• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Jenis Durian

Durian (Durio zibethinus Murr) diduga sebagai tanaman asli dari hutan ~alimantan (Borneo) dan Sumatera. Tanaman ini juga tumbuh di daerah Birrna, kepulauan Malaya, India, Ceylon dan Papua Nugini, Thailand dan Vitnam Selatan (Morton, 1987). Tanaman durian termasuk famili Bqmbaceae, ordo Bombales dan merupakan tanaman khas tropik. Bentuk pohon durian berukuran sedang sampai besar dan tingginya mencapai 45 m, kulit batangnya kasar, berwarna coklat gelap dan bagian tengahnya berwarna lebih gelap lagi.

Bunga durian tumbuh pada karangan bunga berbentuk malai yang tumbuh pada pangkal cabang. Tumbuhnya bercabang-cabang dan pada setiap cabang itulah durian tumbuh. Bunga durian tergolong sempurna yang merniliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Benangsari berjumlah 5-12 buah. Musim bunga durian te~adi pad a bulan Juni sampai dengan September dan buah matang pad a bulan Oktober sampai dengan Februari (Morton 1987 dan Setiadi. 1998).

Jumlah kultivar durian sangat banyak, hampir 200 kultivar durian ada di Thailand, tetapi hanya beberapa kultivar yang dibudidayakan secara komersial (Tinggal et a/, dalam Nantaichai,1994). Morton (1987) menyebut tanaman durian sebagai ultra topika dan kurang baik tumbuh pada ketinggian diatas 600 m dari permukaan laut. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan durian adalah aluvial dalam.

(2)

Durian matang dalam waktu 3.5 sampai 4.5 bulan setelah pembuahan dan setiap pohon dapat menghasilkan 40 sampai 50 buah. Pada kondisi baik setiap hektar dapat menghasilkan 6.720 kg (Morton. 1987).

Sunarjono (1990) melaporkan bahwa banyak sekali jenis durian yang tumbuh di hutan-hutan Kalimantan dan masih liar, diantaranya adalah durian kura-kura (Durio testudinarum) , durian tebe'ak (D. graveo/ens Beee), durian me'neit (D. grandiflorus Mast), durian lahong (0. du/cis Becc), durian kerantongan (0. kuterjenis Becc) dan durian komersial (Durio zibethinus Murr). Kultivar dunan yang dianjurkan untuk dikembangkan seperti petruk (asal Randusari, Jepara), Sunan (asal Gondol, Boyolali), Otong (asal Gempolan, Karanganyar), Sitokong (asal Ragunan, Jakarta). Matahari (asal Cimahpar. Bogor). Kultivar durian tersebut oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia disebut durian unggul, karena telah memenuhi berbagai kriteria yang ditetapkan (Adjid 1994).

Di Indonesia dikenal durian lokal dan durian unggul. Durian unggul adalah durian yang memiliki beberapa keunggulan dan telah mengalami pengujian oleh panitia dari Departemen Pertanian. Durian tersebut berasal dari daerah-daerah di seluruh Indonesia dan durian introduksi Thailand, seperti jenis Montong dan Chane. Dua kultivar introduksi dari durian Thailand tersebut telah memenuhi kriteria unggul nasional dan namanya berubah dari Monthong menjadi Otong, serta Chane berubah menjadi kultivar Kani (Adjid, 1994). Haryanto dan Purwantoro (2000) mencatat perbedaan durian lokal dan dunan unggul. Durian loka' berasa' dari desa Ciherang Ciawi dan durian unggul kultivar Monthong. Beberapa perbedaan tersebut disajikan pada Tabe' 2.1.

(3)

TabeI2.1. Perbedaan durian lokal dan durian unggul (Monthong)

L

I

Kriteria

I

Durian

iok~i

,?iherang -

r

Durian monthong

I

Clawl)

I

I

a. Bobot buah

I

2-3 kg

I

3-12 kg

I

Ib~- ~~~~mpilan--

---1---

-dunkec~-dan-rapat

--

--n--I--dur,:;~~~~~~an~1

rc.-

Da ina buah

I

I

Tebal

I

~

Bri kecil dan kern es

~

Aroma da in harum ta·am menyen at harum dan lembut

I

f. Kemanisan manis sampai manis seka!i manis dengan briks

~:faging dengan briks »35% <35%

I

g. Daya tahan 1-2 hari kulit akan retak kulit durian akan retak

I

,setelah dipetik pad a suhu kamar setelah 7-10 hari

L - pad a suhu kamar

Sumber : Haryanto dan PurW'antoro (2000)

2.2. Morpologi, Anatomi Dan Sifat Fisik Buah Durian

Buah merupakan hasil dari beberapa jenis bentuk pertumbuhan, mulai

dari pembesaran bakal buah, pembesaran jaringan yang mendukung bakal

buah dan gabungan dari bentuk tersebut. Secara umum pertumbuhan buah

meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel (maturation),

pematangan (ripening) dan akhirnya pembusukan (deteritoration) dan

pertumbuhan buah durian mengikuti kurva sigmoid (Nantaehai, 1994).

Buah durian ada yang berbentuk hampir bulat dan ada juga yang lonjong.

Garis tengah buah durian rata-rata 10-25 em, kulit buahnya berduri, ada

yang berduri runcing dan rapat dan ada pula yang runcing pendek renggang.

Bila durian dibelah, didalam buahnya terdapat ruang-ruang atau

rongga-rongga yang jumlahnya rata-rata 5 ruang. Setiap ruangnya berisi biji yang

dilapisi daging buah yang jumlahnya rata-rata 2-5 buah (Hutabarat, 1990)_

Jeni (1978) melaporkan bahwa ukuran fisik buah durian kultivar Raneamaya

(4)

Tabel 2.2. Ukuran fisik buah durian kultivar Rancamaya Kuning, Hijau dan Coklat

I"

Ukuran fisik Kuning Hijau Cok!at

I

Serat kulit (%) 60,12 50,60 54,83

I

Serat daging buah 39,88 49,40 45,17

I

dan biji (%)

I

Volume buah (I) 2,028 2,510 2,476

I

P-anjang buah (cm) 20,65 19,20 24,37

I

Tebal kulit (cm) 0,86 1,38 1,24

I

Tinggi duri (cm) 1,71 0,98 1,41

~

Sumber Jeni (1978)

Sedangkan Hutabarat (1990) telah melakukan analisa komposisi daging durian unggul Sitokong dan Otong yang berasal dari Pasar Minggu dan hasilnya disajikan pad a Tabel 2.3. Sebagai pembanding disajikan analisa komposisi daging durian kultivar Monthong dari Thailand (Sutthapon et al.

dalarn Nantachai, 1994).

TabeI2.3. Analisa komposisi daging buah Sitokong. Otong dan Monthong

Komponen (%) Sitokong*) Otong*)

I

Monthong**)

I

Air 75,30 87,51

I

65,50

I

Protein

I

2,32

I

2.0

I

-

I

Lemak 6,35 9,35 2,6 Kadar pati 13,55 9,51 5,1 Total gula 5,34 3,59 29,3 Gula reduksi 1,18 1,00 4,1

I

Serat Kasar

~tal

padatan tertarut

7,24 11,11

29,3

I

Total asam 9,0 18,49

L - -_ _ _ _ _ _ ~~~~---~---L---~----~--~

*) Hutabarat (1990) **) Sutthapon ef aI, dalam Nantachai, 1994) (-) Tidak ada data

Sifat fisik durian tua sebelum matang ditunjukkan dengan bobot lebih berat dibanding bobot durian yang sudah matang. Sumardi (1999)

(5)

melaporkan bahwa penurunan bobot durian tua yang disimpan pada suhu kamar selama 4 hari akan mengalami susut bobot sebesar 18.9 %. Sedangkan Ketsa dan Pangkool (1995) menyebutkan bahwa durian kultivar Chane mengalami penurunan bobot durian sebesar 22.06 % setelah penyimpanan pad a suhu 30° C dan kelembaban 70% selama 5 hari. Se1anjutnya Sumardi (1999) melaporkan bahwa duri durian sebelum matang masih kaku dan keras setelah durian mengeluarkan aroma duri durian akan mer/gendor.

2.3. Tingkat Ketuaan, Pemanenan dan Kematangan Buah Durian

Berdasarkan difinisi Standar Mutu Durian SNI 01- 4482-1998 tentang buah segar adalah buah yang dipanen pada derajat ketuaan optimal, mernpunyai derajat kematangan dari mentah sampai matang dan belum lewat matang, tangkai buah bila dikorek masih berwarna hijau (belum kering). Selanjutnya yang dimaksud dengan ketuaan optimal adalah keadaan buah durian di pohon yang paling tepat untuk dipanen yaitu buah belum retak, belum jatuh dari pohon, tetapi setelah dipanen dan disimpan 3-5 hari dapat matang sempurna. Pada durian kultivar unggul ketuaan optimal tercapai pad a buah berumur 90-100 hari setelah bunga mekar. Pada kultivar medium, ketuaan optimal dicapai dalam umur 100-115 hari dan pada kultivar lambat dalam umur 120-135 hari (SNI, 1998). Penetapan sa at panen buah durian sangat dipengaruhi oleh tinggi tempat tumbuh, suhu dan curah hujan (Adjid, 1994) .

Durian yang sudah cukup tua tanpa dipetikpun akan jatuh dan terbelah (Hutabarat, 1990). Buah yang jatuh rasanya paling enak dibanding durian peraman sehingga disebut durian jatuhan (Jeni, 1978). Durian jatuhan bila

(6)

dibiarkan di udara terbuka, dalam dua hari akan pecah dan membuka sendiri, aromanya sangat tajam, sehingga akan cepat busuk dan rasa berubah menjadi masam ( Hutabarat 1990).

Oi dalam buah dikenal istilah tua (mature) dan matang (ripe). Reid dalanl Kader (1992) menyebutkan tua sebagai pertumbuhan yang secara ala-mi telah sempuma perkembanggannya. sehingga pad a fase ini segera akan memasuki fase pematangan. Bagan pertumbuhan. tua dan matang disajikan pada Gambar 2.1.

Kosiyachinda dan Tunsiriyakul (1988) dalam Ratanachinakom (1994) melaporkan bahwa durian setelah dipanen. akan matang setelah tiga sampai lima hari pada suhu kamar. Selanjutnya disebutkan bahwa pada suhu 25° C durian akan menghasilkan 100 mllkg/jam CO2 dan 10-26 !-l I /kg/jam etilen. Tongdee et al., (1988) menyebutkan bahwa tingkat ketuaan durian sebesar 85%, buah durian di pohon sudah memiliki laju repirasi tinggi dan akan sulit untuk mengontrol kematangannya setelah panen. Seperti buah tropika lain, durian dapat dismpan pada suhu rendah pada rentang waktu yang terbatas. Sumardi (1999) melaporkan bahwa durian Lilin yang disimpan dalam sistem CAS (Control atmosphir system) dipetik pada umur 117-118 han setelah bunga mekar dan disimpan pad a suhu 10° C dengan 10% O2 dan 5% CO2 dalam ruangan tertutup dapat mencapai masa simpan 45 hari.

(7)

71

-

E

6~

u

5~

...,..

c::: nI ·c ::l

4~

"C .r:. ~.

3~

.0 ~ r.: ~,

2~

Ol c::: ::::;

1~

Pertumbuhan l

I

Penuaan

I

~I

.

I

I

I

I

I I I 0 10 15 20 25 Waktu (Minggu)

Gambar 2.1. 8agan pertumbuhan. tua. matang buah durian Monthong (Wicaksono, 1997) I

Namun demikian penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan

chilling injury termasuk didalamnya kulit menjadi . coklat, buah retak.

penyusutan tangkai buah dan kematangan yang abnormal (Ratanachinakorn, 1994). Selanjutnya Kosiyachinda (1986) dalam Ratanachinakorn, (1994) menyebutkan bahwa efek penyimpanan ding in durian, pada suhu 1° C durian akan mengalami chilling injury setelah 36 jam dan untuk suhu 7° C akan mengalami chilling injury pada hari ke empat. Setelah 6 hari penyimpanan pada suhu 7° C buah durian tidak akan matang meski sudah dikeluarkan dari suhu dingin dan dibiarkan pada suhu kamar. Lebih lanjut disebutkan bahwa durian yang disirnpan pada suhu 15-20° C selarna 8 hari buah akan matang secara normal tetapi kulitnya retak.

(8)

pad a umur 110 hari dapat disimpan selama 4 hari pada suhu kamar. Sedangkan pemanenan buah durian berumur 95 hari dapat disimpan 6 hari pada suhu kamar. Pemanenan durian dengan umur 110 hari bila disimpan pada suhu 20° C dapat bertahan selama 10 hari. Sedangkan pemanenan buah durian berumur 95 hari bila disimpan pad a suhu 15° C dapat bertahan selama 13 hari.

Widodo (1997) melaporkan bahwa buah durian monthong yang tumbuh di Cihideng Bogor jatuh matang rata-rata pada umur 187 hari setelah anthesis. Lebih lanjut Widodo (1997) menyebutkan selang waktu antara buah jatuh matang dengan buah mencapai ukuran maksimum (tua) membutuhkan waktu 47 hari. Sedangkan Widiati (1992) dalam Widodo (199j') melaporkan bahwa durian kultivar Monthong di Parung dapat dipanen pad a umur 172 hart Sumardi (1999) menyebutkan bahwa durian lokal jenis liIin asal Leuwiliang Bogor mengalami tua penuh berumur 120 hari setelah bunga mekar. Sedangkan Hutabarat (1990) menyebutkan bahwa durian unggul Sitokong dan Otong yang dipetik pad a umur 163-167 hari setelah bunga mekar memiliki mutu daging durian yang baik, bila kurang dari umur 163-167 buah akan menampakkan kerusakan.

Kematangan buah dapat ditunjukkan dengan suatu indeks yang disebut indek:s kekerasan (Firmness index). Informasi ini penting bagi produsen, pedagang pengumpul maupun mereka yang bergerak di bidang kontrol mutu (quality control). Disamping itu pada proses kematangan buah terjadi perubahan struktural dengan kisaran yang luas seperti perubahan dalam tebal dinding sel, permiabilitas plasma dan banyaknya ruang antar sel ikut menyebabkan menjadi lunaknya jaringan yang dianggap sebagai petunjuk utama te~adi pemasakan (Pantastico et a/. 1986).

(9)

Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata terhadap warna, tekstur, bau dan rasa yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam susunannya. Untuk mencapai konsumsi maksimal bagi buah diperlukan terselesaikannya perubahan kimiawi. Hal tersebut dapat te~adi bila buah dipungut pada tingkat kematangan yang tepat. Bila pemetikan tidak tepat buah akan memiliki mutu yang kurang memuaskan.

Kematangan biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit dari hijau ke arah kuning, meski tidak semua buah mengalami demikian. Selain itu, tanda lain bahwa buah matang adalah keluarnya aroma dari buah terse but. Intensitas aroma tiap buah berbeda-beda. ada yang menyengat seperti nangka, cempedak dan durian. Namun ada pula buah matang yang tidak mengeluarkan aroma.

Pad a proses pematangan buah terjadi perubahan kandungan kimia dan aktifrtas enzimatik pada buah tersebut. Disamping perubahan warna dan tekstur selama pematangan juga timbul dalam bentuk ester, alkohol dan asam lemak rantai pendek. Ester dan alkohol terbentuk bila terjadi fermentasi pada buah yang masak. Alkohol-alkohol dalam rantai bercabang dapat timbul dari deaminasi reduktif asam, asam amino seperti valin. leusin dan sebagainya. Aldehid-aldehid dan keton-keton yang diduga berasal dari alkohol melalui oksidasi lebih lanjut dapat menghasilkan asam. Meski kematangan merupakan fa kto r fisiologis utama yang mempengaruhi produksi atsiri. namun komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan selama pematangan.

Zat-zat pektin dan selulosa merupakan karbohidrat cadangan yang labil, yang juga berfungsi sebagai sumber potensial untuk asam, gula dan zat-zat

(10)

respiratorik lainnya selama pematangan (Pantastico et al., 1986). Pada tahap awal pertumbuhan buah. kadar gula total termasuk gula pereduksi dan non pereduksi sangat rendah. Dengan meningkatnya pemasakan. kandungan gula total naik secara cepat dengan terbentuknya glukosa dan fn.lktosa. Kenaikan gula secara mendadak ini dapat digunakan sebagai petunjuk kimia telah te~adinya kematangan buah. Sebagian perubahan fisiko kimia yang terjadi dalam buah yang sudah dipanen berhubungan dengan metabolisme oksidatif termasuk didalamnya respirasi. Oksidasi biologi berkaitan sangat erat dengan perubahan-perubahan mutu, gangguan-gangguan fisiologis. daya simpan. kematangan dan penanganan komoditi.

2.4.

Fisiologi Pasca Panen Curian

Secara umum mutu buah-buahan tidak dapat diperbaiki. tetapi dapat dipertahankan. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat ketuaan yang tepat. Bila buah dipungut sebelum tua akan menghasilkan mutu buah yang jelek dan proses pematangan yang tidak sempuma. Sebaliknya penundaan waktu pemungutan buah akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan sebagai akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah.

Dalam beberapa hal, bila pemanenan harus dilakukan pada keadaan tua tetapi belum matang akan timbul kesukaran sebab batas antar stadium masih muda dan sudah tua sukar ditentukan. Diantara berbagai varitas bahkan antara berbagai galur buah-buahan, terdapat variasi yangbesar untuk menentukan sa at kematangan (Pantastico et al. 1986)

(11)

Seperti buah dan bahan pertanian yang lain setelah dipanen buah dan bahan pertanian lain masih hidup. Demikian pula buah durian setelah dipanen masih hidup. Proses hidup ini berlangsung dengan menggunakan persediaan bahan bakar yang ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pe'rtumbuhan dan pemasakan. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang akhirnya menyebabkan kerusakan. Wills et al. (1989) menyatakan bahwa semua bahim hidup memer1ukan energi yang terus menerus. Energi tersebut digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, mengangkut metabolit ke seluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan oleh buah segar disuplai dari hasil respirasi aerob. Substrat yang digunakan untuk respirasi adalah glukosa dengan reaksi sebagai berikut :

C6 H12 06 + 602 -+ 6 CO2 + 6 H 20 + Energi

Syarief dan Irawati (1989) menyebutkan bahwa respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigin dalam pembakaran senyawa yang lebih komplek, seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik,sehingga menghasilkan molekul yang lebih sederhana seperti CO2 dan air serta energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa.

Secara umum buah dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan pola respirasinya, yaitu golongan klimakerik dan non klimakterik (Seymour et al. 199~-I dalam Sutrisno 1994). Durian termasuk dalam golongan klimakterik dengan laju respirasi 53.7 cc O2 - 191.0 cc O-i jam-kg dan 40.7 cc CO2 -185 cc CO2 I jam-kg (Sumardi, 1996 dan Sjaifullah, 1996). Selanjutnya Sjaifullah (1996) menyebutkan bahwa buah klimakterik adalah buah dengan

(12)

pol a respirasi yang diawali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat dan menurun lagi setelah mencapai puncak. Winarno dan Aman (1979)

menyebutkan bahwa beberapa peneliti melaporkan klimakterik adalah suatu fase kritis dalam kehidupan buah dan selama terjadinya proses ini banyak sekali perubahan yang berlangsung. Pendapat lain menyatakan bahwa klimakterik adalah suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah tersebut sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan respirasi. Lebih lanjut Sjaifullah (1996) menyebutkan bahwa golongan buah klimakterik dipanen pada saat mencapai pertumbuhan maksimum (mature) tetapi belum matang (unripe). Dengan demikian proses pematangan buah klimakterik akan tetap berlanjut setelah buah dipetik dari pohon. 8uah golongan klimakterik dapat dipercepat pematangannya dengan melalui pemeraman. Apabila pemeraman buah dilakukan terhadap buah yang telah tumbuh penuh (mature) akan menghasilkan buah matang yang baik. Hasil pemeraman yang kurang baik dihasilkan bila buah dipetik belum cukup tua (immature). Jenis buah golongan klimakterik antara lain alpukat, apel, durian, mangga, manggis, melon, pisang, semangka dan sirsak. Sebaliknya bila 9010ngan buah non klimakterik adalah buah yang mempunyai pola respirasi hampir mendatar (Sjaifultah, 1996). Golongan buah ini biasa dipetik saat buah matang di pohon (ripe). Apabila dipetik sebelum matang maka buah tidak akan matang. Golongan buah non klimakterik adalah anggur, belimbing, duku, jambu air, jeruk, lengkeng, nenas, rambutan dan salak. 8entuk pertumbuhan buah dan pola respirasi buah klimaterik dan non klimaterik disajikan pada Gambar 2.2.

(13)

: <IIi ..

I

1

---r---~---1--~:~~~~~---~---~---t

I

I

...

...

...

...

....

.I ...

...

...

.

..

....

... : ..

...

...

L

....

...

.

.

..

...

...

'

,I"

,

~ ~

,."

,I,

~

·

.. · .. · ..

...

... · ..

..

~

...

ll

Pembelaharl Pembesaran! P~matangan!

" I I I

I

sel

i

sel

i i i

Senescence

I

1 00

~

____

_~

_______

m

____

__

__~

__

__

_

____

__~

__

__

__

__

~

_

-

---

-

--

1

Perubaha~

' i

i

. .

I

Rtelati P

J

.

~

:

.

'

i

~

i

I, Perkerrbangan

I

50 buah

I

I

I

I

I

",--

I

I

I

. .

I

J

i

Non-klima;terik

I

o

I

Gambar 2.2. Pertumbuhan dan pola respirasi buah selama perkembangan

(Kays, 1991)

,.

2.5. Evaluasi Kematangan Buah

Kematangan yang didahului dengan fase tua dapat dilihat dari

perubahan kulit, bentuk, ukuran, aroma, absisi, kekerasan (firmness), kandungan juice. kandungan minyak. kadar gUla, kadar patL kadar asam. berat jenis, perhitungan, akustik dan getaran, sifat elektrik, elektromagnetik,

near infra red reflectance (NIR), sinar x dan metoda fisiologis (Thomson,

1996). Reid (1992) menyebutkan bahwa penentuan metoda kematangan dapat dilakukan secara subjektif dan objektif serta secara merusak (destructive) dan non destruktif (non destructive).

(14)

F'enentuan kematangan buah-buahan di Indonesia umumnya dilakukan secara subjektif yaitu dengan metihat tanda-tanda yang tampak pada buah yan9 kemudian dianalisa dengan mata. Kemudian dilanjutkan mencium aroma buah bila buah tersebut mengeluark.an bau seperti durian, nangka, cempedak dan sebagainya. Analisa menggunakan pancaindera tersebut dinamakan penilaian organofeptik atau penifaian sensorik. Soekarto (1985) menyebutkan penifaian organoleptik ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan secara cepat dan langsung. Penilaian secara sensorik ini memiliki kelebihan terutama bagi orang-orang yang sudah terfatih dan biasa menekuni karakteristik buah dengan menggabungkan tanda fisik buah dan keahfian penilai. Meski memiliki keunggulan penilaian secara subjektif ini juga sekaligus memiliki kelemahan karena dapat dipengaruhi oleh emosi seseorang yang mengujinya. Dengan demikian tingkat objektivitasnya sangat dipengaruhi oleh perasaan orang yang bersangkutan. Budiastra (1998) melaporkan bahwa pengujian tingkat kematangan yang dilakukan oleh pedagang durian ternyata ketepatannya hanya delapan puluh persen.

Penentuaan kematangan buah secara non destruktif menggunakan gelombang ultrasonik dimulai oleh Sarkar dan Wolf (1983) yang menguji tingkat kematangan ape!. Selanjutnya Mizrach et al. (1989) melakukan pen9ukuran kecepatan suara untuk menentukan tingkat kematangan buah alpukat, apef dan melon. Mizrach et

at.

(1997) menguji kematangan buah mangga dengan menggunakan sifat akustik buah dengan mengukur sifat atenuasinya karena buah mangga mengandung biji. Lebih lanjut Trisnobudi

(15)

(1998) melaporkan bahwa tingkat kematangan buah tomat jenis Cherry

dapat diperkirakan menggunakan kecepatan gelombang. Self et al. (1994)

melaporkan bahwa kecepatan gelombang (v) pad a daging buah alpukat

dan bubur pisang akan berubah secara simultan dengan perubahan

kandungan airnya. Selanjutnya Self et a/. (1994) menyatakan bahwa

pen~lukuran kecepatan gelombang pada buah-buahan dipengaruhi oleh

SUSlman sel internal serta modulus elastik jaringannya. Pengunaan

gelombang ultrasonik pad a buah dengan mengukur kecepatannya

menunjukkan bahwa kecepatan gelombang pada buah akan menurun

semakin matang suatu buah (Self et al. 1994). Selanjutnya Mizrach et al.

(1998) melaporkan bahwa pengukuran atenuasi buah alpukat mentah

sebesar 4.54 dS/mm dan pad a alpukat matang akan semakin turun menjadi

2.61 dS/mm. Hurng et a/. (2000) melakukan analisa kerusakan bagian

dalam buah mangga dengan gelombang ultrasonik dan menggunakan

koefisien atenuasi sebagai penentu yang besamya 14 N p/m atau 0.121

dS/mm dan tingkat akurasinya mencapai 64%.

2.6. Gelombang Ultrasonik

Gelombang adalah suatu gejala dimana terjadi penjalaran suatu

gangguan melalui satu medium. Sesaran gangguan dapat berupa medan

listrik dan magnit (gelombang elektromagnitik), dapat pula berupa simpangan

(gelombang tali. ombak dll) atau dapat pula berupa perpindahan partikel

(gelombang ultrasonik). Keadaan disatu titik didalam medium akan kembali

seperti semula setelah dilalui gelombang atau dengan perkataan lain

partikel-partikel medium tersebut akan bergetar di titik kesetimbangannya.

(16)

merupakan medium elastis dan oleh karena itulah gelombang perpindahan partik4~1 disebut gelombang elastik (Goberman, 1968). Gelombang elastik tergantung dari jenis medium yang dilaluinya dan gelombang elastik tidak mung kin terjadi di dalam ruang hampa, karena gelombang ini memerlukan medium untuk menjalar. Karena partikel yang bergetar maka perlu diketahui frekuensinya. Yang dimaksud frekuensi adalah berapa kali partikel-partikel tersebut bergetar setiap detik.

Berdasarkan besamya frekuensi, gelombang elastik dapat dibagi tiga yaitu (1) gelombang infrasonik, (2) gelombang sonik dan (3) gelombang ultrasonik. Yang dimaksud gelombang sonik adalah gelombang elastik yang dapat didengar oleh telinga manusia yaitu memiliki frekuensi 20 hertz sampai 20 Khertz (Cracknel, 1980). Gelombang ultrasonik adalah gelombang elastik yang mempunyai frekuensi lebih besar dari 20 Khertz sehingga tidak dapat didengar oleh telinga manusia (Gooberman. 1968 dan Cracknel. 1980). Gelombang ini analog dengan sinar ultraviolet yang mempunyai frekuensi tinggi dan tidak dapat dilihat.

2.7. Impedansi Akustik

Dibidang kelistrikan dikenal pengertian impedansi yaitu perbandingan antara tegangan dan arus listrik. Demikian pula di dalam bidang ultrasonik dikenal impedansi akustik. Gooberman (1968) menyebutkan impedansi merupakan hasil bagi antara tekanan akustik dan kecepatan partikel dan dapat dituliskan sebagai persamaan.

z

(2-1 )

(17)

Vii.

=

kecepatan partike! (m 5-1)

Selanjutnya Gooberman (1968) menyebutkan besarnya impedansi akustik dapat diperoleh menggunakan persamaan

z

dimana = Po c (2-2) : Z == impedansi akustik (kg m -2 S - 1 ) Po

c

= densititas ( kg m -3 ) -1

=

kecepatangelombang ( m 5 )

Nilai Z sering disebut sebagai impedansi akustik spesifik atau impedansi karakteristik dari medium. 8esamya impedansi akustik mempengaruhi gelombang yang kembali ke transduser. Seperti dalam impedansi listrik, sebagian energi gelombang ultrasonik diserap oleh bahan dan diu bah menjadi energi panas.

Gambar

Tabel 2.2.  Ukuran fisik buah durian  kultivar Rancamaya Kuning,  Hijau dan  Coklat
Gambar 2.1.  8agan  pertumbuhan.  tua.  matang buah durian  Monthong  (Wicaksono,  1997)  I
Gambar 2.2.  Pertumbuhan dan pola respirasi buah  selama perkembangan  (Kays,  1991)  ,

Referensi

Dokumen terkait

/ Saya/Kami memberi kebenaran dan memberi kuasa kepada pihak Bank untuk mendedahkan apa-apa maklumat dan butiran (kewangan atau lain-lain) yang berkaitan dengan urusan dan

TARGET (Rp) REALISASI (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 245.755.000,00 69.000.000,00 - 424.455.000,00 Melakukan koordinasi dengan intansi Horisontal

Dengan demikian, untuk meningkatkan spiritualitas anak melalui pembalajaran pendidikan agama krisetan dalam keluarga yakni: (a) orangtua sebagai pembentuk pribadi yang

Hasil sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa terjadi pengaruh interaksi antara jenis dan dosis pupuk kandang terhadap jumlah biji per polong dimana kacang hijau yang

Berdasarkan hasil wawancara ke lapangan pada tanggal 20 Desember 2009, di SMP N I Kalibagor dengan guru Bahasa Indonesia, dapat diketahui pembelajaran menulis narasi dari teks

(21 Format Register Perkara Anak dan Anak Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 ditetapkan oleh setiap pimpinan lembaga yang menangani

Ja+al aka+em&amp;k ang berbe+abe+a an%ar angka%an.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian kompetensi keahlian kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam POS UN yang ditetapkan oleh BSNP. Kepala Sekolah