• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. da i-da i yang berasal dari Minangkabau. 4 Mereka kemudian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. da i-da i yang berasal dari Minangkabau. 4 Mereka kemudian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Agama Islam diperkirakan telah masuk ke Sumatera pertama kali pada abad ke-12 sampai 13M yang bertempat di Barus,1 sebuah wilayah yang juga merupakan tempat pertama kalinya Islam masuk di Nusantara. Selanjutnya Islam mulai diperkenalkan di Kerinci oleh pedagang dari Arab yang datang ke Barus kemudian mulai berdagang ke negeri sekitar dan singgah di wilayah Kerinci Rendah seperti pelabuhan Muko-muko, Air Dikit, Ipuh, Seblat, Bantan, dan Ketaun. Mereka mulai melakukan kontak dan berinteraksi langsung dengan orang-orang Kerinci yang berdagang disana.2

Dalam historiografi tradisional masyarakat Kerinci, Islam disebarkan oleh enam orang Ulama yang disebut sebagai Siak3. Para Siak ini kemungkinan besar

merupakan da’i-da’i yang berasal dari Minangkabau.4 Mereka kemudian berdakwah menyebarkan ajaran Islam yang

1 Barus/Baros adalah nama tempat yang terletak di Tapanuli, Sumatera Utara. Barus

merupakan pemukiman Muslim tertua di Sumatera dan di Nusantara yang dibuktikan dengan penemuan sebuah batu nisan bernama Syaikh Mukaidin Baros yang berangka tahun 670M atau abad 1 Hijrah. Lihat Ahmad Mansur Suryanegara.Api Sejarah Jilid I. (Jakarta: Salamandani, 2010). Hlm 106-108.

2 Aulia Tasman. Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu dan Perkembangannya. (Jambi:

Referensi, 2016). Hlm 218.

3 Siak dalam arti masyarakat setempat sebagai orang- orang yang menyebarkan Agama

Islam. Enam siak yang dimaksud antara lain: 1. Siak Jelir di Koto Jelir (Siulak); 2. Siak Rajo di Sungai Medang; 3. Siak Ali di Koto Beringin (Sungai Liuk); 4. Siak Lengis di Koto Pandan (Sungai Penuh); 5. Siak Sati di Koto Jelatang (Hiyang); dan 6. Siak Beribut Sati di Koto Merantih (Terutung). Lihat Aulia Tasman,Ibid.Hlm 224.

4 Dalam pengertian masyarakat Minangkabau,orang siakberarti penuntut ilmu disurau.

Terdapat persamaan dari kedua istilah siak diatas yang dapat diartikan sebagai pencari ilmu, mengingat di Minangkabau terdapat tradisi merantau, yakni berpindah ke tempat baru untuk mencari pengalaman baru. Lihat Azyumardi Azra.Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi.terj. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003). Hlm 13.

(2)

beraliran Tarekat/ tasawuf5, diantaranya pada abad ke-14M di wilayah Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi hingga tersebar diseluruh wilayah Kerinci, dan berkembang sampai periode selanjutnya.

Pada perkembangan berikutnya, abad ke-17 ketika Kerajaan Melayu Jambi berubah menjadi Kesultanan Melayu Jambi, hukum syariat Islam mulai diterapkan di Kerinci yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kesultanan.6 Masyarakat Kerinci juga telah mengenal Syariat seperti sholat, puasa, naik haji, berzakat, disamping itu aliran kebatinan dan perdukunan juga eksis diberbagai desa. Periode selanjutnya masyarakat mulai mendirikan Masjid sebagai pusat penyebaran Islam dan pusat aktivitas dakwah yang masih bertahan hingga kini.7

Kebangkitan Islam di Kerinci mulai terlihat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 ditandai dengan mulai bermunculan kelompok orang-orang terpelajar yang disebut sebagai alim-ulama yang telah belajar Islam secara mendalam di Mekkah dan Madinah yang merupakan pusat peradaban Islam. Beberapa diantara mereka kembali ke Tanah Kerinci dan mendirikan lembaga pendidikan Islam berupa pondok pesantren dan surau-surau sebagai pusat pengajian.8

5 Dalam perkembangan Islam di Melayu- Indonesia, pengaruh mistik/magis yang masih

melekat di kalangan Muslim masa awal penyebaran Islam. Hal ini yang membuat ajaran tasawuf berkembang di Nusantara sehingga mempermudah proses Islamisasi. Generasi Muslim pertama di Nusantara banyak yang dipengaruhi oleh pemikiransufi saat itu, Ibnu Arabi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali yang kemudian berkembang menjadi berbagai tarekat sampai sekarang.

6 R. Zainuddin, dkk. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Propinsi Jambi. (Proyek

Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979). Hlm. 26.

7Bukti perkembangan Islam di Kerinci adalah bangunan Masjid Keramat yang terletak di

Dusun Koto Tuo, Pulau Tengah, Kerinci yang didirikan pada 1780 M. Lihat Jamal Mirdad. Masjid Sebagai Pusat Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda (Studi Kasus: Masjid Keramat Pulau Tengah Kerinci). IAIN Batusangkar. Jurnal Tsaqofah & Tarikh Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2019.

8 Salah seorang ulama terkenal dari Kerinci adalah Haji Ahmad Faqir al-Kerinci yang

mendirikan “Surau Haji Ahmad Faqir” sekembalinya dari Makkah pada 1936. Lihat Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).

(3)

Melihat realita yang terjadi dalam masyarakat dimana keyakinan bercampur dengan sihir atau banyaknya aliran-aliran kebatinan yang berkembang saat itu membuat Abdul Karim Djamak melakukan dakwah secara terbuka berdasarkan pelajaran hidup yang telah dialaminya. Ia dapat dikategorikan sebagaida’i9 yang saat itu mengajak masyarakat untuk kembali pada akidah Islam dengan menegakkan syariat.

Abdul Karim Djamak adalah seorang tokoh keagamaan asal Kerinci yang berperan besar dalam perkembangan Islam dengan menyampaikan pesan-pesan Islam melalui ajaran syariat dan berkembang menjadi tarekat10 dengan pandangan keislaman yang dimilikinya. Menurut Ahmad Zuhdi, konsep pemikiran dari Abdul Karim Djamak merupakan penggabungan antara pemikiran modern dan tradisional sehingga dapat diterima oleh kalangan luas.11

Tarekat yang diajarkan oleh Abdul Karim Djamak bercorak tarikat lokal yang secara khusus menempatkan Abdul Karim Djamak sebagai tokoh sentral yang ajaran serta amalannya diikuti oleh para pengikutnya.12 Secara umum ajarannya

9Da’i merupakan sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan mengajak orang lain

dengan hikmah untuk menjalankan ajaran Islam. Lihat Muhammad Amirul Asyraf Bin Amirullah.Sifat dan Kriteria Da’i Menurut Islam. Skripsi. (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, 2018). Hlm. 1-5.

10 Abdul Karim Djamak mengembangkan ajaran Terekatnya sendiri berdasarkan

pandangannya terhadap masyarakat Kerinci yang saat itu banyak percaya terhadap kesyirikan, sehingga melalui syariat, ia perlahan menghilangkan kesyirikan yang terjadi dalam masyarakat. Lihat Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Ajaran Tasawuf Karim Jamak dalam Membentuk Karakter Jam’iyatul Islamiyah Kerinci. Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014. Hlm 117.

11 Melalui media pencak silat, Abdul Karim Djamak secara halus mengajak orang-orang

yang ingin belajar dengannya terlebih dahulu diajarkan syariat islam sebelum bergabung. Setelah mendapatkan kepercayaan serta pengikut yang semakin banyak, Abdul Karim Djamak kemudian mengubah konsep media dakwah dari perguruan pencak silat menjadi kelompok pengajian. Ahmad Zuhdi.Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, Op Cit. Hlm 10.

12 Corak seperti ini mirip dengan tarikat Syahadatain di Jawa Tengah atau Wahidiyah dan

Shiddiqiyah yang terdapat di Jawa Timur. Wahidiyah dan Shiddiqiyah merupakan tarekat yang baru berkembang, dan lebih tepat disebut sebagaipseudo-tarekat (semi tarekat) karena terdapat beberapa perbedaan dengan tarikat umumnya, seperti: legitimasi bagi pendiri gerakan yang

(4)

yang menekankan untuk melakukan amalan saleh secara rutin seperti berdzikir, bertasbih, tahlil, serta membaca Al-Quran. Selain itu, ibadah wajib seperti sholat, membayar zakat, berpuasa, serta berhaji juga sangat diutamakan.

Sejak muda, Abdul Karim Djamak telah menampakkan kesungguhannya dalam aktivitas dakwah dan penyebaran ajaran Islam dengan menegakkan syariat ditengah masyarakat yang masih percaya terhadap mistis. Masyarakat tanah kelahirannya di Kerinci memanggil dengan sebutan Wo atau Guru Tanjung, sedangkan bagi para pengikutnya sebutan Ayahanda atau Buya yang berasal dari kata abi atau abuya yang dalam bahasa Arab yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati13 lebih sering digunakan sebagai bentuk penghormatan.

Panggilan Buya juga sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai panggilan kehormatan kepada seorang tokoh. Beliau juga pernah mendapatkan gelar Kyai Haji (KH) dari Buya Hamka saat pertemuan ulama di Surabaya tahun 1962.14 Abdul Karim Djamak juga dipercayakan memegang gelar adat yang bergelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci pada usia 20 tahun.15

Pengukuhan gelar ini membuktikan bahwa Abdul Karim Djamak memiliki pengetahuan tentang agama Islam yang diakui oleh tokoh adat. Disamping itu, beliau juga memiliki latar belakang keluarga yang cukup dikenal masyarakat desa Tanjung Rawang sebagai ulama. Sehingga memiliki akses terhadap pendidikan

berbentuk ijazah dan konon diperoleh melalui mimpi atauwangsit. Nor Huda. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Press, 2015). Hlm 219-220.

13 Avif Alviyah.Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al- Azhar. ISSN

1412-5188. Vol. 15, No. 1. Hlm 26.

14 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.

Disertasi. (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2017). Hlm 40.

15 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina

(5)

keagamaan, yang membuatnya dapat belajar agama secara mandiri (otodidak). Berbekal dari pendidikan keagamaan yang diperoleh dari kerabatnya, Abdul Karim Djamak memulai dakwah dengan mengajar di surau-surau pada usia yang terbilang cukup muda yaitu 15 tahun.16

Perjalanan spiritualnya dimulai ketika beliau mulai memasuki usia 20 tahun, mulai banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi. Diceritakan pada awal masa dakwahnya, ia pernah mendirikan sebuah surau yang terletak di pinggir sungai Tanjung Rawang sebagai tempat mengaji, namun tidak bertahan lama karena ada orang yang tidak menyetujui dan menuduhnya menyebarkan kesesatan sehingga kegiatan di surau itu kemudian dipindahkan ke surau lain di desa Muaro Air, Kumun Debai.17 Setidaknya, hal inilah yang mendasari bahwa surau atau masjid merupakan komponen penting dalam pengembangan dan pengajaran Islam, hingga kelak prinsip ini yang selalu dipegang dan dijalankan oleh pengikutnya.

Tahun 1955, Abdul Karim Djamak bergabung dengan sebuah kelompok pengajian yang bernama Urwatul Wusqo. Namun karena beberapa alasan dan konflik internal yang terjadi membuat kelompok ini dilarang dan kemudian bubarkan pada tahun 1961.18 Kemudian atas saran dari para pengikutnya, Abdul Karim Djamak kemudian mendirikan organisasinya sendiri yang diberi nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 19 Maret 1971.

16 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.

Op.Cit. Hlm 13.

17 Surau yang dimaksud adalah Masjid Baitul Ikhlas Muara Jaya, Kumun Debai. Lihat

Ahmad Zuhdi.Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan,Ibid. Hlm 55-66.

18 Abdul Karim Jamak. Ikhtisar Tentang Buya Kh. Abdul Karim Jamak. Pembina

(6)

Permasalahan utama yang dihadapi oleh Abdul Karim Djamak dan para pengikutnya saat mendirikan organisasi adalah pertentangan yang timbul dalam masyarakat yang pro dan kontra terhadap ajaran yang dibawanya. Hal ini disebabkan karena kelompok pengajiannya sebelum itu, Urwatul Wusqo yang dilarang dan dibubarkan karena diduga menyebarkan kesesatan, sehingga berujung pada penolakan terhadap ajaran serta organisasi Jam’iyyatul Islamiyah.

Banyak tuduhan-tuduhan yang dinilai tanpa bukti oleh pengikut Jam’iyyatul Islamiyah ditujukan terhadap organisasinya, sehingga aliran ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan dianggap mengada-ada. Pernyataan yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan bahwa ajaran yang diajarkan oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro di Sumatera Barat yang berafiliasi dengan Jam’iyyatul Islamiyah sesat dan menyesatkan19, menambah citra buruk dimata masyarakat awam yang tidak mengenali Jam’iyyatul Islamiyah.

Meskipun belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat, organisasi Jam’iyyatul Islamiyah masih berkembang hingga kini, dengan struktur organisasi yang lengkap dan anggota yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia20 bahkan di luar Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya dari satu daerah ke daerah lainnya melalui dakwah. Dengan ciri khas yang dimiliki oleh organisasi ini yaitu bangunan Masjid sebagai pusat dakwah ajarannya dan pusat penyelenggaraan kegiatan organisasi.

19 Kustini. Kasus- Kasus Aliran/ Paham Keagamaan Aktual di Indonesia. (Jakarta:

Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009). Hlm 110-111.

20 Data per-tahun 2009 menunjukkan bahwa Jam’iyyatul Islamiyah telah memiliki 23

(7)

Oleh karena itu, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut mengenai siapa dibalik seorang tokoh Abdul Karim Djamak yang sebenarnya dengan konsep pemikiran yang dapat dikatakan berbeda dengan pemahaman pada umumnya, mengapa ajarannya sangat kuat melekat di hati para pengikutnya, serta alasannya mendirikan organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang masih kontroversial hingga kini. Setidaknya, hal-hal yang disebutkan diatas merupakan hasil dari proses yang dilalui oleh sang tokoh yang akan ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini.

(8)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya kemudian muncul permasalahan yang kemudian menjadi pokok pembahasan yang menjadi sebuah acuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Siapakah Abdul Karim Djamak?

2. Bagaimana perjalanan dakwah Abdul Karim Jamak dalam menyebarkan ajarannya?

3. Apa pengaruh Abdul Karim Djamak terhadap organisasi Jam’iyyatul Islamiyah?

1.3 Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami informasi yang diberikan, maka penulis memfokuskan ruang lingkup wilayah penelitian tempat tokoh lahir serta mengembangkan ajarannya yaitu di Kota Sungaipenuh hingga keluar dari Kerinci. Diawali dengan kehidupan awal dari tokoh, yaitu pada proses yang telah dilalui untuk mempelajari ajaran Islam hingga ketika masa remajanya tepatnya pada usia 20 tahun ketika beliau mendapatkan gelar Timo Daharo Tunggak Nagari Mandopo Rawang Koto Teluk Tiang Agama Sakti Alam Kerinci yang dapat diartikan sebagai seseorang yang cukup berpengaruh dalam adat dan perkembangan agama di Kerinci.

Kemudian dilanjutkan dengan pengalamannya dalam kelompok pengajian yang diberi nama Urwatul Wutsqo dari sinilah Abdul Karim Djamak mengembangkan potensinya sebagai pengajar. Konflik internal yang terjadi sehingga menyebabkan kelompok itu menjadi terpecah dan dibubarkan, dari sinilah

(9)

mulai muncul gagasan untuk mendirikan organisasi sendiri yang kemudian diberi nama Jam’iyyatul Islamiyah pada 12 Maret 1971.

Batasan akhir dari objek penelitian adalah bagaimana strategi dakwah serta peran aktif Abdul Karim Djamak dalam perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah hingga akhir hayatnya pada tahun 1996.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah, adapun tujuan dan manfaat penelitian yang diperoleh yakni:

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui biografi Abdul Karim Djamak.

2. Untuk mengetahui perjuangan Abdul Karim Djamak dalam mendirikan Jamiyyatul Islamiyah.

3. Untuk mengetahui pemikiran Abdul Karim Djamak. 1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui perkembangan Islam di Kerinci. 2. Mengangkat biografi tokoh keagamaan lokal.

(10)

1.5 Tinjauan Pustaka

Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan maka, terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penyusunan, sekaligus rujukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.

Sebuah Disertasi berjudulHaji Ahmad Faqir Al-Kerinci, Sumbangan dan Pemikirannya dalam Perkembangan Islam di Kerinci-Jambi-Indonesia, yang ditulis oleh Darmadi Saleh pada tahun 2008. Disertasi ini mengangkat seorang tokoh ulama dari Kerinci yang bernama Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci. Pendidikan awal yang didapat Haji Ahmad Faqir adalah pendidikan tradisional dimana beliau belajar langsung dengan salah seorang alim yang ada di Pulau Tengah, Kerinci. Kemudian, beliau merantau ke Malaysia, Thailand, dan sampai ke Mekkah dan Madinah untuk berguru, di Mekkah beliau berguru dengan Syeikh Muhammad Mukhtar bin Aṭārīd al-Batawī. Syeikh Ahmad Al-Fattani. Sekembalinya dari Mekkah, beliau kembali ke Kerinci di dusunnya untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapatkan.21

Kemudian Disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi tahun 2014, berjudul

Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan, yang membahas mengenai Abdul Karim Djamak dengan latar belakang serta silsilah keluarga beliau. Dan isi dari penelitian difokuskan kepada pemikiran sang tokoh mengenai konsep ketuhanan serta penjelasan mengenai ajaran yang dibawa oleh tokoh karena dianggap sedikit menyimpang oleh sebagian masyarakat, lebih jauh

21 Darmadi Saleh. Haji Ahmad Faqir Al-Kerinci Sumbangan dan Pemikirannya dalam

Perkembangan Islam di Kerinci- Jambi- Indonesia. Disertasi. (Kuala Lumpur: University Malaya, 2009).

(11)

lagi disertasi ini mengajak para pembacanya mengenal lebih dalam mengenai inti ajaran dari Abdul Karim Djamak.22

Terakhir Skripsi yang ditulis oleh Abdullah Humaini tahun 2006 yang berjudul Peranan KH. Abdul Qadir Dalam Mengembangkan Islam di Jambi Seberang. Dalam tulisan ini dibahas mengenai tokoh yang bernama KH. Abdul Qadir yang merupakan pendiri dari pondok pesantren As’ad. Beliau memiliki pandangan dalam hal pendidikan yang sangat maju pada saat itu, menurutnya perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan di luar rumah (sekolah) yang mana menurut pandangan umum hal ini tidak biasa pada zaman itu.

Meskipun berbeda dalam objek kajiannya, namun ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan untuk memaparkan kehidupan dari tokoh yang memiliki pengaruh dalam suatu daerah atau komunitas sehingga dapat menginspirasi banyak orang. Penelitian-penelitian diatas bersifat penelitian sosial keagamaan (Islam). Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian biografi yang bersifat sosial keagamaan dengan ruang lingkup penelitian berfokus dalam wilayah Provinsi Jambi.

Berkaitan dengan disertasi yang ditulis oleh Ahmad Zuhdi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yang memiliki objek kajian yang sama. Dalam hal ini penulis akan membuat tulisan yang membuka sudut pandang baru mengenai tokoh dari Abdul Karim Jamak. Walaupun fakta-fakta yang ditemukan sama, tetapi penulis akan membuat output yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dengan menyoroti bukti-bukti yang diabaikan atau tidak diperhatikan

22 Ahmad Zuhdi. Abdul Karim Jamak dan Pemikirannya Tentang Konsep Ketuhanan.

(12)

pada penelitian sebelumnya.23 Dengan demikian, kesimpulan yang didapatkan dari penelitian akan berbeda sama sekali.

1.6 Kerangka Konseptual

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan biografis dan sejarah kejiwaan. Untuk itu, menurut Kuntowijoyo setiap biografi harus memiliki setidaknya empat hal, yaitu: 1) kepribadian tokoh; 2) kekuatan sosial yang mendukung; 3) lukisan sejarah zamannya; dan 4) keberuntungan dan kesempatan yang datang. Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi juga perlu memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-budaya, serta perkembangan diri24 untuk melihat keterkaitannya dengan

pembentukan karakter dari sang tokoh.

Latar belakang keluarga yang taat beragama ikut memengaruhi pembentukan kepribadian Abdul Karim Djamak menjadi seorang yang memiliki prinsip agama yang kuat. Dengan pendidikannya yang berbasiskan keagamaan, serta didukung oleh lingkungan sosial-adat Kerinci untuk menjadi pribadi yang lebih taat karena tidak adanya pertentangan antara kaum adat dengan golongan ulama seperti yang terjadi di Minangkabau, namun satu hal yang perlu dicatat adalah praktik kesyirikan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang masih percaya akan hal-hal gaib. Keadaan inilah yang kemudian mendorong Abdul Karim Djamak melakukan dakwah terbuka dan perlahan membentuk pribadinya menjadi sosok yang religius sebagai contoh bagi para pengikutnya.

23 A. Daliman.Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). Hlm 92. 24 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah.ed kedua. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003). Hlm

(13)

Lebih lanjut, Kuntowijoyo mengklasifikasikan biografi menjadi dua jenis yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah) dengan penggunaan metodenya masing-masing. Biografi disebut portrayal ketika hanya mencoba untuk

memahami. Penelitian ini akan mengambil jenis penelitianscientific yang berusaha menerangkan tokohnya melalui analisis ilmiah, dengan menggunakan konsep dan teori dari analisis kejiwaan yang menghasilkan sejarah kejiwaan (psychohistory).25 Untuk menjelaskan studi tokoh dengan studi kasus, maka penggunaan otobiografi untuk sejarah kejiwaan dapat digunakan untuk menuliskan asal-usul keyakinannya. Melalui otobiografi Ikhtisar tentang KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah, sedikit tersiratkan tentang kepribadian dari Abdul Karim Djamak selaku tokoh yang kurang memiliki keilmuan dibidang keagamaan yang mumpuni dalam artian pendidikannya saat itu hanya bertumpu pada yang diberikan oleh orang tua serta kerabatnya tanpa kejelasan fokus keilmuannya dalam bidang keagamaan hingga dirinya dapat menjadi tokoh keagamaan yang memiliki banyak pengikut.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Heuristik

Heuristik atau dalam bahasa Jerman dikenal dengan penyebutan

Quellenkunde26, yang merupakan langkah awal dalam penulisan, yaitu sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan penulis untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis mencoba mencari

sumber-25 Ibid. Hlm 208-209.

(14)

sumber yang berupa arsip- arsip, surat kabar, buku-buku, dan artikel- artikel yang memiliki keterkaitan dengan topik yang diteliti.

Penulis menemukan sumber primer berupa arsip yang dimiliki oleh DPD Jam’iyyatul Islamiyah Kabupaten Kerinci, mulai dari tahun 1960-an hingga tahun 2000-an. Arsip-arsip ini kebanyakan berisi tentang dokumen resmi yang dikeluarkan Jam’iyyatul Islamiyah seperti surat perkara, surat klarifikasi, surat pernyataan, hingga piagam dan sertifikat yang didapatkan Abdul Karim Djamak dari Golkar, dan lain-lain.

Beberapa sumber sekunder yaitu sumber lisan yang didapatkan dari wawancara dengan narasumber yang bersangkutan dengan tokoh.Pertama Ahmad Zuhdi, merupakan seorang dosen sekaligus peneliti yang mendalami pemikiran Abdul Karim Djamak.Kedua Zulhadi Karim, salah seorang anak dari Abdul Karim Djamak. Ketiga Hizbullah Karim, ketua DPD Jam’iyyatul Islamiyah Sungai Penuh yang juga anak dari Abdul Karim Djamak sekaligus adik bungsu Zulhadi Karim.

Keempat Basrul Nurdin, ketua DPR Jam’iyyatul Islamiyah di Tanjung Rawang.

Terakhir Helmizal yang merupakan pengurus Jam’iyyatul Islamiyah di Kumun Debai, Kota Sungai Penuh.

Selain itu, penulis menemukan penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik yang ingin diteliti dari penelusuran di internet berupa jurnal, koran online, skripsi, tesis, dan disertasi. Penelusuran berlanjut ke perpustakaan daerah (Library research) untuk mencari sumber primer yang berhubungan dengan tokoh berupa arsip ataupun tulisan, namun penulis hanya menemukan beberapa sumber sekunder berupa buku penunjang penelitian umum.

(15)

1.7.2 Kritik Sumber

Selanjutnya setelah sumber-sumber atau data itu telah terkumpul, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan verifikasi data atau kritik sumber. Dalam hal ini harus diadakan sebuah penyelidikan apakah benar sumber itu sejati atau tidak, baik bentuk maupun seluruh isinya. Tahapan kerja kritik dalam metode penelitian merupakan suatu usaha menganalisa setiap data yang didapatkan, dengan menilai secara kritis dengan menyelidiki setiap sumber data yang telah terkumpulkan.

Kritik terbagi menjadi dua macam27, pertama kritik eksternal yaitu dengan menguji keautentikan (keaslian) fisik suatu sumber sehingga diperoleh sumber yang benar-benar asli, misalnya arsip mengenai otobiografi yang ditulis oleh Abdul Karim Djamak tahun 1995 yang menjelaskan tentang ringkasan kehidupannya melalui mesin ketik, dan ditanda tangani langsung olehnya, serta ditemukan dalam dokumen arsip Jam’iyyatul Islamiyah yang merupakan organisasi tempatnya bernaung. Kedua kritik internal yaitu melihat kredibilitas (kebenaran) mengenai kandungan isi dari arsip yang didapatkan, contohnya sertifikat baiat PSII yang diberikan kepada Abdul Karim Djamak tahun 1964 dengan menggunakan ejaan lama yang berlaku saat itu dan nama orang yang membaiat serta cap dari PSII yang tertera dalam sertifikat tersebut.

1.7.3 Interpretasi

Selanjutnya pada tahapan dimana setelah melalui sebuah proses kritik sumber, maka akan diperoleh fakta akan tetapi fakta dimaksud dalam hal ini masih dalam

(16)

keadaan terpisah-pisah dan dalam keadaan masih berdiri sendiri. Sehingga untuk itu seorang penulis perlu melakukan sebuah interpretasi, pada tahapan penafsiran inilah penulis harus memiliki kecermatan dengan nalar yang kritis dan sikap objektif. Pada dasarnya hal terebut ditujukan untuk menghindari berbagai interpretasi yang bersifat subjektif yang akhirnya akan mencederai karya sejarah.

Salah satu interpretasi mengenai kesimpang-siuran kapan kelahiran beliau yang dalam beberapa literatur (termasuk batu nisannya) menyebutkan tahun 1906 M bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1326 H.28 Namun setelah ditelusuri kembali, tanggal 12 Rabiul Awal 1326 H tidak berhubungan dengan tahun 1906 M, melainkan 1908 M.29 Apabila berpegang pada waktu wafatnya yang kurang lebih

saat usia 90 tahun pada 199630 yang juga didukung oleh pernyataan dalamIkhtisar KH. Abdul Karim Djamak Pembina Jam’iyyatul Islamiyah saat tulisan itu dibuat pada tahun 1995 usianya menginjak 89 tahun. Maka, dalam hal ini penulis berpendapat kelahirannya pada tanggal 06 Mei 1906 yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1324 H.31

1.7.4 Historiografi

Tahapan terakhir dalam penulisan sejarah adalah historiografi, dalam tahap akhir inilah penulis menuangkan kecermatan dan kompetensi daya nalar dalam menyintesiskan bahan-bahan guna menyajikan karya sejarah. Pada tahap ini hanya kerja keras dan keberanian seorang sejarawanlah yang mampu menghasilkan

28 Ahmad Zuhdi dan Ahmad Zuhdi bin Ismail. Op. Cit. Hlm 116. 29 https://habibur.com/hijri/1326/3/ (Diakses pada 03 Desember 2019). 30 Kustini,Op. Cit.Hlm 91.

(17)

sebuah karya sejarah yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut menurut A. Daliman bahwa:

“Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak cukup dengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulian sejarah, walaupun terikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak boleh dilupakan bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan struktur dan gaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu.”32

Sebuah karya sejarah yang bernilai tentu memiliki sifat objektif dengan memaparkan fakta- fakta yang ada tanpa diatur untuk kepentingan penelitian agar menjadi sebuah karya yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dipahami oleh para pembaca. Dengan memperhatikan kaidah- kaidah dalam penulisan sejarah serta tulisan sejarah sebelumnya yang dinilai objektif sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan.

1.8 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis sesuai dengan kajian yang akan diteliti, rincian pada masing-masing bab sebagaimana berikut ini: Bab I, yaitu Pendahuluan yang memuat rencana awal mengenai penelitian kedepannya, berlanjut hingga menjadi latar belakang, alasan mengangkat tema tersebut, batasan masalah berupa tempat (parsial) dan waktu (temporal) penelitian di akhiri yaitu kehidupan masa kecil. Tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan

(18)

Bab II, akan membahas Perkembangan Islam di Kerinci dengan memberikan beberapa contoh ulama serta organisasi yang berperan dalam perkembangan Islam di Kerinci.

Bab III, merupakan bahasan utama (isi) dari skripsi yang akan ditulis dengan membahas mengenai riwayat hidup yang memuat latar belakang tokoh, silsilah keluarga, pendidikan, dan masa awal dalam berdakwah.

Bab IV, kelanjutan dari bab sebelumnya dimana pada bab ini akan dibahas peran Abdul Karim Djamak dalam menyebarkan ajarannya keluar dari Kerinci melalui Golkar sebagai medianya, kemudian dakwah (keberlanjutan) hingga tantangan dalam berdakwah sampai wafatnya.

Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan informasi mengenai spectrum suatu graf sehingga dapat digunakan oleh peneliti lain untuk mengkaji lebih mendalam tentang karakteristik suatu graf atau untuk aplikasi

Namun, penerapan kebijakan penjaminan simpanan ini bukan tanpa masalah karena dengan adanya penjaminan simpanan akan berpengaruh terhadap moral hazard yang akan

[r]

Dari ketiga elemen metode utama tersebut, dijabarkan oleh Rasulullah ke dalam beberapa cara yang lebih aplikatif, di ataranya adalah sebagai berikut: Pertama;

Dalam konteks ekonomi syariah, sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui sulh} (perdamaian) maupun secara tah}ki<m (arbitrase) dapat diselesaikan

Oleh karena itu berikut rangkuman implementasi kebijakan penyeragaman tarif, dan implementasi kebijakan spesialisasi produksi yang mengacu pada pengimplementasian 12

Metode ini sangat berguna jika kita tidak mengetahui nilai aktual minimum dan maksimum dari data.. Normalization method

1) Biaya pendidikan untuk level yang ditempuh sebesar Rp1.650.000 (satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai ketentuan Pimpinan Pusat.. OIAA di Kairo. Biaya itu