• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Pendahuluan MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PERAN KADER 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1 Pendahuluan MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PERAN KADER 1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Peningkatan Peran Kader Pembangunan Pedesaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Tertinggal sangat dibutuhkan dalam rangka upaya akselerasi dan percepatan pembangunan perdesaan di wilayah tertinggal. Peningkatan Peran Kader Pembangunan Pedesaan juga selaras dengan kebijakan dan program pemerintah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009 (RPJMN, 2005), yaitu Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indonesia, yang kemudian dilanjutkan dalam RPJM Nasional 2010-2014(RPJMN 2010-2014, 2010), terutama Program Pembangunan Wilayah Tertinggal, yaitu; penanggulangan kemiskinan dan penanganan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik.

Dalam rangka percepatan proses pengentasan daerah-daerah tertinggal baik di kawasan perbatasan maupun di daerah konflik, rawan bencana dan Kawasan Timur Indonesia sangat diperlukan perubahan paradigma dalam mengentaskan daerah tertinggal. Bila sebelumnya paradigma daerah tertinggal berbasis pada kawasan, harus dirubah menjadi paradigma berbasis pada desa (base on village). Dengan paradigma berbasis pada pedesaan, maka sasaran pengentasan daerah tertinggal langsung ke jantungnya, yaitu desa sebagai center komunitas. Melalui paradigma ini maka setiap desa tertinggal terdapat satu program yang komprehensif.

Pembangunan yang berbasis pedesaan sangat penting dan perlu untuk memperkuat fondasi perekonomian negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan pengembangan antar wilayah. Dengan pembangunan daerah-daerah tertinggal  berbasis pedesaan akan menjadikan desa sebagai basis perubahan. Dalam konteks pembangunan berbasis pedesaan, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi harus digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat

Bab 1

(2)

sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana pendidikan, sarana kesehatan dan sarana lainnya yang dibutuhkan harus disedia-kan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang.

Dalam rangka pembangunan berbasis pedesaan, maka skala prioritas yang dilakukan bagi pembangunan daerah yang berbasis pada pengembangan pedesaan (rural based development) kebijaksanaan yang dilakukan antara lain mencakup (1) pengembangan ekonomi lokal; (2) pemberdayaan masyarakat (3) pembangunan sarana dan prasarana; dan (4) pengem-bangan  kelembagaan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan dengan bertumpu pada paradigma pengkotaan pedesaan (rural urbanization) dengan melakukan pengembangan perkotaan dan pedesaan sebagai kesatuan ekonomi dan kawasan yang tidak terpisahkan. Pengembangan kegiatan diarahkan pada pertanian secara modern melalui mekanisme dan industrialisasi dan penerapan standar pelayanan minimum antara desa dan kota.

Dalam upaya membangun desa, kegiatan pembangunan bertumpu pada potensi sumber daya alam (SDA) setempat. Dengan pengembangan sumber daya alam lokal sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah maka akan lahir atau muncul model-model desa sesuai dengan potensi yang dimiliki, seperti desa kerajinan, desa budi daya peternakan, desa budi daya rumput laut dan lain-lain.

Perlunya memperhatikan potensi SDA lokal tersebut sesuai dengan Kebijakan Daerah Pembangunan nasional. Dalam UU no. 17 tahun 2007 tentang RPJP nasional 2005-2025 (2007) mengenai kebijakan pengembangan wilayah tertinggal disebutkan bahwa “pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memperhatikan potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan”. Sehubungan dengan itu, dalam rangka intervensi pembangunan pedesaan perlu memperhatikan secara mendalam tentang “anatomi desa” sehingga tidak kontra produktif dan muncul resistensi dari masyarakat. Adapun untuk melihat anatomi desa tersebut, antara lain mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial-budaya, karakteristik fisik/

(3)

geografis, pola kegiatan usaha, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa dan karakteristik kawasan pemukiman. Dengan kata lain, pembangunan pedesaan harus berlandaskan padalocal wisdomdan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability).

Beberapa azas yang harus diperhatikan dalam pembangunan pedesaan, yakni:

pertama, berorientasi pada masyarakat (people centered). Masyarakat di daerah tertinggal adalah pelaku (actors) dari kegiatan sehingga hasil (output) dan dampaknya (outcome) dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.

Kedua, berwawasan lingkungan (environmentally sound). Pelaksanaan kegiatan harus berwawasan lingkungan secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perlu pertimbangan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat baik untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang.Ketiga, sesuai dengan adat dan budaya setempat (cultural appronate). Pengembangan kegiatan berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional (traditional wisdom). Keempat, sesuai kebutuhan masyarakat (socially accepted), yakni dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah dan masyarakat penerima dan bukan berdasarkan asas pemerataan dimana setiap daerah berhak atas bantuan pendanaan pemerintah. Kelima, tidak diskriminatif  (undiscriminative). Pelaksanaan kegiatan di wilayah tertinggal perlu menerapkan prinsip tidak diskriminatif baik dari segi SARA maupun gender. Upaya peningkatan peran kader pemberdayaan masyarakat menjadi agen perubahan di tingkat desa akan menjadi sinergi dengan RPJM Nasional, program pembangunan daerah tertinggal ini tertuang Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 20071 dan No. 19 Tahun 20072.

Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat telah dilakukan dengan mengkaji berbagai model. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan diantaranya melalui model pemberdayaan yang diwujudkan dalam proses akumulasi modal sosial, modal manusia, modal fisik dan kemampuan pelaku pemberdayaan (Widjajanti, 2011a), model pemberdayaan berbasis komunitas masyarakat

1 Permendagri no. 7 Tahun 2007

(4)

(Hilman dan Nimasari, 2018), peningkatan partisipasi masyarakat dalam program pemerintah (Adenansi, Zainuddin, dan Rusyidi, 2017), partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa (Kuswandoro, 2016), model pengembangan desa wisata (Andayani, Martono, dan Muhamad, 2017), model pemberdayaan melalui bank sampah (Fatimah, 2016; Jastam, 2015), pemberdayaan melalui BUMDes (Rahmadanik, 2019), pengembangan desa siaga aktif inklusi keuangan (Safitri, 2017). Masih terbuka ruang untuk melihat bagaimana pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran kader pemberdayaan. Salah satu cara agar pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan peran kader atau agen pemberdayaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Peran kader dan partisipasinya dalam pemberdayaan masyarakat baru dilihat dalam bidang yang terbatas, antara lain bidang pendidikan (Tania dan Hernawaty, 2018), (Susanto, Claramita, dan Handayani, 2018), serta bidang kesehatan (Endah Sary dan Puspasari, 2018), (Yurisinthae, 2017) (Nawalah, Qomaruddin, dan Hargono, 2003). Pemberdayaan masyarakat dengan pengembangan peran kader di desa tertinggal belum banyak dikaji sebagai objek penelitian.

Dalam kenyataan masih ada kesenjangan antar desa-kota (khususnya antara sektor pertanian dan industri) yang dipengaruhi oleh faktor:

1. Belum adanya model pembangunan di wilayah tertinggal dengan mengoptimalkan peran kader pemberdayaan untuk melakukan pember-dayaan masyarakat setempat.

2. Desain program percepatan peningkatan kesejahteraan didaerah tertinggal belum menyentuh secara intensif dan sistematis pada pemberdayaan sumber daya manusia.

3. Pendekatan program pembangunan wilayah masih dirancang dan dilaksanakan secara sektoral, yang hanya akan memberikan solusi secara parsial juga dan dengan waktu yang bersifat temporer, sehingga tidak ada jaminan kelangsungan program tersebut.

4. Keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap program pembangunan masih sebatas pada kehadiran, belum menyentuh pada substansi dari pembangunan itu sendiri.

(5)

5. Pengorganisasian masyarakat sebagai asset utama dalam pembangunan belum dilaksanakan secara sistematis dan terencana.

1.2. Maksud dan Tujuan

Penelitian atau kajian tentang Peningkatan Peran Kader Pembangunan Pedesaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Tertinggal bermak-sud untuk; (1) identifikasi terhadap permasalahan empirik di wilayah tertinggal dengan menekankan pada perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah; dan (2) Merumuskan strategi penetrasi pemberdayaan masyarakat di wilayah tertinggal melalui pemberdayaan kader pembangunan desa. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyempurnaan kebijakan, aturan, pedoman, strategi pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal.

Secara menyeluruh tujuan kajian ini adalah:

1. Identifikasi peran kader pemberdayaan masyarakat didalam proses pembangunan desa di daerah tertinggal.

2. Pemetaan peran elemen masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal.

3. Menyusunlogical framework program pemberdayaan masyarakat

4. Menyusun desain program pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi pemecahan persoalan di daerah tertinggal.

5. Merumuskan rekomendasi program pemberdayaan masyarakat khusus di daerah tertinggal.

1.3. Manfaat

Berdasarkan kajian tentang peran kader Peran Kader Pembangunan Pedesaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Tertinggal diharapkan bermanfaat:

Bagi Pemerintah:

1. Khususnya Pemerintah Daerah untuk melakukan pembinaan terhadap kader pembangunan di pedesaan

(6)

3. Untuk menyusun jaringan kerja sama antara stakeholder dalam rangka melakukan pemberdayaan kepada masyarakat

Bagi masyarakat

1. Dapat mengetahui program kerja Pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

1) Mudah dibawa kemana-mana: yakni dengan ukuran yang kecil kartu pintar dapat disimpan di tas bahkan di saku, sehingga tidak membutuhkan ruang yang luas, dapat digunakan di mana

Interpretasi permainan piano dalam komposisi musik “SUKMA” tersebut ialah dengan menginterpretasikan cerita hubungan antara roh manusia dan Roh Tuhan, dan setiap bagian pada

.- 3enerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya : sebagian besar mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan berada pada rentang tingkat stress berat,

Kelebihan dari Algoritma Artificial Bee Colony adalah sangat efisien dalam mencari solusi optimal, dapat mengatasi masalah optimasi lokal maupun global, dapat dijalankan

dalam bentuk kalimat. Bisa juga klien bersikap mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada benda mati. Halusinasi dapat mempengaruhi

dari faktor diri sendiri ( self control), dapat dikatakan disini kontrol dari diri sendiri cukup lemah. Karena sesungguhnya sangat perlu dan penting untuk bisa