• Tidak ada hasil yang ditemukan

hasil bpk pertamina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hasil bpk pertamina"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KINERJA

ATAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL SEKTOR GAS DENGAN AREA KUNCI PENDISTRIBUSIAN LPG TAHUN 2011 DAN 2012

PADA PT PERTAMINA (PERSERO)

AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA VII JAKARTA

Nomor : 06/AUDITAMA VII/KINERJA/02/2013 Tanggal : 05 Februari 2013

(2)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KINERJA

ATAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL SEKTOR GAS AREA KUNCI PENDISTRIBUSIAN LPG TAHUN 2011 DAN 2012

PADA PT PERTAMINA (PERSERO)

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI telah memeriksa kinerja atas Implementasi Kebijakan Energi Nasional Sektor Gas dengan area kunci Pendistribusian LPG Tahun 2011 dan 2012 pada PT Pertamina (Persero). Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK RI Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan Tahun 2008.

Tujuan pemeriksaan terinci kinerja adalah menilai efisiensi dan efektivitas pendistribusian LPG dan Tabung LPG Pertamina, dengan sub tujuan untuk menilai apakah:

1. Perencanaan kegiatan pendistribusian dan penentuan harga LPG telah dilakukan secara memadai, memiliki justifikasi dan memenuhi kriteria penetapan perencanaan yang baik.

2. Kegiatan pendistribusian LPG maupun pemeliharaan sarana dan prasarana pendistribusian telah dilaksanakan dengan efisien dan memenuhi ekspektasi yang dituangkan dalam Key Performance Indicator.

3. Penanganan tabung LPG telah dilaksanakan sesuai dengan standar, kualitas, kuantitas yang ditentukan oleh Pertamina maupun oleh instansi yang berwenang lainnya. 4. Kegiatan pendistribusian LPG dan ketersediaan tabung LPG telah dimonitor dan

dievaluasi secara memadai dalam rangka memenuhi tujuan perusahaan dan ketersediaan LPG dan tabung untuk keperluan masyarakat.

SIMPULAN PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kegiatan pendistribusian LPG oleh PT Pertamina (Persero) secara nasional secara umum sudah efektif. Efektivitas tersebut tercermin dari pasokan LPG dari Pertamina yang telah dapat menjangkau ke daerah-daerah yang terkonversi secara cukup baik dari sisi volume maupun ketepatan waktu. Indikasi keberhasilan ini adalah terjangkaunya penyaluran LPG ke seluruh wilayah terkonversi tanpa adanya permasalahan distribusi yang sangat signifikan. Walaupun di beberapa daerah timbul kelangkaan, namun demikian secara populasi, Pertamina telah berhasil melakukan distribusi LPG secara merata ke seluruh wilayah Indonesia. Penyaluran LPG

(3)

tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu distribusi LPG PSO ke daerah yang terkonversi dan distribusi LPG non PSO ke seluruh wilayah Indonesia. Kedua jenis LPG tersebut secara umum telah didistribusikan secara efektif.

Walaupun pendistribusian LPG secara umum telah efektif, Pertamina menghadapi kendala besar terkait dengan kontinuitas pendistribusian dalam jangka panjang. Kendala tersebut adalah terkait dengan kerugian yang diderita oleh Pertamina dalam bisnis LPG Non PSO karena harga jual yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan harga penyediaannya. Hal tersebut dapat menganggu kontinuitas pendistribusian LPG jangka panjang. Kemampuan finansial Pertamina dalam jangka panjang akan menurun karena pertamina menanggung kerugian atas pendistribusian LPG 12 dan 50 Kg selama tahun 2011 s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun. Kerugian tersebut juga berdampak pada ketidakmampuan Pertamina untuk melakukan kegiatan perawatan baik atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas LPG maupun sarana pendukungnya berpotensi tidak akan dapat dipertahankan.

Pertamina memiliki keterbatasan infrastruktur yang mengakibatkan Pertamina kehilangan kesempatan melakukan penghematan. Sampai saat pemeriksaan dilakukan, Pertamina belum memiliki fasilitas storage yang memadai maupun sarana fasilitas yang menunjang bongkar muat yang memadai. Hal tersebut ditambah dengan luasan area pendistribusian yang terdiri dari daerah kepulauan menyebabkan biaya distribusi menjadi mahal. Pola distribusi LPG oleh Pertamina dengan demikian belum sepenuhnya efisien karena dipengaruhi oleh keterbatasan sarana dan fasilitas tersebut.

Terkait dengan penanganan tabung LPG, Pertamina secara umum telah mengadakan tabung LPG sebagai sarana pendistribusian secara cukup memadai. Namun demikian terdapat hal yang mendasar terkait dengan kualitas penanganan tabung LPG yang berdampak kepada laik pakai jangka panjang dari tabung tersebut untuk digunakan oleh masyarakat.

Untuk menjaga efektivitas pendistribusian LPG, Pertamina telah melakukan monitoring dan evaluasi yang cukup ketat. Pertamina telah menerapkan pengendalian yang memadai antara lain dengan melakukan koordinasi antar fungsi dan penggunaan forum rapat master program.

Hasil pemeriksaan kinerja pendistribusian LPG yang signifikan diuraikan sebagai berikut: 1. Penggunaan floating storage VLGC sebagai solusi sementara pengganti terminal

LPG refrigerated dalam jangka panjang menimbulkan hilangnya potensi penghematan sejumlah USD5,231,414 per tahun. Hal tersebut disebabkan karena Pertamina belum merealisasikan terminal LPG refrigerated di darat untuk menggantikan floating storage VLGC. Selain itu pengendalian atas tahapan pembangunan terminal refrigerated masih lemah, hal tersebut ditandai dengan adanya

delay pada proses penyusunan Front End Engineering Design (FEED) dan adanya permasalahan pembebasan lahan untuk dermaga.

2. Pertamina menanggung kerugian atas bisnis LPG 12 dan 50 kg selama tahun 2011 s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun. Hal tersebut mengakibatkan kontinuitas pendistribusian LPG jangka panjang akan terganggu, kemampuan finansial Pertamina dalam jangka penjang akan menurun, Pertamina berpotensi tidak akan mampu melakukan kegiatan perawatan baik atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG

(4)

yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas LPG maupun sarana pendukungnya tidak akan dapat dipertahankan. Serta Pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan deviden dari Pertamina yang lebih besar akibat kerugian yang diderita dari bisnis LPG Non PSO. Hal tersebut disebabkan oleh penetapan harga jual LPG Non PSO khususnya 12 kg yang lebih rendah daripada harga penyediaannya. Pertamina tidak menaikkan harga jual LPG tabung 12 kg dengan masih mempertimbangkan kata “dilaporkan kepada Menteri” dalam pasal 25 Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 sebagai sesuatu yang mengikat dan harus mendapatkan persetujuan Pemerintah.

3. Pertamina belum memanfaatkan secara optimal sumber dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan LPG. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan LPG dalam negeri, Pertamina memiliki ketergantungan yang sangat tinggi akan LPG impor. Data terakhir pada tahun 2012 menunjukkan bahwa impor LPG telah melebihi produksi LPG dalam negeri. Pertamina sebenarnya telah memiliki strategi pengadaan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) namun belum diterjemahkan dalam

workplan yang komprehensif untuk memenuhi kebutuhan LPG dengan

memaksimalkan sumber dari dalam negeri. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah volume LPG impor yang berdampak pada peningkatan biaya pengadaan dan biaya transportasi LPG impor sebesar USD48 per MT tahun 2011 dan USD116 per MT tahun 2012. Hal tersebut juga meningkatkan risiko jangka panjang ketersediaan LPG dalam negeri karena ketergantungan pasokan dari impor.

4. Kekurangan jumlah depot LPG berpotensi mengganggu kelancaran distribusi LPG dan menimbulkan hilangnya potensi penghematan transport fee minimal sebesar Rp25,9 milyar per tahun. Dukungan depot/terminal swasta untuk Pertamina masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan Pertamina. Saat ini total storage LPG di Depot swasta maupun milik Pertamina adalah 17 terminal serta dua depot mini. Kapasitas storage untuk depot/terminal pressurized adalah sebesar 93.950 MT sementara itu troughput harian adalah sekitar 16.000 MT per hari. Apabila Pertamina mengasumsikan stok aman selama 11 hari maka dibutuhkan storage setara 176.000 MT, sementara itu storage yang ada hanya 93.950 MT, dengan demikian Pertamina masih kekurangan storage kira kira sejumlah 82.050 MT. Kekurangan depot tersebut karena Pertamina banyak mengalami kegagalan dalam pembangunan depot baru, permasalahannya adalah karena Pertamina tidak memiliki perencanaan yang matang terkait dengan pola pembangunan depot, Pertamina belum menetapkan secara jelas porsi depot/terminal yang akan dibangun sendiri atau yang akan disediakan oleh swasta, koordinasi internal untuk penyediaan/pembebasan lahan awal untuk lokasi depot atau terminal kurang berjalan dengan baik dan masih banyak menemui kendala, Pertamina belum melakukan pengendalian dan pengawasan yang efektif untuk percepatan pembangunan depot/terminal.

5. Pertamina kehilangan potensi penghematan kegiatan Integrated Port Time (IPT) untuk proses discharge LPG senilai USD17,297,560.04 pada tahun 2011 dan 2012 (s.d. Oktober). Hal tersebut disebabkan olehIPT hanya menjadi KPI fungsi Marine, bukan menjadi KPI fungsi lainnya, Pertamina belum mengalokasikan anggaran yang cukup bagi perawatan dan perbaikan sarana dermaga maupun Depot LPG, Pertamina belum memiliki fasilitas storage yang sesuai dengan ukuran kapal dan dermaga yang mencukupi untuk menunjang kegiatan discharge yang ideal, Pertamina belum

(5)

memiliki koordinasi yang memadai dalam perawatan dermaga karena selama ini dermaga dimiliki oleh fungsi Supply and Distribution (S & D) sementara kegiatan harian di dermaga tersebut dilakukan oleh fungsi Marine dan Pertamina belum menetapkan standar waktu riil untuk proses discharge berdasarkan karakteristik jumlah muatan kapal, pumping rate kapal dan ukuran pipa di darat.

Sebelum menerbitkan laporan ini, BPK RI telah mengkomunikasikannya kepada pejabat terkait baik Direktorat Pemasaran dan Niaga maupun di lingkungan Direktorat Pengolahan Pertamina. Pertamina menyatakan sependapat dengan semua temuan pemeriksaan BPK RI dan akan menindaklanjuti semua rekomendasi BPK RI. Tanggapan atas laporan ini terdapat pada rincian laporan hasil pemeriksaan seperti yang diuraikan di bab-bab selanjutnya.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PT Pertamina (Persero) agar:

1. Merealisasikan percepatan pembangunan terminal LPG refrigerated Jawa Bagian Barat (JBB) Banten untuk mengggantikan VLGC.

2. Menentukan tenggat waktu yang lebih cepat pada tahapan FEED, pembebasan lahan, Lelang EPC, Construction, Mechanical Completion, Commissioning Test,

Operational Acceptance, dan Final Acceptance.

3. Membuat skedul perkembangan project sebagai sarana monitoring dan pengendalian yang lebih ketat untuk mempercepat progres pembangunan terminal tersebut dan memperhitungkan secara finansial efek dari setiap keterlambatan dari skedul yang telah ditetapkan.

4. Melakukan koordinasi dengan kementerian BUMN untuk mempercepat pengurusan penggunaan area untuk pembangunan dermaga kapal VLGC.

5. Menaikkan harga LPG tabung 12 kg sesuai harga perolehan untuk mengurangi kerugian Pertamina dengan mempertimbangkan harga patokan LPG, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri, dan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian, dan sesuai Permen ESDM No. 26 Tahun 2009, melaporkan kenaikan harga LPG tabung 12 kg tersebut kepada Menteri ESDM.

6. Mendeskripsikan secara lebih rinci turunan dari RJPP dalam bentuk workplan

langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan pasokan LPG dari dalam negeri.

7. Berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi untuk melakukan pembelian sumber-sumber gas baik melalui kerjasama antara anak perusahaan dan KKKS maupun KKKS murni.

8. Membuat kajian tentang investasi RFCC untuk meningkatkan produksi LPG di RU dan membuat kerjasama antara anak perusahaan dengan produsen gas swasta membentuk LPG plant.

9. Membuat Blue Print perencanaan pembangunan depot/terminal LPG di seluruh wilayah Indonesia dengan menetapkan secara definitif depot yang akan dibangun sendiri maupun depot yang akan disewa ke pihak swasta dengan mempertimbangkan kebutuhan storage LPG di masa yang akan datang

10. Membuat tim khusus yang bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan pembebasan lahan.

(6)
(7)

 

DAFTAR ISI

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... i vi viii ix I PENDAHULUAN 1

A. Dasar Hukum Pemeriksaan ... B. Identitas yang Diperiksa ... C. Jenis Pemeriksaan ... D. Tujuan Pemeriksaan ... E. Lingkup Pemeriksaan ... F. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan ………..……… G. Standar Pemeriksaan ... H. Metodologi Pemeriksaan ... I. Hambatan Pemeriksaan ... 1 1 5 5 5 6 6 6 7

II GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN 8

A. Kebijakan Nasional mengenai Gas dan LPG ……… 8 B. Proses Bisnis Pendistribusian LPG ………... 11 C. D. E. F. G. H.

Penyediaan LPG secara Nasional oleh Pertamina ... Pendistribusian LPG Nasional ... Fasilitas Depot/Terminal LPG dan Penyaluran dari Depot ke SP(P)BE ... Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG ……… Penyediaan dan Pemeliharaan Tabung ……… Penanganan Material ………... 12 15 18 19 21 23 III HASIL PEMERIKSAAN ... 25 A. Perencanaan Kegiatan Pendistribusian dan Penentuan Harga LPG ... 25 B. Kegiatan Pendistribusian LPG maupun Pemeliharaan Sarana dan Prasarana

Pendistribusian ... C. Penanganan Tabung LPG ………... D. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian LPG dan Tabung LPG ... E. Cakupan Pemeriksaan... F. Rincian Temuan Pemeriksaan ...

26 26 27 27 27 1. Penggunaan Floating Storage VLGC sebagai Solusi Sementara

Pengganti Terminal LPG Refrigerated dalam Jangka Panjang Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Sejumlah USD5,231,414 per Tahun ………... 2. Pertamina Menanggung Kerugian atas Bisnis LPG 12 dan 50 Kg selama

Tahun 2011 s.d. Oktober 2012 Sebesar Rp7,73 Triliun ………..

Nnn

27

30 3. Pertamina Belum Memanfaatkan secara Optimal Sumber Dalam Negeri

(8)

 

untuk Memenuhi Kebutuhan LPG ... 33 4. Kekurangan Jumlah Depot LPG di Beberapa Daerah Berpotensi

Mengganggu Kelancaran Distribusi LPG dan Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Transport Fee Minimal Sebesar Rp25,9 Milyar Per Tahun ………... 36 5. Pertamina Kehilangan Potensi Penghematan Kegiatan Integrated Port

Time untuk Proses Discharge LPG senilai USD17,297,560.04 pada Tahun 2011 dan 2012 (s.d. Oktober) ... 40 6. Belum Tersedianya Fasilitas Bunker MDO untuk Kapal Pengangkut

LPG Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Senilai Rp375.656.000,00 pada Tahun 2011 dan 2012 ...

45 7. Keterbatasan Tabung Rolling dan Material Berpotensi Menimbulkan

Gangguan Pada Proses Distribusi LPG ... 8. Proses Perawatan Tabung LPG Pertamina Kurang Efektif ... 9. Pertamina Belum Melakukan Monitoring secara Ideal atas Proses

Pekerjaan SPBE Serta Belum Membuat Standarisasi Waktu untuk Proses Pengisian LPG ke Tabung ... 10. Standarisasi Proses dan Waktu Pengisian LPG ke Skid Tank Depot

Belum Ditetapkan Mengakibatkan Ukuran Kinerja Filling Tidak Dapat Diketahui ... 11. Fasilitas Dermaga 3 di Balikpapan, Dermaga Pangkalan Susu, dan

Dermaga Gospier Surabaya Kurang Safe ……... 12. Beberapa Item Kinerja pada KPI Fungsi LPG Belum Tercapai ... 13. Fleksibilitas Operasi dan Daya Tampung Depot LPG Balikpapan

Sangat Terbatas untuk Menjaga Stok Aman di Kalimantan ... 14. Jalur Keluar Masuk Truk Skid Tank LPG ke Depot LPG Balikpapan

dalam Kondisi Kurang Safe ………... 47 50 54 57 59 61 63 65 15. Perawatan pada Masa Pemeliharaan maupun Pasca Pemeliharaan Depot

(9)

  DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 m Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 a Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 m Tabel 3.15

Target Bauran Energi Primer ... Cadangan Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010 ... Produksi Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010 ... Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2006-2010 ... Realisasi Distribusi Paket Perdana 2007 s.d. April 2012 ... Kuota Penugasan versus Realisasi Penyaluran LPG Tabung 3 Kg ... Realisasi Penjualan LPG Non PSO ... Proyeksi Kebutuhan LPG Berdasarkan RJPP Pertamina ... Realisasi Penyediaan LPG Nasional oleh Pertamina …... Perbandingan antara Penjualan dan Biaya Penyediaan dan Distribusi LPG ... Daftar Depot Milik Maupun Swasta yang Disewa Pertamina ... Jumlah SPBE/SPPBE/SPEK Seluruh Region ... Daftar Retester 3 Kg, 12 Kg dan 50 Kg Per Region Pemasaran Pertamina ... Tarif Pemeliharaan (per Tabung) ... Data Tabung dan Aksesoris Rusak ... Gudang yang Digunakan oleh Pertamina ... Perbandingan Biaya antara Penggunaan VLGC Sebagai Floating Storage dan Terminal Refrigerated Darat ... Kerugian Pertamina atas Bisnis LPG 12 Kg dan 50 Kg ... Kerugian Pertamina dari Bisnis LPG 12 kg dan 50 Kg per Kilogram .. Harga Publikasi Propane – Butane CP Aramco ...

Demand and Supply LPG 2010 – 2015 berdasarkan RJPP ... Realisasi Pemenuhan Kebutuhan LPG 2011 dan 2012 (s.d. Oktober ) Selisih antara Biaya Pengadaan LPG dari Impor dan KKKS Tahun 2011 ………...…….... Selisih antara Biaya Pengadaan LPG dari Impor dan KKKS Tahun 2012 ... Perhitungan atas Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee

LPG di Sumatera Utara ………... Perhitungan Nilai Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee

LPG di Sumatera Barat ………...…….... Perhitungan Nilai Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee

LPG di Jawa Timur ... Minimum Potensi Penghematan Akibat Lamanya Waktu Sandar ... Rerata Awaiting High Tide ... Selisih Harga HSD dan MDO Tahun untuk kapal LPG 2011 dan 2012 ... Selisih Harga HSD dan MDO kapal LPG Tahun 2012 ...

8 8 9 9 10 12 13 13 14 17 18 21 21 23 23 24 28 30 30 30 33 33 35 35 37 38 39 41 42 46 46

(10)

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1  Gambar 1.2 Gambar 2.1  Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3

Rangkaian Proses Bisnis Pertasmina………..………. Struktur Organisasi Fungsi LPG & Gas Products …... 

Perbandingan Suplai Berdasarkan RJPP dan Realisasi ... 

Pola Distribusdi dari Hulu ke Hilir ... Penyaluran LPG 3 Kg (PSO) dan Non PSO oleh Pertamina ... Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG …... Proses Bisnis Pemeliharaan Tabung ... Foto Depot Panjang ………... Foto Depot Tanjung Sekong ………...

2 5  14 16 16 20 51 67 69

(11)

 

BAB 1 PENDAHULUAN

 

A. Dasar Pemeriksaan

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23.e, 23.f, 23.g.

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 5. Rencana Kegiatan Pemeriksaan (RKP) Semester II Tahun Anggaran 2012.

B. Identitas yang Diperiksa

PT Pertamina (Persero) atau selanjutnya disebut Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas milik negara yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah melakukan merger dengan PERTAMIN pada tahun 1968 berganti nama menjadi PN Pertamina. Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1971, perusahaan ini kemudian dinamakan Pertamina. Nama ini terus dipergunakan hingga akhirnya perusahaan ini mengganti status hukumnya dan mengganti nama menjadi PT PERTAMINA (Persero) pada tanggal 9 Oktober 2003.

Dengan terbitnya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina berubah bentuk menjadi persero berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 tentang pengalihan bentuk perusahaan Pertamina menjadi perusahaan perseroan. PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akte Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003. Pada tanggal 3 Juli 2008 berdasarkan Akta Notaris Lenny Janis Ishak SH dilakukan perubahan anggaran dasar PT Pertamina (Persero).

Ruang lingkup bisnis Pertamina mencakup sektor hulu dan hilir. Sektor hulu mencakup eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan energi panas bumi baik secara domestik maupun di luar negeri. Hal tersebut dilakukan dalam bentuk operasi sendiri maupun kerjasama secara joint operation dengan JOBs (Join Operating Bodies), TACs (Technical Assitance Contracts) dan JOCs (Join Operating Contracts). Sementara itu sektor hilir mencakup pemprosesan, pemasaran, penjualan, dan pengapalan berbagai komoditas yang diproduksi antara lain Fuel (BBM) dan Non Fuel (Non BBM), LPG, LNG, petrokimia, dan lube base oil.

1. Proses Bisnis Pertamina

Proses bisnis Pertamina diawali dari kegiatan produksi minyak mentah (MM) dari sumur minyak milik Pertamina. MM yang diolah Refinery Unit Pertamina berasal dari produksi sendiri, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di wilayah Indonesia dan dari penjual/trader minyak. Pengangkutan minyak mentah ke kilang Pertamina dilakukan dengan menggunakan tanker dan pipa.

Hasil pengolahan Pertamina adalah produk BBM, Non BBM, Petrokimia dan Gas (LPG). Untuk penjualan di dalam negeri, produk kilang didistribusikan ke depot/terminal dan konsumen akhir melalui tanker, pipa, truk, dan kereta api. Untuk penjualan ekspor, produk diangkut dengan

tanker. Produk kilang dijual ke konsumen akhir melalui lembaga penyalur antara lain: SPBU, SPBB, SPBN, Agen, dsb.

(12)

 

Gambar 1.1. Rangkaian Proses Bisnis Pertamina

2. Informasi terkait dengan Sektor Gas di Pertamina a. Direktorat Gas Pertamina

Direktorat Gas merupakan direktorat baru di Pertamina yang dibentuk pada Juni 2012. Lingkup bisnis Direktorat gas adalah sebagai berikut:

1) Mengelola pengembangan, pengelolaan, pengolahan, pemasaran, niaga, serta kegiatan usaha terkait bisnis gas selain PSO, power, dan energi baru dan terbarukan.

2) Memimpin dan mengendalikan kegiatan usaha dan pengembangan bisnis gas, power, dan energi baru dan terbarukan dengan bertanggung jawab atas kinerja operasional maupun finansial.

3) Mengkoordinasikan dan mengawasi semua proyek yang berada di bawah kepemimpinan Direktorat Gas.

Pertamina melalui Direktorat Gas mendapatkan penugasan dari Pemerintah sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) untuk kepentingan Industri, yang terdiri dari:

1) Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Tangguh untuk pasar Jepang.

2) Surat Keputusan BP Migas No. KEP-0125/BP00000/2010/S2 tanggal 7 Oktober 2010 tentang Penunjukan Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Bontang untuk PT Nusantara Regas.

3) Surat Keputusan BP Migas No. KEP-0023/BP00000/2010/S2 tanggal 7 Oktober 2010 tentang Penunjukan Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Bontang ke Jepang.

b. PT Pertamina Gas (Pertagas)

Pertagas merupakan anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang niaga, transportasi, pemrosesan, dan bisnis lainnya yang terkait dengan gas alam dan produk turunannya. Kegiatan yang dijalankan oleh Pertagas hingga saat ini masih merupakan bisnis perusahaan dan belum ada penugasan dari pemerintah. Dari bidang usaha transportasi gas, Pertagas memperoleh keuntungan melalui upah jasa transportasi yang berasal dari penyaluran gas Pertamina EP dan Non Pertamina EP. Dari bidang usaha niaga gas, Pertagas memperoleh gas dari JOB Pertamina Golden Spike, JOB Pertamina Talisman OK, dan BUMD Bekasi PT Bina Bangun Wibawa Mukti yang selanjutnya dijual ke PT Pupuk Sriwijaya, PT Bayu Buana Gemilang, dan PT Mutiara Energi.

Pertamina 

Refineries Pertamina Oil & 

Gas Fields

Crude 

Entitlement & 

Gas Pipeline

KKKS Oil & Gas 

Fields 

Foreign Oil & Gas 

Fields

Oil & Gas 

Traders Inter Refinery  Cargoes Transit  Terminals Floating Storage Imported  Products Foreign  Refineries Products Oil & Gas 

Trucking Train SPBU / LPG  Filling Station Industri DPPU Bridger Pipeline Own Products Main / End  Depots Back Loading  Terminals Exported  Products Imported Crude  & Gas Own Crude & Gas

(13)

 

Sedangkan dari bisnis usaha pemrosesan gas, Pertagas bekerja sama dengan BUMD Bekasi yakni PT Bina Bangun Wibawa Mukti yang selanjutnya menggandeng PT Yudhistira Energy melalui kontrak Build Own Operate (BOO) untuk mengoperasikan kilang LPG di Kabupaten Bekasi dengan kapasitas LPG 138 ton/hari dan kondensat 177 barel/hari. Di samping itu Pertagas juga sedang membangun kilang NGL di Sumatera Selatan dengan kapasitas LPG 710 ton/hari dan kondensat 2.024 barel/hari.

c. Fungsi Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina

Fungsi ISC merupakan fungsi yang berada langsung di bawah Direktur Utama dalam struktur organisasi Pertamina. Peranan fungsi ISC adalah sebagai berikut:

1) Melakukan optimasi secara terintegrasi hilir wide untuk memperolah margin hilir yang terbaik.

2) Melakukan supply minyak mentah dan gas source ke Pengolahan.

3) Melakukan supply produk BBM, Non BBM, gas, dan produk lainnya ke Pemasaran dan Niaga.

4) Koordinasi dengan tradingarm PETRAL dalam melakukan impor/ekspor minyak mentah, intermedia, gas source, dan produk.

Koordinasi Fungsi ISC dalam proses bisnis pendistribusian LPG pada Fungsi LPG & Gas Products di Pertamina adalah pada bagian Non Fuel & Petrochemical Operation. Bagian ini bertugas sebagai koordinator supply gas. Bagian ini membuat rencana lifting/injeksi LPG untuk diserahkan ke Refinery Unit yang selanjutnya diserahkan kepada Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products. Rencana lifting/injeksi LPG merupakan salah satu input dalam membuat rencana bulanan pendistribusian LPG.

d. Direktorat Pengolahan (Refinery) Pertamina

Kegiatan pengolahan adalah kegiatan untuk mengubah bahan baku berupa minyak mentah dan intermedia menjadi produk-produk minyak berupa Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, Petrokimia, Gas dan Pelumas. Fungsi dan tugas kegiatan pengolahan dilaksanakan oleh Direktorat Pengolahan yang dipimpin oleh Direktur Pengolahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Pengolahan membawahi Manager HSE, Manager Legal, Senior Vice President (SVP) Refinery Operation dan SVP Business Development. Senior Vice President Refinery Operation salah satunya membawahi General Manager Operation

Refinery Unit II-VII.

Dalam proses bisnis pendistribusian LPG, Refinery Unit merupakan salah satu sumber

supply gas. Refinery Unit akan melakukan koordinasi dengan Bagian Non Fuel & Petrochemical Operation ISC dalam pembuatan rencana lifting/injeksi LPG untuk diserahkan kepada Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products.

e. Fungsi Perkapalan (Shipping) Pertamina

Fungsi Perkapalan merupakan salah satu fungsi di bawah Direktorat Pemasaran dan Niaga yang memiliki tugas sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan angkutan laut dan sungai untuk minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak dan gas, hasil olahannya dan produk petrokimia; dan

2) Menyelenggarakan pengelolaan kapal milik dan kapal yang disewa perusahaan untuk mengangkut minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak dan gas, hasil olahannya dan produk petrokimia.

Dalam pembuatan rencana bulanan pendistribusian LPG, Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products akan membuat alokasi kapal untuk masing-masing Depot berdasarkan hasil master

(14)

 

program yang telah disusun bersama dengan pihak-pihak terkait sebagai permintaan pengangkutan LPG kepada Ship Operation CBO & Petrochemical Manager Fungsi Perkapalan.

f. Fungsi LPG & Gas Products Pertamina

Fungsi LPG & Gas Products merupakan salah satu unit bisnis di bawah SVP Petroleum Products Marketing & Trading. Berikut informasi umum dan identitas Fungsi LPG & Gas Products:

1) Informasi Umum

Sejak tahun 1968, Fungsi LPG & Gas Products mendistribusikan LPG sebagai bahan baku industri, rumah tangga, dan komersial dengan menggunakan brand “Elpiji”. Kegiatan Pokok fungsi ini antara lain adalah menjalankan usaha LPG & produk turunannya yang meliputi penerimaan, penimbunan, pendistribusian, dan pemasaran yang terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Sasaran dari program kegiatan Fungsi LPG & Gas Products adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan marketshare 100% untuk LPG PSO dan 95% LPG Non PSO pada tahun 2016. Saat ini Pertamina merupakan pemain tunggal dalam pemasaran LPG PSO, namun dengan adanya Permen No. 26 Tahun 2009 maka terbuka bagi perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender dalam rangka penugasan untuk penyediaan dan pendistribusian LPG PSO

b) Mengupayakan pengurangan kerugian LPG Non PSO

Penjualan LPG NPSO terutama LPG 12 kg mengalami kerugian sejak tahun 2005. Hal ini disebabkan penetapan harga penjualan LPG 12 kg yang ditetapkan Pemerintah dibawah harga CP Aramco.

c) Meningkatkan layanan, kehandalan suplai, dan distribusi LPG di seluruh Indonesia Dengan semakin banyaknya swasta yang menyediakan infrastruktur dan jalur distribusi LPG maka kedepannya Pertamina akan bersaing secara head to head dengan swasta. d) Peningkatan profit dari bisnis Produk Gas

- Adanya perencanaan LNG Receiving Terminal sehingga kedepan penggunaan Gas Alam sebagai bahan bakar akan berkembang terutama di sepanjang jalur gas.

- Dengan adanya dukungan regulasi pemerintah untuk mendukung penggunaan

refrigeran ramah lingkungan maka peluang pasar Musicool semakin terbuka. - Kebutuhan akan bertambah seiring dengan pertumbuhan industri pengguna aerosol

serta didukung regulasi Pemerintah untuk penggunaan produk ramah lingkungan.

2) Struktur Organisasi

Struktur Organisasi dari PT Pertamina (Persero) fungsi LPG & Gas Product berdasarkan Kpts-081/F00000/2010-S0 tanggal 30 November 2010 tentang Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero) adalah sebagai berikut:

(15)

 

Gambar 1.2 Struktur Organisasi Fungsi LPG & Gas Products

 

C. Jenis Pemeriksaan

Pemeriksaan Terinci Kinerja atas kebijakan nasional sektor gas di Pertamina. Area Kunci atas pemeriksaan terinci kinerja tersebut adalah “Pendistribusian LPG”.

D. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan terinci kinerja adalah menilai efisiensi dan efektivitas pendistribusian LPG dan Tabung LPG Pertamina, dengan sub tujuan untuk menilai apakah:

1. Perencanaan kegiatan pendistribusian dan penentuan harga LPG dan tabung LPG telah dilakukan secara memadai, memiliki justifikasi, dan memenuhi kriteria penetapan perencanaan yang baik.

2. Kegiatan pendistribusian LPG maupun pemeliharaan sarana dan prasarana pendistribusian telah dilaksanakan dengan efisien dan memenuhi ekspektasi yang dituangkan dalam Key Performance Indicator.

3. Penanganan tabung LPG telah dilaksanakan sesuai dengan standar, kualitas, kuantitas yang ditentukan oleh Pertamina maupun oleh instansi yang berwenang lainnya.

4. Kegiatan pendistribusian LPG dan tabung LPG telah dimonitor dan dievaluasi secara memadai dalam rangka memenuhi tujuan perusahaan dan ketersediaan LPG dan tabung untuk keperluan masyarakat.

E. Lingkup Pemeriksaan

Lingkup pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kegiatan pendistribusian LPG ini dimulai dari transportasi produk LPG yang diadakan dari berbagai sumber (impor, pembelian dari dalam negeri maupun hasil produksi kilang dalam negeri sampai dengan LPG tersebut didistribusikan ke masing-masing SPBE/SPPBE/SPPEK. Terkait pendistribusian LPG dari SPBE/SPPBE/SPPEK sampai dengan Agen LPG dan konsumen akhir tidak dilakukan pemeriksaan karena kegiatan tersebut

(16)

 

merupakan tanggung jawab bersama antar Pertamina dengan pihak ketiga dan sudah menjadi salah satu objek pemeriksaan subsidi JBT dan LPG 3 kg.

2. Pemeriksaan tidak ditujukan untuk menilai proses pengadaan LPG dan juga tidak mencakup rantai pendistribusian LPG dari SPBE ke Agen.

3. Sasaran pemeriksaan terinci kinerja adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan perencanaan supply dan distribusi LPG dan tabung LPG: - Perencanaan suplai dan distribusi LPG

- Proses penetapan harga jual LPG

- Perencanaan pengadaan dan distribusi tabung dan material b. Kegiatan pendistribusian LPG dan tabung LPG:

- Pendistribusian LPG - Pendistribusian tabung LPG c. Kegiatan penanganan tabung LPG:

- Penyaluran tabung dari pabrik ke SPBE - Penanganan tabung bocor

- Penyerahan tabung LPG rolling dari SPPBE/SPPEK/SPBE ke retester - Penanganan tabung LPG tanpa tanda SNI

d. Kegiatan monitoring pendistribusian LPG: - Penentuan KPI fungsi LPG & Gas Products - Monitoring kinerja Fungsi LPG & Gas Products - Monitoring stock LPG

- Monitoring realisasi penjualan LPG - Pembinaan dan evaluasi saluran distribusi - Standarisasi jalur distribusi SPBE/SPPBE

F. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan

Pemeriksaan terinci kinerja dilaksanakan dalam waktu 50 hari kerja di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) dan Kantor LPG & Gas Products Region di Jakarta, Medan, Balongan, Bandung, Makassar, Balikpapan, dan Surabaya. Pemeriksaan dilaksanakan pada 15 Oktober s.d. 21 Desember 2012.

G. Standar Pemeriksaan

Standar pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) seperti yang dinyatakan dalam Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007. Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja BPK RI mengacu pada Pernyataan Standar Pemeriksaan No. 1 (PSP No. 1) tentang Standar Umum, PSP No. 4 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, dan PSP No. 5 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja.

H. Metodologi Pemeriksaan

Metodologi pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan atas kegiatan pendistribusian LPG merupakan Pemeriksaan Kinerja yang mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kinerja dan diartikan sebagai suatu proses penilaian atas bukti-bukti yang tersedia untuk menghasilkan suatu pendapat secara luas mengenai bagaimana entitas menggunakan sumber daya secara ekonomis, efisien, dan efektif.

(17)

 

Tahap ini merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan pemeriksaan pendahuluan dan seluruh informasi yang relevan dengan tujuan pemeriksaan, diungkap dalam temuan pemeriksaan. 2. Pemeriksaan meliputi tiga tahapan pemeriksaan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.

a. Tahapan perencanaan ini telah dilaksanakan pada Pemeriksaan Pendahuluan Kinerja. Tahap perencanaan telah dilakukan dengan output antara lain sebagai berikut:

1) Kertas Kerja Pemahaman entitas dari pengidentifikasian masalah. 2) Kertas Kerja Penentuan area kunci.

3) Kertas Kerja Penentuan tujuan dan lingkup pemeriksaan. 4) Kertas Kerja Penentuan kriteria pemeriksaan.

5) Kertas Kerja Pengidentifikasian jenis bukti dan prosedur pemeriksaan. 6) Program Pemeriksaan (P2) Terinci

b. Tahap pelaksanaan meliputi:

1) Pengumpulan bukti dalam rangka menggali masalah bertujuan untuk memperoleh bukti pemeriksaan sebagai pendukung temuan temuan pemeriksaan dan simpulan pemeriksaan. Tahapan ini dilakukan melalui kegiatan wawancara dengan pihak terkait, konfirmasi, penyebaran kuesioner, cek fisik secara uji petik, observasi proses kegiatan entitas, reviu dokumen, dan reviu literatur.

2) Pengujian bukti dilakukan melalui kegiatan analisis data, analisis rasio, analisis kewajaran, analisis keselarasan, analisis perbandingan, analisis perhitungan, analisis trend, dan sampling atas populasi kegiatan pendistribusian LPG.

3) Pengujian atas kepatuhan terhadap perundang-undangan dan kualitas pelaksaaan pengendalian intern.

4) Penyusunan temuan pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak lain yang berkepentingan tentang fakta informasi yang akurat dan berhubungan dengan permasalahan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan.

5) Setelah temuan pemeriksaan disusun, tim selanjutnya mengajukan rekomendasi kepada entitas yang diperiksa.

c. Tahap pelaporan meliputi penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan, perolehan tanggapan dan tindakan perbaikan yang direncanakan, serta penyusunan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan. Metodologi pemeriksaan dalam tahap pelaporan meliputi teknik dan mekanisme pelaporan, yaitu sebagai berikut.

1) Penyusunan Konsep LHP disiapkan oleh Auditorat. Input utama konsep LHP adalah temuan pemeriksaan.

2) Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab akan dibahas bersama manajemen entitas untuk memperoleh tanggapan dan rencana perbaikan yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan agar laporan dapat disajikan secara berimbang.

3) Pemeriksa mengevaluasi tanggapan yang diberikan entitas, bila tidak bertentangan dengan konsep LHP, akan diproses menjadi LHP final yang akan direviu dan ditandatangani oleh Penanggung Jawab. LHP final akan didistribusikan kepada pihak yang telah disepakati sebagai penerima laporan.

I. Hambatan Pemeriksaan

Tidak ada hambatan pemeriksaan yang berarti yang dialami Tim Pemeriksaan Kinerja dalam pelaksanaan pemeriksaan.

(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN

A. Kebijakan Nasional Mengenai Gas dan LPG

Kebijakan Energi Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, kebijakan tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Terdapat dua sasaran yang ingin dicapai melalui Kebijakan Energi Nasional yaitu tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 dan terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025.

Tahun 2007 ditetapkan Undang-undang Energi No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, perwujudan Kebijakan Energi Nasional dalam Undang-undang tersebut meliputi ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional dan cadangan penyangga energi nasional.

Salah satu sasaran energi primer yang optimal adalah dengan meningkatkan peranan energi gas bumi terhadap konsumsi energi nasional menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025.

Tabel 2.1 Target Bauran Energi Primer

Energi Primer Target Tahun 2025

Minyak Bumi < 20%

Gas Bumi > 30%

Batu Bara > 33%

Biofuel > 5%

Panas Bumi > 5%

Energi Baru dan Energi Terbarukan lainnya > 5%

Liquified Coal > 2%

Sumber : Perpres No. 5 Tahun 2006

Cadangan gas bumi Indonesia rata-rata tahun 2006-2010 sebesar 166,54 TSCF dengan produksi gas bumi rata-rata per tahun sebesar 3,02 TSCF. Data tersebut menunjukkan gas bumi Indonesia memiliki Reserve to Production Ratio sebesar 55,48 tahun. Data cadangan dan produksi gas bumi di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Cadangan Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010

Wilayah 2006 2007 2008 2009 2010 Aceh 4,57 3,71 5,72 5,55 5,74 Sumatera Utara 1,38 1,32 1,27 1,26 1,28 Sumatera Tengah 7,83 7,96 8,15 10,57 10,35 Sumatera Selatan 24,3 26,68 27,1 17,74 16,11 Natuna 53,56 53,06 52,59 52,14 51,46 Jawa Barat 6,04 6,18 4,16 3,68 3,70 Jawa Timur 6,2 6,39 5,08 5,30 6,40 Kalsel 2,37 Kaltim 45,4 21,49 24,96 21,78 19,76 Sulawesi Tengah 0,79 7,76 3,18 2,68 2,8 Selawesi Selatan 3,92 Maluku 0,006 6,31 13,65 15,22 15,22 Papua 24,47 24,14 24,21 23,71 24,32 Total 180,84 165,00 170,07 159,63 157,14

(19)

Cadangan gas bumi tersebut, telah diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Minyak dan Gas Bumi, dengan hasil produksi sebagai berikut:

Tabel 2.3 Produksi Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Pertamina 0,960 0,782 0,926 1,045 1,045

KKKS 7,133 6,904 6,957 7,341 8,291

Jumlah 8,093 7,686 7,883 8,386 9,336

Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian ESDM

Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat produksi gas bumi rata-rata 1,82% dari cadangan gas bumi tahun 2006-2010. Kondisi ini disebabkan tingginya tingkat risiko dan nilai investasi pada sektor gas bumi. Pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2006-2010

Tahun 2006 (%) 2007 (%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) Domestik Pupuk 6,4 7,1 6,0 7,4 6,6 Kilang 0,5 0,9 1,0 1,0 0,8 Petro Kimia 1,9 1,8 1,8 1,8 1,0 Kondensasi 0,5 0,4 0,1 0,2 0,2 LPG 1,1 1,3 0,5 0,6 0,6 PGN 8,3 8,0 9,9 9,0 8,4 PLN 5,7 6,5 7,7 7,6 7,9 Krakatau Steel 0,0 1,0 0,8 0,8 0,6 Industri Lain 3,8 1,7 1,7 1,8 1,7 Pemakaian Sendiri 3,0 10,1 10,3 10,8 11,2

Susut & Flare 3,8 3,5 3,9 5,6 5,4

Peningkatan Produksi Minyak 3,0 3,5 4,0 4,1 3,9

Jumlah Domestik 45,90 45,6 47,8 50,5 48,3 Eksport LNG 48,6 46,3 44,0 39,9 41,9 LPG 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Gas Pipa 5,5 8,1 8,1 9,6 9,8 Jumlah Eksport 54,1 54,4 52,2 49,5 51,7

Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian ESDM

Pemanfaatan gas bumi dalam negeri lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah yang diekspor. Sebagian besar pemanfaatan gas bumi dalam negeri untuk bahan baku pabrik pupuk dan industri petrokimia serta sumber energi untuk pembangkit listrik dan industri lain, sedangkan sebagian kecil masih digunakan untuk peningkatan produksi minyak bumi.

Selain pemanfaatan gas untuk skala besar, kebijakan energi nasional juga mengarah ke sektor industri kecil, mikro, dan rumah tangga. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengalihan BBM ke energi gas diantaranya dengan melakukan konversi Minyak Tanah ke

Liquified Petroleum Gas (LPG).

Pemerintah menetapkan program konversi Minyak Tanah ke LPG melalui Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 kg. Adapun sasaran dari program konversi ini adalah Rumah Tangga dan Usaha Mikro. Perpres tersebut antara lain menyatakan bahwa:

(20)

1. Penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro yang menggunakan minyak tanah untuk memasak dan tidak mempunyai kompor gas;

2. Pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg diawali dengan memberikan secara gratis tabung LPG 3 kg beserta isi, kompor, selang dan regulator kepada rumah tangga dan usaha mikro.

Untuk melaksanakan program konversi LPG 3 kg, Pemerintah memberikan penugasan kepada Pertamina selaku penyedia, dan distributor LPG 3 kg dari Tahun 2007 s.d. sekarang. Untuk menjalankan program tersebut, Pertamina membentuk suatu Koordinator Pelaksana Bidang Konversi (Project Coordinator) untuk merencanakan dan mengusulkan pelaksanaan konversi LPG tiap tahunnya dan dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product. Fungsi LPG dan Gas Product adalah pelaksana pengadaan paket perdana konversi (tabung 3 kg, kompor, selang, dan regulator), dan pelaksanaan pendataan serta distribusi paket. Kontrak pengadaan sarana paket perdana dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina. Sedangkan pelaksanaan kegiatan pendataan dan distribusi paket menjadi tugas region-region yang berada di daerah yang pelaksanaannya dikontrakkan kepada pihak ketiga. Dalam melaksanakan program konversi, Pertamina menyiapkan infrastruktur untuk mendistribusikan LPG ke masyarakat antara lain berupa Depot LPG, SPPBE/SPBE, Agen LPG, floating storage, dan tanki.

Data realisasi pendistribusian paket perdana sejak tahun 2007 sampai dengan April 2012 menunjukkan bahwa jumlah paket perdana LPG 3 kg yang telah didistribusikan adalah sebesar 53.884.926 paket. Rincian dan sebaran pendistribusian paket perdana adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Realisasi Distribusi Paket Perdana 2007 s.d. April 2012

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total Bengkulu - - - - 436,103 - 436,103 Jambi - - - - 602,267 - 602,267 Kepulauan Riau - - 241,733 21,164 29,753 - 292,650 Lampung - - 822,234 828,736 - 65,865 1,716,835 NAD - - - 468,366 472,377 887 941,630 Riau - - 56,741 367,320 705,504 789 1,130,354 Sumatera Selatan 50,000 726,051 851,550 - - - 1,627,601 Sumatera Utara - - 1,671,594 77,959 779,852 69,051 2,598,456 Banten 498,347 1,338,907 737,839 16,329 - - 2,591,422 DKI Jakarta 1,278,368 856,197 8,751 - - - 2,143,316 Jawa Barat 946,147 7,145,785 4,077,496 200,275 - - 12,369,703 Kalimantan Barat - - 240,486 189,617 622,180 13,820 1,066,103 DI Yogyakarta 79,841 701,413 89,153 - - - 870,407 Jawa Tengah 365,406 1,823,356 7,259,125 - - - 9,447,887 Bali 15,616 256,055 506,148 11,875 - - 789,694 JawaTimur 742,725 2,229,930 6,179,051 1,799,431 65,635 - 11,016,772 NTB - - - 9,315 669,776 - 679,091 Gorontalo - - - - 165,335 - 165,335 Kalimantan Selatan - - - - 309,118 - 309,118 Kalimantan Timur - - 461,660 118,031 116,251 - 695,942

(21)

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total

Sulawesi Barat - - - - 226,897 - 226,897

Sulawesi Selatan - - 1,151,794 606,309 - - 1,758,103

Sulawesi Utara - - - - 402,885 6,355 409,240

Total 3,976,450 15,077,694 24,355,355 4,714,727 5,603,933 156,767 53,884,926 Sumber data :PT Pertamina

Pada tahun 2012, Pemerintah melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG melalui Kementerian ESDM dengan mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2790/K/12/MEM/12 tanggal 19 September 2012 tentang Penugasan Kepada PT Pertamina (Persero) dalam Penyediaan dan Pendistribusian Paket Perdana Liquefied Petroleum Gas

Tabung 3 Kilogram Tahun 2012. Wilayah penugasan konversi berdasarkan Keputusan Menteri tersebut antara lain Provinsi Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah, dengan jumlah paket perdana sebanyak 2.343.195 paket.

Selain program konversi Minyak Tanah ke LPG 3 Kg, Pertamina juga melakukan penyediaan dan pendistribusian LPG 6 Kg dan 12 Kg. Pengelolaan (Penyediaan dan Pendistribusian) LPG Tabung Non PSO tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan LPG PSO, hanya berbeda di segi konsumen dan harga yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

Pengelolaan (Penyediaan dan Pendistribusian) LPG Tabung Non PSO tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan LPG PSO, hanya berbeda di segi konsumen dan harga yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

Pada tahun 2011, Pertamina menetapkan target RKAP penjualan LPG Non PSO turun menjadi 900.000 MT (80% dari realisasi 2010). Turunnya target penjualan tahun 2010 ini disebabkan karena beberapa daerah telah closed and dry sehingga beberapa pengguna dual fuel (pengguna LPG 12 kg dan minyak tanah) diperkirakan akan beralih menjadi pengguna LPG 3 kg. Namun ternyata target ini tidak berjalan dengan baik karena meningkatnya kecelakaan LPG 3 kg pada tahun 2010 berdampak secara tidak langsung terhadap meningkatnya realisasi LPG Non PSO sehingga mencapai 127% dari target.

Pada tahun 2012, rencana volume penjualan Non PSO tidak mengalami peningkatan signifikan dibandingkan realisasi 2011 (RKAP 2012 = 1.196.000 MT). Hal ini dikarenakan Pertamina diskenariokan masih akan mengalami kerugian apabila Pemerintah masih berusaha menjaga stabilitas masyarakat dan inflasi sehingga Pertamina tidak bisa menaikkan harga LPG. Prognosa 2012, LPG Non PSO 97% dari target karena dilakukannya pengendalian penjualan LPG 12 kg yang merugi. Oleh karenanya, rencana program kerja di sektor LPG Non PSO Marketing secara garis besar adalah fokus untuk mengembangkan jaringan pemasaran LPG Non PSO serta peningkatan standar pelayanan dan pengurangan kerugian LPG Non PSO.

B. Proses Bisnis Pendistribusian LPG

Proses bisnis penyediaan dan pendistribusian LPG 3 kg, 12 kg, dan 50 kg mempunyai mekanisme yang sama. Perbedaannya hanya di segi konsumen dan harga. Untuk LPG 3 kg, konsumennya adalah rumah tangga dan usaha mikro dan harganya ditetapkan oleh Pertamina. Untuk LPG 12 kg konsumennya adalah rumah tangga dan industri. Sedangkan untuk LPG 50 kg, konsumennya adalah sektor industri.

(22)

Proses bisnis LPG diawali dengan pembelian LPG dari KKKS dan Impor, serta dari

Refinery unit untuk disimpan dalam storage/depot dalam kondisi tekanan tinggi. Selanjutnya dari storage/depot, LPG didistribusikan ke filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE dengan menggunakan skid tank. Dari filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE, LPG didistribusikan ke agen-agen dengan menggunakan truk. Pengangkutan LPG dari depot ke SPBE ditangani oleh Pertamina karena SPBE tidak mempunyai alat angkut/skid tank, sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPPBE dilakukan oleh pemilik SPPBE dengan mendapatkan fee angkut. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen dilakukan oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen.

LPG tabung 3 kg adalah produk LPG khusus yang dibuat Pertamina sesuai dengan program Pemerintah yaitu konversi minyak tanah ke LPG. Program ini mulai dilaksanakan akhir tahun 2007, tepatnya ketika Pemerintah melalui Presiden menerbitkan Perpres No. 104 Tahun 2007 pada bulan November tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG. Program ini dimulai dengan mendistribusikan paket perdana LPG tabung 3 kg ke masyarakat secara gratis. Selanjutnya, Pertamina mempunyai kewajiban untuk melakukan pengisian ulang (refill) tabung LPG 3 Kg dengan menyediakan LPG dan mendistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Suplai LPG Pertamina pada saat ini berasal dari kilang dalam negeri dan Impor.

Pada tahun 2011, Pertamina telah menyalurkan LPG 3 kg sebanyak 3.257.845.182 kg atau sebanyak 1.085.948.394 tabung dengan nilai subsidi sebesar Rp21.164.526.763.177,80. Kementerian ESDM, melalui konsultan yang ditunjuk, melakukan verifikasi atas laporan penyaluran LPG tabung 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina. Hasil verifikasi konsultan Kementerian ESDM menunjukkan masih adanya kekurangan pada kegiatan penyaluran LPG tabung 3 kg pada tahun 2011 yang dilakukan oleh Pertamina, antara lain:

1. Kondisi administrasi yang masih buruk untuk tingkat penyalur, antara lain hilangnya dokumen Surat Pengantar Pengiriman (SPP), yang mengakibatkan proses verifikasi menjadi terhambat;

2. Kekurangan pada sistem Pertamina seperti masih terdapat DO ganda atau alamat penyalur belum update;

3. Praktek jual beli DO dan persaingan harga;

4. Sebagian besar penyalur dan SPBE beroperasi di bawah tingkat keekonomian; 5. Biaya transportasi yang tinggi.

C. Penyediaan LPG Secara Nasional oleh Pertamina

Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina melakukan pengadaan LPG baik dari dalam negeri maupun dari impor. Pertamina mengadakan LPG untuk memenuhi penugasan subsidi LPG tabung 3 kg yang diberikan oleh Pemerintah maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakan akan LPG non PSO dalam kemasan tabung 12 kg, 50 kg, maupun bulk LPG. Gambaran kebutuhan LPG untuk penugasan PSO dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.6 Kuota Penugasan versus Realisasi Penyaluran LPG Tabung 3 Kg

2007 (MT) 2008 (MT) 2009 (MT) 2010 (MT) 2011 (MT) 2012 (MT)

PSO 181.274,25 1.144.019,93 1.775.000 2.973.342 3.522.000 3.606.105

Realisasi PSO N/A 574.125 1.753.936 2.713.919 3.257.856 3.215.729 *)

Sumber: Ketetapan Menteri ESDM tahun 2007 – 2012, *) = sampai Oktober 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terdapat peningkatan kebutuhan akan LPG untuk penugasan (LPG subsidi tabung 3 kg). Sejak dimulainya program konversi

(23)

Minyak tanah ke LPG dari tahun 2007, peningkatan LPG PSO telah meningkat dari 181.274 MT pada tahun 2007 menjadi 3.606.105 MT pada tahun 2012. Peningkatan tersebut mencapai 18 kali lipat. Selain kebutuhan LPG tabung 3 kg, realisasi penjualan LPG Non PSO oleh Pertamina tahun 2009 s.d. 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7 Realisasi Penjualan LPG Non PSO

Tahun Volume Penyaluran (Metrik Ton)

2009 1.131.031 2010 1.122.711 2011 1.147.528

2012 (Jan- Okt) 967.370

Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG) menjelaskan bahwa penyediaan LPG dapat berasal dari produksi LPG dalam negeri atau melalui impor. Pertamina juga telah membuat Rencana Jangka Panjang 2011-2015 untuk memenuhi kebutuhan LPG nasional sebagai berikut:

Tabel 2.8 Proyeksi Kebutuhan LPG berdasarkan RJPP Pertamina

2010 2011 2012 2013 2014 2015 PSO 3.001.528 3.522.000 3.606.105 3.732.319 3.862.951 3.998.155 NON PSO 1.261.280 1.162.719 1.095.143 1.037.488 987.049 937.696 TOTAL 4.262.808 4.684.719 4.701.248 4.769.807 4.850.000 4.935.851 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kilang Pertamina 819.000 782.018 837.378 837.378 837.378 837.378 Kilang Swasta 88.000 98.550 52.040 52.040 52.040 52.040 KKKS 1.573.000 2.025.845 1.965.759 1.165.759 1.165.759 1.165.759 Hulu 53.000 47.000 52.920 52.920 52.920 52.920 KKKS Press 100.000 248.845 55.579 55.579 55.579 55.579 Petrochina Jabung 420.000 480.000 405.698 405.698 405.698 405.698 Conoco Belanak 450.000 450.000 651.562 651.562 651.562 651.562 Badak Bontang 550.000 800.000 800.000 Total Domestik 2.480.000 2.906.413 2.855.177 2.055.177 2.055.177 2.055.177 Total Impor 1.782.808 1.778.306 1.846.071 2.714.630 2.794.823 2.880.674 Grand Total 4.262.808 4.684.719 4.701.248 4.769.807 4.850.000 4.935.851 % Impor 42% 38% 39% 57% 58% 58%

Sumber: RJPP LPG dan Gas Product 2011-2015

Kebutuhan LPG nasional saat ini telah mencapai 15.000 – 16.000 MT/hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pertamina telah melakukan penyediaan, dari dalam negeri seperti Refinery Unit Pertamina, KKKS, dan juga dari kilang swasta, maupun dari luar negeri dengan melakukan impor LPG. Pada periode yang diperiksa BPK RI yaitu selama periode 2011-2012 realisasi komposisi penyediaan LPG tersebut sudah berbeda dengan proyeksi yang dinyatakan di RKPP. Realisasi penyediaan LPG tersebut sebagai berikut:

(24)

Tabel 2.9 Realisasi Penyediaan LPG Nasional oleh Pertamina 2011 Jan-Okt 2012 Kilang Pertamina 803.020,118 597.481,489 Kilang Swasta 66.470,350 61.084,860 KKKS 1.409.754,055 1.374.040,358 KKKS Indonesia 1.310.184,116 1.344.091,158

Mix in Bottles (KKKS Press) 99.569,939 29.949,200

Total Domestik 2.279.244,523 2.032.606,707 Total Impor 2.080.956,838 2.114.950

Grand Total 4.360.201,361 4.147.556

% Impor 48% 51%

Sumber: data ISC

Tabel di atas menunjukkan terdapat kecenderungan impor yang semakin meningkat sementara itu realiasi penyediaan domestik cenderung di bawah nilai yang ditetapkan RJPP 2011. Perbandingan antara pembelian impor dan domestik mengarah kepada peningkatan impor sementara penyediaan domestik menurun.

(25)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina selain bertanggung jawab terhadap penyediaan LPG, juga bertanggung jawab melaksanakan distibusi LPG tersebut. Pemerintah juga mengatur tentang penyediaan dan pendistibusian LPG tersebut, misalnya dalam Permen ESDM No. 26 tentang Penyediaan dan Pendistribusian

Liquid Petroleum Gas (LPG). Pada pasal 15 Permen tersebut diatur juga tentang kewajiban Badan Usaha (Pertamina) dalam melaksanakan pendistribusian, antara lain adalah menjamin kesinambungan penyaluran LPG pada jaringan distribusi niaganya, misalnya dengan:

1. Memiliki cadangan operasional LPG minimum selama 7 (tujuh) hari untuk LPG Umum yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;

2. Memiliki cadangan kerja minimum selama 3 (tiga) hari dan cadangan operasional minimum selama 8 (delapan) hari untuk LPG Tertentu yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;

3. Menjamin dan memiliki rencana tanggap darurat (emergency response) pasokan dan distribusi LPG yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 24 jam sejak terjadinya gangguan pasokan yang dapat menyebabkan kegagalan atau ketidaktersediaan LPG Tertentu di suatu Wilayah Distribusi Tertentu; dan

4. Menyediakan, memiliki atau menguasai sarana dan fasilitas niaga LPG.

Untuk melaksanakan Permen tersebut, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menyusun indikator kinerja (Key Performance Indicator) tentang ketahanan stok LPG nasional. Pada periode 2011, dalam KPI VP LPG dan Gas Product diatur mengenai ketahanan stok LPG nasional dengan lama 11 hari (base) dan 15 hari (stretch). Untuk mendukung program pemerintah dalam konversi mitan ke LPG, maka pada tahun 2012, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menambahkan indikator kinerja sebagai pendukung ketahanan stok LPG nasional, yaitu SP(P)BE PSO tidak boleh kekurangan stok (stretch). Namun, Pertamina juga mempunyai toleransi sebesar 0,8% (base). Fungsi LPG & Gas Product Pertamina mengupayakan agar SP(P)BE PSO tidak kekurangan stok dengan cara melakukan pemantauan (monitoring), misalnya di Medan dengan sistem online, SIGAS yang dapat memantau stok yang ada di Region 1 LPG dan Gas Product. Pada periode 2012, terdapat perubahan lama ketahanan stok menjadi 16,5 hari (base) dan 15 hari (stretch). Peningkatan lama ketahanan stok ini dilakukan untuk melaksanakan program pemerintah (Permen ESDM No. 26 Tahun 2009).

Indikator ketahanan stok nasional tersebut diturunkan dari level VP ke Manajer Operasional. Pada level Manajer Operasional, bobot kinerja ketahanan stok LPG nasional merupakan hal yang penting dan mempunyai bobot 16% (2011) dan 15% (2012). Jadi dapat dikatakan bahwa Manajer Operasional atau Bagian Operasional merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan LPG secara nasional.

D. Pendistribusian LPG Nasional

LPG diperoleh melalui 3 sumber, yaitu kilang Pertamina, KKKS, dan impor. Pola pendistribusian dari ketiga sumber di atas sampai ke depot LPG dilakukan dengan menggunakan kapal yang dapat mengangkut 1.800 MT s.d. 44.000 MT. Pengaturan distribusi LPG ini dilakukan melalui pembuatan master program. Setelah LPG tersebut tiba di depot, maka akan dilanjutkan dengan mendistribusikan ke SP(P)BE melalui skid tank untuk disimpan di tanki timbun SP(P)BE sebelum disalurkan ke agen. Pola distribusi LPG tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

(26)

Gambar 2.2 Pola Distribusi LPG dari Hulu ke Hilir

Dalam melakukan pendistribusian LPG baik PSO maupun Non PSO, Pertamina membagi wilayah kerja pendistribusian menjadi 6 wilayah kerja sebagai berikut:

1. Region I untuk wilayah Sumatera bagian utara, Riau dan Sumatera Barat 2. Region II untuk wilayah Sumatera bagian selatan

3. Region III untuk wilayah Jawa bagian barat dan Kalimantan Barat 4. Region IV untuk wilayah Jawa bagian tengah dan DI Yogyakarta 5. Region V untuk wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara 6. Region VI untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua

Selama tahun 2009 – 2012, Pertamina selaku badan usaha yang melakukan bisnis LPG telah mendistribusikan LPG sebagai berikut:

Gambar 2.3 Penyaluran LPG 3 kg (PSO) dan Non PSO oleh Pertamina

‐ 500,000  1,000,000  1,500,000  2,000,000  2,500,000  3,000,000  3,500,000  2009 2010 2011 2012 (Jan ‐ Okt) 1,774,653  2,789,558  3,257,856 3,215,896  1,131,031 1,122,711  1,147,528  967,370  PSO (MT) Non PSO (MT)

(27)

LPG PSO adalah khusus untuk LPG tabung 3 kg di mana Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat. Sedangkan LPG Non PSO adalah LPG tabung 12 kg, 50 kg, 6 kg, LPG Bulk, Ease Gas, dan Propane Refrigerated. Dari sekian banyak jenis LPG Non PSO, komposisi yang paling besar adalah LPG 12 dan 50 kg. Dalam melakukan bisnis LPG 12 dan 50 kg tersebut, Pertamina mengalami kerugian, namun dalam bisnis LPG 3 kg Pertamina mendapatkan keuntungan meskipun secara keseluruhan (PSO versus Non PSO) Pertamina tetap mengalami kerugian. Secara rinci, pendapatan dan biaya harga pokok LPG tabung 3, 12, dan 50 kg adalah sebagai berikut:

Tabel 2.10 Perbandingan antara Penjualan dan Biaya Penyediaan dan Distribusi LPG

Uraian 2011 2012 (Jan – Okt)

3 Kg 12 Kg 50 Kg 3 Kg 12 Kg 50 Kg Penjualan (MT) 3.257.856 886.012 130.396 3.215.896 760.473 111.969

Pendapatan (Rp/Kg) 9.962 4.947 6.358 10.894 4.952 7.139

Biaya Penyediaan dan Disribusi

Raw Material 7.469 7.469 7.469 8.635 8.635 8.635

Freght Domestic 383 383 383 371 371 371

Custom Duties 189 189 189 226 226 226

Handling & Transportasi

- Filling Feed & Handling 300 118 118 232 120 120

- Transportasi ke SPPBE 289 289 289 276 276 276

- Transportasi ke Agen 390 - - 390 - -

Operasi 313 313 313 233 233 233

Total Biaya (Rp/Kg) 9.333 8.761 8.761 10.363 9.861 9.861

Laba / (Rugi) (Rp/kg) 629 (3.815) (2.403) 531 (4.910) (2.722)

Dari tabel di atas terlihat bahwa Pertamina mengalami kerugian yang berpotensi mengganggu kontinuitas pendistribusian LPG dalam jangka panjang dan kemampuan finansial Pertamina. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa komponen terbesar dari biaya adalah biaya raw material, sedangkan pendapatan per kg jauh berada di bawah biaya raw material tersebut. Biaya raw material terdiri dari harga pembelian impor termasuk biaya angkut pengapalan, produksi kilang, pembelian KKKS. Harga pembelian impor tidak memisahkan antara harga CP Aramco dan biaya angkutnya. Sedangkan biaya perkapalan domestik terdiri dari biaya sewa kapal, biaya pelabuhan, bunker, biaya overhead, dan penyusutan.

d. Pengangkutan LPG Impor, KKKS serta Pendistribusiannya ke Depot-Depot

Proses pengangkutan LPG berkaitan dengan proses perencanaan pendistribusian LPG, yaitu keterkaitannya dengan sumber supply LPG (Refinery Unit, KKKS, dan impor), perencanaan jadwal pendistribusian, dan mekanisme pendistribusiannya ke Depot LPG maupun SPBE/SPPBE sesuai dengan rencana pendistribusian (DOT).

Perencanaan pendistribusian LPG ini dituangkan dalam master program yang berisi informasi tentang penjadwalan proses discharge dan loading LPG dari masing-masing

storage. Master program ini disusun oleh beberapa fungsi di Pertamina, yaitu LPG & Gas Products, ISC, Shipping, Refining, serta melibatkan seluruh region. Informasi yang digunakan sebagai masukan dalam penyusunan master program adalah DOT, rencana injeksi RU, jumlah produksi KKKS dan impor, ketersediaan sarana pengangkutan serta kondisi operasional supply dan demand LPG.

Namun dalam realisasinya master program tidak selalu sama dengan perencanaannya. Beberapa hal yang menyebabkan realisasi berbeda dengan perencanaannya

(28)

adalah ukuran tanki penyimpanan belum sinkron dengan kapasitas angkut kapal, mismatch pumping rate kapal dengan piping tanki darat, belum ada sistem informasi terintegrasi yang dapat menyajikan posisi stok di masing-masing depot, fluktuasi jumlah LPG yang dihasilkan RU dan KKKS, serta beberapa kondisi sarana dan fasilitas dermaga yang kurang memadai.

Untuk pengangkutan LPG dari storage/terminal ke depot dilakukan dengan menggunakan Very Large Gas Carier (VLGC), kapal tanker, dan pipa. Sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPBE/SPPBE dilakukan dengan menggunakan skid tank. Sedangkan sebagai tempat penyimpanan LPG dari sumber supply adalah floating storage dan VLGC.

Jumlah VLGC yang digunakan sebagai floating storage dan sarana transportasi adalah tiga unit di Teluk Semangka dan satu unit di Kalbut Situbondo. VLGC yang digunakan adalah berupa kapal refrigerated dengan ukuran 56.000 DWT dengan kapasitas angkut sekitar 44.000 Metrik Ton. VLGC tersebut berfungsi sebagai floating storage yang memberikan feed kepada kapal-kapal midle range semi refrigerated (daya tampung 10.000 MT) dan kapal small sized pressurized (daya tampung 1.700 MT) maupun sebagai sarana transportasi pengambilan LPG ke terminal KKKS seperti ke Petrochina Tanjung Jabung, Conoco Belanak, dan LNG Bontang. Saat ini jumlah kapal middle range semi refrigerated

adalah 8 unit dan kapal small sized pressurized sejumlah 12 unit.

Penggunaan VLGC tersebut sebagai floating storage memiliki keunggulan jangka pendek karena dapat menyediakan storage secara cepat. Namun dalam jangka panjang dapat menimbulkan biaya yang besar dalam hal penyewaan dan bunker VLGC. Untuk mengantisipasi besarnya biaya ini, saat ini fungsi LPG & Gas Products akan melakukan pembangunan terminal LPG refrigerated yang digunakan sebagai storage. Dari data

Feasibility Study pembangunan terminal refrigerated tersebut diketahui rencana kapasitas terminal adalah sebesar 88.000 metrik ton dengan lokasi di wilayah Banten yang bersebelahan dengan depot Tanjung Sekong. Pembangunan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dan pada saat pemeriksaan dilakukan sudah dalam tahap penyusunan Front End Engineering Design (FEED), namun demikian penyelesaian FEED yang direncanakan selesai pada Desember 2012 tertunda. Anggaran pembangunan project dalam (ABI- Anggaran Biaya Investasi) tersebut telah dianggarkan pada tahun 2013 (masuk dalam RKAP tahun 2013). Namun saat ini masih terkendala dalam hal penggunaan lahan.

E. Fasilitas Depot/Terminal LPG dan Penyaluran dari Depot ke SP(P)BE

Depot LPG adalah tempat penyimpanan LPG yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pertamina. Sampai ini, terdapat 17 fasilitas depot/terminal darat yang digunakan untuk pendistribusian LPG. 14 diantaranya dimiliki olah Pertamina, sedangkan 3 lainnya dimiliki oleh swasta yang bekerjasama dengan Pertamina. 17 depot tersebut adalah:

Tabel 2.11 Daftar Depot Milik maupun Swasta yang Disewa Pertamina

No. Nama Terminal/Depot/LPG Milik / Swasta Lokasi Kapasitas (MT)

1. Pangkalan Susu Milik Sumatera Utara, Region I 6.000

2. Tandem Milik Sumatera Utara, Region I 350

3. Tanjung Uban Milik Tg Uban, Kep. Riau, Reg I 10.000

4. Pulau Layang Milik Palembang, Sumsel, Reg II 225

5. Panjang Milik Lampung, Region II 5000

(29)

No. Nama Terminal/Depot/LPG Milik / Swasta Lokasi Kapasitas (MT)

7. Tanjung Sekong Milik Banten 10.000

8. JBB Ancol Milik Ancol, Region III 5.000

9. Balongan Milik Balongan, Region III 1.575

10. Eretan Swasta Eretan, Indramayu, Reg III 10.000

11. Cilacap Milik Cilacap, Jateng, Reg IV 300

12. Semarang Swasta Tg Mas, Jateng, Reg IV 10.000

13. Tanjung Perak Milik Surabaya, Jatim, Reg V 8.000

14. TT Manggis Milik Bali, Region V 3.000

15. Gresik Swasta Gresik, Jatim, Reg V 10.000

16. Balikpapan Milik Balikpapan, Kaltim, Reg VI 2.500

17. Makasar Milik Makasar, Sulsel, Reg VI 2.500

Jumlah 93.950

Selain terminal pressurized, Pertamina juga memiliki fasilitas darat untuk menampung LPG refrigerated yang berlokasi di Depot Tanjung Uban dengan kapasitas Propane 38.000 MT, dan Butane 50.000 MT. Namun LPG Refrigerated ini harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu untuk mengembalikannya ke dalam bentuk LPG Pressurized sehingga mencapai suhu normal. Semua tanki timbun di LPG Filling Plant Pertamina ataupun di SP(P)BE digunakan untuk menyimpan LPG pressurized. LPG pressurized inilah yang dipasarkan oleh Pertamina, baik untuk rumah tangga, komersial ataupun industri.

Saat ini, kebutuhan harian LPG mencapai 16.000 MT. Pertamina berkewajiban menjaga ketahanan stok LPG 11 hari sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG.

Selain menggunakan fasilitas di darat, Pertamina juga menyewa 4 VLGC yang berfungsi sebagai storage dan transportir LPG. Satu VLGC memiliki kapasitas storage

sebanyak 40.000 MT (20.000 MT Propane dan 20.000 MT Butane).

Untuk menambah kapasitas storage, Pertamina telah merencanakan untuk membangun fasilitas di beberapa wilayah antara lain: Terminal LPG Pressurized di Medan, Depot LPG

pressurized di Padang, dan Depot LPG pressurized di Tanjung Wangi. Selain itu Pertamina juga telah melakukan pengadaan Depot mini di wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Namun sampai saat ini belum terealisasi. Depot mini yang telah ada adalah di Pontianak dan Banjarmasin. Di samping itu, Pertamina juga telah merencanakan untuk membangun Terminal LPG refrigerated yang berlokasi di Tanjung Sekong (Jawa Bagian Barat) dan Jawa Bagian Timur.

LPG yang telah disimpan di dalam tanki timbun depot akan disalurkan ke agen dan masyarakat melalui skid tank setelah diisi ke dalam tabung. Skid tank ini bisa dimiliki oleh SPBE maupun oleh transportir dengan mendapatkan kompensasi berupa transport fee dari Pertamina. Besaran transport fee diatur dalam SK Direktur Pemasaran dan Niaga No. Kpts-008/F00000/2011-S3 tanggal 25 Januari 2011. Di samping mendapatkan transport fee, SPPBE juga mendapatkan filling fee yang besarannya ditetapkan oleh Pertamina.

F. Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG

Rantai proses distribusi LPG selanjutnya adalah proses pendistribusian LPG dari storage/depot ke filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE dengan menggunakan skid tank. Dari

filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE ini selanjutnya LPG didistribusikan dalam bentuk kemasan kepada agen LPG dengan menggunakan truk.

Gambar

Gambar 1.2 Struktur Organisasi Fungsi LPG &amp; Gas Products
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat produksi gas bumi rata-rata 1,82% dari  cadangan gas bumi tahun 2006-2010
Tabel 2.5 Realisasi Distribusi Paket Perdana 2007 s.d. April 2012
Tabel 2.8 Proyeksi Kebutuhan LPG berdasarkan RJPP Pertamina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kekeluargaan antara Merpati dan masyarakat serta Pemerintah di daerah ini membuat Pemerintah Kabupaten Merauke mempercayakan Merpati untuk melayani masyarakat

Keputusan yang merupakan hasil dari kesepakatan dikalangan Nahdlatul Ulama mempunyai hirarki dan sifat tersendiri. Ini sesuai dengan Keputusan Muktamar Nahdlatul

Pilih Working, untuk mengaktifkan panel Collection Tie Point, klik titik 14003 pada foto 14004, koordinat akan tertulis di tabel Collection Tie Point, selanjutnya pada

statis; (2) Penyimpanan arsip dilakukan secara mandiri dengan menggunakan klasifikasi sistem masalah; (3) Pengelolaan arsip dinamis aktif meliputi: penerimaan arsip,

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

1) Pendapatan yang dihasilkan dari rental bangunan jumlahnya tidak material jika dibandingkan dengan hasil rental tanah, sehingga perusahaan menetapkan untuk

Berdasarkan hasil pengamatan, walaupun dilihat dari susunan elemen kerja Bachtiar memiliki lebih banyak yang harus dilakukan tetapi kesemuanya tidak memiliki

Berikut merupakan ayat perbualan di antara seorang guru pendidikan khas dengan murid beliau.. Guru: &#34;Jadi, Fakruddin buat