• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kualitas

Kualitas merupakan sebuah kata yang sering dipakai oleh masyarakat untuk mengungkapkan suatu standar yang mereka berikan pada suatu jasa atau produk. Kata kualitas memiliki banyak sekali definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Definisi-definisi tersebut sebenarnya memiliki pengertian yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan definisi dari kualitas. Juran (1974), mendefinisikan pengertian kualitas yaitu “Quality is fitness for use“. Definisi ini menekankan pada poin penting yaitu pengendali di balik penentuan level kualitas yang harus dipenuhi oleh produk atau jasa yaitu konsumen. Akibatnya, apabila keinginan konsumen berubah maka kualitas yang ditetapkan juga berubah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen yang menentukan level dari kualitas produk atau jasa yang dinamakan karakteristik kualitas.

Ahli lainnya yang mendefiniskan arti kualitas adalah Crosby. Definisi kualitas menurut Crosby (2003, p8) adalah “conformance to requirements or specifications”, yang diartikan bahwa kualitas adalah suatu kesesuaian untuk memenuhi persyaratan atau spesifikasi. Sedangkan menurut Feigenbaum (1991), kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa dalam proses produksi yang meliputi marketing,

engineering, manufacture,dan maintainance di mana produk dan jasa tersebut dalam

(2)

Kualitas juga didefinisikan oleh institusi yang memiliki standar yaitu ISO 8402 atau quality vocabulary. Menurut badan ini, kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau kesesuaian terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirement).

Sedangkan menurut Gaspersz (1998), terminologi kualitas dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses statistical adalah konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Gaspersz juga mengungkapkan bahwa kualitas konteks dalam pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya suatu output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain produk harus berorientasi kepada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi pasar) ( Gaspersz, 1998, p1-2).

Menurut Russel (1996), apabila diutarakan secara rinci, kualitas memiliki dua perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, di mana bila kedua hal tersebut disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara kedua sisi tersebut yang dikenal sebagai fitness for consumer use (kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen). Hal ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. (Ariani, 1999, p7).

Pada gambar terlihat bahwa kedua perspektif tersebut akan bertemu pada satu kata yaitu fitness for consumer use. Kesesuaian tersebut merupakan kesesuaian antara

(3)

konsumen dengan produsen sehingga dapat membuat suatu standar yang disepakati bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan kedua belah pihak.

Gambar 2.1. Dua Perspektif Kualitas

Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, semuanya merujuk pada suatu pengertian umum. Dapat dikatakan definisi kualitas secara garis besar adalah kemampuan suatu produk untuk memberikan kepuasan dan memenuhi harapan para pengguna produk.

2.2 DMAIC dan Tahapannya

DMAIC (Define Measure Analyze Improve Control) merupakan sebuah komponen dasar dari metodologi Six Sigma, yang digunakan untuk meningkatkan kinerja suatu proses dengan mengeliminasi defect. DMAIC dikembangkan oleh Edwards Deming dan berguna untuk memperbaiki sebuah proses bisnis untuk mengurangi cacat produksi. Adapun fase-fase dari DMAIC adalah sebagai berikut (Breyfogle., 2003, p45):

(4)

QuickTime™ and a decompressor are needed to see this picture.

Gambar 2.2 Fase-fase DMAIC

Sumber: http://www.soarent.com.au/images/single_dmaic.gif

‐ Tahap Define

Hal-hal penting yang harus didefinisikan pada tahap ini adalah suara pelanggan (Voice of Costumer) yang selanjutnya ditransformasi menjadi karakteristik yang penting terhadap kualitas, ruang lingkup proyek, prioritas sebab akibat dan perencanaan proyek. Berikut adalah langkah-langkah untuk menyelesaikan tahap define:

‐ Mendefinisikan masalah. Sebuah permasalahan harus bersumber dari data yang ada, dapat diukur, dan lepas dari asumsi tentang penyebab atau penyelesaian masalah yang diperkirakan. Oleh karena itu, masalah harus spesifik dan tujuannya dapat dicapai.

‐ Mengidentifikasi pelanggan. Hal ini dibutuhkan pada proses analisa awal. Fokus disini adalah mengidentifikasi seberapa banyak pihak yang terkena dampak akibat kualitas yang buruk.

(5)

‐ Mengidentifikasi karakteristik Critical to Quality. Identifikasi karakteristik CTQ memastikan bagaimana sebuah spesifikasi produk dihadapkan dengan ekspektasi pelanggan.

‐ Memetakan proses. Pemetaan proses dalam tahap define tidak lebih dari representasi visual sebuah aliran proses untuk pemenuhan identifikasi karakteristik CTQ. Peta proses sangat berguna sebagai:

o Metode segmentasi proses yang rumit ke dalam bagian-bagian yang dapat dikelola

o Jalan untuk mengidentifikasi masukan dan keluaran proses o Teknik untuk mengidentifikasi wilayah perbaikan

o Cara untuk mengidentifikasi penyumbat (bottleneck), kerusakan dan proses yang tidak menambah nilai (non value added).

‐ Tahap Measure

Tahap kedua ini dilakukan ketika memulai pengumpulan data tentang kinerja saat ini. Selama penyelesaian tahap ini, perencanaan pengumpulan data disesuaikan dengan tipe data dan pengumpulannya, sistem pengukuran yang valid menjamin akurasi dan konsistensi, kecukupan data untuk analisis, dan sebuah gambaran analisis awal untuk mengarahkan proyek.

Fokus pada tahap measure adalah mengembangkan perencanaan pengumpulan data, mengidentifikasi variabel kunci masukan proses, menampilkan variasi dengan diagram pareto, histogram, run chart, dan acuan ukuran kapabilitas proses dan tingkat sigma sebuah proses. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

(6)

‐ Mengidentifikasi pengukuran dan variasi. Identifikasi yang dimaksud meliputi:

o Tipe dan sumber variasi serta dampaknya terhadap kinerja proses. o Tipe pengukuran yang berbeda untuk masing-masing variasi dan

kinerja pengukuran proses yang benar

o Tipe data yang dikumpulkan dan karakteristik yang penting untuk setiap data.

Ada dua jenis variasi yang harus didefinisikan:

o Sebab umum. Kondisi penyebab variasi ini berasal dari interaksi faktor mesin, material, metode, manusia, pengukuran, dan lingkungan (Man, Machine, Method, Material, Measurement, Environment atau 5M + 1E)

o Sebab khusus. Sebab khusus tidak dapat diprediksi dan tidak selalu muncul, tidak selalu mempengaruhi operator yang bekerja pada proses tersebut dan tidak selalu mempengaruhi hasil keluaran.

‐ Menentukan tipe data. Tipe data yang dapat dikumpulkan melalui pengumpulan data adalah:

o Data Atribut

Data atribut adalah data yang dikumpulkan dengan menghitung frekuensi kejadian sebuah karakteristik proses seperti jumlah cacat produk. Jenis data ini mengkualifikasikan suatu proses atau produk menjadi cacat atau tidak cacat. Data atribut tidak dapat dibagi lagi ke dalam ukuran presisi dan diskrit secara alami.

(7)

o Data Variabel

Data variabel adalah data yang menggambarkan karakteristik proses dalam ukuran berat, panjang, waktu dan lain-lain. Dengan tipe data seperti ini, skala pengukuran yang dilakukan adalah berkesinambungan dan dapat dibagi dalam ukuran presisi.

‐ Mengembangkan rencana pengumpulan data

‐ Melakukan analisis sistem pengukuran dan mengumpulkan data.

‐ Tahap Analyze

Pada tahap analyze , fokus terhadap permasalahan sudah harus jelas. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah dapat dilakukan kemungkinana perbaikan dengan melihat data yang telah diolah. Aspek penting tahap ini adalah mulai mengajukan sebuah uji hipotesa terhadap data atribut. Sehingga tahap analyze dapat mencari akar penyebab masalah dan kemungkinan perbaikan yang akan diambil. Beberapa spesifik pekerjaan yang harus dilakukan dalam tahap ini antara lain:

‐ Memilih alat analisa untuk mengungkapkan secara detail kinerja proses dan variasi

‐ Menerapkan alat analisa yang meliputi teknik penerapan alat analisa terhadap data untuk menghasilkan indikator kinerja.

‐ Mengidentifikasi sumber variasi. Maksudnya yaitu mengidentifikasi sumber variasi selama studi proses dengan menggunakan alat statistik sehingga variasi yang signifikan dapat diidentifikasi dan dieliminasi.

(8)

Sebagai hasil keluaran dari tahap analyze adalah pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi masalah yang sedang diteliti yang meliputi key process input variables dan sumber variasi.

‐ Tahap Improve

Tahap keempat ini merupakan tahap untuk menghasilkan ide, desain, dan implementasi perbaikan serta validasi perbaikan. Hal yang paling penting dalam tahap improve ini adalah proses brainstorming, pengembangan peta proses , meninjau ulang Failure Mode and Effect Analysis, analisa awal cost/benefit, dan rekomendasi perbaikan. Alat-alat lain seperti Design of Experiment adalah metodologi efektif yang dapat digunakan pada tahap analyze dan improve, tetapi DOE sulit dilakukan dan dimonitor setiap saat. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap improve adalah:

‐ Menghasilkan alternatif perbaikan.

‐ Mengidentifikasi kriteria perbaikan.

‐ Menghasilkan perbaikan yang paling mungkin dilakukan.

‐ Mengevaluasi perbaikan dan memilih pilihan terbaik.

‐ Tahap Control

Tahap control merupakan tahap terakhir dalam pendekatan DMAIC, dimana dalam tahap ini dilakukan pengorganisasian proses atau perbaikan produk dan pemantauan kinerja yang sedang berjalan. Selain itu, pada tahap control juga terdapat peralihan dari perbaikan menuju pengendalian proses dan memastikan bahwa perbaikan yang baru dapat dilakukan. Kesuksesan peralihan ini bergantung pada rencana pengendalian yang efektif dan rinci. Tujuan dari

(9)

rencana pengendalian adalah mendokumentasikan semua informasi yang berhubungan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk memantau dan mengendalikan proses ini seterusnya, apa yang diukur serta parameter kinerja dan pengukuran yang benar.

2.3 Alat-alat Kualitas

Alat-alat yang digunakan pada setiap tahapan DMAIC hampir sama dengan alat-alat yang digunakan pada strategi peningkatan kualitas lain. Namun DMAIC lebih menekankan aplikasi alat-alat tersebut dalam cara yang lebih sistematis untuk dapat memperoleh terobosan dalam perbaikan kualitas, sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa. Dalam peneerapannya, penggunaan alat-alat kualitas disesuaikan dengan tahapan model DMAIC. Alat-alat kualitas yang digunakan antara lain (Breyfogle., 2003, p45) :

‐ Tahap Define

Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini antara lain histogram, diagram Pareto, CTQ, dan diagram SIPOC.

‐ Tahap Measure

Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah diagram Pareto, Control Chart, Capability Study, Perhitungan Level sigma dan nilai yield (e-defect per total opportunity).

‐ Tahap Analyze

Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah Cause and Effect Diagram, Impact/Effort Diagram, Improve Checklist, DOE.

(10)

Alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah SOP dari FMEA yang dibuat.

2.4 Peta Proses Operasi

Untuk mengetahui proses yang terjadi sekarang secara keseluruhan digunakan Peta Proses Operasi (Operation Process Chart). Apabila kita perhatikan suatu peta operasi, maka dapat dikatakan bahwa peta ini merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu Peta Proses Operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.

Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui Peta Proses Operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat diantaranya:

‐ Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

‐ Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan).

‐ Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.

‐ Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.

‐ Sebagai alat untuk latihan kerja.

(11)

Diagram Pareto adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah untuk mendapatkan solusi. Alat ini merupakan hasil pertemuan seorang ekonom Italia yang bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Vilfredo Pareto menunjukkan bahwa distribusi pendapatan penduduk dunia tidak sempurna dimana bagian terbesar pendapatan atau kesejahteraan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil penduduk. Beberapa ahli dan peneliti telah mempopulerkan pendekatan ini untuk memprioritaskan penyelesaian masalah, terutama Joseph Juran dan Alan Lakelin (Gitlow et al., 1997, p366). Lakelin merumuskan sebuah aturan yang terkenal dengan nama 80-20 Rule berdasarkan aplikasi Prinsip Pareto. Aturan ini mengatakan bahwa sekitar 80% biaya berasal dari 20% elemen. Diagram Pareto adalah diagram bar sederhana dengan setiap bar-nya merepresentasikan frekuensi jumlah setiap masalah dan disusun dari kiri ke kanan. Contoh Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(12)

Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto

Sumber : http://www.winstat.com/english/function/graphics/pareto1.gif

2.6 Critical To Quality (CTQ)

CTQ adalah sebuah kunci yang dari karakteristik produk atau proses yang dapat diukur dimana performa standar maupun batas spesifikasi harus ditentukan untuk memuaskan pelanggan. Mereka mendesain dan mengembangkan produk sesuai kebutuhan pelanggan.

CTQ mewakili karakteristik produk maupun service yang ditentukan oleh pelanggan (secara internal maupun eksternal). Dengan memasukkan batas atas dan bawah maupun faktor-faktor lain yang berhubungan dengan produk tersebut. Sebuah CTQ biasanya diinterpretasikan dari pernyataan pelanggan hingga spesifikasi kuantitatif bisnis.

(13)

Tujuannya adalah untuk mengelompokkan ide atau masalah besar ke dalam komponen lebih kecil, membuat ide semakin mudah dipahami dan membuat masalah menjadi lebih mudah diatasi.

2.7 Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)

SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC (Supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model SIPOC adalah paling banyak digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:

Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi

kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebgai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada proses.

Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara ideal

menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.

Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(14)

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses.

Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima

outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers). Diagram SIPOC dapat membantu dalam hal informasi bisnis dari perspektif proses. Berikut merupakan beberapa manfaat penerapan Diagram SIPOC: (Pande, 2000, p.168)

‐ Menampilkan sekumpulan aktivitas lintas fungsional dalam satu diagram sederhana

‐ Menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan semua ukuran bahkan organisasi keseluruhan

‐ Membantu memelihara perspektif “gambar besar”, yant untuk itu detail tambahan dapat diperinci lebih dalam.

2.8 Peta Kendali (Control Chart)

Peta kendali merupakan sebuah metode grafis untuk mengevaluasi sebuah proses produksi dan menggolongkan apakah proses tersebut terkendali secara statistik atau tidak. Peta kendali dapat digolongkan dalam berbagai macam jenis dan kegunaan. Walaupun kegunaan dan cara pembuatannya berbeda-beda, namun secara umum semua peta kendali memiliki garis tengah (center line), batas spesifikasi atas (UCL), dan batas spesifikasi bawah (LCL). Berikut adalah contoh dari sebuah peta kontrol

(15)

Gambar 2.4 Peta Kontrol

 

Karakteristik yang dimiliki oleh sebuah peta kendali bisa berupa rata-rata kualitas, jangkauan, persen kerusakan dan jumlah kerusakan per-unit sesuai tujuan pembuatannya. Peta kendali membutuhkan data-data sampel yang diambil dalam periode waktu tertentu. Jika semua nilai sampel berada dalam batas-batas kendali, hal ini menunjukkan bahwa proses terkendali. Sementara jika salah satu sampel berada di luar batas kendali baik atas maupun bawah menunjukkan bahwa proses tidak terkendali (Gaspersz., 1998, p149),.

Diantara tujuan penggunaan peta kendali adalah:

‐ Menentukan kemampuan aktual dari proses produksi

‐ Membantu usaha peningkatan kualitas output

‐ Memonitor output Jenis peta kendali adalah:

‐ Peta Kontrol X (Mean Chart)

Disebut juga peta rata-rata dan digunakan untuk mendeteksi perubahan tingkat kualitas output dari suatu proses produksi.

(16)

‐ Peta Kontrol R (Range Chart)

Peta Kontrol ini digunakan untuk mendeteksi perubahan variasi dalam suatu proses produksi.

‐ Peta Kontrol P (Percent Defective chart)

Disebut juga peta proporsi rusak dan digunakan untuk memantau proporsi produk cacat yang dihasilkan oleh suatu proses produksi.

‐ Peta Kontrol C

Dibuat untuk mengendalikan jumlah cacat dalam tiap unit produksi.

2.9 Peta Kontrol X

Menurut Gaspersz (1998, p149), Peta kontrol x digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol x digunakan untuk mengendalikan proporsi atau item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu.

Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item tersebut tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa , item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Proporsi sering diungkapkan dalam bentuk desimal, misalnya: jika ada 30 unit produk yang cacat dari 100 unit produk yang diperiksa, dikatakan bahwa proporsi dari produk cacat adalah sebesar 30/100 = 0.30. Apabila nilai proporsi ini dikalikan dengan 100%, dapat

(17)

dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan bahwa presentase dari produk cacat adalah sebesar (0.30)(100%) = 30%.

Pembuatan peta kontrol x dapat dilakukan mengikuti beberapa langkah berikut:

‐ Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)

‐ Kumpulkan 20-25 set contoh

‐ Hitung nilai proporsi cacat, yaitu x-bar =

inspeksi total

cacat total

‐ Hitung nilai r-bar = Rj

j=1

n

n

‐ Hitung batas kontrol 3-sigma dengan rumus:

CL = x j=1 n

j n UCL = CL + A2R LCL = CL - A2R

Plot atau sebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.

Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (1 - x) atau (100% -x,%), hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar x.

2.12.1Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol x untuk memantau proses terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses

(18)

tidak berada dalam pengendalian statistikal, pross itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian produk terus-menerus.

2.10 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Cause and Effect Diagram dikenal juga dengan nama Fishbone Diagram atau Diagram Ishikawa sesuai nama penemunya. Diagram sebab akibat merupakan alat bantu untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menampilkan penyebab yang mungkin dari sebuah masalah spesifik atau karakteristik kualitas. Diagram ini menggambarkan hubungan antara sebuah pernyataan outcome dan segala faktor yang mempengaruhi outcome tersebut. Diagram ini dapat digunakan untuk:

‐ Mengidentifikasi akar-akar penyebab masalah yang mungkin untuk akibat, masalah atau kondisi yang spesifik.

‐ Mengklasifikasi atau menghubungkan interaksi antar faktor yang mempengaruhi khususnya proses atau akibat.

‐ Menganalisa masalah yang ada sehungga tindakan perbaikan dapat diputuskan.

Manfaat lain yang didapat dengan menggunakan diagram sebab-akibat adalah:

‐ Membantu menentukan akar penyebab masalah atau karakteristik kualitas menggunakan pendekatan yang terstruktur.

‐ Mendorong partisipasi sebuah tim dan memanfaatkan pengtahuan tim terhadap proses.

‐ Format diagram dapat dibaca dan dimengerti dengan mudah.

(19)

‐ Meningkatkan pengetahuan proses setiap anggota tim dengan mempelajari lebih banyak tentang faktor-faktor kerja dan hubungannya.

‐ Mengidentifikasi di area mana seharusnya data diambil untuk penelitian lebih lanjut.

Ketika akan mengembangkan sebuah digram sebab-akibat, terlebih dahulu harus dibangun sebuah struktur gambaran daftar penyebab yang terorganisir untuk menunjukkan hubungan pada aktivitas yang spesifik. Langkah-langkah untuk membuat dan menganalisa diagram sebab-akibat adalah sebagai berikut:

‐ Mengidentifikasi dan mendefinisikan dengan jelas outcome atau akibat untuk dianalisa.

‐ Tempatkanlah posisi diagram sebab-akibat sehingga setiap anggota tim dapat melihatnya, gambarlah sebuah garis inti dan kotak untuk akibat.

‐ Mengidentifikasi penyebab utama yang berkontribusi terhadap akibat yang sedang diteliti. Hal ini disebut label untuk percabangan utama diagram dan menjadi kategori dimana data penyebab berkaitan dengan kategori yang sama.

‐ Untuk percabangan utama, identifikasi faktor spesifik yang lain yang mungkin menjadi penyebab sebuah akibat.

‐ Menelusuri lebih detail tingkatan sebab dan mengorganisir sebab-sebab tersebut dengan kategori masing-masing. Langkah ini dapat dilakukan dengan bantuan alat 5W+1H.

‐ Menganalisa diagram untuk membantu mengidentifikasi penyebab yang menjadi investigasi lebih lanjut.

(20)

Diagram sebab akibat hanya mengidentifikasi sebab yang mungkin saja dan selanjutnya dapat digunakan Diagram Pareto untuk menentukan sebab yang sedang diteliti. Berikut adalah contoh skema Diagram Fishbone:

Gambar 2.5 Diagram Fishbone

Sumber : http://www.envisionsoftware.com/es_imgs/Fishbone_Diagram.gif

2.11 AHP (Analytic Hierarchy Process)

Menurut Marimin (2008, p76), Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangakan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas permasalahan tersebut.

(21)

Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Prinsip kerja AHP ialah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dr. Thomas Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif seperti pada gambar berikut.

(22)

2.11.1 Prinsip Kerja AHP 1. Penyusunan Hierarki

Persoalan yang akan diselesaiakan, diuraikan menjadi unsur - unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki seperti pada gambar diatas.

2. Penilaian Kriteria dan Alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 s/d 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Tabel Penilaian Kriteria dan Alternatif

Nilai Keterangan 1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B

7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

Nilai perbandingan A dan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.

3. Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan-perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan-perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan

(23)

judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.

4. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

1. 2.11.2 Penggunaan Metode AHP Dalam Sistem Pengelolaan Kinerja Kaidah pembobotan menyatakan bahwa:

1. Nilai bobot Kriteria berkisar antara 0 - 1 atau antara 0% - 100% jika kita menggunakan prosentase.

2. Jumlah total bobot semua Kriteria harus bernilai 1 (100%) 3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).

Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan dalam menentukan bobot Kriteria dengan menggunakan AHP:

• Menentukan nilai prioritas Kriteria.

• Selanjutnya adalah membuat tabel perbandingan prioritas setiap Kriteria dengan membandingkan masing-masing Kriteria. Sebagai contoh: Jika kita mempunyai 4 Kriteria, maka kita membuat matriks perbandingan ke-4 Kriteria tersebut.

• Selanjutnya adalah menentukan bobot pada tiap Kriteria, nilai bobot ini berkisar antara 0 - 1. dan total bobot untuk setiap kolom adalah 1.

(24)

2.12 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) 2.12.1 Sejarah dan Definisi FMEA

Walaupun cara berfikir FMEA sudah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu. Namun FMEA pertama kali dirumuskan pada industri pesawat terbang tahun 1960an ketika mengerjakan program Apollo. Industri otomotif mengadopsi metode ini pada tahun 1970an dalam bidang keamanan (safety) dan berkembang sampai saat ini.

FMEA merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk menemukan kelemahan pada suatu desain, proses atau sistem sebelum direalisasikan baik dalam fase prototype atau produksi (Stamatis, 2003, p294)

Definisi lain FMEA adalah suatu metode sistematis yang digunakan untuk menganalisa, mengidentifikasi dan mencegah permasalahan suatu produk, proses dan jasa sebelum masalah itu timbul (Robin et al., 1992, p1). FMEA merupakan metode yang berguna untuk (Stamatis, 2003, p294):

‐ Membantu mendefinisikan, mengidentifikasi, memprioritaskan dan mengeliminasi kegagalan yang diketahui dan berpengaruh dalam sistem, desain dan proses manufaktur sebelum sampai ke tangan pelanggan.

‐ Memfasilitasi komunikasi inter-departemen.

‐ Merupakan dokumentasi dari produk dan proses terbaru.

‐ Membantu mencegah terjadinya permasalahan.

‐ Mengidentifikasi bentuk kegagalan produk atau proses sebelum terjadi.

‐ Menentukan akibat dan keseriusan kegagalan atau kerusakan tersebut.

(25)

‐ Mengidentifikasi cara pengontrolan dan keefektifan pengontrolan tersebut.

‐ Menghitung dan memprioritaskan resiko berkaitan dengan kerusakan yang terjadi.

‐ Menyusun tindakan yang akan dilakukan untuk mengurangi resiko.

2.12.2 Manfaat Penerapan FMEA

Dengan menerapkan FMEA, manfaat yang didapat antara lain adalah:

‐ Pengetahuan terhadap produk menjadi lebih baik.

‐ Menghemat waktu apabila penyebab modus kesalahan dapat diidentifikasi sebelum part prototype dirakit daripada melakukan desain ulang part tersebut.

‐ Menghemat biaya dengan alasan yang sama pada poin di atas.

‐ Mengurangi jaminan pengembalian produk yang telah dipasarkan sehingga kredibilitas perusahaan tetap dapat terjaga.

‐ Meningkatkan kualitas produk.

‐ Mencegah terjadinya kesalahan yang sama di waktu yang akan datang karena adanya dokumentasi FMEA pada kasus sebelumnya. Hal ini juga membantu dalam perubahan desain.

Penggunaan FMEA untuk jangka pendek adalah untuk mengidentifikasi kondisi kritis dan bahaya, mengidentifikasi kecenderungan kegagalan potensial, mengidentifikasi pengaruh suatu kegagalan. Sementara penggunaan FMEA untuk jangka panjang adalah untuk membantu membuat diagram balok analisis kehandalan, membantu dalam membauat tabel diagnosis untuk tujuan perbaikan, membantu dalam

(26)

membuat handbook perawatan, membantu dalam membuat desain terpadu, deteksi kegagalan dan kelebihan, analisa kemampuan uji, untuk menyimpan catatan formal dari keselamatan dan analisis kehandalan yang akan digunakan sebagai petunjuk dalam keputusan keamanan produk.

2.12.3 Langkah-langkah Pembuatan FMEA

Menurut Stamatis (2003, p134), berikut adalah langkah-langkah dalam membuat FMEA dan contoh umum tabel FMEA:

‐ Mendefinisikan ruang lingkup analisis. Menentukan tingkatan sistem yang tepat untuk melakukan FMEA (apakah subsistem, assembly, subassembly, komponen, part atau lainnya)

‐ Menyusun diagram balok untuk menggambarkan hubungan sebab akibat

‐ Mengidentifikasi modus kegagalan yang mungkin untuk setiap komponen dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

o Apakah yang menjadi modus kegagalan sebuah komponen? o Bagaimana kegagalan dapat terjadi?

o Apa efek dari modus kegagalan?

o Analisis modus kegagalan dapat dilakukan secara komprehensif bersama six sigma.

(27)

Gambar 2.7 Contoh Tabel FMEA

Sumber : http://www.siliconfareast.com/fmea.jpg

2.12.4 Hasil Keluaran FMEA

Ada beberapa keluaran yang dihasilkan dari penerapan FMEA seperti cause and failure mode effect, dan tiga evaluasi yang memperlihatkan penilaian untuk keseriusan efek tersebut, tingkat frekuensi kejadian dari modus kesalahan dan kegagalan dan keefektifan kontrol yang ada.

Hal yang paling penting dari keluaran FMEA adalah daftar Risk Priority Number. Daftar tersebut memberikan tingkat keseriusan dari modus kesalahan atau kegagalan. Berdasarkan daftar ini, perencanaan perbaikan atau koreksi dibuat untuk menangani permasalahan yang paling serius pertama kali dan paling ringan untuk terakhir dipecahkan.

Penerapan FMEA secara tepat dan benar akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakainya dalam mengurangi beban resiko pekerjaan dalam suatu sistem,

(28)

desain, proses dan jasa dikarenakan FMEA adalah metode analisa potensial kegagalan yang logis dan progresif. Penerapan FMEA merupakan sebuah tindakan preventif yang paling penting dimana kegagalan dan kesalahan akan dicegah sebelum terjadi dan mencapai pelanggan dan kemudian dipelajari penyebab-penyebabnya beserta akibat atau efeknya.

FMEA akan mengidentifiksai kebutuhan akan tindakan koreksi untuk mencegah kegagalan sebelum mencapai pelanggan dengan menjamin daya tahan, kualitas dan kehandalan yang tinggi dari sebuah produk atau jasa. Hasil yang didapat dari penerapan FMEA:

‐ Daftar potensial dari modus kesalahan atau kegagalan yang dirangking berdasarkan Risk Priority Number.

‐ Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian.

‐ Daftar potensial dari parameter-parameter untuk melakukan metode pengujian, inspeksi dan pendeteksian.

‐ Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau kegagalan potensial.

‐ Daftar potensial dari karakteristik yang kritis dan signifikan.

‐ Daftar potensial dari rancangan tindakan untuk mengurangi modus kesalahan atau kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian

‐ Sebuah daftar potensial dari rekomendasi tindakan atau karakteristik yang kritis dan signifikan.

(29)

Kegagalan terjadi ketika suatu produk atau proses tidak bekerja sebagaimana mestinya atau beberapa bagiannya tidak berfungsi saat penggunaan. Sesederhana apapun suatu produk atau proses tetap mempunyai peluang untuk mengalami kegagalan. Kemungkinan suatu produk atau proses dapat gagal disebut kecenderungan gagal (Failure Mode). Setiap kecenderungan kegagalan memiliki efek yang potensial, dan beberapa efek lebih sering terjadi dibanding yang lainnya.

Prinsip dasar FMEA adalah mengidentifikasi dan mencegah kegagalan potensial sampai ke tangan pelanggan. Untuk melakukannya diperlukan beberapa asumsi yang membantu dalam memprioritaskan tindakan korektif terhadap proses atau design demi mencegah kegagalan. Prioritas suatu kegagalan dan efeknya ditentukan oleh tiga faktor :

Severity (keseriusan) .

Occurence (keseringan) . 

Detection (pendeteksian).

Severity (keseriusan), yaitu konsekuensi dari suatu kegagalan yang seharusnya

terjadi.

Tabel 2.2 Rating Severity

Ranking Kriteria Verbal

1

Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

2 3

Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan, pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja.

(30)

4 5 6

Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi.

7 8

High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada di luar batas toleransi.

9 10

Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya dan bertentangan dengan hukum.

Catatan : Tingkat severity berbeda beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement)

   

Occurence (keseringan), yaitu frekuensi terjadinya kegagalan untuk tiap modus

kesalahan. 

Tabel 2.3 Rating Occurrence

Ranking Kriteria Verbal Probablitas Kegagalan

1

Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan

1 dalam 1000000

2 3

Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20000

1 dalam 4000 4

5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000 1 dalam 400

(31)

7 8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

1 dalam 40 1 dalam 20 9

10

Dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2 Catatan : probabilitas kegagalan berbeda beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement)

Detection (pendeteksian), yaitu probabilitas dari kegagalan yang dapat di deteksi sebelum dampak dari efeknya terjadi dan disadari.

Tabel 2.4 Rating Detectability

Ranking Kriteria Verbal

Tingkat Kejadian Penyebab

1

Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi.

1 dalam 1000000

2 3

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah.

1 dalam 20000 1 dalam 4000 4

5 6

Kemungkinan penyebab bersifat moderat, Metode deteksi masih memungkinkan kadang kadang penyebab itu terjadi.

1 dalam 1000 1 dalam 400

1 dalam 80 7

8

Kemungkinan bahwa penyebab itu masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi

1 dalam 40 1 dalam 20

(32)

kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi

9 10

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2

Catatan : tingkat kejadian penyebab berbeda beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement)

Cara untuk menentukan komponen tersebut berdasarkan pedoman kriteria resiko, dimana pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan secara kualitatif dilakukan berdasarkan perilaku komponen teoritis (yang diharapkan). Pedoman secara kuantitatif banyak digunakan karena lebih tepat dan spesifik karena menggunakan data aktual, data statistical process control (SPC), data historis atau data pengganti untuk evaluasinya. Berikut adalah tabel pedoman kriteria penilaian proses menurut Stamatis (2003, p173):

(33)

Tabel 2.5 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses

Jika Maka digunakan Pilihan

Proses dalam pengawasan SPC

Data statistik: data kehandalan, process capability, distribusi aktual, model matematis,

simulasi

Data aktual atau CPK

Proses sama dengan yang lainnya atau terdapat data

historis

Data statistik dari salah satu system pengganti: distribusi aktual. Data

kehandalan, proses capability, model matematis, simulasi

Data aktual atau CPK

Tabel 2.6 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses (lanjutan)

Jika Maka digunakan Pilihan

Sejarah kegagalan tersedia dalam desainnya atau part

penggantinya

Data historis didasarkan pada kehandalan, proses aktual, distribusi aktual,

modek matematika, simulasi, data kumulatif

Data aktual dan jumlah kumulatif dari

kesalahan

Proses masih baru dan tidak tersedia perhitungan tipe

data

Keputusan tim Kriteria subjektif, penggunaan konsensus

tim yang konservatif

Pengurusan kriteria bisa beragam dan tidak ada standar baku dalam penggunaannya. Beberapa organisasi yang telah menerapkan FMEA menyesuaikan skala FMEA dengan kondisi yang ada. Ada dua macam pengurutan peringkat yang umum digunakan saat ini yaitu skala 1-5 dan skala 1-10. Skala 1-5 bersifat terbatas,

(34)

kurang sensitif dan akurat untuk jumlah yang spesifik dan biasanya digunakan untuk service FMEA. Skala 1-10 paling banyak dianjurkan karena mudah dalam interpretasi, akurat dan presisi terhadap jumlah data. Dengan menggunakan data dan pengetahuan tentang proses atau produk, setiap kecenderungan kegagalan potensial dan efeknya masing-masing dirata-ratakan dalam tiga faktor tersebut (Severity, Occurence, Detection) dengan skala 1-10.

RPN atau Risk Priority Number, didapatkan dengan mengalikan rata-rata ketiga faktor tersebut (S x O x D). RPN biasa digunakan untuk mengurutkan kebutuhan akan tindakan perbaikan untk menghilangkan atau mengurangi kecenderungan kegagalan potensial. Kecenderungan kegagalan dengan RPN tertinggi harus mendapat perhatian lebih dulu, meskipun perhatian khusus juga harus diberikan disaat derajat keseriusannya suatu fungsi juga tinggi (9 atau 10).

Disaat tindakan rekomendasi telah diambil atau diimplementasikan, maka RPN yang baru ditentukan dengan mengevaluasi ulang urutan Severity, Occurence dan Detection. Nilai RPN yang baru ini disebut Resulting RPN. Tindakan perbaikan dan peningkatan harus dilakukan berkesinambungan sampai hasil RPN merupakan keluaran dengan tingkat yang dapat diterima untuk semua kecenderungan kegagalan potensial. Prinsip dan langkah-langkah yang mendasari semua jenis FMEA adalah sama secara umum meskipun tujuannya berbeda.

(35)

2.13 Sistem Informasi

2.13.1 Pengertian Sistem Informasi

Sistem menurut Mathiassen et al. (2000, p9) adalah sekumpulan elemen yang mengimplementasikan kebutuhan dari model, functions dan interfaces. Elemen-elemen ini bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan menerima input dan memproduksi output dalam proses transformasi yang terorganisasikan.

Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang saling berinteraksi yaitu :

- Input : mencakup komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk

diproses. Contohnya mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.

- Proses : mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output. Contohnya mencakup proses manufaktur, perhitungan matematis, dan lain sebagainya.

- Output : mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi. Contoh

mencakup jasa, produk, dan informasi.

Selain dari ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen tambahan yaitu :

- Feedback : data mengenai performa sistem.

- Control : mecakup pengawasan dan evaluasi dari feedback untuk mengetahui

bila sistem bergerak menuju tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem yang memiliki tiga elemen – control, feedback loop dan tujuan (objective element) adalah sistem yang dapat melakukan kontrol terhadap kegiatannya sendiri dan disebut sebagai closed-loop system. Model dari sistem ini dideskripsikan pada Gambar 2.8 berikut.

(36)

Input Transformation Output Control Mechanism

Objectives

Gambar 2.8 Model Closed-Loop System Sumber : McLeod, 2001, p12

Di samping itu, sistem tanpa ketiga elemen tersebut disebut sebagai open-loop system. Elemen-elemen dalam sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9berikut.

Input Transformation Output

Gambar 2.9 Model Open-Loop System Sumber : McLeod, 2001, p12

Berdasarkan pada hubungan sistem dengan lingkungannya, terdapat 2 jenis sistem. Sistem terbuka atau open system adalah sistem yang terhubung dengan lingkungannya oleh karena aliran sumber daya antara sistem dan lingkungannya. Sedangkan sistem yang tidak terhubung dengan lingkungannya disebut dengan sistem tertutup atau closed system.

Berdasarkan bentuk sumber daya yang membentuk sistem, sistem terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Sistem fisik (physical system), yaitu sistem yang terbentuk dari sumber daya fisik. Perusahaan adalah salah satu contoh sistem fisik.

(37)

2. Sistem konsep (conceptual system), yaitu sistem yang menggunakan sumber daya konsep untuk menggambarkan sistem fisik. Sumber daya konsep terdiri dari informasi dan data.

Menurut O’Brien (2002, p7) Sistem Informasi adalah kombinasi dari sumber daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data yang mengumpulkan, merubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Pengertian lainnya dari sistem informasi adalah sebagai suatu sistem yang menerima data sebagai input dan kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya.

Computer Based Information System (CBIS) adalah sistem informasi berbasis komputer dimana sistem disini menyangkut kombinasi dari perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia, jaringan dan data yang berfungsi untuk melakukan kegiatan input, proses, output, penyimpanan dan kontrol yang mengubah sumber daya data menjadi produk berupa informasi.

CBIS mempunyai lima sistem atau aplikasi yang menggunakan komputer dalam information processes, yaitu:

- AIS (Accounting Information System), yaitu sistem yang melakukan pemrosesan terhadap data-data perusahaan.

- MIS (Management Information System), yaitu sistem computer yang diimplementasikan bagi tujuan utama untuk menghasilkan informasi manajemen.

- DSS (Decision Support System), yaitu sistem penghasil informasi yang bertujuan memberikan dukungan bagi pemecahan masalah, serta bagi pengambilan keputusan oleh manajer.

(38)

- Virtual Office, yaitu sistem pengaturan modern bagi pekerjaan di perusahaan yang dapat dilakukan dengan muda menggunakan otomatisasi kantor (office automation) dan aplikasi elektronik lainnya.

- Knowledge-based system, yaitu sistem yang mencakup ragam system dengan

tujuan mengaplikasikan intelejensi buatan (Artificial Intelegence) untuk kepentingan dalam pengambilan keputusan.

Output yang dihasilkan oleh CBIS akan menjadi informasi bagi pengambilan keputusan. Model CBIS ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 Model Computer Based Information System (CBIS) Sumber : McLeod, 2001, p18

(39)

Sumber daya sistem informasi menurut O’Brien (2003, p11-14) mencakup : • Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia mencakup pengguna akhir dan spesialis IS. Pengguna akhir adalah semua orang yang menggunakan sistem informasi dalam melaksanakan kegiatan dan tugas mereka. Spesialis IS mencakup system analyst, pengembang software dan orang yang mengoperasikan sistem tersebut.

• Sumber Daya Perangkat Keras (hardware)

Hardware mencakup semua peralatan fisik dan material yang digunakan dalam mengolah informasi termasuk di dalamnya mesin seperti komputer (baik itu merupakan komputer desktop, laptop, mainframe, dan lain sebagainya) serta semua perlengkapan lainnya seperti media penyimpanan, media untuk input dan output.

• Sumber Daya Perangkat Lunak (software)

Software mencakup program dan prosedur. Program adalah serangkaian perintah yang mengontrol jalannya hardware. Prosedur adalah serangkaian instruksi untuk mengolah informasi seperti prosedur input data, prosedur untuk mengoreksi kesalahan.

• Sumber Daya Data

Data disini mencakup semua bentuk data termasuk data berupa angka, alfabet maupun karakter lain yang mendeskripsikan transaksi bisnis dan kejadian

(40)

lainnya. Termasuk juga di dalamnya adalah konsep penyimpanan data seperti database.

• Sumber Daya Jaringan

Sumber daya jaringan mencakup media komunikasi seperti teknologi komunikasi wireless, microwave kabel serat optik dan lain sebagainya serta dukungan untuk jaringan seperti modem

2.14 Object-Oriented Analysis and Design

Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku (Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya, karyawan dan pelanggan. Keduanya memiliki identitas yang berbeda-beda, memiliki status, dan perilaku yang berbeda pula. Sedangkan class merupakan kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk class.

(Mathiassen et al., 2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan menggunakan OOAD diantaranya adalah:

1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem,

(41)

2. Tidak hanya dapat mengatur data dalam jumlah yang besar tetapi juga dapat mendistribusikan seragaman data ke seluruh bagian organisasi.

3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.

(Mathiassen et al., 2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.11 berikut ini.

(42)

Analisis Problem Domain Analisis Application Domain Component Design Architectural Design Model Kebutuhan penggunaan Spesifikasi arsitektur Spesifikasi komponen

Gambar 2.11 Siklus Pengembangan dengan OOAD Sumber : Mathiassen et al, 2000, p15

OOAD mencakupi empat perspektif melalui empat aktifitas utama, seperti pada Gambar 2.8. Hubungan keempat aktifitas yang penting dan bertahap dapat berubah dari satu proyek ke proyek lainnya. Sebagai notasi, akan digunakan Unified Modeling Language (UML). Terdapat dua keuntungan dengan menggunakan UML, yaitu UML dapat membangun suatu divisi di antara proses dan notasi dan UML memberikan akses kepada pasar yang lebih luas dalam pengembangannya. Langkah awal yaitu dengan memilih sistem.

(43)

2.15 Pemilihan Sistem

Pemilihan sistem didasarkan pada tiga aktifitas menurut Mathiassen et al. (2000). Aktifitas pertama berfokus pada tantangan: untuk mendapatkan kilasan mengenai situasi dan cara orang dalam menginterpretasikan tantangan tersebut. Yang kedua, membuat dan mengevaluasi ide untuk perancangan sistem. Situasi bisnis proses digambarkan melalui rich picture. Rich picture merupakan sebuah penggambaran informal yang mewakili pengertian ilustrator dari sebuah proses bisnis dalam sebuah perusahaan. Rich

picture digunakan untuk menggambarkan secara grafis proses bisnis, baik itu proses

bisnis yang sedang berjalan, maupun yang akan diusulkan dapat dituangkan dalam gambaran berupa Rich Picture. Setelah itu sistem diformulasikan dan dibuatlah definisi sistem yang akan dibuat, dengan mendeskripsikan kemampuan sistem yang akan dikembangkan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Sistem definisi dengan menggunakan FACTOR adalah:

- Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas application-domain.

- Application domain: Bagian dari suatu organisasi yang berhubungan dengan

administrasi, monitor, atau mengendalikan problem domain.

- Conditions: Dengan kondisi yang bagaimana sistem akan dikembangkan dan

digunakan.

- Technology: Semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan

menjalankan sistem.

- Objects: object yang utama didalam problem domain.

- Responsibility: tanggung jawab sistem (kegunaan) secara keseluruhan dalam

(44)

2.16 Problem Domain Analysis

Problem domain analysis merupakan salah satu aktivitas utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek. Problem domain merupakan bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah mengidentifikasi dan memodelkan problem domain.

Analisis problem domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Mathiassen. 2000. p46) yaitu :

• Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem domain. • Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara class

dan objek.

• Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.

Gambar 2.12 Aktifitas dalam Analisa Problem Domain

Pada aktivitas classes, langkah awal yang dilakukan adalah mendefinisikan objek, classes kemudian menentukan event dan memasukkan event tersebut kedalam event table. Yang dapat membantu menentukan event-event dari tiap class yang ada:

(45)

Event : Insiden yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih object.

Class : Deskripsi dari sekumpulan objek yang saling berbagi struktur,

behavioral pattern, dan attributes.

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.

Kandidat dari struktur class terbagi 3 : - Generalisasi

Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class induknya.

Gambar 2.13 Hubungan Generalisasi Passenger Car Private Car Taxi Account Loan Checking Bank book Service Person Employee Customer

(46)

- Agregasi

Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari objek B.

Gambar 2.14 Hubungan Agregasi

- Asosiasi

Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.

4..* 1..* 1 1 1 1 1 1

Body Engin Wheel

Cam Shaft Cylinder

Car

1 2..*

Car 0..* Person

(47)

Gambar 2.15 Hubungan Asosiasi

2.17 Application Domain Analysis

Sama seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri dari beberapa aktivitas antara lain:

a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan user.

b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi. c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.

Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat melakukan analisis application domain.

Gambar 2.16 Aktivitas Analisis Application Domain.

Dalam aktivitas usage, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor table yang dapat membantu menentukan actor dan use case yang berkaitan. Langkah selanjutnya adalah membuat use case diagram sehingga terlihat lebih jelas interaksi

(48)

antara actor dengan masing-masing use case. Setelah use case dibuat, use case tersebut dijabarkan dalam use case spasification untuk penjelasan mengenai use case lebih lanjut.

Function merupakan fasilitas sistem yang menjadikan sistem tersebut berguna bagi actor. Terdapat empat jenis function (Mathiassen et al., 2000, p231), antara lain:

Update

Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan status model.

U p d a te * I F M A D P D *

Gambar 2.17 Fungsi: Update

Signal

Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan reaksi di dalam context.

S ig n a l *

I F M

A D

P D

(49)

Read

Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.

R e a d *

I F M

A D

P D

Gambar 2.19 Fungsi: Read

Compute

Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.

C o m p u te *

I F M

A D

P D

Gambar 2.20 Fungsi: Compute

Spesifikasi dari function adalah:

Simple: function yang mudah dilakukan, misalnya membuat data baru.

Medium: function yang memerlukan keterjelasan data, misalnya membuat

janji.

Complex: function yang membutuhkan data yang lengkap dan detail,

(50)

Very complex: function yang mempunyai beberapa function di dalamnya, misalnya membuat jadwal.

Setelah function dari setiap use case di identifikasi maka function-function tersebut dimasukkan kedalam sequence diagram dan dilanjutkan dalam pembuatan navigation diagram yang merupakan skema untuk menggambarkan hubungan tiap form dari aplikasi yang akan dibuat.

Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan function dapat berinteraksi dengan actors, yang dilakukan dalam tahap Interface adalah (Gambar 2.20):

Gambar 2.21 Aktifitas dalam Tahap Interface

User interface harus dapat mewakili hubungan model dan function dengan user secara jelsa dan mudah dimengerti.

Interface yang baik dilandaskan akan kebutuhan user dan bagaimana sistem akan digunakan. Function list Class diagram Explore patterns Describe interface elements Determine interface elements Descriptio n of interfaces

Use cases Evaluate interface

(51)

• Analisis harus dilakukan berdasarkan deskripsi yang jelas tentang user dengan elemen-elemen yang terkait

2.18 Architectural Design

Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.

Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Aktivitas Architectural Design

1. Criteria merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Criteria yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software akan dijabarkan dibawah ini.

Usable adalah kemampuan sistem untuk beradapatasi dengan situasi

organisasi, tugas dan hal – hal teknis.

Secure adalah kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap

akses yang tidak berwenang.

Efficient adalah penggunaan secara ekonomis terhadap fasilitas

(52)

Correct adalah sesuai dengan kebutuhan.,

Reliable adalah ketepatan dalam melakukan suatu fungsi.

Maintainable adalah kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak.

Testable adalah tingkat kemudahan dalam melakukan pengujian

sistem.

Flexible adalah kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan.

Comprehensible adalah usaha yang diperlukan untuk memperoleh

pengertian akan suatu sistem.

Reusable adalah potensi untuk menggunakan sistem pada bagian

sistem lain yang saling berhubungan.

Portable adalah kemampuan sistem untuk dapat dipindahkan ke

technical platform yang lain.

Interoperable adalah kemampuan untuk merangkai sistem ke dalam

sistem yang lain.

2. Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p189), tujuan dari components adalah untuk menciptakan sistem yang comprehensible dan flexible. Component architecture adalah sebuah struktur sistem dari components yang saling berhubungan. Aktifitas yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 2.23.

(53)

Gambar 2.23 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Component Keterangan:

1. Komponen adalah server dan beberapa dari client.

2. Server memberikan kumpulan dari operation (atau services) pada client. 3. Client menggunakan server secara independent.

4. Arsitektur yang baik untuk mendistribusikan system secara geografis. 5. Bentuk distribusi dari bagian sistem harus diputuskan antara client dan

server.

Pada Tabel 2.7 akan diperlihatkan macam-macam distribusi untuk Client/Server. Tabel 2.7 Lima Macam Distribusi Client/Server

Client Server Arsitektur

U U + F + M Distributed Presentation U F + M Local Presentation U + F F + M Distributed Functionality U + F M Centralised Data U + F + M M Distributed Data U + F + M U + F + M Decentralised Data

3. Process atau lebih kita kenal dengan deployment diagram. Menurut

(54)

struktur program secara fisik. Aktifitas yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Process

Keterangan:

• Komponen yang berbeda perlu ditempatkan pada prosesor yang berbeda. • Pertama, pisahkan objek yang aktif dari komponen program yang pasif. • Kedua, tenutkan prosesor yang tersedia.

• Distribusikan komponen program dan objek aktif kepada prosesor tersebut.

Class diagram and component specifications Deployment diagram Distribute program Identify shared Select coordination mechanisms Explore distribution patterns Explore coordination patterns

(55)

2.19 Component Design

Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan untuk menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural. Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-komponen yang saling berhubungan dengan sistem. Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:

Model component

Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah struktur. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang telah direvisi.

Function component

Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr interface dan komponen sistem lainnya ke model.

Connecting component

Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen sistem. Gambar 2.25 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam component design.

(56)

Gambar 2.25 Aktivitas Component Design Sumber: Mathiassen (2000, p232)

2.20 Unified Modeling Language (UML)

2.20.1 Sejarah UML

Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,

dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar

Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.

(57)

Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi penggunaan bahasa pemodelan.

Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun 1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas.

UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan hanya berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0. 2.20.2 Notasi UML

Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara terpisah. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.

2.20.3 Class Diagram

Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara

(58)

class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar

class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).

Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain: - Asosiasi

Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.

Gambar 2.26 Contoh Hubungan Asosiasi - Generalisasi (atau Spesialisasi)

Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype

dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan

behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.

Gambar 2.27 Contoh Hubungan Generalisasi

(59)

- Agregasi

Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.

Gambar 2.28 Contoh Hubungan Agregasi

Statechart Diagram

Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition (Mathiassen et al., 2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup yaitu berbagai status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status objek berubah menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).

Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et al., 2004, p700):

• Mengidentifikasi initial dan final state.

• Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut. • Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.

(60)

Gambar 2.29 Contoh Statechart Diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)

2.20.4 Use Case Diagram

Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara actors dan use case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk menjelaskan langkah-langkah interaksi.

(61)

Library System

Visitor Patron Apply for membership Search library inventory

Check out books

Gambar 2.30 Contoh Use Case Diagram

Sequence Diagram

Bennet et al. (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence

diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk

memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.

Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang merupakan kependekan dari sequence diagram.

Gambar

Gambar 2.1. Dua Perspektif Kualitas
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto
Gambar 2.4 Peta Kontrol
Diagram sebab akibat hanya mengidentifikasi sebab yang mungkin saja dan  selanjutnya dapat digunakan  D iagram   Pareto untuk menentukan sebab yang sedang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat halaman dibuka akan terdengar suara pembicaraan yang dikirimkan oleh penyadap, apabila halaman streaming tidak dapat menerima suara yang dikirimkan server dapat

tubuh melihat mencium meraba mendengar mengecap mengunyah bekerja dibersihkan mandi gosok gigi periksa ke dokter mata hidung kulit telinga lidah gigi tangan kegunaan cara

Dalam menuliskan sebuah lead, kits harus beanggapan pembaca itu sibuk sehingga informasi yang disajikan dalam lead harus bisa menggambarkan peristiwa seringkas mungkin

Selain itu karena analisis yang digunakan adalah Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan lima dimensi yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi

Rintangan dalam lingkup lembaga kependidikan lumrah terjadi yang sifatnya kompleks, disebabkan keterhubungan yang saling berintegras. Hal ini bisa digambarkan dengan

Saat AC sedang dalam keadaan mati, bukalah jendela agar udara segar dan cahaya matahari dapat menembus ruangan; (2) kurangi menyemprot pewangi ruangan yang mengandung

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui gambaran prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran dengan video dan yang tidak menggunakan video pada mata pelajaran

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, bahwa Intensitas penyelesaian kasus pencurian sepeda motor oleh Polres Mataram