grafik skor tes awal dan tes akhir IPA terintegrasi I

Persentasi mahasiswa menjawab benar setiap tujuan perkuliahan khusus dan setiap bidang interdisipliner IPA dapat dilihat pada Gambar 2.

TPK 1 TPK 2 TPK 3 TPK 4 TPK 5 TPK 6 TPK 7

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

(% mahasiswa menjawab benar)

Gambar 2. Grafik persentase mahasiswa menjawab benar setiap tujuan perkuliahan khusus (TPK)

2. Kompetensi Mahasiswa dalam Mengembangkan Peta Kompetensi dan Silabus IPA Terintegrasi

[image:8.595.120.456.352.530.2]
(9)

silabus aspek yang dinilai meliputi: identitas silabus pembelajaran IPA terintegrasi, isi utama silabus (tujuan, indikator, materi dan kegiatan pembelajaran), isi pendukung silabus (teknik asesmen, bentuk instrumen, alokasi waktu dan sumber belajar)

Deskripsi kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan peta kompetensi dan silabus dapat dilihat pada Gambar 3.

Tema 1 Tema 2 Tema 3 Tema 4 Tema 5 Tema 6 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

3.3 3.3 3.2 3.3 3.3 3.3

[image:9.595.164.466.217.401.2]

skor kelompok

Gambar 3. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam mengembangkan peta kompetensi dan silabus

Keterangan :

Skor 1 = kurang; skor 2 = cukup; skor 3 = baik dan skor 4 = sangat baik Setiap skor memiliki kriteria masing-masing.

Tema 1 : Mengapa bisa terjadi gerhana matahari? Tema 2 : Bagaimana cara kerja Termometer? Tema 3 : Bagaimana korosi bisa terjadi?

Tema 4 : Bagaimana proses pernapasan pada manusia? Tema 5 : Pernahkan kalian melihat pelangi siang hari? Tema 6 : Bagaimana terjadinya hujan asam?

Rata-rata skor mahasiswa dalam mengembangkan peta kompetensi dan silabus pembelajaran IPA terintegrasi adalah 3,3 (baik)

(10)

Kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan RPP dinilai dengan Instrumen 3 (penilaian RPP). Aspek-aspek yang dinilai dalam pengembangan RPP meliputi : identitas RPP, perumusan tujuan dan indikator pembelajaran, materi pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan asesmen.

Deskripsi kompetensi mahasiswa dalam mengembangkan RPP dapat dilihat pada Gambar 4.

Tema 1 Tema 2 Tema 3 Tema 4 Tema 5 Tema 6 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

3.2 3.2 3.1 3.3 3.2 3.4

[image:10.595.134.488.207.411.2]

Skor RPP kelompok

Gambar 4. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam mengembangkan RPP Keterangan:

Tema 1 : Mengapa bisa terjadi gerhana matahari? Tema 2 : Bagaimana cara kerja Termometer? Tema 3 : Bagaimana korosi bisa terjadi?

Tema 4 : Bagaimana proses pernapasan pada manusia? Tema 5 : Pernahkan kalian melihat pelangi siang hari? Tema 6 : Bagaimana terjadinya hujan asam?

Rata-rata skor mahasiswa dalam mengembangkan RPP adalah 3,2 (baik)

4. Kompetensi Mahasiswa dalam Peer Teaching

Kompetensi mahasiswa dalam peer teaching dinilai dengan Instrumen 4 (penilaian peer teaching). Aspek-aspek yang dinilai untuk peer teaching meliputi: bagian pendahuluan (pemotivasian siswa, apersepsi dan

(11)

pembelajaran, bimbingan pada siswa, keruntutan pembelajaran, penciptaan peluang siswa belajar aktif, pelaksanaan penilaian proses, pemberian umpan balik; bagian penutup (kesimpulan materi, pemantapan); dan lain-lain (penguasaan materi, kesesuain pembelajaran dengan KD,

mengimplementasikan pembelajaran IPA terintegrasi, mengimplementasikan prinsip-prinsip PKP, dan penggunaan sumber belajar dan media).

Deskripsi kompetensi mahasiswa dalam pelaksanaan peer teaching dapat dilihat pada Gambar 5.

Tema 1 Tema 2 Tema 3 Tema 4 Tema 5 Tema 6

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

3.5 3.7 3.5 3.7

3.9

3.7

[image:11.595.145.480.250.452.2]

Column2

Gambar 5. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam pelaksanaan peer teaching

Keterangan:

Skor 1 = sangat tidak baik; skor 2 = tidak baik; skor 3 = kurang baik, skor 4 = baik dan skor 5 = sangat baik

Setiap skor memiliki kriteria masing-masing.

Tema 1 : Mengapa bisa terjadi gerhana matahari? Tema 2 : Bagaimana cara kerja Termometer? Tema 3 : Bagaimana korosi bisa terjadi?

Tema 4 : Bagaimana proses pernapasan pada manusia? Tema 5 : Pernahkan kalian melihat pelangi siang hari? Tema 6 : Bagaimana terjadinya hujan asam?

(12)

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa content competence

mahasiswa S1 pendidikan IPA tentang integrasi IPA dengan metode ilmiah sudah

baik karena terjadi peningkatan kompetensi integrasi IPA dengan metode ilmiah mahasiswa S1 pendidikan IPA dengan skor rata tes awal 72,4 dan skor

rata-rata tes akhir 91,3 dengan N-gain 0,69; terdapat peningkatan kompetensi pemahaman interdisipliner bidang IPA untuk soal obyektif dengan skor rata-rata tes awal 60,3 dan skor rata-rata tes akhir 86,8 dengan N-gain 0,67; terdapat peningkatan kompetensi pemahaman interdisipliner bidang IPA untuk soal subyektif dengan skor rata-rata tes awal 33,0 dan skor rata-rata tes akhir 72,2 dengan N-gain 0,59.

Pedagogy competence mahasiswa dalam merancang dan mengembangkan IPA terintegrasi berkategori baik (skor peta kompetensi dan silabus = 3,3 serta skor RPP= 3,2 untuk rentang skor 1-4), sedangkan kompetensi mahasiswa dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran IPA terintegrasi masih mendekati baik (skor peer teaching 3,7 untuk rentang skor 1-5).

Saran

Berdasar hasil analisis content competence dan pedagogy competence, maka kompetensi IPA terintegrasi mahasiswa S1 Pendidikan IPA bisa dikatakan baik,

namun peneliti menyarankan bahwa mahasiswa S1 Pendidikan IPA tetap perlu

dibekali mata kuliah IPA terintegrasi dan pembelajarannya melalui pendekatan-pendekatan lain seperti pendekatan-pendekatan keterampilan proses; sains-teknologi-masyarakat dan kontekstual, dimana pendekatan-pendekatan tersebut memang sesuai dan menjadi standar pembelajaran IPA di jenjang SMP/MTs.

Daftar Pustaka

American Assosiation for the Advancement of Science. (1993). Bencmarks for Science Literacy. Project 2061. New York: Oxford University Press.

(13)

Curriculum Development Center. (2002), Integrated Curriculum for Secondary School (Curriculum Specification. Science Form 2. Ministry of Education Malaysia

Fogarty, R. (1991). How to Integrated The Curricula. United States of America: IRI/Skylight Publishing. Inc.

NSTA. (2003). Standards for Science Teacher Preparation. Revised 2003

Rutherford, F.J. dan Ahlgren, A. (1990) Science for All Americans. New York : Oxfor University Press.

Steve Olson and Susan Loucks-Horsley. (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. Editors;

Committee on the Development of an Addendum to the National Science Education Standards on Scientific Inquiry, National Research Council.

http://www.nap.edu/catalog/9596.html

Trefil, J. dan Hazen, R. M, (2007). The Science: An Integrated Approach. United Stated of America: John Wiley & Sons, Inc.

--- (2004). Standar-standar Guru Pemula untuk SMP/MTs. Jakarta: Dirjen DIKTI. Departemen Pendidikan Nasional.

---. (2005). Panduan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Kurikulum. Balitbang. DepDikNas.

---.(2007).Kurikulum 2002 FMIPA . Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Yogyakarta

Gambar

Gambar 1. Grafik skor tes awal dan tes akhir IPA terintegrasi I
Gambar 3. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam mengembangkan
Gambar 4. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam mengembangkan RPP
Gambar 5. Grafik skor kelompok mahasiswa dalam pelaksanaan peer teachingKeterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Bukti  fisik  yang  dilampirkan  untuk  komponen  2  (pendidikan  dan . pelatihan)  dan  komponen  8  (keikutsertaan  dalam 

Modul Mengoperasikan Software Aplikasi Basis Data, Melakukan Entry Data Dengan Menggunakan Keyboard, Melakukan Update Dan Delete Data .2004.. Visual Basic 6

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016 di perairan Danau Kelapa Gading di Kisaran Naga Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara..

tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan 1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun administrasi berupa bunga, denda dan

Insurans merupakan kaedah ketiga yang dapat diguna pakai dalam mengurangkan risiko dalam pertanian.Ianya merupakan satu kaedah yang sering digunakan untuk mendapatkan pampasan bagi

Berdasarkan fenomena di atas, penulis bermaksud melakukan studi lebih intensif melalui penelitian, yang dalam hal ini penelitian difokuskan pada Pengembangan

HERI RISKI SITEPU: Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan dan Pohon Serba Guna (Multi Purpose Trees Species) di Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Dibimbing oleh RAHAWATY

[r]