• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01858

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01858"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

KOREKSI PEMBELAJARAN BERBASIS SISWA

(STUDENT CENTERED

LEARNING)

DALAM PENERAPAN METODE KOOPERATIF

TIPE

MAKE A MATCH

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

Slameto

PGSD FKIP UKSW Salatiga slameto@staff.uksw.edu 081325107010

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini berangkat dari penelitian Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark (2006) yang menemukan kegagalan pedekatan student centered dalam pembelajaran; Setelah setengah abad melakukan advokasi, menemukan banyak kelemahan sehingga student centered tidak efektif; bahkan negatif. Seiring gencarnya semangat pemerintah menerapkan pembelajaran saintifik berbasis student centered, penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian sebelumnya. Selama ini rendahnya hasil belajar matematika dikarenakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional. Untuk itu dilakukan penelitian tindakan untuk mengatasi masalah dengan menerapkan metode kooperatif tipe Make A Match yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan langkah: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang dilaksanakan dengan dua siklus. Pada setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan yang dilakukan pada siswa kelas V SD yang berjumlah 18 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan koreksi penelitian Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark (2006) yang mendapatkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (sebagai salah satu bentuk student centered) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa sebesar 22,22% dalam pembelajaran remedial sekaligus pengayaan.

Kata kunci: Metode Kooperatif Tipe Make A Match, Hasil Belajar.

PENDAHULUAN

Setelah setengah abad melakukan advokasi terkait dengan pembelajaran

menggunakan panduan minimal yang didasari aliran kunstruktif yang student centered,

tampak bahwa banyak kelemahan sehingga tidak efektif; Tidak ada penelitian yang

mendukung efektifitas teknik ini. Sejauh ini tidak ada bukti dari studi yang terkendali,

bahwa bimbingan pembelajaran yang minimal (student centered, berbasis konstruktivistik

bagi siswa pendidikan dasar atau menengah) yang berhasil. Bahkan untuk siswa dengan

pengetahuan awal yang cukup sekalipun, tenyata sama-sama efektif dalam pembelajaran

yang menerapkan bimbingan minimal (student centered) maupun yang dilaksanakan

dengan bimbingan guru lebih banyak (teacher centered). Khusus pembelajaran student

centered, biasanya kurang efektif; bahkan ada juga bukti hasil yang negatif ketika siswa

memperoleh pahaman yang salah, atau tidak lengkap atau tidak teratur pengetahuannya

itu (Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006).

Banyak siswa yang belum bisa mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk

(2)

2

(2008: 1), mengungkapkan “Matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi siswa baik secara ilmu maupun secara formal. Secara ilmu kehidupan siswa sehari-hari

tidak terlepas dari penggunaan matematika, seperti dalam menghitung jumlah buku yang

dimiliki. Secara formal matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai oleh

semua siswa mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi”. Tetapi

matematika merupakan momok bagi siswa. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan

negatif terhadap matematika dan anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran

yang sulit. Ini membuat siswa tidak menyukai bahkan malas untuk belajar matematika.

Berdasarkan observasi sementara di kelas V SD Kanisius Salatiga, pembelajaran

yang dilakukan terkesan kurang efektif. Penyebabnya adalah: seharusnya belajar

matematika menggunakan cara yang kreatif dan menyenangkan mengingat anak-anak

usia SD mempunyai kebutuhan untuk belajar dan bermain yang dapat membawa

kegembiraan, namun, sarana yang menarik untuk belajar masih kurang, guru juga jarang

menggunakan alat peraga benda nyata dalam pembelajaran, dan guru masih

menggunakan model konvensional dalam mengajar (bandingkan dengan Fitriyah dan Abu

Bakar, 2008:2-3).

Matematika adalah ilmu deduktif, asiomatik, formal, hierarkis, dan abstrak (Karso,

2007: 14). Anak usia SD sedang berada pada tahap berpikir operasional konkrit

membutuhkan hal yang konkrit sebagai media belajar. Kondisi ini menuntut guru untuk

mempunyai kemampuan khusus untuk menjembatani antara dunia anak yang belum

berpikir secara deduktif agar dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Hal

ini membuat siswa kurang tertarik dengan pelajaran matematika yang pada akhirnya nilai

pelajaran matematika siswa kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga rendah atau berada di

bawah KKM.

Solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut?, guru harus mampu menjadikan

pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi

mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Salah satunya dengan

menggunakan model PAIKEM yang bisa meningkatkan semangat siswa untuk belajar dan

dapat meningkatkan hasil belajar (Sugiyanto, 2009:1-2). Disini penulis menerapkan

metode kooperatif tipe make a match dimana metode ini diharapkan dapat membuat anak

terangsang untuk senang belajar.

Dalam metode kooperatif tipe make a match ini siswa dibagi ke dalam dua kelompok,

kelompok pertama memegang kartu soal dan kelompok dua memegang kartu jawaban.

Siswa akan melakukan interaksi untuk mencocokkan kartu soal dan jawaban dengan

(3)

3

keingintahuan di antara siswa. Siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat

di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara bersama-sama

dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match menuntut siswa untuk

berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya sehingga dapat

merangsang keinginan siswa untuk belajar (Sugiyanto, 2010: 37-44). Hal ini sesuai

dengan tuntutan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, yang

menyebutkan siswa SD harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Untuk

itu guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang aktif kreatif efektif dan

menyenangkan serta mampu memanfaatkan media pembelajaran agar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa (Fitriyah dan Abu Bakar, 2008: 1).

Make a match merupakan bagian dari metode kooperatif yang menekankan usaha

berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota

lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan

dan menimbulkan interaksi yang positif antar setiap anggota. Metode ini dirancang untuk

mempengaruhi pola-pola interaksi siswa, untuk meningkatkan penguasaan isi akademik

dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 37-44). Dengan penerapan

metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang

terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara

bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match dapat

merangsang keinginan siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat

dalam belajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa; hal ini terjadi karena

make a match merupakan metode yang mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang

menarik.

Langkah-langkah pembelajaran make a match menurut standar proses yang

dikembangkan dari Miftahul Huda (2013: 251) yaitu:

Tahap Awal

a. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review.

b. Guru menyiapkan kertas karton yang berbeda warna untuk membuat kartu soal dan

jawaban.

c. Kartu soal dan jawaban dipotong berbentuk segi empat.

d. Guru menuliskan pertanyaan pada kartu soal dan jawaban pada kartu jawaban.

e. Kartu soal dan kartu jawaban dibuat dalam jumlah yang sama agar dapat dipasangkan.

Tahap Inti

a. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan

kelompok lainnya mendapatkan kartu jawaban.

(4)

4

c. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya.

d. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokkan kartunya, kemudian saling duduk

berdekatan.

e. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat

menemukan kartu soal atau kartu jawaban), berkumpul dalam kelompok sendiri.

f. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu-kartu tersebut.

g. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, dan ditanggapi oleh

siswa lain.

h. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.

Tahap Akhir

a. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan materi pembelajaran.

b. Siswa yang kurang memahami materi pembelajaran diberi kesempatan untuk

bertanya.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menunjuk pada pemikiran Gagne (dalam Agus

Suprijono, 2009: 5). Hasil belajar adalah sikap atau tingkah laku yang merupakan

perubahan yang relatif bersifat tetap sebagai akibat dari proses belajar. Salah satu hasil

belajar adalah ranah kognitif, dimana disini adalah hasil belajar siswa. Siswa yang telah

belajar akan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak yang dapat digunakan untuk

meningkatkan hasil belajarnya. Hasil belajar tersebut menunjukkan perubahan yang

positif yaitu menuju ke arah yang lebih baik yang bisa meningkatkan prestasi belajar dari

siswa.

Sekalipun memiliki beberapa keterbatasan, hasil penelitian Endah Setyowati (2015)

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siswa setelah

mengikuti pembelajaran make a match. Penerapan pembelajaran make a match mampu

mengantarkan peserta didik semakin baik hasil belajarnya karena mudah, tidak

menyulitkan dan menyenangkan dalam permainan dan tidak membosankan peserta didik,

sehingga mereka dapat merespon materi pembelajaran dengan baik dan akhirnya dapat

memenuhi tujuan pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian Annisa (2015).

Penelitian Tania dilakukan di kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun

Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 18 siswa,

(5)

5

penelitian ini adalah guru kelas V yang sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah.

Pengumpulan data Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan 2 siklus yang

masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan

dan observasi, (3) refleksi. Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan, pada pertemuan ke-3

dilakukan evaluasi dan refleksi. Instrumen pengumpulan data untuk variabel tindakan

adalah lembar observasi. Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur aktivitas guru

dalam menerapkan metode kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran dan respon

siswa dalam menerima pembelajaran.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah tes yang terdiri dari

lembar soal, kunci jawaban, pedoman penilaian dan rubrik penilaian. Untuk mengetahui

validitas, instrumen terlebih dahulu diuji cobakan di kelas uji coba yaitu kelas VI SD

Kanisius Cungkup Salatiga. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu soal yang

digunakan dilakukan uji validitas dengan batasan minimal diperoleh skor korelasi

Cronbach’s Alpha 0,20; signifikansi koefisien reliabilitasnya minimal 0,70. Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila 80% atau lebih metode kooperatif tipe make

a match telah diterapkan pada kegiatan pembelajaran 80% atau lebih siswa berhasil

dengan KKM pada setiap siklus 70.

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

Penelitian Tania adalah PTK 2 siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan

pertama membahas materi penjumlahan pecahan. Pertemuan kedua membahas materi

pengurangan pecahan. Pertemuan ketiga dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan

dilakukan pembelajaran make a match. Siswa dibagi menjadi dua kelompok (kelompok

soal dan kelompok jawaban). Siswa mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu.

Guru mengulang pembelajaran make a match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat

kartu yang berbeda. Setelah babak ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan

memberikan penguatan kepada siswa. Kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi.

Siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama membahas materi perkalian

pecahan. Pertemuan kedua membahas materi pembagian pecahan. Pertemuan ketiga

dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan dilakukan pembelajaran make a match. Siswa

dibagi menjadi dua kelompok (kelompok soal dan kelompok jawaban). Siswa

mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu. Guru mengulang pembelajaran make a

match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat kartu yang berbeda. Setelah babak

ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan memberikan penguatan kepada siswa.

(6)

6

5. Menyimak langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan

metode kooperatif tipe make a match 3 3 3 3

6. Mengikuti pembagian kelompok 3 3 4 4

7. Memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang 2 2 3 4 8. Mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban 3 3 4 4 9. Siswa yang sudah menemukan pasangan kartu berdiri berdekatan 2 2 3 3 10. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartu berkumpul 2 2 3 3

(cukup baik), pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 62% (cukup baik). Pada siklus

II, pertemuan 1 menunjukkan persentase 73 % (baik), pada pertemuan 2 menunjukkan

5. Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan

metode kooperatif tipe make a match 3 4 4 4

6. Membagi siswa menjadi dua kelompok 2 3 3 4

7. Mengarahkan siswa untuk memikirkan jawaban atau soal dari kartu

yang dipegang 4 4 4 4

8. Membimbing siswa dalam mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban 3 3 4 4 9. Mengarahkan siswa yang sudah menemukan pasangan kartu untuk

berdiri berdekatan 2 2 3 3

10. Mengarahkan siswa yang belum dapat mencocokkan kartu untuk

berkumpul 2 2 3 3

11. Membimbing siswa dalam mempresentasikan topik yang diperoleh 3 3 3 3

12. Melakukan babak selanjutnya 3 3 3 4

13. Memberikan konfirmasi mengenai kegiatan yang sudah dilakukan siswa 2 3 3 4 14. Memberi umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa 1 2 3 3

15. Melakukan refleksi 3 3 3 3

Total Skor 38 43 48 52

(7)

7

Hasil observasi guru pada siklus I pertemuan 1 menunjukkan persentase 63%

(cukup baik), pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 72 % (baik). Pada siklus II,

pertemuan 1 menunjukkan persentase 80% (baik), pertemuan 2 menunjukkan persentase

87% (baik sekali).

Hasil Belajar Matematika Siswa

No. Kriteria Tuntas

Pra-Siklus Siklus I Siklus II

Jumlah

Siswa %

Jumlah

Siswa %

Jumlah

siswa %

1. Tuntas 7 38,89% 12 66,67% 16 88,89%

2. Belum Tuntas 11 61,11% 6 33,33% 2 11,11%

Rata-rata 60,83 69,17 79,12

Nilai Tertinggi 85 85 95,2

Nilai Terendah 35 45 61,9

Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus II kelas V SD Kanisius

Cungkup Salatiga menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa tiap siklus. Ketuntasan

belajar siswa mengalami peningkatan. Terbukti dengan pengklasifikasian ketuntasan,

setelah dilaksanakan tindakan dengan menerapkan metode kooperatif tipe make a match

pada siklus I, siswa yang tuntas belajar 12 (66,67%), pada siklus II sebanyak 16

(88,89%) siswa yang tuntas atau memenuhi KKM (70). Peningkatan hasil belajar siswa

juga ditunjukkan dengan perubahan nilai tertinggi pada siklus I sebesar 85 dan siklus II

menjadi 95,2. Sedangkan nilai terendah yang semula pada siklus I 45 dan pada siklus II

menjadi 61,9. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa juga ditunjukkan dengan

perubahan nilai rata-rata siswa yang semula pada siklus I 69,17, pada siklus II menjadi

79,17.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Metode kooperatif tipe make a match yang diterapkan Annisa (2015) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai tipe make a match menuntut siswa untuk

aktif dan berinteraksi dengan siswa lain dalam mencocokkan kartu yang dipegang

masing-masing, sampai menemukan pasangan yang cocok antara kartu soal dan kartu

jawaban. Pembelajaran make a match dapat membangkitkan kerjasama dan

keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.

Make a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang

ditemukannya. Pembelajaran yang PAIKEM seperti ini dapat merangsang keinginan

siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat dalam belajar yang

(8)

8

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah Setyowati

(2015) yang menunjukkan bahwa melalui metode kooperatif tipe make a match dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian penelitian ini sejalan dan sesuai

dengan pendapat Sugiyanto (2010: 37-44) bahwa make a match merupakan bagian dari

metode kooperatif yang menekankan usaha berorientasi tujuan, tiap individu memberi

kontribusi pada pencapaian tujuan anggota lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong

agar siswa merasa saling membutuhkan dan menimbulkan interaksi yang positif antar

setiap anggota.

Kelebihan-kelebihan penerapan metode kooperatif tipe make a match ini

berorientasi pada pembelajaran berbasis siswa: siswa menjadi termotivasi dalam proses

pembelajaran; langkah-langkah pembelajaran yang menarik sehingga siswa terlibat aktif,

pembelajaran menjadi menyenangkan. Pembelajaran make a match dapat

membangkit-kan kerjasama dan keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptamembangkit-kan kondisi yang

menyenangkan dan semangat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan

penerapan metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi

permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan

sederhana secara bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make

a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang

ditemukannya.

Penelitian ini menyanggah temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E.

Clark, (2006); penelitian mereka telah menunjukkan bahwa dalam pembelajaran

konstruktif yang student Centered mengalami kegagalan sehingga tidak efektif. Metode

Make a match sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa ini bisa berhasil pada

pembelajaran pendalaman materi/review karena siswa sudah menguasai pengetahuan

awal yang diprasyaratkan serta materi pelajaran terkait yang akan direview, siswa

memahami dengan benar langkah-langkah yang harus diterapkan dalam make a match,

dengan disertai pengawasan guru secara bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan

tugas belajar dengan baik sesuai perannya masing-masing. Sehingga wajar jika terjadi

peningkatan 22,22%. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk

mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut: penerapan metode kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil

belajar matematika siswa kelas V SD sebesar 22,22%. Penerapan metode make a match

(9)

langkah-9

langkah untuk kepentingan review materi pelajaran yang sudah pernah disampaikan guru

sebelumnya. Tidak seperti halnya temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E.

Clark (2006), kerena penerapan pembelajaran konstruktif yang student Centered ini

berhasil dengan tingkat efektifitas 22,22%. Metode Make a match sebagai pembelajaran

yang berpusat pada siswa ini berhasil pada pembelajaran pendalaman materi/review

karena siswa sudah menguasai pengetahuan awal yang diprasyaratkan serta materi

pelajaran terkait yang akan direview, siswa memahami dengan benar langkah-langkah

yang harus diterapkan dalam make a match, dengan disertai pengawasan guru secara

bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan tugas belajar dengan baik sesuai perannya

masing-masing. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk

mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan. Keberhasilan

metode ini karena sesuai karakteristiknya yang dapat membangkitkan kerjasama dan

keingintahuan siswa, merangsang keinginan siswa untuk aktif belajar dan berinteraksi

dengan siswa lain, menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang

ditemukannya.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran bagi guru: hendaknya dapat

menerapkan metode kooperatif tipe make a match digunakan sebagai pembelajaran

remedial sekaligus pengayaan; hendaknya siswa menguasai pengetahuan/materi awal

dan pemahaman yang benar tentang langkah-langkah make a match; pantaulah selama

proses pembelajaran berlangsung, dan segera bimbing siswa yang mengalami kesulitan.

Untuk keberlanjutannya, kedua hal diatas hendaknya menjadi fokus kepala sekolah dan

pengawas sekolah menjadi strategi supervisi akademik demi peningkatan kualitas

pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Tania Chandra. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan

Metode Kooperatif Tipe Make A Match pada Pelajaran Matematika Kelas V Sd

Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi.

PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Depdiknas.

Endah Setyowati, 2015. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Nilai Tempat

Fitriyah dan Abu Bakar. 2008. Cara Asyik Belajar Matematika. Semarang: Ghyas Putra.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja

(10)

10

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model

Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Karso, dkk. 2007. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Depdiknas.

Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006. Why Minimal Guidance During

Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery,

Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching. Educational

Psychologist, 41(2), 75–86

Priyatno, Dwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan

SPSS. Yogyakarta: Gava Media.

Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ratusan, Puluhan Dan Satuan Melalui Model Make A Match Pada Siswa KelasII MI

Taufiqiyyah Tegalkangkung Semarang 2014/2015. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Yogyakarta:

Andi.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sehubungan dengan penyelesaian Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Pengaruh Moralitas Individu dan Idealisme terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Mengenai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dengan penambahan 5% berat fly ash pada pembuatan paving blok dengan menggunakan binder air

Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen tersebut, maka instrumen tes dalam penelitian ini terlebih dahulu diujicobakan pada anak-anak kelas A di TKIT

Oleh karena itu, untuk memperkirakan harga peralatan pada tahun 2008 diperlukan suatu indeks yang dapat mengkonversikan harga peralatan sebelumnya menjadi harga ekivalen

Nilai Prob F statistik < α= 1 % maka keputusan menolak H0 dan menerima H1, yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel utang luar negeri, tingkat suku bunga dan neraca

Marka kaliteyi yansıtır ifadesi 18-25 yaş aralığındaki tüketiciler tarafından %39,5 oranında önemli bulurken, %27,7 oranında çok önemli ve %20,7 oranında biraz önemli olarak

Manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat melakukan perhitungan untuk menentukan nilai kebutuhan air tanaman berdasarkan data iklim

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah