• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN DI DESA PURWODADI, KECAMATAN SRAGI, KABUPATEN PEKALONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN DI DESA PURWODADI, KECAMATAN SRAGI, KABUPATEN PEKALONGAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN

DI DESA PURWODADI, KECAMATAN SRAGI, KABUPATEN PEKALONGAN

Sarjana, Ahmad Rifai, dan Selvia Dewi Anomsari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak Pos 101, Sidomulyo-Ungaran

ABSTRAK

Tujuan pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) antara lain adalah meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayuran. Tulisan ini menjelaskan beberapa perubahan yang terjadi sebagai dampak introduksi MKRPL di Desa Purwodadi, Kecamatan Sragi, Pekalongan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara terstruktur kepada 35 pengelola lahan pekarangan dan observasi lapang. Luas pemilikan lahan pekarangan sebagian besar (90,51%) rumah tangga di lokasi penelitian termasuk klasifikasi strata-1. Lahan pekarangan umummya terletak di bagian depan (disebut halaman rumah/plataran) dan belakang rumah tinggal (disebut pekarangan). Halaman rumah umumnya telah ditanami mangga atau buah-buahan lainnya sekitar 2 pohon, tanaman hias, dan tanaman sayuran sesuai introduksi BPTP, yaitu: cabe, tomat, brokoli, kubis, terong, sledri, sawi, pare, dll. Budidaya sayuran umumnya dilakukan dengan menggunakan polyback. Lahan pekarangan di bagian belakang umumnya ditanami kelapa dan aneka buah-buahan (mangga, pisang, nangka, pepaya, dll). Introduksi MKRPL telah merubah fungsi lahan pekarangan, yaitu; peningkatan fungsi sosial, estetika, sebagai sumber bahan pangan dan pendapatan keluarga. Sementara itu fungsi sebagai tempat bermain anak-anak dan sebagai sumber tanaman obat menurun. Responden memberi respon positif (tertarik) terhadap inisiasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayuran karena bervariasi alasan, yaitu: menambah keindahan halaman rumah, senang dapat memasak sayuran produksi sendiri, mengurangi belanja dapur, dan mendapatkan kepuasan dapat melakukan budidaya tanaman sayuran pada lahan yang terbatas. Selain untuk pemenuhan konsumsi rumah tangga, hasil tanaman sayuran yang dibudidayakan di pekarangan sebagian kecil telah dipasarkan dan dibagikan pada tetangga. Pemasaran hasil dilakukan dengan perantara pedagang sayuran setempat. Permasalahan yang masih dihadapi meliputi: tanaman tidak produktif karena peremajaan terlambat dan gangguan hama, serta tanaman mati karena keracunan pupuk. Pengetahuan masyarakat tentang teknik budidaya tanaman sesuai dengan karakteristiknya (antara lain media tanam yang dibutuhkan, pemupukan organik/anorganik, pengairan, pengendalian hama/penyakit) perlu ditingkatkan.

Kata Kunci: kinerja, pemanfaatan, pekarangan

PENDAHULUAN

Menurut Poerwodarminto (1976) pekarangan berasal dari kata “karang” yang berarti halaman rumah. Terra (1948) memberi batasan pengertian pekarangan sebagai berikut: “Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan ditanami beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan diperdangkan. Pekarangan kebanyakan saling berdekaan, dan besama-sama membentuk

kampung, dukuh, atau desa”. Sementara Soemarwoto (1975) melihat pekarangan sebagai suatu ekosistem. Menurutnya pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Danoesastro (1978) menyebutkan bahwa hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan

(2)

sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika.

Bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain (Danoesastro, 1979). Pekarangan juga merupakan lahan dimana masyarakat desa mengembangkan usaha ternak, baik ternak unggas (ayam/itik), ruminansia kecil (kambing/domba) dan ruminansia besar (sapi, kerbau), serta aneka jenis ikan. Keberadaan ternak mendukung pasokan pupuk organik untuk budidaya tanaman. Bahan organik berpengaruh terhadap kapasitas menahan air tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan mikro-elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Wardjito dkk., 1994). Peningkatan kandungan bahan organik dalam tanah bisa mencegah penurunan produktivitas lahan akibat erosi (Oades, 1984). Pola pengusahaan pekarangan yang demikian merupakan gambaran kultur pengelolaan lahan yang secara alami menjamin berlangsungnya proses daur ulang secara efektif dan efisien. Dalam pola tersebut tidak dikenal limbah karena zat buangan dari suatu proses merupakan sumberdaya yang dipergunakan proses yang lain.

Pada tahun 2012 telah dilakukan pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Jawa Tengah. Menurut petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2011), sasaran M-KRPL adalah meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera serta terwujudnya diversifikasi pangan dan pelestarian tanaman pangan lokal. Sasaran-sasaran tersebut dapat dijadikan indikator kinerja pengembangan MKRPL.

Pengembangan M-KRPL merupakan gerakan untuk mengembalikan pemanfaatan lahan pekarangan kepada fungsi historisnya, yaitu fungsi ekonomi, sosial-budaya dan biofisik. Pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan

perlu menekankan pada pemanfaatan sumberdaya lokal, didasarkan atas prinsip partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, ditujukan pada kesejahteraan masyarakat dan mengutamakan kesempatan bagi masyarakat lokal. Karakter spesifik dari pendekatan partisipatif adalah adanya pembalikan terhadap ciri-ciri riset konvensional: dari model tertutup menjadi terbuka, dari ditentukan terlebih dulu menjadi proses, dari individual menjadi kelompok, dari verbal menjadi visual, dari imposing menjadi empowering dan dari ekstraktor menjadi katalisator (Britta Mikkelsen, 1999). Para outsider (termasuk peneliti/penyuluh) hanyalah fasilitator, sedangkan masyarakat insider adalah aktor-aktornya. Dimanapun sekelompok masyarakat berada, pasti telah ada sumber-sumber daya untuk melakukan suatu perbaikan (Freire, 1984).

Tulisan ini menjelaskan kinerja pengembangan M-KRPL di Desa Purwodadi, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan. Kajian difokuskan pada aspek-aspek perubahan fungsi lahan pekarangan, dan kontribusi lahan pekarangan dalam memasok kebutuhan sayuran rumah tangga.

BAHAN DAN METODE

Variabel dan Pengumpulan Data

• Variabel yang diamati meliputi perubahan fungsi lahan pekarangan, konsumsi sayuran, dan kontribusi lahan pekarangan dalam memasok kebutuhan sayuran rumah tangga.

• Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terstruktur terhadap 35 orang kooperator pengkajian MKRPL di Desa Purwodadi, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan.

• Data yang dikumpulkan meliputi: luas pemilikan lahan pekarangan, fungsi lahan sebelum dan sesudah pelaksanaan pengkajian MKRPL untuk kebutuhan-kebutuhan: budidaya tanaman obat, tempat bermain anak-anak, fungsi sosial, pemasok bahan pangan, fungsi estetika, dan sumber pendapatan, jumlah dan harga konsumsi sayuran per-bulan serta sumber pasokannya.

Analisis Data

(3)

menggunakan presentasi diagram batang yang menunjukkan perubahan porsi fungsi lahan untuk kebutuhan-kebutuhan: budidaya tanaman obat, tempat bermain anak-anak, fungsi sosial, pemasok bahan pangan, fungsi estetika, dan sumber pendapatan.

• Konsumsi sayuran dan kontribusi pekarangan dalaam: menggunakan presentasi tabel yang memberi gambaran besarnya pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi sayuran per-bulan dan kontribusi lahan pekarangan dalam menghasilkan sayuran untuk konsumsi rumah tangga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Lahan Pekarangan dan Pemanfaatannya

Sebagian besar (97,14%) responden memiliki lahan pekarangan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman. Gambar 1. menunjukkan bahwa penguasaan lahan pekarangan sebagian besar (47,06%) termasuk kategori sempit (30-120m2). Luas penguasaan lahan berpengaruh terhadap pilihan jenis komoditas dan teknik budidaya. Lahan pekarangan umummya terletak di bagian depan dan belakang rumah tinggal. Luas lahan di depan rumah (disebut halaman rumah/plataran) sekitar 12-60m2, sedangkan luas lahan pekarangan di belakang rumah (disebut kebun) mencapai ratusan meter persegi.

Lahan pekarang di bagian depan rumah umumnya ditanami mangga atau buah-buahan lainnya sekitar 2 pohon, tanaman hias, dan tanaman sayuran yang diintroduksikan oleh BPTP Jawa Tengah, yaitu: cabe (rawit, kriting, tropong), tomat, brokoli dataran rendah/ medium, kubis dataran tinggi, terong (hibrida ungu dan putih), sledri, sawi, pare, dll. Walaupun cukup tersedia lahan, umumnya budidaya sayuran dilakukan dengan menggunakan polyback, sesuai anjuran tim BPTP Jawa Tengah. Lahan pekarangan di bagian belakang rumah umumnya merupakan kebun campur yang ditanami kelapa dan aneka buah-buahan (mangga, pisang, nangka, pepaya, dll), aneka tanaman pangan (gembili, garut, ubi kayu dan jagung). Responden memberi respon positif (tertarik) terhadap inisiasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayuran. Selain bantuan BPTP, responden juga sudah berpartisipasi untuk

pengadaan bibit sayuran, pupuk dan polyback.

Gambar 1.

Kondisi Lahan Pekarangan

Perubahan Fungsi Lahan

Pengembangan M-KRPL berpengaruh terhadap fungsi lahan pekarangan. Gambar 3 menunjukkan adanya perubahan fungsi lahan pekarangan pasca diperkenalkannya M-KRPL. Fungsi lahan pekarangan sebagai sumber tanaman obat dan arena bermain anak-anak menurun sementara fungsi lainnya meningkat. Penurunan fungsi sebagai sumber tanaman obat dan arena bermain anak-anak disebabkan oleh adanya optimalisasi lahan untuk budidaya tanaman sayuran dan tanaman pangan alternatif, sehingga berdampak pada peningkatan fungsi lahan pekarangan sebagai sumber bahan pangan dan pendapatan.

Gambar 2.

Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk Budidaya Tanamaan Sayuran, Buah-buahan Dan Kolam Ikan Menjadikan Lingkungan Rumah Kelihatan

Asri

Selain itu terjadi perubahan pemaknaan fungsi sosial dan estetika lahan pekarangan. Semula fungsi sosial dimaknai sebagai sarana interaksi antar rumah tangga, yang ditandai dengan tidak adanya pagar yang membatasi akses anggota suatu keluarga dengan keluarga lainnya. Sekarang fungsi sosial dimaknai dengan terbukanya suatu rumah tangga untuk menikmati produk pertanian lahan pekarangan (sayuran, buah-buahan dan bahan pangan) yang dihasilkan oleh rumah tangga yang lain secara gratis. Sementara itu fungsi estetika yang semula dimaknai dengan adanya tanaman hias, sekarang

(4)

dimaknai dengan keasrian lingkungan rumah setelah ada penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman pangan, dan ikan.

Gambar 3.

Perubahan Fungsi Lahan Pekarangan Sebagian besar responden menyatakan hasil (produksi) tanaman sayuran tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang mereka curahkan. Namun demikian mereka tetap melakukannya karena bervariasi alasan, antara lain: 1). Mengikuti anjuran pemerintah yang disampaikan BPTP; 2). Senang kalau tanamannya berbuah dapat menambah keindahan halaman rumah; 3). Senang dapat memasak sayuran hasil tanaman sendiri; dan 4). Mengurangi belanja dapur. Selain untuk pemenuhan konsumsi rumah tangga, hasil tanaman sayuran yang dibudidayakan di pekarangan sebagian kecil telah dipasarkan dan menambah pendapatan sekitar Rp. 7.500/KK. Pemasaran hasil dilakukan dengan perantara pedagang sayuran setempat.

Konribusi Lahan Pekarangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Sayuran Rumah Tangga

Berdasarkan implementasi di lapangan, memberi gambaran adanya pemahaman yang salah terhadap pengenalan MKRPL. Sebagian besar responden memaknai MKRPL sebagai pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayuran dalam pot atau polybag. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan karena contoh-contoh fisik yang diperkenalkan oleh BPTP adalah baru sebatas inovasi tersebut. Walaupun demikian sebagian responden atas inisiatif sendiri telah memulai memanfaatkan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan lokal (umbi-umbian), buah-buahan dan

biofarmaka.

Tabel 1.

Kontribusi Lahan Pekarangan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Sayuran

No Jenis Sayuran Pengeluaran/ bulan (Rp) % Konstribusi 1 Bayam 19.929 70,00 2 Kangkung 9.000 40,00 3 Kol/Kubis 6.211 12,50

4 Sawi Putih (Petsai) 1.424

-5 Sawi Hijau 5.794 40,00 6 Buncis 957 -7 Kacang Panjang 23.829 25,00 8 Tomat sayur 36.828 75,00 9 Wortel 4.655 -10 Mentimun 7.095 20,00

11 Daun ketela pohon 3.664 10,00

12 Terong 7.314 60,00

13 Jagung muda kecil 5.154

-14 Nangka Muda 1.806 -15 Pepaya muda 318 -16 Jamur 257 -17 Bawang merah 10.985 -18 Bawang putih 6.769 -19 Cabe merah 10.843 55,00 20 Cabe hijau 1.337 25,10 21 Cabe rawit 8.190 50,20 Jumlah/Rata-rata 172.358 40,23 Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan telah memberi kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi sayuran rumah tangga sebesar 40,23%. Sumbangan tersebut utamanya dalam pemenuhan kebutuhan bayam, kangkung, kubis, sawi, kacang panjang, tomat, mentimun, terong dan cabe. Beberapa masalah yang perlu segera diselesaikan adalah sebagai berikut: 1). Sebagian besar tanaman (cabe, tomat, terong) telah tua, tidak produktif dan perlu segera diremajakan; 2). Buah terong, cabe, tomat dan brokoli sengaja tidak dipanen/dikonsumsi karena dinikmati keindahannya; 3). Tanaman kubis telah berumur 5 bulan, tidak dipanen karena menunggu krop besar, (secara teknis tidak mungkin lebih besar lagi karena telah tua dan ada kemungkinan kesalahan varietas dataran tinggi yang ditanam); dan 4). Sebagian besar responden belum memiliki pengetahuan teknis budidaya sayuran dalam polyback, sehingga terjadi kematian tanaman karena pemeliharaan yang kurang tepat,

(5)

misalkan keracunan pupuk kimia / organik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

• Walaupun cukup tersedia lahan, umumnya budidaya sayuran dilakukan dengan menggunakan polyback, sesuai anjuran tim BPTP Jawa Tengah.

• Pengenalan MKRPL mendorong terjadinya perubahan fungsi lahan dan pemaknaan fungsi estetika dan sosial lahan pekarangan

• Pemanfaatan lahan pekarangan telah memberi kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi sayuran rumah tangga

• Sebagian besar responden memaknai MKRPL sebagai pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayuran dalam pot atau polybag

Saran

• Pengenalan inovasi budidaya tanaman tanpa menggunakan polybag perlu segera diperkenalkan.

• Peningkatan pengetahuan teknis budidaya tanaman, utamanya dalam pemupukan dan pengendalian OPT masih perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Danoesastro, Haryono., 1978. “Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan

Ketahanan Rakyat Pedesaan”. Agro – Ekonomi. Maret 1978.

_____________ 1978. Ekologi Desa: Lingkungan Hidup dan Kualitas Hdup. Prisma, No. 8, September 1978.

__________________ 1979. Pemanfaatan Pekarangan. Yayaan Pembina Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta, 1979.

__________________ 1979. Survai Pekarangan Kecamatan Kalasan,kerjasama Fakultas Pertanian UGM dengan Diperta Daerah Istimewa Yagyakarta. 1979.

Hidding, K.A.H. 1975. Gebruiken en Godsdients der Soendaneezen G. Kolff & Co. Hal. 24. Batavia. 1975.

Mikkelsen, B., 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Sebuah buku pegangan bagi para praktisi. Yayasan Obor Indonesia. 437 hal.

Oades, JM., 1984. Soil Organic Matter and Structural Stability: Mechanisms and Implications for Management. Plant Soil, 76: 319-337.

Soemarwotto, O., 1975. “Pegaruh Lingkungan Proyek Pembangunan”. Prisma, N.3 Juli 1975.

Terra, G.J.A. Tuinbouw., 1949. Van Hall en C. Van de. Koppel : De Landbouw in de indische archpel.IIA, 1949. Terjemahan Haryono Danoesastro.

Referensi

Dokumen terkait

4. ANYAR - Ijazah Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan an. ARDIAN ISAFI jurusan teknik mesin otomotif, sedangkan yang dipersyaratkan adalah jurusan Bangunan..

Ibu rumah tangga yang menjawab sesuai tidak ada karena pemanfaatan lahan pekarangan yang ada di Desa Kanjilo Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa penduduk memanfaatkan

Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman

Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran, buah dan obat keluarga (toga), ikan dan

Topik penelitian yang dilakukan IMPLEMENTASI FACE IDENTIFICATION DAN FACE RECOGNITION PADA KAMERA PENGAWAS SEBAGAI PENDETEKSI BAHAYA PENGENALAN WAJAH (FACE RECOGNITION)

Untuk menampilkan sumber lain, Anda harus secara manual memilih satu dengan menekan tombol Source di remote atau keypad dan memilih satu dari menu Sumber yang ditampilkan..

Sepanjang 2005, Bank Danamon aktif melakukan diskusi dan pertukaran informasi dengan pemegang saham, komunitas lembaga investasi dan komunitas pialang saham melalui berbagai