• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mata Diklat TEKNIK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DEPARTEMEN KEHUTANAN PUSAT DIKLAT KEHUTANAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mata Diklat TEKNIK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DEPARTEMEN KEHUTANAN PUSAT DIKLAT KEHUTANAN BOGOR"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Mata Diklat

TEKNIK PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI

O

LE

H

:

Ir.

S

U

P

R

A

Y

IT

N

O

DEPARTEMEN KEHUTANAN

PUSAT DIKLAT KEHUTANAN

BOGOR

Desember, 2008

(2)

TEKNIK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI A. Teknik Perencanaan

1. Pengukuhan Kawasan

Pengukuhan kawasan konservasi dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan konservasi, yang mencakup Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam, Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya), dan Taman Buru, yang dilakukan melalui proses :

a. Penunjukkan kawasan konservasi, b. Penataan batas kawasan konservasi, c. Pemetaan kawasan konservasi, dan d. Penetapan kawasan konservasi.

Pengukuhan kawasan hutan konservasi umumnya dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota)

a. Penunjukan Kawasan

Penunjukkan kawasan konservasi adalah kegiatan persiapan pengukuhan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan konservasi, berupa Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Kegiatan Penunjukan kawasan konservasi tersebut berupa pembuatan peta penunjukkan yang bersifat arahan tentang batas luar, Penunjukan kawasan hutan yang dikenal di lingkungan kehutanan umumnya meliputi : (a) wilayah provinsi, dan (b) wilayah tertentu secara parsial.

Kegiatan penunjukan kawasan hutan wilayah provinsi dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi dan pemaduserasian Tataguna Hutan Kesepakatan dengan Rencana Tataruang Wilayah Provinsi. Penunjukan wilayah tertentu secara parsial menjadi kawasan hutan harus memenuhi syarat-syarat :

(3)

1) usulan atau rekomendasi Gubernur dan atau Bupati/Walikota, dan 2) secara teknis dapat dijadikan kawasan hutan.

Hasil kegiatan penunjukan kawasan hutan untuk kepentingan konservasi adalah surat keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Konservasi

b. Penataan Batas Kawasan

1) Pembentukan Panitia Tata Batas.

Untuk kepentingan proses pengukuhan kawasan hutan/konservasi diperlukan adanya Panitia Tata Batas Kabupaten/Kota. Panitia tata batas kawasan hutan/konservasi tersebut dibentuk oleh Bupati/Walikota. Panitia Tata Batas tersebut untuk Kabupaten/Kota diketuai oleh Bupati atau Walikota, Untuk Kepentingan penataan batas kawasan konservasi, Kepala Balai TN atau Kepala Balai KSDA selain menjadi anggota juga bertindak sebagai Sekretaris Panitia Tata Batas.

Keanggotaan Panitia Tata Batas tersebut terdiri dari : a) Ketua BAPPEDA Kabupaten/Kotamadya

b) Kepala Kantor BPN Kabupaten/Kotamadya c) Kepala Dinas PU Kabupaten/Kotamadya

d) Kepala Dinas lingkup DEP. Pertanian/Kehutanan Di Kabupaten/Kotamadya terkait

e) CAMAT/Kepala Wilayah Kecamatan

f) Kepala Unit Pelaksana Teknis Dep. Kehutanan terkait g) Kepala Distrik Navigasi atau Sub Distrilk Navigasi setempat h) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan

i) Kepala Dinas Perhubungan

Unsur keanggotaan, tugas dan fungsi, prosedur dan tata kerja Panitia tata batas kawasan hutan/konservasi tersebut diatur oleh

(4)

Keputusan Menteri Kehutanan. Panitia tata batas kawasan hutan/konservasi tersebut bertugas antara lain untuk :

a) Melakukan persiapan pelaksanaan penataan batas dan pekerjaan pelaksanaan di lapangan

b) Menyelesaikan masalah-masalah : hak-hak atas tanah/lahan di sepanjang trayek batas dan hak-haka atas tanah/lahan di dalam kawasan hutan

c) Memantau pekerjaan dan memeriksa hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan tata batas di lapangan, dan

d) Membuat dan menandatangai Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi

Hasil penataan batas kawasan hutan/konservasi dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi yang ditandatangai oleh Panitia Tata Batas Kawasan Hutan/konservasi dan diketahui Bupati/Walikota.

2) Pelaksanaan Penataan Batas

Adalah kegiatan untuk pemancangan dan pengukuran batas kawasan konservasi di lapangan, mencakup aktivitas :

a) penentuan trayek batas dan pemancangan patok batas sementara

b) pengumuman hasil pemancangan patok batas sementara

c) inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berada disepanjang trayek batas dan hasil pemancangan patok batas sementara

d) Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh Masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara

(5)

e) Penyusunan Berita Acara Pemancangan Batas Sementara yang disertai dengan Peta pemancangan patok batas sementara

f) Pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong batas g) Pemetaan hasil penataan batas

h) Pembuatan dan penandatangan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan/Konservasi

i) Pelaporan kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan kepada Gubernur.

Hasil kegiatan berupa Patok Batas sementara dan Pal Batas definitif berikut : (a) Berita Acara Pengakuan oleh Masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara, (b) Berita Acara Pemancangan Batas Sementara yang disertai dengan Peta pemancangan patok batas sementara, dan (c) Laporan Penataan Batas kepada Menteri Kehutanan

c. Pemetaan Kawasan

Pemetaan Kawasan Konservasi adalah kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas kawasan konservasi berupa Peta Tata Batas yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Berita Acara Tata Batas, mencakup aktivitas :

1) pengambaran hasil pelaksanaan penataan batas kawasan konservasi dalam bentuk peta tata batas kawasan konservasi

2) pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Konservasi

Hasil kegiatan berupa Berita Acara Tata Batas berikut Peta-peta tata batas kawasan konservasi.

d. Penetapan Kawasan

Penetapan Kawasan Konservasi adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, letak, batas, dan luas suatu

(6)

wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan konservasi menjadi kawasan konservasi tetap dengan keputusan Menteri, mencakup ativitas :

1) pembuatan peta penetapan kawasan konservasi

2) pembuatan keputusan penetapan kawasan konservasi yang akan ditetapkan

Hasil kegiatan berupa :

1) Peta Penetapan Kawasan Konservasi, dan

2) Keputusan Menteri tentang penetapan kawasan konservasi e. Pemeliharaan dan Rekontruksi Batas

Pengamanan dan pemeliharaan batas kawasan konservasi merupakan kegiatan yang harus diserahkan dan menjadi tanggung jawab Kepala Balai KSDA dan Kepala Balai TN. Oleh karena itu setelah seluruh proses kegiatan pengukuhan kawasan konservasi selesai dilakukan, dilakukan penyerahan pengamanan dan pemeliharaan atas kawasan konservasi yang dilakukan dengan Berita Acara Serah Terima Kawasan Konservasi.

Pemeriksaan/Pemeliharaan tanda batas kawasan konservasi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara berkala (setiap tahun) dan bertujuan untuk menjaga dan memelihara keadaan batas dan pal batas agar tetap baik, mencakup aktivitas :

1) pemeliharaan dan pembersihan alur batas kawasan konservasi 2) pemeliharaan dan perbaikan pal batas kawasan konservasi

Hasil kegiatan berupa pemeriksaan dan pemeliharaan tanda batas (alur batas dan pal batas) kawasan konservasi yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan/ Pemeliharaan Tanda Batas Kawasan Konservasi.

(7)

Rekonstruksi tanda batas kawasan konservasi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara berkala (umumnya lima tahun sekali) dan bertujuan untuk memeriksa dan memulihkan kembali keadaan alur batas dan pal batas agar tetap baik seperti keadaan semula, mencakup aktivitas :

a. pemeliharaan dan pembersihan alur batas kawasan konservasi b. pemeliharaan dan perbaikan pal batas kawasan konservasi

c. memeriksa dan memulihkan kembali letak dan kedudukan dari alur batas dan pal batas sesuai koordinat semula pada saat penetapannya sebagai kawasan konservasi.

Hasil kegiatan berupa rekonstruksi tanda batas (alur batas dan pal batas) kawasan konservasi yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonstruksi Tanda Batas Kawasan Konservasi.

2. Penatagunaan (Zonasi/ Blok) KPA dan KSA

Penetapan zonasi dan blok pada kawasan konservasi ditentukan berdasarkan :

a. potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, b. tingkat interaksi dengan masyarakat setempat, dan

c. kepentingan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang harus dilakukan.

Penetapan zonasi pada kawasan konservasi dilakukan secara variatif sesuai dengan kebutuhan pengelolaan kawasan konservasi serta pembagian zonasi atau blok pada kawasan konservasi tidak selalu sama dan lengkap pada setiap kawasan konservasi.

Penentuan zonasi atau blok kawasan konservasi tersebut tidak bersifat permanen serta dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan kebutuhan pengelolaan kawasan konservasi, kondisi potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, dan kepentingan interaksi dengan masyarakat. Dengan demikian minimal tiga sampai lima tahun sekali perlu ada kajian/review terhadap perkembangan dan efektivitas penataan zonasi

(8)

atau blok pada kawasan konservasi. a. Teknik Penataan Zona / Blok

Penataan zona/blok disusun oleh Kepala UPT KSDA/TN dengan tata cara penataan zona/blok kawasan konservasi dilakukan melalui tahapan antara lain :

1) Persiapan

Kegiatan pada tahap persiapan meliputi pembentukan tim kerja, penyusunan rencana kerja identifikasi mitra kerja/pemangku kepentingan.

2) Pengumpulan dan analisis data

Pengumpulan dan analisa data tentang potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya antara lain berupa data dan informasi antara lain : keanekaragaman hayati, nilai arkeologi, nilai obyek daya tarik wisata, nilai potensi jasa lingkungan, serta data spatial: tanah, geologi, iklim, topografi, geomorfologi, keanekaragaman hayati, penggunaan lahan, berikut konidisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang ada kaitannya dengan kepentingan penataan zona/blok kawasan konservasi.

3) Menyusun rancangan zonasi dan blok

Kegiatan pada tahap rancangan merupakan penyusunan konsep zonasi/blok dengan mengeplotkan zona-zona atau blok-blok yang perlu ada di peta sesuai hasil analisa data termasuk uraian potensi global, disertai dengan data-data geografis dari batas zonasi atau blok berikut kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masing-masing zona/blok yang dituangkan dalam bentuk konsep keputusan zonasi atau blok yang terdiri dari uraian mengenai diskripsi zonasi atau blok berikut peta zonasi atau peta blok.

Hasil kajian dan penyusunan rancangan penataan zona/blok selanjutnya disajikan dalam laporan berupa :

(9)

Buku I Penataan zona/blok berisi : KATA PENGANTAR

LEMBAR PENGESAHAN I. PENDAHULUAN

II. DATA DAN INFORMASI

III. DISKRIPSI ZONASI atau BLOK IV. PENUTUP

Buku II berisi peta zonasi:

a) Kawasan konservasi yang luasnya kurang dari 50.000 hektar menggunakan peta skala 1:100.000

b) Kawasan konservasi yang luasnya antara 50.000-250.000 hektar menggunakan peta skala 1:250.000

c) Kawasan taman nasional yang luasnya lebih dari 250.000 hektar menggunakan peta skala 1:500.000

4) Konsultasi dan komunikasi publik

Berdasarkan konsep zonasi atau blok yang telah disiapkan selanjutnya dilakukan konsultasi dan komunikasi publik untuk mendapatkan tanggapan dari para pihak pemangku kepentingan (masyarakat, pemerintah daerah, LSM dll ) yang akan menjadi masukan bagi berkepentingan penyempurnaan dan finalisasi konsep zonasi atau blok kawasan konservasi.

5) Penyempurnaan

Berdasarkan masukan dari hasil konsultasi dan komunikasi publik, maka dilakukan penyempurnaan terhadap konsep penataan zona/blok kawasan konservasi menjadi konsep final dalam bentuk konsep penataan zona/blok yang diketahui oleh Pemerintah Daerah terkait.

(10)

Konsep penataan zona/blok yang telah melalui konsultasi dan komunikasi publik dilakukan penilaian dan diketahui oleh Pemerintah Daerah untuk disahkan oleh Direktur Jenderal.

7) Batas zona/blok

Konsep penataan zona/blok yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal selanjutnya ditindaklanjuti dengan melaksanakan tata batas zonasi atau blok di lapangan oleh pihak Balai KSDA/TN yang bersangkutan dengan memberikan tanda batas berupa tanda batas zonasi atau blok.

8) Sosialisasi Zonasi atau Blok

Penataan zona/blok yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal dan hasil tata batas zonasi atau blok yang telah diselesaikan harus disosialisasikan kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan agar kepentingan pengelolaan dan pendayagunaan kawasan konservasi dapat dilakukan secara optimal.

b. Penandaan Batas Zona

1) Kepala Balai atas dasar zonasi taman nasional yang merupakan lampiran dari Keputusan Direktur Jenderal PHKA berikut data-data geografis tentang penunjukan zonasi taman nasional melakukan penandaan batas zonasi.

2) Berdasarkan peta zonasi dan data geografis pada huruf a di atas dilakukan pemasangan tanda batas pada garis-garis batas zonasi pada setiap jarak 5 km, pada titik perpotongan batas dan titik-titik persimpangan dengan jalan trail dan jalan mobil.

3) Tanda batas zonasi berupa plat seng ukuran 30 cm x 50 cm yang berisi informasi tentang nomor pal tanda batas, titik kordinat pal batas, jenis zonasi.

4) Pemasangan tanda bats zonasi taman nasional pada sisi pohon yang mengarah ke dalam zona yang dimaksud. Sebagai contoh,

(11)

bila zona inti berbatasan dengan zona rimba, maka tanda batas zona inti dipasang menghadap kearah zona inti, dan disisi lain batang pohon tersebut dipasang/dipaku tanda batas zona rimba menghadap ke arah zona rimba.

5) Penulisan inisial/kode pada tanda batas zona sebagai berikut : a) Zona Inti

• Plat seng diberi cat dengan warna merah

• Inisial/kode yang digunakan ZI b) Zona Rimba

• Plat seng diberi cat dengan warna kuning

• Inisial/kode yang digunakan Zri c) Zona Pemanfaatan ZP

• Plat seng diberi cat dengan warna ungu

• Inisial/kode yang digunakan ZPI d) Zona Tradisional

• Plat seng diberi cat dengan warna coklat

• Inisial/kode yang digunakan ZPT e) Zona Khusus

• Plat seng diberi cat dengan warna hijau

• Inisial/kode yang digunakan ZPK f) Zona Rehabilitasi

• Plat seng diberi cat dengan warna biru

• Inisial/kode yang digunakan ZRe g) Zona Budaya dan Sejarah

• Plat seng diberi cat dengan warna putih

• Inisial/kode yang digunakan ZSB

h) Tulisan untuk tanda batas menggunakan warna hitam

i) Pemberian nomor dibuat secara berurutan sesuai dengan hasil pengukuran dan pada jarak tertentu.

(12)

Pembangunan kawasan konservasi merupakan bagian dari pembangunan nasional dan tidak terpisahkan dari pembangunan sektor-sektor lain. Oleh karenanya diupayakan penyusunan rencana pengelolaan dapat mengakomodir berbagai peluang pembangunan, termasuk pelibatan peran masyarakat dan stakeholders lainnya merupakan prasyarat dalam penyusunan rencana pengelolaan yang komprehensif dan aplicable.

Penyusunan rencana meliputi : a. Rencana pengelolaan

Berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya, maka sesuai Pasal 38 Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, rencana pengelolaan kawasan konservasi meliputi rencana jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek :

1) Rencana Pengelolaan Jangka Panjang merupakan rencana yang bersifat indikatif perspektif dan kualitatif-kuantitatif untuk jangka waktu dua puluh lima tahun;

2) Rencana Pengelolaan Jangka Menengah merupakan rencana yang memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun;

3) Rencana Pengelolaan Jangka Pendek merupakan rencana yang memuat semua kegiatan yang harus dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan.

b. Rencana teknis merupakan penjabaran dari salah satu atau beberapa kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan. Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan populasi dan rancangan pengambilan sumber genetik.

c. Cakupanwilayah perencanaan

(13)

rencana pengelolaan, baik jangka panjang, menengah, ataupun tahunan. Namun demikian, berdasarkan luas dan intensitas pengelolaannya, rencana pengelolan beberapa lokasi kawasan konservasi yang letaknya berdekatan dan dalam satu unit pengelolaan dapat disajikan dalam satu rencana pengelolaan.

B. Pengorganisasian

1. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi

a. Balai Besar dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA)

Balai KSDA adalah organisasi pelaksana tugas teknis di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

BKSDA mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas, UPT Balai Konsevasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi :

1) penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;

2) pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;

3) koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung; 4) penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan dan

(14)

5) pengendalian kebakaran hutan;

6) promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

7) pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

8) kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan;

9) pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi;

10) pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Struktur Organisasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam terdiri dari :

1) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A; 2) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B.

Struktur organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam terdiri dari: 1) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A;

2) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B.

Bagan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam dapat dilihat pada Lampiran 1.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A terdiri dari : 1) Bagian Tata Usaha;

2) Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam; 3) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I; 4) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II; 5) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III; 6) Kelompok Jabatan Fungsional.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A yang telah memiliki Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Manggala Agni) terdiri dari :

1) Bagian Tata Usaha;

2) Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam; 3) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I;

(15)

4) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II; 5) Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan;

6) Kelompok Jabatan Fungsional.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B terdiri dari: 1) Bagian Tata Usaha;

2) Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam; 3) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I;

4) Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II; 5) Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengurusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan dan kerja sama, pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Dalam melaksanakan tugasnya Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :

1) Pelaksanaan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, dan kerumah tanggaan;

2) Penyiapan rencana dan kerja sama;

3) Pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Bagian Tata Usaha terdiri dari: 1) Subbagian Umum;

2) Subbagian Perencanaan dan Kerjasama;

3) Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Humas.

Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, dan kerumahtanggaan.

Subbagian Perencanaan dan Kerja Sama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan rencana, kegiatan, anggaran dan kerja

(16)

sama.

Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Humas mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan analisis data, statistik, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam mempunyai tugas penyiapan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung, pelayanan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi :

1) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang perlindungan dan pengamanan hutan, serta penyiapan pelayanan dan penegakan hukum;

2) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengawetan tumbuhan dan satwa liar;

3) penyiapan pelaksanaan teknis bidang informasi, perpetaan, sistem informasi geografis dan website;

4) penyiapan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan;

5) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, tumbuhan dan satwa liar;

6) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang penyuluhan, bina cinta alam, pengembangan koperasi, dan pemberdayaan masyarakat;

7) penyiapan pelaksanaan pelayanan dan promosi bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Bidang Teknis Konservasi Sumber Daya Alam terdiri dari : 1) Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan; 2) Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan.

(17)

Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi teknis bidang perlindungan dan pengamanan hutan, serta penyiapan pelayanan dan penegakan hukum, pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengawetan tumbuhan dan satwa liar, pelaksanaan teknis bidang informasi, perpetaan, sistem informasi geografis dan website, dan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan.

Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, tumbuhan dan satwa liar, pelaksanaan pelayanan dan promosi bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan pelaksanaan koordinasi teknis bidang penyuluhan, bina cinta alam, pengembangan koperasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta pelaksanaan konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi di wilayah kerjanya.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah menyelenggarakan fungsi di wilayah kerjanya :

1) penyusunan rencana, anggaran, dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;

2) pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;

(18)

hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;

4) pengendalian kebakaran hutan (untuk Unit Pelaksana Teknis yang tidak ada Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan);

5) pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam;

6) pelaksanaan kegiatan penyuluhan, bina cinta alam, pengembangan koperasi, dan pemberdayaan masyarakat;

7) penyiapan bahan pelaksanaan kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

8) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah pada Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Tipe A terdiri dari:

1) Seksi Konservasi Wilayah I; 2) Seksi Konservasi Wilayah II; 3) Seksi Konservasi Wilayah III; 4) Seksi Konservasi Wilayah IV; 5) Seksi Konservasi Wilayah V; 6) Seksi Konservasi Wilayah VI.

Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah pada Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Tipe A yang telah memiliki Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Manggala Agni) terdiri dari :

1) Seksi Konservasi Wilayah I; 2) Seksi Konservasi Wilayah II; 3) Seksi Konservasi Wilayah III; 4) Seksi Konservasi Wilayah IV;

5) Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah I; 6) Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah II.

Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah pada Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Tipe B terdiri dari :

(19)

2) Seksi Konservasi Wilayah II; 3) Seksi Konservasi Wilayah III; 4) Seksi Konservasi Wilayah IV.

Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah pada Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Tipe B yang telah memiliki Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Manggala Agni) terdiri dari:

1) Seksi Konservasi Wilayah I; 2) Seksi Konservasi Wilayah II; 3) Seksi Konservasi Wilayah III;

4) Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan.

Seksi Konservasi Wilayah mempunyai tugas melakukan pengelolaan kawasan konservasi, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, perlindungan dan pengamanan kawasan, pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, pengendalian pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, penyuluhan, bina cinta alam dan pemberdayaan masyarakat.

Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan serta pembinaan pengendalian kebakaran hutan di wilayah kerja Balai.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan menyelenggarakan fungsi di wilayah kerja Balai :

1) penyiapan bahan usulan anggaran pengendalian kebakaran hutan; 2) penyiapan koordinasi pelaksanaan pengendalian kebakaran pada

kawasan hutan;

3) penyiapan peta kerawanan kebakaran hutan;

4) peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka pengendalian kebakaran hutan;

5) penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis bidang pengendalian kebakaran hutan;

(20)

pengendalian kebakaran hutan;

7) penyiapan bahan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan bidang kebakaran hutan.

Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan terdiri dari: 1) Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah I; 2) Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah II.

Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah dan Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan dalam rangka perencanaan pengendalian kebakaran hutan, koordinasi pelaksanaan pengendalian kebakaran pada kawasan hutan, penyusunan peta kerawanan kebakaran hutan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pelaksanaan bimbingan teknis dan penyuluhan, analisis data, pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang pengendalian kebakaran hutan di wilayah kerjanya.

b. Balai Taman Nasional (BTN)

Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional adalah organisasi pelaksana teknis pengelolaan taman nasional yang berada dibawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Taman Nasional melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional menyelenggarakan fungsi :

1) penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan taman nasional;

2) pengelolaan kawasan taman nasional;

3) penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan taman nasional;

4) pengendalian kebakaran hutan;

(21)

ekosistemnya;

6) pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

7) kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan;

8) pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional;

9) pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam;

10) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas I, yang disebut dengan Balai Besar Taman Nasional;

2) Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas II, yang disebut dengan Balai Taman Nasional.

Struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional terdiri dari: 1) Balai Besar Taman Nasional Tipe A;

2) Balai Besar Taman Nasional Tipe B.

Struktur organisasi Balai Taman Nasional terdiri dari : 1) Balai Taman Nasional Tipe A;

2) Balai Taman Nasional Tipe B.

Bagan Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional tercantum dalam Lampiran 2.

Balai Besar Taman Nasional Tipe A terdiri dari: 1) Bagian Tata Usaha;

2) Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional; 3) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I; 4) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; 5) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III; 6) Kelompok Jabatan Fungsional.

(22)

1) Bagian Tata Usaha;

2) Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional; 3) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I; 4) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; 5) Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengurusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan dan kerjasama, pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Dalam melaksanakan tugas Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :

1) pelaksanaan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, dan kerumahtanggaan;

2) penyiapan rencana dan kerja sama;

3) pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Bagian Tata Usaha terdiri dari : 1) Subbagian Umum;

2) Subbagian Perencanaan dan Kerjasama;

3) Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Humas.

Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan pengelolaan urusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, dan kerumahtanggaan.

Subbagian Perencanaan dan Kerja Sama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan rencana, kegiatan, anggaran dan kerja sama.

Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Humas mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan analisis data, statistik, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

(23)

Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional mempunyai tugas penyiapan koordinasi dan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan taman nasional serta pelayanan dan promosi taman nasional.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional menyelenggarakan fungsi :

1) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional, serta penyiapan pelayanan dan penegakan hukum;

2) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengawetan tumbuhan dan satwa liar;

3) penyiapan pelaksanaan teknis bidang informasi, perpetaan, sistem informasi geografis, dan website;

4) penyiapan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan;

5) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam;

6) penyiapan pelaksanaan koordinasi teknis bidang penyuluhan, bina cinta alam, pengembangan koperasi, dan pemberdayaan masyarakat;

7) penyiapan pelaksanaan pelayanan dan promosi taman nasional. Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional terdiri dari :

1) Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan; 2) Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan.

Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi teknis bidang perlindungan dan pengamanan taman nasional, penyiapan pelayanan dan penegakan hukum, pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengawetan tumbuhan dan satwa liar, pelaksanaan teknis bidang informasi, perpetaan, sistem informasi geografis dan website, dan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan.

(24)

penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi teknis bidang pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, pelaksanaan pelayanan dan promosi taman nasional serta pelaksanaan koordinasi teknis bidang penyuluhan, bina cinta alam, pengembangan koperasi dan pemberdayaan masyarakat.

Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional di wilayah kerjanya.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah menyelenggarakan fungsi :

1) penyusunan rencana, anggaran, dan evaluasi pengelolaan kawasan taman nasional;

2) pengelolaan kawasan taman nasional;

3) pelaksanaan penyidikan, perlindungan, dan pengamanan hutan; 4) pengendalian kebakaran hutan;

5) pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam;

6) pelaksanaan kegiatan penyuluhan, bina cinta alam, dan pemberdayaan masyarakat;

7) penyiapan bahan pelaksanaan kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;

8) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah terdiri dari: 1) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I;

2) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; 3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III; 4) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV; 5) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V; 6) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI.

(25)

melakukan pengelolaan taman nasional di wilayah kerjanya, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, perlindungan dan pengamanan kawasan, pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, penyuluhan, bina cinta alam dan pemberdayaan masyarakat.

Balai Taman Nasional Tipe A terdiri dari : 1) Sub Bagian Tata Usaha;

2) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I; 3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; 4) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III; 5) Kelompok Jabatan Fungsional.

Balai Taman Nasional Tipe B terdiri dari : 1) Sub Bagian Tata Usaha;

2) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I; 3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II; 4) Kelompok Jabatan Fungsional.

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan.

Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan anggaran, evaluasi dan pelaporan, bimbingan teknis, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal serta pengelolaan sarana prasarana, promosi, bina wisata alam dan bina cinta alam, penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta kerjasama di bidang pengelolaan kawasan taman nasional.

(26)

2. Hubungan Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugas, Kepala UPT BKSDA maupun UPT Balai Taman Nasional, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan satuan organisasi masing-masing maupun dengan instansi lain di luar instansinya sesuai bidang tugasnya.

Kepala UPT, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Subbagian dan Kepala Seksi wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas bawahan dan apabila terjadi penyimpangan pelaksanaan tugas wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Kepala UPT, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Subbagian, dan Kepala Seksi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing serta memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

Kepala UPT, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Subbagian, Kepala Seksi dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional menyampaikan laporan kepada atasan masing-masing dan selanjutnya Kepala Bagian Tata Usaha atau Subbagian Tata Usaha mengkoordinasikan dan menyusun laporan UPT. Setiap laporan yang diterima oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis

Konservasi Sumber Daya Alam, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan kebijakan lebih lanjut dan dalam rangka memberikan petunjuk kepada bawahan.

Dalam menyampaikan laporan kepada atasan masing-masing, tembusan laporan wajib disampaikan kepada satuan organisasi lainnya yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

(27)

1. Inventarisasi dan Identifikasi Potensi Kawasan

Inventarisasi dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang keadaan sumber daya alam, potensi kekayaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya secara menyeluruh dan lengkap.

Hasil inventarisasi ini digunakan sebagai dasar pengukuhan, penyusunan rencana pengelolaan, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Inventarisasi sebagai dasar pengukuhan menyajikan data dan informasi yang dapat mencerminkan status dan keadaan fisik ekosistem, keanekaragaman hayati, sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang mempengaruhinya, sehingga kawasan yang ditunjuk dan ditetapkan tersebut mencerminkan satuan ekologi bentang alam (landscape ecology) yang cukup efektif untuk dapat dikelola sebagai kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Inventarisasi sebagai dasar penyusunan rencana pengelolaan maupun kepentingan pelaksanaan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dilakukan melalui tahapan-tahapan yang mencerminkan : a. Eksplorasi;

Merupakan kegiatan penjelajahan setiap bagian dari kawasan konservasi untuk memperoleh pengetahuan status dan keadaan dari fisik lapangan, jenis flora dan fauna, tipe komunitas atau ekosistem, kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Kegiatan eksplorasi umumnya seringkali disertai dengan kegiatan identifikasi dan koleksi atas specimen unsur-unsur penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem. Kegiatan eksplorasi pada seluruh kawasan sebaiknya dilakukan setiap lima tahun sekali. b. Identifikasi dan koleksi yang menyertai eksplorasi;

Merupakan kegiatan yang menyertai eksplorasi, yang umumnya dilakukan dengan metoda penjelajahan dan atau pembuatan plot.

(28)

Di bidang pengumpulan data taksonomi tumbuhan, dilakukan melalui kegiatan identifikasi dan koleksi dilakukan dengan mengumpulkan contoh spesimen sebagai bukti identifikasi bagi penelitiannya. Koleksi tersebut dikenal sebagai koleksi herbarium baik sebagai koleksi kering (berupa ranting berdaun dengan bunga atau buah atau biji atau kayu yang dapat dikeringkan dan tidak berubah bentuk dan warnanya) dan koleksi basah (berupa buah atau bunga atau bagian tumbuhan berlendir, jamur yang dapat cepat berubah bentuk dan warnanya sehingga harus disimpan dalam suatu cairan alkohol 75 % atau campuran alkohol, gliserin dan aquadest). Koleksi specimen tersebut juga harus disertai dengan data dan informasi nama kolekstor, nomor kolektor, tanggal koleksi, lokasi, habitat, subtrat, ekologi, habitus, catatan lapangan, nama lokal/daerah, kegunaan/manfaat, tanggal identifikasi, dan pengiriman duplikat koleksi ke herbaria lain.

Di bidang pengumpulan data ekologi tumbuhan, dilakukan melalui kegiatan identifikasi secara garis besar menggunakan metoda sampling baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kualitatif berupa deskripsi kondisi daerah kejadian seperti spektrum bentuk hidup (fanerofita, kaemofita, hemikriptofita, kriptofita, therofita), dan spektrum strategis reproduksi. Kuantitatif dilakukan untuk melengkapi pendekatan kualitatif melalui pengukuran yang lebih akurat dan konsisten terhadap berbagai parameter dasar berupa kerapatan, dominasi, frekuensi, biomass atau produktivitas dan perawakan. Untuk itu diperlukan pengetahuan permasalahan pencuplikan untuk menentukan lokasi, bentuk dan ukuran petak pengukuran.

Di bidang pengumpulan data etnobotani, dilakukan berdasarkan pengetahuan etno-biologi, etno-ekologi, etno-botani, etno-zoologi, botani ekonomi dan arkeology, dll. Dalam hal ini perlu dipahami pola perilaku masyarakat dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Untuk pengambilan contoh akan berhubungan dengan metoda pemilihan sample dan mengkombinasikan dengan tehnik wawancara. Data dan

(29)

informasi yang dikumpulkan berkaitan dengan kategori lansekap kampung, bekas kampung, kebun, sungai, rawa, ladang, hutan, bekas ladang berumur muda dan berumur tua, kegunaan makanan, obat-obatan, konstruksi ringan/berat, peralatan/ perkakas, kayu baker, anyaman, tali hiasan, adat/ritual, sarana berburu, transportasi kapal/perahu, dll.

Di bidang pengumpulan data fisiologi tumbuhan, dilakukan pengumpulan data mencakup fisiologi stress, fisiologi perbanyakan konvensional, dan fisiologi kultur jaringan. Data-data lapangan yang dikumpulkan umumnya berkaitan dengan tumbuhan dan lingkungannya berupa tanah, air maupun iklim serta koleksi atas biji maupun bagian dari tumbuhan, untuk selanjutnya dikaji lebih lanjut dilaboratorium. Tehnik pengumpulan dan penyimpanan dan pengangkutan sample dari bagian tumbuhan tersebut harus mendapat perhatian agar sample tersebut dapat dianalisis lebih lanjut di laboratorium.

Di bidang pengumpulan data fitokimia tumbuhan, dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan analisis kimia tumbuhan melalui koleksi tumbuhan berdasarkan pengetahuan etnobotanis, uji rasa dan bau (misalnya minyak atsiri), atau pendekatan kimiawi.

c. Survei;

Merupakan kegiatan untuk pengumpulan data dan informasi spesifik dari komponen-komponen penyusun sumber daya alam hayati dan ekosistem, yang mencakup pengukuran atas jenis, populasi, penyebaran, sex-ratio, kerapatan/kelimpahan, status kelangka, permasalahan dan sebagainya dari potensi dan kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosistem, termasuk sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan taman nasional. Kegiatan survei lapangan pada seluruh kawasan sebaiknya diselesaikan bertahap maksimal dalam tiga tahun dengan selang waktu tiga tahun sekali. Survei dapat dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data dan informasi secara langsung/terestris di lapangan, maupun tidak

(30)

langsung melalui teknik penginderaan jauh atau kombinasi keduanya untuk mengetahui kondisi sumberdaya kawasan taman nasional secara lebih baik.

d. Penilaian potensi;

Merupakan kegiatan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi mengenai potensi dan kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosistem beserta lingkungannya secara lengkap dan detil. Penilaian potensi umumnya dilakukan melalui tahapan kegiatan eksplorasi dan survei lapangan, serta penilaian potensi dilakukan dengan tujuan yang spesifik dan fokus pada kepentingan tertentu, misalnya penilaian potensi kebutuhan jenis pakan satwa Badak Jawa, atau penilaian potensi populasi dan penyebaran Badak Jawa.

e. Valuasi

Merupakan penilaian potensi yang memasukan aspek kuatifikasi dari aspek nilai-nilai ekonomi atas sumberdaya alam taman nasional. Dalam valuasi ini kuantifikasi atas nilai-nilai sumber daya alam dihitung sedemikian rupa untuk menunjukan bagaimana peranan ekonomi sumber daya tersebut dari kepentingan konservasi dan pendekatan pengelolaan jangka panjang. Pada isu dimana seseorang kehilangan manfaat lingkungan, maka permasalahannya dapat disebut sebagai keinginan untuk menerima kompensasi kerugian dan bukan hanya keinginan untuk membayar upaya pelestarian lingkungan dari kerugiannya. Hal ini dapat menghasilkan implikasi yang besar terhadap kualitas lingkungan. Alasan pertama adalah menentukan perhitungan moneter, selanjutnya dapat menunjukkan keperdulian yang kuat terhadap aset sumber daya alam dan lingkungan. Alasan kedua adalah, perhitungan moneter dari manfaat dan biaya lingkungan dapat menjadi pendukung untuk pemihakan/advokasi terhadap kualitas lingkungan. Suatu jenis flora atau fauna menghadapi masalah kelangkaan akibat pembangunan akan dinilai tinggi karena adanya ekspresi moneter yang menunjang terhadap hal tersebut. Alasan ketiga untuk melakukan

(31)

penghitungan moneter adalah adanya dasar pembanding secara kuantitatif dalam bentuk moneter terhadap beberapa alternatif pilihan dalam pemutusan suatu kebijakan atau pemanfaatan dana.

2. Pembinaan Habitat dan Populasi

Untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan tumbuhan, satwa, atau ekosistem di setiap kawasan konservasi dapat dilakukan pembinaan habitat yang pelaksanaannya harus tetap memperhatikan prinsip konservasi.

Agar kualitas dan kuantitas jenis tumbuhan dan satwa tetap berada dalam keadaan seimbang dan dinamis, di setiap kawasan konsenvasi pada dasarnya dapat dilakukan pembinaan populasi yang pelaksanaannya harus tetap memperhatikan prinsip konservasi;

Pembinaan habitat dan populasi pada pengelolaan tumbuhan dan satwa serta habitatnya meliputi kegiatan berupa :

a. pembinaan padang rumput untuk satwa

b. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon yang dapat meningkatkan fungsi KSA

c. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa

d. penjarangan jenis tumbuhan dan atau populasi satwa e. penambahan tumbuhan dan satwa asli

f. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu. 3. Rehabilitasi dan Restorasi

Rehabilitasi dan restorasi hutan dan lahan di kawasan hutan konservasi adalah kegiatan pemulihan kondisi sebagian kawasan hutan konservasi (kecuali hutan cagar alam dan zona inti taman nasional) menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alami, melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, dan perbaikan lingkungan untuk memulihkan fungsi ekosistem alami yang rusak.

(32)

Pelaksanaan restorasi dan rehabilitasi di kawasan hutan konservasi mempunyai tujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal sesuai daya dukung, dan peranannya sebagai habitat suatu jenis tumbuhan/ satwa dalam mendukung sistem penyangga kehidupan. Tujuan dari proses itu adalah mengembalikan struktur, fungsi keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang menghadapi degradasi tersebut. Terdapat empat tipe utama untuk mengembalikan/memulihkan komunitas hayati dan ekosistem yang mengalami degradasi, yaitu :

a. Tanpa tindakan, karena upaya pemulihan terlalu mahal dan selalu gagal, pengalaman menunjukkan bahwa ekosistem akan dapat pulih dengan sendirinya.

b. Restorasi, merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif dengan species yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan komposisi species seperti semula.

c. Rehabilitasi, merupakan pemulihan dari sebagian fungsi-fungsi ekosistem dan species asli, seperti memperbaiki hutan yang terdegradasi melalui penanaman.

d. Penggantian, merupakan upaya penggantian suatu ekosistem terdegradasi dengan ekosistem lain yang lebih produktif, seperti menganti hutan yang terdegradasi dengan padang rumput dan sebagainya.

Sasaran kegiatan restorasi dan rehabilitasi di kawasan hutan konservasi adalah untuk memperbaiki dan memulihkan kembali kondisi sebagian kawasan hutan konservasi (kecuali hutan cagar alam dan zona inti taman nasional) menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alami, melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, atau perbaikan lingkungan alami pada kawasan hutan konservasi yang telah mengalami kerusak/ degradasi yang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas I,

(33)

kelompok penutupan Lahan (KPL) I dan II dan termasuk di dalam rencana Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL).

Pendekatan restorasi dan rehabilitasi di kawasan hutan konservasi pada dasarnya diselenggarakan melalui kegiatan :

a. Pemulihan kawasan dengan penanaman/pengkayaan jenis tumbuhan sesuai jenis aslinya (endemik).

b. Rehabilitasi secara alami dilakukan dengan mengisolasi sebagian kawasan hutan konservasi yang rusak dari berbagai gangguan agar dapat pulih secara alami.

c. Rehabilitasi buatan dilakukan dengan cara reboisasi, pemeliharaan, dan pengkayaan jenis atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif.

Pelaksanaan kegiatan restorasi dan rehabilitasi di kawasan hutan konservasi harus mengacu pada prinsip-prinsip :

a. Pelestarian keanekaragaman jenis, yaitu menuntut adanya keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam merehabilitasi kawasan hutan konservasi.

b. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat, yang mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan restorasi dan rehabilitasi kawasan hutan konservasi harus diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi habitat jenis-jenis flora dan fauna seperti mendekati keadaan semula.

c. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders), serta setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya, dan tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi kawasan hutan konservasi, sehingga masing-masing dapat dimintakan tanggung jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak pemerintahan pusat, pemerintah daerah dan

(34)

masyarakat peserta kegiatan maupun perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.

d. Menghindarkan atau menekan sekecil mungkin segala bentuk penyimpangan yang menyebabkan pelaksanaan rehabilitasi tidak efisien.

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pengelolaan merupakan kebutuhan dasar untuk tenselenggaranya kegiatan pengelolaan yang berdayaguna dan berhasilguna. Di setiap kawasan konservasi diperkenankan dibangun berbagai bentuk sarana dan prasarana pengelolaan sepanjang untuk kepentingan pencapaian tujuan penetapannya dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, pembangunan sarana dan prasarana rekreasi dan wisata alam di kawasan pelestanian alam dan taman buru, harus mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Sarana dan prasarana pengelolaan kawasan suaka alam dapat terdiri dari :

a. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan : 1) Kantor pengelola;

2) Pondok kerja/ jaga/ penelitian; 3) Pusat informasi;

4) Laboratorium penelitian; 5) Jalan patroli;

6) Menara pengawas kebakaran; 7) Menara pengintaian satwa; 8) Peralatan navigasi;

9) Peralatan komunikasi;

10) Peta kerja dan peta-peta dasar; 11) Peralatan transportasi;

12) Perlengkapan kerja.

(35)

1) Jalan setapak;

2) Perlengkapan wisata pendidikan; 3) Media interpretasi.

Sarana dan prasarana pengelolaan kawasan pelestarian alam dapat terdiri dari :

a. Sarana dan prasarana pokok pengelolaan antara lain : 1) Kantor pengelola;

2) Pondok kerja/ jaga/ penelitian; 3) Jalan patroli;

4) Pusat informasi; 5) Wisma cinta alam;

6) Menara pengawas kebakaran; 7) Menara pengintaian satwa; 8) Stasiun rehabilitasi satwa; 9) Peralatan navigasi;

10) Peralatan komunikasi; 11) Peta-peta dasar dan kerja; 12) Transportasi;

13) Perlengkapan kerja di perairan; 14) Laboratorium penelitian;

15) kandang transit satwa.

b. Sarana dan prasarana wisata alam antara lain: 1) Akomodasi;

2) Transportasi;

3) Pertunjukan kebudayaan; 4) Sistem sanitasi;

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan dan simpulan penelitian tentang implementasi program Manajemen Berbasis Sekolah Pada Satuan Pendidikan Tingkat SLTP di Wilayah Perbatasan

Secara prisipil melalui Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, telah mengedepankan pendekatan RJ dan proses diversi sebagai upaya penyelesaian tindak pidana

Sedangkan untuk respon teknis yang paling berkontribusi dalam menjawab suara konsumen dan harus diperhatikan oleh industri kendang jimbe berdasarkan prioritasnya

Berdasarkan hasil uji regresi logistik (logistic regression) menunjukkan hasil signifikansi 0,006 < 0,05 yang berarti bahwa Profitabilitas, Likuiditas dan

waktu proses integrasi, dalam artikel ini dipaparkan teknis menurunkan beberapa skema implisit untuk menyelesaikan MNAPDB orde satu dengan asumsi bentuk fungsi

Alhamdulillah, segala puji syukur kita kehadirat Allah Swt yang telah memberi nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan, sehingga penulis

Penduduk Desa Sukasari memiliki latar belakang yang bisa di bilang cukup memprihatinkan,karena jika melihat dari segi lokasi yang mereka tinggali saat ini masih banyak

)3isiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor  untuk menurunkan risiko audit ke tingkat yang dapat diterima tidak akan mendeteksi suatu kesalahan