• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01947

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01947"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL EVALUASI METODE PEMBELAJARAN

DALAM PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN GURU

Donald Samuel Slamet Santosa, Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW, dsmuq87@gmail.com

Gracia Miranda, Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW, graciamiranda3011@gmail.com

Dwi Iga Luhsasi, Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW, luhsasi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model evaluasi metode pembelajaran dalam perspektif kepemimpinan guru. Model yang dikembangkan memungkinkan guru untuk menemukan metode pembelajaran terbaik, supaya guru dapat mengimplementasi tiga ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development) yang menggunakan tahapan pengembangan dari Suryana, terdiri dari studi pendahuluan, pengembangan, dan validasi. Hasil penelitian berupa sintak evaluasi metode pembelajaran yang dilengkapi dengan instrumennya. Disarankan kepada peneliti lanjut untuk melanjutkan penelitia n ini pada tahap uji terbatas dan uji luas, serta pada praktisi untuk menggunakan model ini ketika hendak mengimplementasi tiga ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.

Kata Kunci: Evaluasi, Metode Pembelajaran, Kepemimpinan

PENDAHULUAN

Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengajarkan berbagai hal

mengenai pendidikan. Banyak ajarannya yang dirasa masih relevan hingga saat ini. Salah

satunya adalah semboyan mengenai pemimpin yang ideal. Semboyan ini diajarkan saat beliau

merintis Taman Siswa (perguruan yang bertujuan supaya tidak hanya warga Belanda dan

priyai yang dapat mengenyam pendidikan, tetapi juga rakyat jelata). Semboyan tersebut

adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Berikut

penjelasan dari ketiga semboyan tersebut yang disarikan dari Pujianto (2015:1).

1. Ing ngarso sung tulodo. Semboyan ini berasal dari kata ing ngarso (artinya di depan),

sung (artinya saya) dan tulodo (artinya teladan). Oleh karena itu, ing ngarso sung

tulodo bermakna bahwa pemimpin harus dapat menjadi teladan di depan.

2. Ing madyo mangun karso. Berasal dari kata ing madyo (artinya di tengah), mangun

(artinya membangun), dan karso (artinya kemauan atau niat). Dengan demikian, ing

madyo mangun karso bermakna pemimpin ketika di tengah dapat membangkitkan

(2)

3. Tut wuri handayani. Berasal dari kata tut wuri (artinya mengikuti dari belakang) dan

handayani (artinya memotivasi atau memberikan dorongan). Dengan demikian, tut

wuri handayani bermakna pemimpin perlu memberikan dorongan dari belakang.

Apabila ketiga semboyan Ki Hajar Dewantara tersebut dikaitkan dengan pendidikan

saat ini, maka seorang guru diharapkan dapat menjadi pemimpin yang baik bagi

siswa-siswanya. Untuk itu, ketiga semboyan Ki Hajar Dewantara perlu dilakukan oleh guru.

Strategi implementasi ketiga semboyan dapat dilakukan menurut gambar berikut:

Gambar 1.

Skenario Strategi Implementasi Semboyan Ki Hajar Dewantara Pada Guru Saat Ini

Berdasarkan gambar 1, tampak bahwa guru memiliki 3 posisi, yaitu di depan siswa, di

tengah-tengah siswa, dan di belakang siswa. Di depan siswa, guru harus dapat menjadi

teladan. Hal ini sesuai dengan semboyan bahwa guru merupakan singkatan dari digugu dan

ditiru. Kedua hal ini akan terjadi ketika guru berada di depan siswa. Kedua, ditengah siswa,

guru perlu menyatu dengan siswa. Dikatakan bahwa guru harus dekat dengan siswa, namun

tidak terlalu dekat, guru juga harus jauh, namun tidak terlalu jauh. Dengan jarak yang sesuai, Mendorong dari Belakang:

Motivator Teladan di Depan: Digugu dan Ditiru

SISWA

SISWA

Menyatu dengan Siswa:

(3)

guru dapat mengubah dan mengembangkan siswa tanpa disadari oleh siswa. Ketiga, guru

mendorong dari belakang sebagai motivator.

Kesempatan utama bagi terimplementasinya ketiga semboyan tersebut adalah ketika

pembelajaran. Bahasan mengenai pembelajaran dan peran guru menjadi menarik dengan

adanya orientasi pembelajaran baru, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada guru dan

siswa (teacher and student centred). Pada model orientasi ini, guru lebih memiliki

kesempatan untuk berada di depan siswa, di tengah-tengah siswa, dan di belakang siswa.

Guna mewujudkan pembelajaran yang berorientasi pada guru dan siswa, Permendiknas No.

41 Tahun 2007 tentang Standar Proses mengemukakan langkah inti pembelajaran yang terdiri

dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi. Aturan ini telah dicabut dan diganti dengan

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, di mana langkah inti pembelajaran

terdiri dari 5M.

Guna mewujudkan keterlaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada guru dan

siswa, guru perlu mengenal dan menguasai metode-metode pembelajaran yang inovatif. Saat

ini, para ahli telah mengembangkan berbagai metode pembelajaran yang inovatif. Terdapat

lebih dari 100 metode pembelajaran yang inovatif yang saat ini ada (Silberman, 1996), dan

metode-metode tersebut dapat dimodifikasi atau dikembangkan sendiri oleh guru.

Meski demikian, apabila guru berpedoman pada konsep kepemimpinan yang baik

menurut Ki Hajar Dewantara, maka metode pembelajaran yang dipilih harus dapat

memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi guru untuk menerapkan tiga semboyan

tersebut. Oleh karena itu, guru perlu menilai kesempatan yang diberikan oleh setiap metode

pembelajaran. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka sangatlah strategis apabila

dikembangkan sebuah model untuk mengevaluasi metode pembelajaran dari perspektif

kepemimpinan guru.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Menurut

Borg and Gall (2007:43-44), penelitian dan pengembangan bercirikan sebagai berikut: 1)

melakukan studi awal untuk mencari temuan-temuan penelitian terkait dengan produk yang

dikembangkan; 2) mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian tersebut; 3)

(4)

digunakan; 4) melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditentukan

dalam tahap-tahap uji lapangan.

Keempat ciri pengembangan dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga langkah utama

seperti yang dikemukakan oleh Suryana (2007:6), yakni 1) studi pendahuluan; 2) tahap

pengembangan; dan 3) tahap validasi. Pengembangan instrumen evaluasi metode

pembelajaran dalam perspektif kepemimpinan guru ini akan menggunakan langkah-langkah

pengembangan dari Suryana. Validator yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ahli

dan praktisi.

Setiap tahapan dalam pengembangan memiliki spesifikasi masing-masing. Tahap

studi pendahuluan dilakukan dengan penelitian kualitatif. Data dikumpulkan dengan

wawancara dan Focus Group Discussion yang dilakukan pada guru-guru SMP di Salatiga

yang dipilih secara purposive dan snow ball. Hasil dari tahap studi pendahuluan ini adalah

model faktual. Tahap pengembangan dilakukan menganalisis kelemahan dari model faktual

untuk kemudian disusun model yang dinilai dapat memperbaiki model faktual (secara

hipotesis). Akhirnya, model hipotesis tersebut divalidasi oleh ahli.

Karena langkah yang digunakan tidak mencapai tahap uji model, maka tidak ada

subjek uji coba, strategi pengumpulan data dan analisis data dalam tahap ini. Penelitian akan

berakhir ketika validator menyatakan bahwa model telah layak.

Gambar 2.

(5)

HASIL PENELITIAN

Tahap studi pendahuluan menghasilkan model faktual penelitian ini. Model faktual

merupakan model yang selama ini digunakan oleh guru untuk menentukan metode

pembelajaran yang digunakan dalam situasi tertentu. Berdasarkan hasil studi pendahuluan,

ditemukan bahwa guru mengimplementasikan metode pembelajaran tertentu berdasarkan

pemahaman mereka mengenai metode tersebut. Hanya metode pembelajaran yang dikuasai

saja yang dipilih untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. Selain itu, metode-metode

pembelajaran inovatif hanya digunakan ketika guru hendak menyusun Penelitian Tindakan

Kelas. Terkait dengan kepemimpinan guru, disimpulkan bahwa guru tidak berpikir mengenai

perlunya kepemimpinan dan integrasi kepemimpinan dalam metode pembelajaran.

Tahap pengembangan dilakukan dengan menganalisis kelemahan dari model faktual

untuk disempurnakan dalam model hipotesis. Terdapat dua kelemahan yang menjadi fokus

dalam menyusun model hipotesis, yaitu dasar pemilihan metode pembelajaran, dan perlunya

kepemimpinan guru dalam pembelajaran. Dalam hal memilih metode pembelajaran, guru

perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi yang dialami secara holistik.

Komponen-komponen yang diamati diantaranya adalah karakter siswa, karakter mata pelajaran,

ketersediaan waktu, ketersediaan sarana prasarana, dan sebagainya. Sedangkan terkait dengan

kepemimpinan dalam pembelajaran, guru perlu menerapkan tiga ajaran dari Ki Hadjar

Dewantara sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, model hipotesis

yang dikembangkan berupa kerangka berpikir mengenai strategi memilih metode

pembelajaran paling tepat dalam perspektif kepemimpinan guru.

Model hipotesis yang telah disusun kemudian divalidasi oleh ahli. Validasi dilakukan

dengan mengisi instrumen validasi yang disediakan oleh peneliti. Instrumen validasi memuat

pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan dari indikator-indikator model yang baik, yaitu

simple, applicable, important, controllable, adaptable dan communicable. Selain mengisi

instrumen, validator juga memberikan masukan-masukan secara terbuka pada peneliti.

Setelah melalui tahap studi pendahuluan, pengembangan, dan validasi, diperoleh

sintak yang berisikan langkah-langkah evaluasi metode pembelajaran, berikut instrumennya.

Sintak evaluasi metode pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Guru mempelajari beberapa metode pembelajaran tertentu.

2. Guru menyeleksi metode-metode pembelajaran berdasarkan kecocokan dengan

kondisi empiris yang dihadapi (tahap ini menghasilkan daftar metode pembelajaran

(6)

3. Guru mengimplementasikan satu persatu metode pembelajaran tersebut minimal 1

siklus untuk setiap metode.

4. Guru memberikan penilaian mengenai setiap metode pembelajaran dengan 3

indikator, yaitu kesempatan untuk menjadi teladan (digugu dan ditiru), kesempatan

berbaur dengan siswa (menjadi agent of change dan agent of development), serta

kesempatan untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi siswa. Penilaian

dilakukan pada lembar instrumen evaluasi metode pembelajaran. Nilai yang diberikan

mengikuti skala likert, yaitu 1-5:

1. Tidak ada kesempatan bagi metode pembelajaran ini

2. Kesempatan bagi metode pembelajaran ini kecil

3. Cukup ada kesempatan bagi metode pembelajaran ini

4. Kesempatan bagi metode pembelajaran ini besar

5. Sangat ada kesempatan bagi metode pembelajaran ini

5. Guru menghitung rata-rata kesempatan dari setiap metode pembelajaran.

6. Metode pembelajaran dengan kesempatan tertinggi adalah metode pembelajaran yang

paling baik untuk mengimplementasikan tiga semboyan kepemimpinan Ki Hajar

Dewantara pada kondisi yang dihadapi guru.

Dengan melaksanakan keenam langkah dalam sintak tersebut, maka guru dapat

mengetahui metode pembelajaran yang memberikan kesempatan terbaik bagi guru untuk

mengimplementasikan tiga semboyan kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Sebagai contoh, guru menemukan bahwa metode pembelajaran “Jigsaw” adalah metode pembelajaran dengan nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran jigsaw memberikan

kesempatan bagi guru untuk menjadi teladan, membaur dengan siswa, serta memberikan

dorongan bagi siswa dari belakang sebagaimana tiga semboyan Ki Hajar Dewantara.

Metode pembelajaran yang terpilih dapat berbeda antara satu guru dan guru lain,

bahkan berbeda bagi seorang guru ketika dihadapkan pada dua kelas yang berbeda. Hal ini

dikarenakan kondisi yang dihadapi juga berbeda, sehingga memberikan penilaian yang

berbeda untuk setiap metode pembelajaran. Oleh karena itu, diharapkan guru bersikap

objektif dalam memberikan penilaian, dan tidak terpaku dengan penilaian dari teman lain

atau kondisi lain. Selain sintak penilaian, penelitian ini juga menghasilkan instrumen evaluasi

(7)

INSTRUMEN EVALUASI METODE PEMBELAJARAN

Petunjuk: Isilah setiap kolom berikut dengan angka 1-5, lalu hitung rata-ratanya!

No Metode

(8)

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa model yang dikembangkan (sintak

penilaian dan instrumennya) efektif untuk digunakan sebagai pendukung strategi

implementasi tiga semboyan pemimpin Ki Hajar Dewantara. Model ini membantu guru untuk

menemukan metode pembelajaran yang paling tepat supaya guru dapat menjadi teladan di

depan siswa, membaur diantara siswa, serta memberikan motivasi dari belakang siswa sesuai

ajaran Ki Hajar Dewantara. Metode-metode pembelajaran inovatif yang masuk dalam seleksi

berimplikasi secara legal pada terlaksananya tuntutan pemerintah dalam standar proses

pendidikan oleh guru.

Meski demikian, keterbatasan penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan cara

melanjutkan tahapan pengembangan pada uji terbatas, uji luas, dan diseminasi hasil

pengembangan. Oleh karena itu, disarankan pada para ahli (dalam hal ini peneliti lanjutan)

untuk menguji coba model ini (sintak dan instrumennya) pada tahap uji terbatas dan uji luas.

Selain itu, disarankan pada praktisi (dalam hal ini guru) untuk menggunakan model ini ketika

akan mengimplementasikan ajaran Ki Hajar Dewantara.

DAFTAR PUSTAKA

Borg, R. W., Gall, J. P. 2007. Educational Research: An Introduction. Eight edition. New

York: Pearson

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses

Permendiknas No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

Pujianto. 2015.

http://www.infoduniapendidikan.com/2015/05/semboyan-ki-hajar-dewantara-yang-menjadi-pusaka-perjuangannya.html. Diakses 20 Mei 2016.

Silberman, L. M. 1996. Active Larning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Pearson

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan Menurut Borg and Gall

Referensi

Dokumen terkait

Selain kebersihan diri, kebersihan lingkungan juga sangat perlu dilakukan untuk terhindar dari penyakit

Tari Babuan g lahir dengan latar belakang institusi relegius yang mengandung berbagai simbol sebagai media komonikasi, oleh karena itu para penari Babuang terdiri

dengan keakraban yang didahului oleh pertukaran informasi tentang identitas dan masalah pribadi yang bersifat sosial (Rahman & Kasmiruddin, 2017). Berdasarkan hasil wawancara

Berdasarkan uraian yang ditulis dalam latar belakang penelitian memberi batasan masalah dalam pengaruh Kualitas Pelayanan, Promosi, Kesadaran Merek, dan Religiusitas

Validator ketiga dan peneliti juga mengklasifikasikan bahwa soal nomor 1 termsuk dalam kategori level kognitif C3 (menerapkan) dalam aspek kognitif

Lombuliliyoma 'o wonu Putra Mooduto mowaali raja, wawu tiyo bolo woluwo uwohi liyo de rak;yati, diyawoluwo hila liyo ikhilasi, wawu hemo to/ole 'eya ode umaayilohi

Akhirnya, aku mengabulkan permintaan Nadia. Malamnya, di mmah aku mulai membuat baling-baling kertas. Aku juga mengajarkan pada Nadia bagaimana cara membuatnya, tetapi Nadia

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian mengenai kepuasan nasabah pada Bank Tabungan Negara cabang Pemuda Surabaya, penulis mengajukan saran yang dapat