• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGAMA DAN NEGARA : HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA DI BIDANG POLITIK DI ERA B. J. HABIBIE TAHUN 1998-1999 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AGAMA DAN NEGARA : HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA DI BIDANG POLITIK DI ERA B. J. HABIBIE TAHUN 1998-1999 M."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

AGAMA DAN NEGARA

(Hubungan Islam dan Negara di Bidang Politik di Era B. J. Habibie Tahun 1998-1999 M)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

OLEH:

AGENG SUKO DERMAWAN NIM. A.322.09.001

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ageng Suko Dermawan

NIM : A.322.09.001

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel

Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi ini secara

keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada

bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika di kemudian hari skripsi ini terbukti

bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa

pencabutan gelar sarjana yang saya peroleh.

Surabaya, 27 Juli 2016

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disusun oleh Ageng Suko Dermawan (A.322.09.001)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Surabaya, 01 Agustus 2016

Pembimbing,

H. Ali Muhdi, M.Si

(4)

iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah diuji oleh penguji dan dinyatakan lulus

Surabaya, 16 Agustus 2016

Ketua/Pembimbing

H. Ali Muhdi, M.Si NIP. 197206262007101005

Penguji I,

Dr. H. Achmad Zuhdi DH, M. Fil. I NIP. 196110111991031001

Penguji II,

Rochimah, M.Fil.I NIP.196911041997032002

Sekretaris,

Dra. Lailatul Huda, M.Hum NIP. 196311132006042004

ekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya Dekan,

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : AGENG SUKO DERMAWAN

NIM : A.322.09.001

Fakultas/Jurusan : ADAB dan HUMANIORA / SEJARAH dan KEBUDAYAAN ISLAM

E-mail address : ink.client@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Sekripsi Tesis Desertasi ………

yang berjudul :

AGAMA DAN NEGARA (Hubungan Islam dan Negara di Bindang Politik di Era B. J. Habibie)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan

menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltextuntuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 19 Agustus 2016 Penulis

(Ageng Suko Dermawan)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

(6)

x

ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang Agama dan Negara (Hubungan Islam dan Negara di bidang politik di Era B. J. Habibie Tahun 1998 -1999 M). Permasalahan yang dibahas diantaranya: (1) latar belakang berakhirnya Orde Baru? (2) bagaimana hubungan negara dan agama Islam pada masa pemerintahan B. J. Habibie (1998-1999 M)? (3) bagaimana peta politik Islam pada masa pemerintahan B. J. Habibie (1998-1999 M)?

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode kualitatif historis deskriptif agar mendapatkan gambaran yang utuh, menyeluruh, dan mendalam sedangkan teori yang digunakan adalah teori lakon oleh Biddle dan Thomas. Mengenai pengumpulan sumber, penulis menggunakan sumber sekunder dengan melakukan studi literatur dari buku, jurnal, artikel, skripsi.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) latar belakang berakhirnya orde baru yaitu karena tingginya tingkat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di dalam pemerintahan, dan membengkaknya angka hutang luar negeri. (2) hubungan agama dan negara pada masa pemerintahan B. J. Habibie Tahun 1998 -1999 M, ditandai dengan adanya perubahan yang signifikan tentang regulasi sistem perpolitikan yang di dalam perkembangannya melahirkan banyak partai politik Islam. (3) peta politik Islam pada masa pemerintahan B. J. Habibie (1998-1999 M) mengalami peningkatan yang sangat signifikan dan dinamis hal ini ditandai dengan lahirnya partai dari ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah berkontribusi pada Partai Amanat Nasional (PAN), Nahdlatul Ulama' pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Kelompok Islam moderat pada Partai Keadilan (PK), dan lainnya, di mana ormas dan partai politik Islam secara dinamis saling berkolaborasi dalam membangun sistem demokrasi di Indonesia.

(7)

ABSTRACK

This thesis examines the Religion and State (Islamic Relations and the State in the field of politics in the era B. J. Habibie 1998 -1999 M) . Issues discussed include: (1) background of the end of the Orde Baru ? ( 2 ) how the relationship between the state and Islam during the reign of B. J. Habibie (1998-1999 M) ? (3) how the political map of Islam during the reign of B. J. Habibie (1998-1999 M) ?

The method used in the writing of this paper is historically descriptive qualitative method in order to get a full picture, thorough, and insightful while the theory used is the theory of the play by Biddle and Thomas. Regarding the collection of sources, the author uses secondary sources to conduct a study of literature from books , journals, articles , theses.

(8)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan penelitian ... 10

D. Kegunaan penelitian ... 10

E. Pendekatan dan kerangka teori ... 11

F. Penelitian terdahulu ... 12

G. Metode penelitian ... 13

(9)

BAB II: BERAKHIRNYA MASA ORDE BARU DAN MUNCULNYA

ERA REFORMASI ... 17

A. Berakhirnya Orde Baru ... 17

B. Faktor runtuhnya Orde Baru ... 18

C. Lahirnya era reformasi ... 23

D. Kronologi reformasi ... 29

BAB III: HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA PADA MASA PEMERINTAHAN B. J. HABIBIE ... 33

A. Politik Islam pada masa pemerintahan Habibie ... 33

B. Profil Parpol Islam ... 35

C. Respon Partai-Partai Politik Islam terhadap Persoalan Kontemporer ... 48

D. Kebijakan pada masa pemerintahan Habibie ... 51

BAB IV: PETA POLITIK ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN HABIBIE ... 59

A. Perkembangan Politik Islam Pada Masa B. J. Habibie ... 59

B. Peta Gerakan Politik Islam Pada Masa B. J. Habibie ... 65

BAB V: PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak berakhirnya kolonialisme barat pada pertengahan abad ke-20,

negara Muslim mengalami kesulitan dalam upaya mereka mengembangkan

sintesis yang memungkinkan antara praktek dan pemikiran politik Islam

dengan negara di daerah masing-masing.1

Demikian pula pada perpolitikan Negara kita yang mengalami

perubahan. Dalam hal ini diawali dengan runtuhnya orde baru ini

memberikan harapan angin segar kepada umat Islam untuk bangkit kembali

dalam percaturan politik nasional yang pada masa Orde Baru termarjinalkan.

Apabila melihat ke belakang, khususnya pada awal-awal kemerdekaan

bahwa kegagalan politik umat Islam pada saat itu, terutama dalam

hubungannya untuk menjadikan Islam sebagai ideologi dan dasar negara

memang merupakan suatu kenyataan pahit. Oleh karena itu, sehubungan

dengan bergulirnya era reformasi ini banyak ide dan gagasan dari umat Islam

untuk mengangkat kembali citra umat Islam, sehingga dapat memegang peran

dalam percaturan politik nasional.

Jatuhnya rezim Orde Baru tidak terlepas dari gaya politik

kekuasaannya yang cenderung otoriter, represif dan tidak demokratis. Dengan

(11)

2

kekuatan utamanya, Golkar dan Militer, maka Orde Baru berhasil

mempertahankan kelangsungan kekuasaannya selama tiga dasawarsa lebih.

Sikap perlawanan dan oposisi yang dilakukan oleh kelas menengah muslim

dan non muslim berhasil digagalkan, mengingat betapa sangat berkuasanya

rezim ini dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat.

Baru setelah krisis ekonomi menjalar ke Indonesia dan

memporak-porandakan perekonomian nasional, arus deras perlawanan yang dilakukan

mahasiswa dengan rakyat semakin menemukan momentumnya untuk

menjatuhkan rezim Orde Baru. Tidak dapat dipungkiri lagi, akhirnya rezim

Soeharto (Orde Baru) jatuh, dan digantikan wakilnya, B. J. Habibie.

Habibie diangkat sebagai presiden didasarkan pada pasal 8 ayat 3

UUD 1945 tentang kekuasaan pemerintahan negara. Habibie tidak hanya

seorang jenius di bidang kedirgantaraan pada waktu menjabat sebagai wakil

presiden, dan juga murid politik Soeharto.2 Dibandingkan dengan gurunya,

Habibie tidak cukup beruntung. B. J. Habibie mewarisi negara dalam kondisi

berantakan serta posisinya yang tampak lemah di mata rakyat.

Habibie adalah sosok intelektual sekaligus birokrat dan teknokrat yang

religius. Selain dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan Soeharto,

beliau juga dekat dengan kalangan Cendekiawan Muslim sehingga beliau

pernah dipercaya menjadi ketua umum ICMI.3 Karena background

keislamannya yang cukup kuat itulah kelompok Islam terutama yang sering

2 A. Makmur Makka, BJH: Bacharuddin Jusuf Habibie, His Life and Career, edisi III (Jakarta: Cidesindo, 1996), 87.

(12)

3

disebut garis keras amat gigih membela dan mendukungnya, karena umat

Islam banyak berharap agar Habibie banyak berbuat demi dan untuk

kepentingan umat Islam.

Di era kepemimpinan Habibie, terutama setelah adanya kebebasan

politik, Islam mengalami kebangkitan. Perubahan yang signifikan dari

kelompok Islam dalam memaknai jatuhnya rezim Orde Baru, yang mulai

mengakomodasikan aspirasi Islam. Aspirasi Islam lebih nampak di pentas

politik nasional dibandingkan dengan periode Orde Baru yang belum

sepenuhnya memberikan saluran politik Islam. Kejatuhan rezim Orde Baru

membangkitkan kesadaran politik umat Islam untuk menyongsong periode

baru, yakni periode kebangkitannya. Reformasi adalah awal periode

kebangkitan kembali politik Islam di Indonesia. Dalam memahami politik

Islam di penghujung Orde Baru, ada sebuah periode yang sering disebut

sebagai fase kebangkitan politik Islam.4

Selain itu, Habibie dihadapkan pada tuntutan reformasi di semua

bidang kehidupan yang menggema di mana-mana. Dalam kaitan ini, oleh

sebagian besar masyarakat masih dianggap tidak legitimate untuk

memimpin, karena dipandang sebagai bagian dari rezim Orde Baru yang harus

disingkirkan. Hal ini tampaknya disadari pula oleh Habibie. Karena itu, sejak

kepemimpinannya yang berkisar 517 hari, Habibie banyak melakukan

tindakan populer guna mendongkrak legitimasinya dan pada saat yang sama

(13)

4

memasang kuda-kuda untuk pertarungan memperebutkan kursi presiden

periode berikutnya.

Sejarah mencatat bahwa Habibie telah memberi kebebasan yang luar

biasa kepada dunia pers, membebaskan tahanan politik (Tapol) dan

narapidana politik (Napol), menggusur Pedoman Penghayatan dan

Pengamalan Pancasila (P4) dari wacana politik nasional, menghapus

keharusan pemakaian asas tunggal Pancasila bagi organisasi massa (Ormas)

dan organisasi politik (Orpol), mengeluarkan Undang-Undang Otonomi

Daerah (Otoda), kebebasan mendirikan partai politik bagi seluruh masyarakat

dan komitmen untuk menyelenggarakan pemilu pada bulan Juni 1999.

Diantaranya program Kebijakan B. J. Habibie:

1. Pemberi Amnesti5 bagi Tahanan Politik.

Mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1998 tentang

Pemberian Amnesti. Sejumlah tahanan politik seperti Sri Bintang

Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan sedangkan Budiman

Sudhatmiko ketua Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada masa

Presiden Abdurahman Wahid.

2. Bidang Kebebasan Berpendapat

a. Membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diketuai

Marzuki Darusman, tugasnya adalah mencari segala sesuatu yang

(14)

5

berhubungan dengan kerusuhan di Jakarta yang melibatkan mahasiswa

Trisakti tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta.

b. Mengeluarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang berisi

kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

c. Mencabut Undang-undang Nomor 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 1999 pencabutan undang-undang nomor 11/PNPS/ 1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi, pada tanggal 19 Mei 1999.

3. Bidang Hukum dan Perundang-undangan.

Pelaksanaan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat

tanggal 10-13 September 1998 selain mengukuhkan Habibie sebagai

presiden Republik Indonesia, juga menghasilkan perombakan

besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan. Sidang

Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat ini ditentang oleh gelombang

demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat dan mencapai

puncaknya dalam peristiwa Tragedi Semanggi (Semanggi I) yang

menewaskan 18 orang.

Fokus perombakan sistem hukum perundang-undangan yang

dihasilkan dalam Sidang Istimewa tersebut mengacu pada 12 ketetapan

yang terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni:

a. Bagian ketetapan yang terdiri dari enam ketetapan Majelis

(15)

6

1) Tap MPR No. X/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

Pokok-pokok pelaksanaan Reformasi Pembangunan sebagai

Haluan Negara.

2) Tap MPR No. XI/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang

bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

3) Tap MPR No. XIII/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

Pembatasan Masa Tugas Presiden dan Wakil Presiden Republik

Indonesia.

4) Tap MPR No. XV/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

Proses Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

5) Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

Penegakkan Hak Asasi Manusia.

b. Bagian ketetapan yang terdiri dari ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) yang mengubah dan menambah ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang lama, antara lain:

1) Tap MPR No. VII/MPR/1998 yang berisi perubahan dan

penambahan terhadap Tap MPR No. I/MPR/1983 tanggal 13

September 1998 tentang Tatib Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) Republik Indonesia.

2) Tap MPR No. XIV/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

perubahan dan penambahan terhadap Tap MPR No. III/MPR/1983

(16)

7

c. Bagian ketetapan yang bersifat mencabut ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) lama, antara lain:

1) Tap MPR No. VIII/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 yang

berisi tentang pencabutan Tap MPR No. IV/MPR/1983 tanggal 13

September 1998 tentang referandum6 yang menjaga

undang Dasar 1945. Pencabutan Tap ini berarti pula

Undang-undang Dasar 1945 dapat dirubah dan diamandemen.

2) Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tanggal 13 September 1998

tentang pencabutan Tap MPR No. II/ MPR/1978 tentang Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

3) Tap MPR No. XII/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Tugas dan

Wewenang Presiden selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR).

4) Tap MPR No. IX/MPR/1998 tanggal 13 September 1998 tentang

pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar

Haluan Negara.

4. Kebebasan Pers. Presiden B. J. Habibie mengeluarkan kebijakan:

a. Menghapus Surat Ijin Usaha Percetakan dan Penerbitan (SIUPP) yang

pada masa Orde Baru menjadi hal yang menakutkan dalam pers.

b. Melakukan penyederhanaan tentang penerbitan Pers baru.

(17)

8

c. Mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

5. Bidang Pemilihan Umum

Pemilihan Umum dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) Tahun 1999. Setelah Presiden B. J. Habibie mencabut

berbagai Undang-undang Politik warisan Orde Baru, kemudian

dikeluarkan 3 undang-undang Politik baru yang mulai ditetapkan pada

tanggal 1 Februari 1999, yaitu:

a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999tentang Partai Politik.

b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum,

diantaranya dijelaskan bahwa peraturan pemilihan umum bersifat

campuran antara sistem proporsional dan sistem distrik.

c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR).

Pemilihan Umum dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang

diikuti oleh 48 partai politik dengan sistem distrik atau perwakilan dan

asas Luber (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan Jurdil (Jujur, Adil).

Dalam pemilihan umum tahun 1999 ada lima partai yang mengumpulkan

suara terbanyak, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diketuai

oleh Megawati Soekarno Putri, Partai Golongan Karya (GOLKAR)

(18)

9

Hamzah Haz, Partai Kebangkitan Bangsa diketuai oleh Matori Abdul

Djalil dan Partai Amanat Nasional diketuai oleh Amien Rais.

Setelah pemilihan umum selesai, kemudian dilanjutkan dengan

Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tanggal 1-21

Oktober 1999, diantaranya diputuskan:

(1) Mengukuhkan Amien Rais sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) dan Akbar Tanjung sebagai Ketua Dewan Perwakilan

Rakyat.

(2) Menolak Pidato Pertanggungjawaban Presiden B. J. Habibie melalui

Tap No. III/MPR/1999 tanggal 14 Oktober 1999.

Dapat kita ketahui Habibie telah melakukan perubahan dengan

membangun pemerintahan yang transparan dan diaologis. Prinsip demokrasi

juga diterapkan dalam kebijakan pemerintahan yang disertai penegakan

hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan

cabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Beliau

meningkatkan koordinasi dan menghapus egosintesmi sekotral antar menteri.

Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam

menangani masalah negara.7

(19)

10

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini efektif dan efisien dalam memperoleh hasil temuan

ilmiah, maka pengkajian diarahkan untuk menjawab tiga topik utama yang

didasarkan pada pemaparan dalam latar belakang masalah diatas.

Adapun rumusan masalah pada pembahasan skripsi sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang berakhirnya masa Orde Baru?

2. Bagaimana hubungan Negara dan Islam pada era B. J. Habibie?

3. Bagaimana peta politik Islam pada masa Era B. J. Habibie?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang berakhirnya Orde Baru?

2. Mengetahui sistem politik Islam di Indonesia pada masa pemerintahan B.

J. Habibie (1998-1999 M)?

3. Mengetahui Peta politik Islam pada masa B. J. Habibie (1998-1999 M)?

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini semoga dapat memberi

bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak

lain yang berkepentingan.

1. Manfaat akademis

Penelitian ini didasarkan untuk melatih Mahasiswa dalam

penelitian tahap awal sebagai calon sarjana sejarah kebudayaan Islam,

(20)

11

kuliah. Hasil penelitian dimaksudkan bisa dijadikan sebagai referensi dan

dapat digunakan sebagai penelitain lebih lanjut, dengan melakukan

penelitian ini diharapkan penulis dan semua pihak yang berkepentingan

dapat lebih memahaminya.

2. Manfaat bagi Masyarakat umum.

Penelitian ini memfokuskan kepada sejarah politik islam pada

masa pemerintahan B. J. Habibe sebagai objek penelitian, sehingga

diharapkan khalayak umum dan semua yang terkait memahami sejarah

secara mendalam dan tidak menafsirkan sejarah secara garis besar tampa

mengetahui lebih dalam.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Langkah awal sebelum penelitian, terlebih dahulu penulis harus

mengetahui pendekatan apa yang digunakan dalam penulisan skripsi. Dalam

penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan historis. Karena

penulis berusaha mengungkapkan bagaimana latar belakang Politik Pada

pemerintahan B. J. Habibie. Dalam studi sejarah menggunakan perspektif

teoritis terhadap fenomena-fenomena yang dikaji sangatlah penting, sehingga

peristiwa sejarah dapat dieksplorasi dengan kritis dan mendalam.8 Sedangkan

dalam hal perubahannya penulis menggunakan teori yang telah dikatakan

oleh Max Weber.

(21)

12

Menurut Max Weber suatu tindakan sosial itu merupakan tindakan

yang subjektif yang juga dilengkapi tindakan yang lainnya dan diorientasikan

dalam bentuk tindakan sosial. Sosiologi dikatakan sebagai ilmu berusaha

memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial bagi Weber, Sosiologi adalah

suatu ilmu yang berusaha memahami tindakan-tindakan sosial dengan

menguraikannya, dengan menerangkan sebab tindakan tersebut yang menjadi

inti dari sosiologi Weber bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan

masyarakat maupun arti yang nyata dari tindakan perseorangan yang timbul

dari alasan-alasan subyektif.9

Sementara itu, dalam peranannya atau fungsinya penulis

menggunakan teori Peran. Teori peran oleh Biddle dan Thomas adalah

menyepadankan peristiwa dengan pembawa “lakon” oleh seorang pelaku

dalam sandiwara. Orang yang membawakan peran disebut “pelaku” atau

penampil. Kedua istilah itu sama-sama dapat menerangkan perihal pihak

mana yang sedang membawakan perilaku peran. Namun diantara pihak-pihak

tersebut, masih dapat dibedakan pihak mana yang menciptakan perilaku, serta

pihak mana yang mendapatkan akibat dari perilaku tersebut. Pihak pertama

disebut sebagai “lakon”, sedangkan pihak kedua disebut sebagai sasaran.10

Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila seseorang

melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia

menjalankan suatu peranan. Perbedaan kedudukan dengan peranan adalah

9 Hotman M.Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1986), 200.

(22)

13

untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.

F. Penelitian terdahulu

1. Dinamika Pemikiran Politik Umat Islam Indonesia Pada Masa Orde Baru

Dan Orde Reformasi. Thesis. Drs. Fahrudin, M.Ag. Tesis ini lebih

mengarah kepada perjalanan politik. Tahun 1999. Jurusan Pengkajian

Islam

2. Metamorfosis Partai Politik Islam (Masyumi). Skripsi oleh Khilil Fathul

Umam. Tahun 2007. Jurusan Siyasah Jinayah

G. Metode Penelitian

Metode merupakan cara atau prosedur untuk mendapatkan objek.11

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif historis

deskriptif agar mendapatkan gambaran yang utuh, menyeluruh, dan

mendalam. Mengenai pengumpulan sumber, penulis menggunakan sumber

sekunder dengan melakukan studi literatur dari buku, jurnal, artikel, skripsi.

Buku-buku, skripsi, dan tesis, penulis dapatkan dari perpustakaan pusat UIN

Sunan Ampel Surabaya, perpustakaan daerah Surabaya dan perpustakaan

Islamic Center, sumber lain diperoleh dari media Ebook. Metode yang

digunakan penulis untuk mengkaji judul di atas sebagai berikut:

(23)

14

a. Heuristik

Berasal dari bahasa Yunani Heuristiken yang artinya

mengumpulkan atau mengumpulkan sumber. Sumber yang dimaksud

dalam kajian sejarah ini adalah sejumlah materi sejarah yang tersebar dan

teridentifikasi. seperti: Artikel, Buku, Undang-undang.

Peneliti sejarah dan sejarawan dalam mengumpulkan sumber atau

jejak sejarah itu seperti menambang emas yaitu dari biji emas yang

bercampur lumpur dan pasir sehingga biji emas tidak kelihatan. Seperti

itulah pekerjaan peneliti dan sejarawan seperti menambang emas yang

membutuhkan ketelitian dan ketelatenan.

Sumber merupakan bahan terpenting dalam proses penelitian atau

penulisan sejarah. Karena tanpa sumber seorang peneliti atau sejarawan

tidak akan mampu mengungkap fakta sejarah, dengan kata lain sejarawan

harus terlebih dahulu memiliki data sebagai alat bantu.12

b. Kritik Sumber

Sebuah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas

sumber dengan cara melakukan kritik atau kerja intelektual dan rasional

yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektifitas suatu

kejadian.

Bekal utama seorang peneliti sejarah adalah sifat tidak percaya

terhadap semua sumber sejarah. Peneliti harus lebih dulu mempunyai

prasangka yang jelek atau ketidak percayaan terhadap sumber sejarah yang

(24)

15

tinggi. Bukan maksud tidak mempercayai sumber tapi kebenaran sumber

harus diuji terlebih dahulu dan setelah hasilnya terbikti benar maka

sejarawan baru percaya kebenaran sumber.13

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan penelusuran sumber. Teknik pengumpulan data tersebut

dipilih dengan pertimbangan bahwa penelusuran sumber merupakan alat

yang efisien dan efektif dalam menjaring data yang obyektif. Data sendiri

diperoleh dari perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, perpustakaan

daerah Jawa Timur, dan perpustakaan Islamic Centre.

H. Sistematika Pembahasan

Bab I: Pendahuluan untuk mengantarkan skripsi secara keseluruhan. Bab

ini terdiri dari sub bab yaitu tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode

penelitian, sistematika pembahasan.

Bab II: Membahas Berakhirnya Masa Orde Baru Dan Munculnya Era

Reformasi mulai dari Berakhirnya Masa Orde Baru, Lahirnya Era

Reformasi pada masa pemerintahan B. J. Habibie.

Bab III: Menelusuri hubungan Islam dan negara pada era B. J. Habibie,

Masuknya Politik Islam Pada Masa Pemerintahan B. J. Habibie,

Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B. J. Habibie, Perkembangan

Politik Islam Pada Pemerintahan B.J. Habibie.

(25)

16

ab IV: Pada bab ini membahas perkembangan politik Islam pada masa

pemerintahan B. J. Habibie, dan Peta Gerakan Politik Islam Pada

Masa B. J. Habibie (1998-1999 M).

Bab V: Dalam bab ini berisikan kesimpulan Agama dan Negara (Hubungan

Islam dan Negara di bidang Politik Di Era B. J. Habibie Tahun

(26)

17

BAB II

BERAKHIRNYA MASA ORDE BARU DAN LAHIRNYA ERA REFORMASI

A. Berakhirnya Orde Baru

Pada tanggal 20 Januari 1998, presiden Soeharto secara resmi

menerima pencalonannya oleh Golkar untuk jabatan kepresidenan.1 Setelah

terpilih dan menjabat sebagai presiden, Soeharto membentuk kabinet barunya

dengan menyertakan putrinya Siti Hardiyanti Rukmana sebagai Menteri

Kesejahteraan Sosial, dan orang dekatnya Bob Hasan sebagai Menteri

Perdagangan dan Perindustrian.

Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat

tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata

secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan

direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat

berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).

Pada awal Mei 1998 mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut

dihapuskannya KKN, penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto

turun dari jabatan Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi

pada tanggal 12 Mei 1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan.

Dalam peristiwa ini beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas.

(27)

18

Pemerintah Soeharto semakin disorot setelah tragedi TRISAKTI

kemudian memicu kerusuhan 13 Mei 1998 sehari selepasnya.2 Gerakan

mahasiswa pun meluas hampir di seluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang

besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk

mengundurkan diri dari jabatannya. Dengan latar belakang hal tersebut, saya

mencoba menjelaskan tentang bagaimana faktor penyebab jatuhnya sistem

pemerintahaan Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto, sehingga pimpinan ini

mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin sistem pemerintahan

Orde Baru pada saat itu.

Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 19983 yang

disertai dengan tuntutan demokratisasi di segala bidang serta tuntutan untuk

menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah

menjadi perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat

cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha

mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus

bergulir melalui agenda reformasi.

B. Faktor-faktor Berakhirnya Orde Baru

Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde

Baru dibawah kepemimpinan Soeharto antara lain krisis ekonomi dan

moneter. Pemicu dari kejatuhan pemerintahan Orde Baru ini yaitu karena

tingginya tingkat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di dalam

(28)

19

pemerintahan, dan membengkaknya angka utang luar negeri. Transisi

pemerintahan Indonesia di masa ini dilingkup oleh berbagai gejolak.

Berbagai aksi dan demonstrasi mahasiswa marak ditemui di jalan kota

besar di Indonesia. Tinggi gejolak keamanan pun turut mewarnai periode ini.

Berbagai tindakan anarkis seperti penjarahan dan pembakaran fasilitas umum

pun turut menoreh sejarah kelam Indonesia di tahun sistem pemerintahan Orde

Baru ini. Krisis legitimasi terhadap pemerintahan Orde Baru pun mulai

menguak. Hal ini seiring dengan melambung tingginya harga barang-barang

akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden Soeharto

bersama Radius Prawiro menyatakan bahwa utang luar negeri di Indonesia

mencapai 63.262 miliar dollar Amerika Serikat.4 Angka ini baru yang

dibebankan bagi negara, jumlah utang luar negeri sektor swasta Indonesia

pun mencapai miliaran dollar Amerika Serikat. Efek domino dari kondisi

kejatuhan ekonomi langsung berdampak pada kehidupan masyarakat.

Tingginya harga barang dan inflasi pun tak terelakan. Rakyat menjadi cukup

sulit memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan, rakyat harus mengantri

untuk mendapatkan sembako dengan harga murah, karena harga standar

yang dijual di pasar sudah tak terjangkau lagi oleh daya beli masyarakat.

Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak

penandatanganan Soeharto mengenai perjanjian pemberian dana bantuan

(29)

20

IMF pada Medio 1997.5 Pemberian dana bantuan ini sebenarnya

mengandung kelemahan utama bagi Indonesia, dan hal ini disadari betul

oleh rakyat pada saat itu.

Masyarakat beserta mahasiswa melihat bahwa hal ini akan berdampak

pada makin menumpuknya utang Indonesia kepada luar negeri. IMF tidak

hanya memberi bantuan dana semata, akan tetapi IMF memberikan bantuan

dengan persyaratan tajam kepada Indonesia yang menyangkut dalam 4

bidang utama, yaitu pengetatan kebijakan fisikal, penghapusan subsidi,

menutup 16 bank di Indonesia, dan memerintahkan bank sentral untuk

menaikkan tingkat suku bunga. Hal ini harusnya dipikirkan mendalam oleh

pemerintah sebelum menyepakati perjanjian bantuan dana tersebut. Alhasil,

dampaknya tidak terwujud dalam perbaikan ekonomi nasional yang

signifikan, melainkan makin berdampak buruk bagi masyarakat Indonesia

yakni melambungnya jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah

garis kemiskinan meningkat yang dari 20 juta orang sampai ke angka 80

juta orang. Jutaan orang juga kehilangan pekerjaan akibat penutupan

bank-bank nasional dan sektor usaha karena tidak mendapatkan suntikan dana

dari pemerintah. Krisis ekonomi pun makin bertambah parah.

Melihat kondisi kehidupan sosial seperti ini, banyak pihak yang

menginginkan perubahan. Mahasiswa merupakan salah satu kelompok

sosial masyarakat yang paling vokal dalam menyuarakan perbaikan struktur

pemerintahan pada saat itu. Mahasiswa pun mulai menyusun strategi untuk

(30)

21

memberikan feedback atau umpan balik terhadap kelemahan sistem

pemerintahan. Berbagai aksi pun digelar. Mahasiswa kemudian menyusun

agenda reformasi yang ditujukan kepada pemerintahan Orde Baru.

Berbagai aksi-aksi yang digelar mahasiswa beserta elemen masyarakat

mulai bermunculan sejak Pebruari 1998 dan mencapai puncaknya bulan

Mei. Di Universitas Trisakti, aksi demonstrasi damai pun terjadi. Situasi

aksi damai pada hari itu berjalan dengan sangat tertib. Akan tetapi, aksi

mahasiswa yang semula damai berubah menjadi aksi kekerasan setelah

tertembaknya empat mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan, yaitu Elang

Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan6 dan

puluhan lainnya mengalami luka-luka serius. Dari kejadian tersebut

mengundang berbagai reaksi keras dari masyarakat dan elemen mahasiswa

di berbagai daerah. Pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, kerusuhan massal

dari mahasiswa dan masyarakat lain mulai mengarah ke tindakan anarkis,

yakni berupa penjarahan dan penganiayaan menjalar luar di seluruh ibukota.

Toko-toko dibakar, barang-barang yang di dalamnya dijarah oleh para

oknum pelaku kerusuhan, bahkan terjadi kasus penganiayaan. Korban pun

banyak berjatuhan, yang jumlahnya mencapai ratusan. Tragedi kerusuhan

ini merupakan titik kulminasi depresi masyarakat akibat krisis ekonomi

Indonesia.

6 Mereka tertembak ketika ribuan mahasiswa Trisakti lainnya baru memasuki kampusnya setelah menggelar aksi keprihatinan. Soekisno Handikoemoro, Tragedi Trisakti 12 Mei 1998,...101. Dari

(31)

22

Suasana Jakarta saat itu pasca tragedi kerusuhan ini terus berlangsung

hingga digelarnya aksi demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa pada

tanggal 19 mei 1998.7 Secara berbondong-bondong para mahasiswa yang

berasal dari berbagai perguruan tinggi melakukan long march menuju

gedung MPR/DPR. Tujuannya adalah untuk menuntut turunnya Presiden

Soeharto.

Pada tanggal yang sama, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh

masyarakat untuk datang ke Istana Negara. Agendanya adalah membahas

segala kemungkinan penanganan krisis negara. Tokoh-tokoh yang diundang

berjumlah 9 orang.8 Di dalam pertemuan ini, Soeharto meminta pendapat

apakah ia memang harus turun jabatannya sebagai presiden. Pertemuan ini

berlangsung hingga 2,5 jam dan tercapai kesepakatan untuk membentuk

suatu badan yang dinamakan Komite Reformasi. Komite ini sebelumnya

bernama Dewan Reformasi. Namun, kemudian di ubah karena hampir mirip

dengan Dewan Revolusi dan Dewan Jenderal sewaktu terjadi peristiwa

tragedi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Di dalam pertemuan ini,

juga disepakati bahwa Presiden Soeharto akan melakukan reshuffle Kabinet

Pembangunan VI, dan mengubah nama susunan kabinet Reformasi yang

bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR,

DPR, dan DPRD, UU Anti monopoli, dan UU Anti korupsi.

7 Poesponegoro, Marwati Djoened. Sejarah Nasional Indonesia VI., Op. Cit., 669.

(32)

23

Akan tetapi, dalam perkembangannya Kabinet Reformasi belum bisa

terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet

Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto

mundur dari jabatannya. Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah

melemahnya dukungan politik, yang terlihat dari pernyataan politik

Kosgoro yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal

16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar,

Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua MPR/DPR

Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.

Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan

diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan kemudian mengucapkan

terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat. Soekarno

menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini

menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde

Reformasi.

C. Lahirnya Reformasi

1. Latar belakang reformasi

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya

perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah

yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan

(33)

24

lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan

persaudaraan.9

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda

berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial

merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.10

Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang

menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak

boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia

mendukung sepenuhnya gerakan tersebut.

Reformasi merupakan suatu perubahan kehidupan lama dengan

tatanan perikehidupan baru yang secara hukum menuju ke arah perbaikan.

Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan

suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama

perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan.

Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya

gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti

beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering,

dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat

harus antri untuk membeli sembako itu.

Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin

tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan

9 http://id.wikipedia.org/wiki/ (diakses pada tanggal 26 Desember 2014)

(34)

25

politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu

menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya

terhadap pemerintahan Orde Baru.

Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki

adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal.

Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki

kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.11 Semua itu

merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram,

dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin

nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan

makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang,

dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang

yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli

terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.

2. Faktor Lahirnya Era Reformasi

Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan

kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam

keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan

lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan

perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok

merupa-kan faktor atau penyebab utama lahirnya geramerupa-kan reformasi. Namun,

(35)

26

persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang

mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi,

dan hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Suharto

selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam

melaksanakan cita-cita orde baru.12 Pada awal kelahirannya tahun 1966,

orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.13

Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak

melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan

ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat

kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk

mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan

krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan

reformasi, seperti berikut ini:14

a. Krisis Politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak

dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai

kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu

dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila.

Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan

12 Edward, Aspinall. Titik Tolak Reformasi Hari-hari Berakhirnya Presiden Soeharto (Yogyakarta: LKIS. 2000), 333

13 Ahmad Mansyur Suryanegara, API Sejarah 2 (Bandung: PT. Salamadani Pustaka Semesta, 2002), 250

(36)

27

kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi

yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang

semestinya, melainkan demokrasi rekayasa.

Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti

dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari,

oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik

sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah

terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri

kehidupan politik yang represif, di antaranya:

1) Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah

dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan

Republik Indonesia).

2) Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi

semu atau demokrasi rekayasa.

3) Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela

dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.

4) Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap

warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.

5) Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun

Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR,

tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak

(37)

28

b. Krisis Hukum

Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru

tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun,

pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus

dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan

untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.

Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para

penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD

1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang

merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah(eksekutif).

c. Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara

sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian

Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi

krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali

dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp

2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat.

Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar

Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada

bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik

terendah, yaitu Rp 14,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda

(38)

29

d. Krisis Sosial

Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab

terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak

demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik

antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai

kerusuhan di beberapa daerah.

Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan

terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako

yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli

masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.

e. Krisis Kepercayaan

Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah

mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden

Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan

politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem

peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak

kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.

D. Kronologi peristiwa reformasi

Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan

(39)

30

1) Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie

sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003.

Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.

Kondisi kehidupan bangsa dan negara tidak kunjung membaik.

Perekonomian nasional semakin memburuk dan masalah-masalah sosial

semakin menumpuk. Keadaan itu menimbulkan keprihatinan dan

kekhawatiran rakyat Indonesia.

2) Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai

bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut

penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN,

dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan. Semakin bertambahnya

para mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyebabkan aparat

keamanan kewalahan dan terjadilah bentrok antara para mahasiswa dan

aparat keamanan.

3) Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas

Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang

menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery

Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga

tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian

empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan

kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.15

(40)

31

4) Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan

massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami

kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah,

bahkan ratusan orang mati terbakar.16

5) Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi

di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Pada

saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di

alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung,

guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan

Sri Paku Alam VII.

6) Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR

mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto

mengundurkan diri’.

7) Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh

agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam

rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden

Suharto. Namun, usaha itu mengalami kegagalan karena sebagian

tokoh-tokoh yang diundang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi itu.

Sementara, mahasiswa di gedung DPR/MPR tetap menuntut Suharto turun

dari kursi kepresidenan.

8) Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto

meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan

(41)

32

beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945,

kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J.

Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik

menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.17

Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan para mahasiswa, terutama

setelah pemerintah menaikkan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal

4 Mei 1998, dan agenda reformasi yang menjadi tuntunan pada mahasiswa

mencakup beberapa tuntutan, diantaranya:

1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya.

2. Laksanakan amandemen UUD 1945.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya.

4. Tegakkan supremasi hukum.

5. Menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

(42)

33

BAB III

HUBUNGAN ISLAM DAN NEGARA PADA MASA PEMERINTAHAN B. J. HABIBIE

Hubungan Islam dan negara pada pemerintahan B. J. Habibie berjalan

dinamis bahkan cenderung romantis, hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan

yang keluarkan Presiden B. J. Habibie yang dikeluarkan pada masa itu. di antara

kebijakan yang sangat terlihat dialah kebebasan multi partai yang memberikan

angin segar di dunia perpolitikan di Indonesia. Pada dunia pendidikan juga

dikeluarkan kebijakan UU No. 22/1999 yang memberikan peluang bagi

pendidikan Islam untuk berkembang, begitu pula dengan sistem perbankkan

Indonesia yang menerapkan sistem syari'ah.

A. Politik Islam Pada Masa Pemerintahan B. J. Habibie

Era reformasi ditandai dengan kemunculan banyak parpol yang

dimulai dengan pembaharuan kebijakan pemerintahan interregnum B. J.

Habibie untuk menerapkan kembali sistem multipartai, sebagaimana pernah

terjadi di Indonesia pada dasa warsa pertama setelah kemerdekaan. Dengan

kebijakan ini, euforia politik, demokrasi dan kebebasan juga menghasilkan

penghapusan kewajiban parpol untuk menjadikan pancasila sebagai

satu-satunya asas, seperti ditetapkan pada UU keormasan 1985.1

Semua perkembangan ini mendorong munculnya sangat banyak

parpol, khususnya parpol-parpol Islam. Dari sekitar 140-an parpol yang berdiri

(43)

34

di masa Habibie, dan kemudian setelah mengalami seleksi ketat terdapat 48

parpol yang berhak mengikuti pemilu 1999. Dan dari 48 parpol ini hampir

separuhnya adalah parpol yang secara eksplisit merupakan partai Islam atau

menggunakan simbolisme Islam, atau partai berbasiskan konstituen muslim

(Muslim based-parties).2

Hal ini kemudian mendapat respon umat Islam sehingga muncullah

partai Islam yang eksklusif seperti PPP dan PKS, partai inklusif yang berbasis

konstituen muslim seperti PKB, kelompok yang berkeinginan membentuk

negara Islam melalui kekuatan Islam politik seperti PBB dan rumusan tentang

politik yang ideal dalam kacamata Islam yang fungsional dan membumi

seperti gagasan Abdurrahman Wahid, Nurkholis Madjid, Azyumardi Azra,

Komaruddin Hiadayat, Budi Munawar Rahman dan Bahtiar Effendi.

Perkembangan yang cukup menarik dalam era reformasi kaitannya

dengan reformasi politik ini menurut Azyumardi adalah terjunnya kembali

para ulama dalam kancah perpolitikan nasional, di mana sebelumnya sebagian

dari mereka tidak ikut campur tangan dalam politik. Karena pengetahuan

agama yang mendalam dan ketinggian akhlak, ulama bergerak pada berbagai

lapisan sosial. Mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat.3

Respon muslim yang semacam ini, adalah wajar karena mayoritas

penduduk Indonesia adalah muslim di mana mereka meyakini bahwa Islam

akan dapat menyelesaikan berbagai masalah, baik yang bersifat mental

spiritual maupun fisik material. Oleh karena itu, agama selalu dilibatkan oleh

2Ibid., 63.

(44)

35

para pemeluknya untuk merespon berbagai masalah aktual yang dihadapinya,

sehingga kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan.4 Termasuk

dalam hal ini adalah masalah aktual mengenai reformasi politik yang banyak

direspon cendekiawan muslim Indonesia.

B. Profil Partai Politik

1. Partai Bulan Bintang

Anggota Partai Bulan Bintang meyakini bahwa Islam adalah

agama dan sekaligus jalan kehidupan. Islam dipandang sebagai agama

rahmatan lil-alamin yang bersifat universal. PBB akan menggunakan

prinsip-prinsip universal itu sebagai rujukan dalam memecahkan

persoalan-persoalan yang membelit masyarakat dan bangsa seperti

kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi, praktik penyalahgunaan

kekuasaan, kepentingan antara hubungan pusat dan daerah, Korupsi Kolusi

dan Nepotisme (KKN), tindak kekerasan dan seterusnya. Karena itu, bagi

PBB yang paling mendasar adalah bagaimana agar prinsip, jiwa dan

semangat Islam hadir dalam setiap gerak langkah partai.5

Warga Bulan Bintang meyakini bahwa pokok-pokok akidah telah

dijelaskan secara rinci dalam Quran dan Sunnah, begitu pula yang

berhubungan dengan peribadatan. Sedangkan di bidang muamalah, Quran

4 Abuddin Nata (eds), Problematika Politik Islam di Indonesia, dalam kata pengantar Prof.

Azyumardi Azra (Jakarta: Grasido Persada, 2002), ix.

5 Yusril Ihza Mahendra, Dengan Prinsip Ummatan Wasatan Kita Perjuangkan Sistem, Bukan

Orang, Dalam Sahar L. Hasan (dkk), Memilih Partai Islam: Visi, Misi dan Persepsi (Jakarta:

(45)

36

dan Sunnah hanya memberikan prinsip-prinsip umum dan sedikit uraian,

sehingga merupakan bidang yang luas untuk melakukan ijtihad bagi

pemecahan masalah-masalah baru yang dapat timbul setiap saat dengan

selalu memperhatikan keadaan tempat dan zaman. Dalam hal ini, partai

secara leluasa dapat menggali berbagai warisan pemikiran yang

berkembang sepanjang sejarah umat manusia dengan menimbang baik

buruknya. Tradisi Islam mengakui dua jenis kitab Allah. Pertama, adalah

al-Qur'an, mushaf yang merupakan wahyu yang disampaikan kepada

Muhammad Saw., kedua, adalah Hadits, yang mencakup hukum-hukum

alam, kehidupan dan kemasyarakatan dan sunnah-Nya yang tidak berubah.

Sedangkan beraqidah Islam bermakna bahwa setiap anggota partai

dengan sungguh-sungguh meyakini keesaan Allah sebagai Tuhan

satu-satuNya yang patut dan wajib disembah, diagungkan, ditaati dan

diperhatikan suruhan dan larangan-Nya. Dengan kalimah La ila ha illalah,

partai berkeyakinan bahwa dalam seluruh alam ini, hanya Allah semata

yang tidak berubah. Tidak ada pengkultusan kepada selain Allah, dan

perubahan harus mengikuti jalan-Nya, yang berarti jalan keluhuran,

kebenaran, keadilan dan kebahagiaan seluruh umat manusia.

PBB berpendapat bahwa Dasar Negara Republik Indonesia

(Pancasila) selaras dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam universal.

Itulah sebabnya dasar bernegara PBB adalah Pancasila sebagaimana

termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

(46)

37

Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.6

Ada pun tujuan PBB dibagi menjadi dua jenis, yaitu Tujuan Umum

dan Tujuan Khusus. Tujuan Umum didirikannya partai ini adalah: (a)

mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan (b) mengembangkan

kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan

Tujuan Khususnya adalah untuk memperjuangkan cita-cita para

anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.7

2. Partai Keadilan

Partai Keadilan secara tegas menyatakan Islam sebagai asasnya.8

Sebagaimana yang dijelaskan oleh presiden partai ini9 pemakaian asas

Islam dalam berpartai dan berormas hendaknya dipahami dalam negara

yang berlandaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945. Sila pertama

Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa mengingatkan kepada

setiap insan Indonesia yang beragama Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan

6 Anggaran Dasar PBB Bab I Pasal 3.

7 Anggaran Dasar PBB Bab I Pasal 4.

8 Anggaran Dasar PK Bab I Pasal 2.

(47)

38

Budha agar memiliki tanggung jawab rabbaniah. Menurutnya masyarakat

Indonesia selayaknya menyingkirkan sikap split personality, pragmatis

dan oportunis, yaitu hanya mau melaksanakan ajaran agamanya yang

dinilainya menguntungkan, sedangkan yang dipandang merugikan atau

berisiko dibuang jauh-jauh. Dengan pemikiran seperti ini, PK meminta

agar agama lain juga menggunakan agamanya sebagai asas partai.

Permintaan ini dikemukakan oleh PK untuk membuktikan bahwa ia

memperjuangkan proses demokratisasi yang bertumpu kepada

penghargaan terhadap kemajemukan.

Penggunaan asas Islam juga dimaksudkan untuk menghapus kesan

dan ekstremisme radikalisme yang kerapkali ditembakkan kepada Islam.

PK bertekad membuktikan bahwa orang-orang Islam tidak pernah

melakukan sesuatu yang merusak, karena ajarannya memang bersifat

rahmatan lil-alamiin. Karena itu, perjuangan partai ini bertujuan

mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang adil dan makmur yang

diridlai Allah Subh nahu wata'ala.10

3. Partai Kebangkitan Bangsa

Sebuah partai cenderung memilih Islam sebagai asasnya jika

seluruh penggagas dan sebagian besar pendukungnya menganut agama

Islam. Kecenderungan ini tidak dijumpai dalam PKB. Sebagai partai yang

didirikan oleh kaum nahdliyyin yang tak satu pun dari mereka memeluk

(48)

39

agama di luar Islam, PKB lebih menyukai Pancasila daripada Islam

sebagai asasnya.

Dalam Anggaran Dasar (AD) PKB, Bab III, pasal 3 dikatakan

"Partai berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan

beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia". Pemakaian Pancasila sebagai asas partai

dilandasi oleh cara pandang tokoh-tokoh PKB dalam melihat Islam.

Mereka meyakini bahwa Islam tidak perlu dituangkan dalam bentuk

formal kelembagaan, tetapi yang paling penting adalah ajaran Islam harus

tercermin dalam tingkah laku sehari-hari, yang disebut akhlakul karimah.

Dalam konteks kepartaian, pemikiran ini tidak mempersoalkan apakah

suatu partai mencantumkan Islam sebagai asasnya atau tidak. Karena bagi

mereka kadar keislaman suatu partai tidak semata-mata terukur dari

pemasangan Islam dalam AD/ART-nya, namun lebih banyak ditentukan

oleh seberapa jauh kemampuan partai itu mewujudkan nilai-nilai Islam di

dunia politik.

PKB merupakan partai Islam dengan corak keislaman yang

substantif dapat ditemukan pula dalam Prinsip Perjuangan Partai yang

menyatakan: "Pengabdian kepada Allah Subhanahu Wata'ala, menjunjung

(49)

40

menumbuhkan persaudaraan dan kebersamaan sesuai dengan nilai-nilai

Islam Ahlussunnah wal- jama'ah".11

Walaupun kekentalan PKB dengan aspek-aspek keislaman

merupakan satu kenyataan yang tak terbantahkan, tidak membuat partai ini

tergoda untuk mendefinisikan dirinya secara tegas sebagai partai Islam,

kecuali pada waktu tertentu seperti terungkap di atas. Identifikasi PKB

sebagai sebuah partai terbuka lebih disukai dan kerapkali disuarakan oleh

para pendukungnya. Sikap seperti ini dipicu oleh dua alasan. Pertama,

sebagai partai yang dibangun oleh warga NU, semua orang tentu

mengetahui bahwa PKB pada dasarnya adalah Islam. Sehingga

gembar-gembor mengenai label Islam dan non-Islam tidak ada artinya. Kedua,

menjaga agar Islam tidak menjadi komoditas politik belaka.

Mengedepankan idiom-idiom seperti partai Islam dan politik Islam akan

berisiko tinggi. Sebab jika tidak bisa menciptakan itu semua pada dataran

realitas, maka yang menjadi korban adalah Islam. Ketiga, PKB berusaha

mewujudkan politik Rahmatan Lil-Alamin yang berusaha

mengintegrasikan spiritual keagamaan dan paham keindonesiaan yang

majemuk, mengedepankan nilai-nilai kebangsaan Indonesia dibandingkan

untuk mendirikan negara Islam ataupun menerapkan hukum-hukum Islam

secara formal.12

11 Anggaran Dasar PKB Bab III Pasal 4.

(50)

41

Komitmen terhadap nasionalisme dan spiritualisme agama

tersebut, kemudian dicerminkan dalam tiga macam tujuan partai, yaitu: (a)

mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana

dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; (2)

mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara lahir dan batin, material

dan spiritual; (c) mewujudkan tatanan nasional yang demokratis, terbuka,

bersih dan berakhlakul karimah.13

4. Partai Amanat Nasional

Ketika Soeharto masih memimpin negara Orba, Amien Rais

merupakan seorang tokoh yang tergolong gencar melontarkan kritik-krtik

tajam ke arah kekuasaan. Semua kritik dan sepak terjang yang ia lakukan

diletakkan dalam kerangka gerakan moral dan pendidikan politik, atau

amar makruf nahi mungkar (menyerukan yang baik dan mencegah yang

mungkar), sebuah ungkapan dalam bahasa agama yang sering ia gunakan.

Dalam kerangka ini ia tidak menjadikan posisi kekuasaan sebagai target

utama dari seluruh kegiatan politiknya. Itulah sebabnya setelah Soeharto

diturunkan oleh kekuatan mahasiswa yang didukung oleh rakyat, pada

dasarnya Amien Rais berniat kembali ke Muhammadiyah secara penuh

untuk mencurahkan pengetahuan dan energinya.

Akhirnya setelah melakukan ijtihad politik yang cenderung bersifat

kolektif, diputuskan membentuk Partai Amanat Nasional yang berwacana

(51)

42

inklusif dan berwajah Indonesia. Sebagai penegasan atas pilihan politik ini

maka PAN berasaskan Pancasila;14 bersifat terbuka, majemuk dan

mandiri;15 serta beridentitas menjunjung tinggi moral agama dan

kemanusiaan.16 Menurut Amien Rais, pemakaian Pancasila sebagai asas

partai dan bukan agama, dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, karena alasan

teologi. la tidak melihat adanya ayat ataupun contoh dari Nabi yang

mengharuskan memilih asas Islam dalam membangun negara. Kedua,

adalah alasan rasional, yakni tidak adanya catatan sejarah nasional yang

menceritakan kemenangan partai Islam secara mayoritas dalam

memperoleh suara pemilu. Ketiga, untuk mengayomi dan melindungi

kalangan minoritas yang senantiasa dihantui oleh rasa ketakutan ketika

umat Islam mendirikan partai agama.17

Sedangkan tujuan pembentukan PAN adalah menjunjung tinggi

dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material daan

spiritual.18 Dengan demikian, cita-cita PAN adalah menciptakan suatu

kehidupan negara yang demokratis, di mana kekuasaan negara yang

tertinggi berada di tangan rakyat, yang kehidupan dalam bidang sosial,

14 Anggaran Dasar PAN Bab II Pasal 3.

15 Anggaran Dasar PAN Bab II Pasal 4.

16 Anggaran Dasar PAN Bab II Pasal 5.

17 Muhammad Najib dan K.S. Himmaty. Amien Rais: Dari Yagya ke Bina Graha (Jakarta: Gema

Insani, 1999), 76-77.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kita melihat dasar-dasar kesatuan yang telah dijelaskan dalam bagian fondasi teologis dan relevansinya tersebut, kita dapat melihat bahwa keberadaan gereja dan orang

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis data-data keuangan yang ada sehingga dapat dihitung jumlah unit yang harus terjual dengan

Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia dan nikmat sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum

Berdasarkan hasil isolasi dan seleksi jamur pendegradasi amilosa pada empelur tanaman sagu ( Metroxylon sago Rottb.), dapat disimpulkan bahwa diperoleh empat jenis

Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Daun Jambu Biji Putih (Psidium guajava Linn ).. Bali: Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit

Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan individu akan kemampuan diri sendiri dalam hubungannya dnegan orang lain, optimis dalam

Untuk mengetahui kualitas video animasi dan dubing suara yang dihasilkan aplikasi banten Pejati berbasis android, maka pengujian dilakukan dengan memberikan

Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan