• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kerja Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana Berbasis Nilai dan Karakter Kepalangmerahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kerangka Kerja Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana Berbasis Nilai dan Karakter Kepalangmerahan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Berbasis Nilai dan Karakter

Kepalangmerahan

(3)

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah lembaga kemanusiaan non pemerintah terdepan dalam kegiatan tanggap darurat bencana di Indonesia.

Hal ini didukung dengan tersedia dan tersebarnya sumber daya PMI di tingkat propinsi, kabupaten, dan kota yang siap di mobiliasi untuk melakukan respons bencana di setiap tingkatan, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi, regional, dan nasional.

Tanggapdaruratbencana PMI dilaksanakanmelaluirangkaianlayanan-layanan sesuai dengan hasil assessment, baik assessment cepat maupun assessment detil dengan mempertimbangkan kesenjangan kebutuhan, keberadaan lembaga-lembaga lain; baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah, serta kemampuan sumber daya PMI sendiri.

Setiap layanan tanggap darurat PMI memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk memastikan pemberian pelayanan yang terstandarisasi dan terukur untuk memastikan masyarakat sebagai penerima manfaat layanan mendapatkan layanan yang terbaik dan memudahkan PMI sendiri untuk terus menerus memperbaiki mutu layanan yang di berikan.

Mutu pelayanan bukan hanya diukur dari kuantitas dan kualitas barang yang diberikan, namun juga dari cara-cara penyampaian yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan, cakupan dan kesesuaian layanan untuk penerima manfaat dengan tetap mengutamakan keselamatan personil PMI sebagai pelaksana penyampaian Untuk mendorong penyampaian layanan tanggap darurat bencana yang berkualitas ini, PMI membangun Kerangka Kerja Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana Berbasis Nilai dan Karakter Kepalangmerahan yang dimaksudkan untuk memberikan panduan kerangka strategis sebagai acuan operasional dalam menyusun program kerja tahunan dalam rangka memberikan daya dukung yang maksimal untuk tindakan nyata tanggap darurat bencana yang l ebih cepat, lebih tepat dan lebih terkoordinasi.

Sebagai penutup, Kerangka Kerja ini hendaklah di pandang sebagai dokumen hidup yang perlu terus menerus di perbaharui sesuai dengan perubahan yang ada dengan tetap memegang Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Jakarta, Novermber 2016 PengurusPusat

PALANG MERAH INDONESIA

KetuaBidangPenanggulanganBencana,

(4)

Maksud dan Tujuan Mandat, Visi, Misi

Agenda Global Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

Prinsip-prinsip Penerapan Kerangka Kerja

Kegiatan Utama/Prioritas (Key Element/Komponen) Penutup

Penguatan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan dalam Pelayanan Palang Merah Indonesia

Latar Belakang

Konektivitas dengan Tujuan Strategis Hasil yang Diharapkan

Perangkat dan Metode Pendekatan Penguatan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan

Upaya Pengamalan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan Peran Pemangku Kepentingan

Penutup

Tabel Kerangka Pelayanan Darurat Berwawasan Karakter Prioritas I Prioritas II Prioritas III Catatan C. D. E. F. G. H. I. II. III. IV. V. VI. VII. 11 12 14 15 18 28 31 32 33 33 35 40 40 41 42 43 44

(5)

Gambar 1: Peta ancaman perubahan iklim diatas menunjukkan kombinasi iklim terkait dengan berbagai ancaman bencana (badai tropis/ typhoon, tanah longsor, banjir, kekeringan, dan kenaikan air laut).

1. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, factor non alam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

2. Wilayah Indonesia yang 70 % terdiri dari lautan memiliki tingkat kerawanan bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim (climate change), kemungkinan tenggelamnya pulau-pulau, meningkatnya level air laut, gelombang pasang di wilayah pesisir pantai, dan juga ancaman pandemi penyakit-penyakit yang mematikan. Tenggelam atau hilangnya pulau kecil adalah realitas yang harus ditanggung. Disisi lainnya, juga telah terjadi perubahan musim tanam akibat pola musim yang sulit diprediksi, kekeringan dan kemarau panjang, longsor dan banjir serta kebakaran hutan di berbagai wilayah akan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional. Ancaman-ancaman lain dapat muncul secara langsung maupun tidak langsung adalah menurunnya kualitas air, kualitas udara dan ketersediaan pangan. Situasi semakin buruk oleh karena sumber ekonomi masyarakat cenderung bergantung pada sektor yang sensitif terhadap cuaca seperti pertanian dan perikanan yang pada akhirnya menjadikan mereka semakin rentan dan semakin miskin.

(6)

3. Wilayah Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fire) yakni pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasific. Pergerakan lempengan aktif bumi yakni lempeng Eurasia yang berhimpit dengan lempeng Indo-Australia, menyebabkan pergeseran 77 mm/tahunnya. Lempeng aktif Eurasia terbentang di perairan bagian Barat pulau Sumatera hingga ke perairan Selatan pulau Jawa, perairan Nusa Tenggara dan laut Arafuru. Lempengan Pasific terletak di Utara pulau Papua hingga pulau Halmahera dan Pulau Sulawesi. Lempengan tektonik yang membentang di kepulauan tersebut sering terkena kegiatan seismik yang menyebabkan Indonesia terutama rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. Sumber gempa umumnya adalah berada di daerah subduksi dan sesar di daratan.Potensi gempa di Indonesia bagian timur lebih tinggi. Data BNPB menyebutkan, terdapat 386 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 157 juta jiwa yang tinggal di daerah rawan dari bahaya gempabumi di Indonesia.

4. Rangkaian gunung berapi aktif memanjang dari ujung Aceh sampai laut Aru untuk bagian barat dan selatan Kepulauan Indonesia dan berbaris dari laut Sulu sampai Teluk Tomini dan juga memanjang di sepanjang tepi barat pulau Halmahera dikenal sebagai daerah 'ring of fire' gunung berapi sejauh 7.000 km. Terdapat 129 gunung berapi aktif dengan 70 di antaranya adalah sangat aktif, dan 500 gunung berapi tidak aktif namun tetap perlu diwaspadai. Gunung berapi di Indonesia tergolong aktif hampir setiap tahunnya terdapat gunung yang meletus atau menunjukkan tanda-tanda akan meletus. Gunung berapi aktif di Indonesia merupakan 13 % dari seluruh gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, wilayah pantai Indonesia sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat merupakan wilayah dengan kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan gelombang pasang.

5. Banyaknya organisasi dan pelaku kemanusiaan serta meningkatnya persaingan kerja kemanusiaan di tingkat lokal, nasional dan global di satu sisi merupakan potensi Sumber Daya yang sangat besar, namun disisi lainnya perlu dikelola dengan baik agar mampu didayagunakan untuk pencapaian tujuan strategis operasi tanggap darurat bencana.

6. Data BNPB menyebutkan per 4 Januari 2016, selama tahun 2015 telah terjadi sebanyak 1.681 kejadian bencana. Banjir, longsor dan puting beliung masih tetap mendominasi bencana. (Gambar 3)

7. Tantangan lainnnya saat ini, adanya kecenderungan merosotnya perilaku dan karakter para pelaku kemanusiaan dengan disertai meningkatnya kasus kasus malpractices para pekerja kemanusiaan dalam memperlakukan para korban dan pengungsi. Perlu adanya satu strategis dan pendekatan yang efektif bagaimana para anggota Satgana dan SIBAT memiliki satu moral kerja dan kinerja yang baik, sehingga upaya revitalisasi karakter kepalangmerahan yang kuat harus dipadukan dalam mekanisme kesiapsiagaan tanggap darurat bencana.

8. Komitmen untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kapasitas dan kinerja kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana dituangkan kedalam sebuah kerangka kerja PMI 2015 – 2020, hal ini agar seluruh operasiTDB memenuhi standard pelayanan minimal serta merujuk pada Renstra 2014-2019 dan pencapaian visi, misi dan tujuan strategis PMI

Gambar 2: Peta Seismo Tektonik di Indonesia

Gambar 3: Trend Bencana di Indonesia 2002 sd 2015

(7)

a. Kekuatan

PMI merupakan organisasi sosial kemanusiaan terbesar di Indonesia, yang dibentuk dan memiliki mandat resmi sebagai lembaga auxiliary

Pemerintah untuk penanggulangan bencana dan donor darah. PMI memiliki keterwakilan di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan sarana prasarana dasar serta didukung perlengkapan operasional yang memadai untuk melaksanakan tugas dan pelayanannya.

PMI memiliki landasan hukum yang kuat, berupa Keputusan Presiden RIS No.25 tahun 1950 dan Kepres No. 246 tahun 1963 yang menyatakan bahwa PMI ditunjuk oleh Negara sebagai satu-satunya Lembaga Kemanusiaan

AD/ART, Renstra 2014-2019,

Peraturan organisasi pelayanan dan kode perilaku individu (komponen PMI) terkait kebencanaan.

Juklak penanggulangan bencana dan Juknis tanggap darurat bencana,

Adanya struktur dan mekanisme (SOP) tanggap darurat bencana di seluruh Indonesia (Cth: WASH, PKDD, Satgana)

Kerangka kerja karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan Sudah adanya sistem perencanaan / PMER/Referensi

PMI juga mengakomodir kebijakan global yang ada hubungannnya dengan Pelayanan PMI seperti Sendai Development Goal's, One Billion Coalition, COP 21, Strategy 2020 IFRC, Standar Sphere, SAF.

1) PMI telah memiliki kebijakan terkait tanggap darurat bencana, antara lain:

B. Analisis Situasi (Analisis Internal

dan Analisis Eksternal)

1. Analisis Internal

2) PMI juga telah memiliki kapasitas yang dapat menunjang pelaksanaan tanggap darurat bencana, antara lain: a) Sumber daya manusia:

ü PengurusPMIdisemuatingkatan memilikilatarbelakang profesional yang beragam, sebagian besar memiliki akses yang baik ke pemerintahan, sektor pelayanan publik, dan sektor swasta (private).

ü PMI memiliki jaringan Sukarelawan dengan berbagai latar belakang dan keterampilan pelayanan.

ü PMI Prop / Kab /Kota memiliki SATGANA (contoh: PKDD/Pelayanan Kesehatan Dasar Darurat) dan SIBAT. PMI memiliki kapasitas tenaga di bidang tanggap darurat bencana, dimana tujuh puluh lima persen dari PMI Kabupaten/Kota memiliki anggota Satgana antara 5-30 orang.

ü Tersedianya staf manajemen TDB yang terlatih dan berkomitmen

ü Tersedianya sukarelawan terlatih

ü PMI juga membina komunitas siaga bencana yang tersebar di Provinsi dan Kabupaten-Kota.

b) Sarana Prasarana

ü PMI memiliki Posko PMI

ü PMI memiliki 6 gudang regional sebagai basis desentralisasi dukungan logistic dan armada.

ü Memiliki peralatan standar penanganan bencana di pusat yang ditempatkan di gudang regional

ü Memiliki stok bantuan bencana

(8)

b. Kelemahan

1) Organisasi dan tatalaksana PMI di beberapa tingkatan kurang

berfungsi baik, dalam mendukung upaya penanggulangan bencana, (mengacu RENSTRA) antara lain:

ü PMI belum memiliki Undang-undang Ke-Palangmerahan

ü Fungsimonitoring dan evaluasi belum dilaksanakan dengan maksimal oleh PMI dibeberapa tingkatan

ü Peraturan Organisasi yang telah disusun belum berlaku secara optimal, masih banyak panduan pelayanan yang belum ter-update seperti Panduan PPK (Pertolongan dan penyelamatan korban), SOP kebencanaan, sistem pelaporan kebencanaan)

ü Perencanaan kurang terintegrasi antara perencanaan kegiatan dengan keuangan dalam tanggap darurat bencana;

ü Teknologi informasi belum dimanfaatkan secara maksimal.

ü Belum tersedianya panduan operasional, sumber daya dan keuangan terkait TDB

ü Masih banyak Peraturan Organisasi yang belum ter-aplikasi secara maksimal

ü Terbatasnya jumlah pengurus yang memahami kebijakan terkait TDB

ü Belum adanya aturan dan mekanisme terkait dana kontinjensi ü Belum tersedia aturan terkait unit dukungan humas TDB

ü Mekanisme briefing/debriefing proses mobilisasi belum maksimal.

c) PMI telah menjalin kemitraan & kerjasama dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk memperkuat penanggulangan bencananya secara lebih terintegrasi dengan lembaga dan badan pemerintah serta non pemerintah:

ü Lembaga Pemerintah, di antaranyaKemensos, Kemendagri, Kemenkes, Kemendiknas, Kemenhub, Kemenakertrans, TNI/POLRI, Kemenpora, Kemenkop.

ü Badan Pemerintah, di antaranyaBNPB, BMKG, BNP2TKI, Pramuka).

ü Non pemerintah, di antaranya Mitra Gerakan Internasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah, NET TV, ORARI, RAPI, LSM.

d) Sumber daya

ü Tersedianya berbagai panduan pelatihan terkait TDB ü Tersedianya dana TDB

ü PMI menjadi anggota planas PRB, DNPI, CDE

Sukarelawan baik secara jumlah dan kemampuan, menjadi salah satu kekuatan PMI

(9)

b)

Sarana Prasarana:

ü

Peralatan dan perlengkapan dasar komunikasi masih

belum merata;

Pemeliharaan,penggunaandanpencatatanasetbelumtert

ata dengan baik.

ü

Minimnya stok logistic bantuan dasar TDB

2) Kapasitas sumber daya organisasi PMI belum merata di

semua tingkatan, antara lain:

a)

Sumber Daya Manusia

ü

Minimnya tenaga SDM PMI yang tersertifikasi.

ü

Kurang meratanya SDM terlatih (SATGANA, Spesialisasi)

ü

Kurangnya pegawaistaff PMI untuk penanganan bencana

di PMI

ü

Kepemimpinan, pemahaman tentangPMI dan

penanggulangan serta kemampuan networking ditingkat

Provinsi dan Kabupaten/Kota masih lemah;

ü

Kurang perlindungan terhadap sukarelawan PMI

ü

Sistem manajemen markas belum berjalan optimal;

ü

Kurang maksimalnya pelaksanaan dalam mekanisme

Panduan operasional tanggap darurat (Penggunaan

form, TUPOKSI)

ü

Kurang maksimalnya pelaksanaan dalam melakukan

analisis asesmen kejadian bencana termasuk

pembuatan rencanaoperasi.

ü

Fungsi sistem informasi bencana, koordinasi dan

komunikasi di semua tingkatan masih lemah;

c)

Jejaring Kemitraan dalam Penanggulangan Bencana:

ü

Belum maksimalnya upaya advokasi dalam menjaring dan

mengelola kemitraan dengan pihak lain (perusahaan,

masyarakat dan pemerintah)

ü

Lemahnya publikasi dan sistem mekanisme pelaporan untuk

meningkatkan transparansi.

ü

Belum maksimalnya kerjasama dengan media disaat tanggap

darurat bencana.

ü

Kurangnya sosialisasi dan diseminasi PMI terkait visi misi.

ü

Lemahnya jejaring dan kemitraan PMI mengakibatkan

rendahnya diversivikasi sumberdanayangberkelanjutan.

ü

Transparansi pengelolaan dana penanggulangan bencana

belum optimal.

ü

Belum terpenuhinya standar peralatan untuk pelayanan

kebencanaan prioritas pertama di Prov dan kab/kota

ü

Kapasitas Posko PMI belum merata

ü

Belum tersedianya database dan pemetaan GIS(

Geographic

Information System

)

d)

Kapasitas Operasi Penanggulangan Bencana dan Krisis

Kesehatan di Seluruh Wilayah Indonesia Belum Merata:

ü

Program umumnya masih bersifat sektoral (belum

terintegrasi optimal);

(10)

Kerangka Kerja Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana Berbasis Karakter Kepalangmerahan ini dimaksudkan untuk memberikan panduan kerangka strategis sebagai acuan operasional dalam menyusun program kerja tahunan dalam rangka memberikan daya dukung yang maksimal untuk tindakan nyata tanggap darurat bencana yang lebih cepat, lebih tepat dan lebih terkoordinasi.

1. Analisis Eksternal

C. Maksud dan Tujuan

b. Tantangan

Peraturan Pemerintah yang membatasi akses dana oleh organisasi sosial kemanusiaan seperti PMI menuntut PMI untuk menggali sumber-sumber pendanaan lain.

ü Sikap masyarakat yang semakin kritis menuntut peningkatan akuntabilitas organisasi sosial kemanusiaan seperti PMI.

Semakin banyaknya organisasi kemanusiaan/LSM, yang bekerja di bidang sosial kemanusiaan menuntut peningkatan kapasitas dalam bidang yang menjadi keunggulan kompetitif PMI.

ü Duplikasi pelayanan antar organisasi

ü Kesulitan akses transportasi dan situasi keamanan di beberapa wilayah Indonesia

ü Meningkatnya intensitas dan kompleksitas bencana di Indonesia yang menuntut PMI untuk lebih memaksimalkan upayanya.

ü Masih ditemukannya penyalahgunaan lambang Palang Merah di masyarakat

a. Peluang

ü Adanya pengakuan masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga internasional kepada PMI dalam bidang kebencanaan dapat menjadi sumber dukungan penggalangan dana

Semakin meningkatnya perhatian sektor swasta terhadap program-program Corporate Sosial Responibility (CSR) dapat menjadi sumber dukungan untuk keberlanjutan program-program PMI di masyarakat. ü Adanya BPBD di tingkat Provinsi dan Kab kota.

ü Meningkatnya peran dan jangkauan media sangat berpengaruh terhadap upaya pencitraan organisasi

ü Peluang kerjasama penyebarluasan informasi bencana dan rekening bencana oleh media (co branding/Logo bersama).

Berkolaborasi dengan

stakeholder yang ada

merupakan syarat

mutlak dalam

pelayanan

(11)

a. PMI dibentuk oleh pemerintah dan masih diakui sebagai satu-satunya Organisasi Kepalangmerahan di Indonesia berdasarkan Keppres No. 25 Tahun 1950 dan Kepres No. 246/1963. PMI melaksanakan tugas atas nama pemerintah dan bertanggungjawab kepada pemerintah dengan berpegang pada tujuh prinsip gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional.

b. Mandat PMI dalam konteks Penanggulangan Bencana adalah membantu dan bekerjasama dengan Pemerintah, terutama dalam menangani aspek bantuan kemanusiaannya kepada korban yang paling rentan. Disamping tugas utama untuk memberikan bantuan darurat pada waktu terjadinya bencana, PMI juga melaksanakan tugas-tugas kepalangmerahan pada masa sebelum bencana dan sesudah bencana sesusai dengan kapasitas dan kebutuhan.

c. Penanggulangan Bencana sesuai dengan mandat dan perspektif PMI adalah merupakan kegiatan berkesinambungan yang dikelola untuk pengendalian dampak bencana, mengurangi risiko dan mempersiapkan masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana/ perubahan iklim, yang bertujuan untuk :

1) Upaya penyelamatan, pertolongan dan perlindungan keselamatan masyarakat dari ancaman bencana;

2) Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;

3) Memperhatikan pemberdayaan kapasitas masyarakat lokal dengan menghargai budaya dan kearifan lokal;

4) Membangun partisipasi dan kemitraan antar stakeholder ;

5) Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan;

6) Menumbuhkan kemandirian dan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, maupun kapasitas dalam memecahkan permasalahan (coping mechanism) untuk bertahan dalam situasi bencana yang mengancam.

D. Mandat, Visi, Misi

1. Mandat

Merujuk pada kebijakan PMI dalam Penanggulangan Bencana, terdapat 5

pokok kebijakan yang mendasari seluruh kegiatan penanggulangan PMI

yaitu :

a.

Meningkatkan kapasitas dan sumber daya PMI bidang pelayanan PB

di semua tingkatan

b.

Melakukan pemberdayaan masyarakat dibidang upaya-upaya

kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana yang berbasis pada

masyarakat

c.

Memberikan pelayanan mencakup pertolongan dan bantuan,

khususnya masyarakat yang paling rentan dalam keadaan darurat.

d.

Melaksanakan prosedur tanggap keadaan darurat maupun

upaya-upaya kesiapsiagaan bencana / pengurangan risiko.

e.

Membina jejaring Manajemen Bencana

Kerangka Kerja ini merupakan kebutuhan untuk menjabarkan

pokok-pokok Kebijakan PMI, khususnya dalam meningkatkan kapasitas dan

menejemen kesiapsiagaan Tangga Darurat Bencana yang cepat, tepat

dan terkoordinasi.

2. Strategi dan Kebijakan Dasar PMI

dalam Penaggulangan Bencana

(12)

Sesuai dengan agenda global Gerakan Palang Merah, PMI memiliki misi untuk mengurangi jumlah kematian, korban luka-luka serta dampak negative lainnya dari bencana serta meningkatkan kapasitas masyarakat, pemerintah lokal serta PMI sendiri dalam mengurangi kerentanannya. Dengan misi ini, secara eksplisit PMI memprioritas kegiatannya dalam pengurangan risiko bencana.

Dalam mencapai misi tersebut, PMI memiliki 2 (dua) keunggulan utama, yaitu :

Pertama, PMI telah diakui oleh Pemerintah Indonesia dan pemangku

kebijakan lainnya memiliki tugas dan tanggung jawab dalam membantu, memberikan saran dan melakukan advokasi dalam operasi tanggap darurat bencana yang ceppat, tepat dan terkoordinasi, sebagai pengejawatahan fungsi auxiliari terhadap pemerintah di semua tingkatan.

Kedua, PMI memiliki jaringan relawan akar rumput yang berasal dari

masyarakat serta tinggal bersama masyarakat. Mobilisasi kekuatan dari relawan SIBAT ini memberikan kontribusi yang penting dalam pelaksanaan strategi TDB yang cepat, tepat dan berkoordinasi.

Dalam rangka berkontribusi pada tujuan global bumi yang aman dan masyarakat yang resilien, maka PMI sebagai perhimpunan nasional berkewajiban mengadopsi pledge dan komitmen global hasil-hasil general assembly dan konferensi internasional terkait dengan TDB yang sesuai dengan kebutuhan dan hukum perundang undangan NKRI.

dan Bulan Sabit Merah Internasional

1. PMI menyadari dan memahami bahwa semua orang yang terkena dampak bencana berhak menerima bantuan, sesuai dengan prioritas kebutuhannya.

2. PMI menghormati hak hak dan martabat semua orang yang terkena dampak bencana,termasuk keterlibatannya dalam pengambilan keputusan terkait dengan kehidupan dan mata pencahariannya.

3. PMI berkomitmen melindungi orang yang terkena bencana, terutama yang sangat rentan akibat bentuk diskriminasi.

4. PMI berupaya menyediakan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang paling rentan bermitra dengan pemerintah dan mitra gerakan.

5. PMI mendorong penguatan kapasitas masyarakat rentan untuk mengatasi kerentanan dan kebutuhan kemanusiaan yang belum terpenuhi.

6. PMI meningkatkan dan memperluas dukungan bantuan melalui jejaring mitra gerakan dan pemerintah maupun stakeholders lainnya. PMI berkomitmen bahwa bantuan internasional yang diberikan oleh IFRC maupun mitra gerakan harus sesuai dengan kebutuhan PMI.

7. PMI membangun kerjasama dengan mitra lainnya yang didasari atas rasa saling percaya dan menghargai satu dengan yang lain. Kami adalah mitra utama dan lebih suka satu sama lain. Dalam operasional Tanggap Darurat Bencana, PMI konsisten berpegang teguh pada Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk lebih lanjutmeningkatkan jangkauan operasional, skala dan efektivitas. 8. PMI memastikan bahwa bantuan kemanusiaan harus dikoordinasikan

dengan baik antara PMI dengan aktor eksternal lainnya yang relevan. 9. PMI memastikan bahwa bantuan kemanusiaan harus dikelola dengan

tepat, efisien, efektif,dan akuntabel, serta mendukung bantuan kepada masyarakat terdampak dari transisi emergensi ke pemulihan. 10.Kami memberikan bantuan internasional yang dibangun berdasarkan

lokalkapasitas untuk melengkapi mekanisme respon lokal yang sudah ada,serta berkontribusi terhadap kesiapsiagaan bencana yang kemungkinan pada masa yang akan datang.

Kerangka Kerja

(13)

Kerangka nilai – nilai dan karakter Palang Merah ini berlandaskan pada: Prinsip – prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Safer

Access Framework, the Code of Conduct for International Red Cross and

Red Crescent Movement and NGOs in Disaster Relief, Kode Perilaku

Individu dengan referensi Kode Perilaku IFRC, Humanitarian Charter, Prinsip – prinsip Perlindungan SPHERE (Protection Principles of Sphere), Resolusi 9 RC/RC Council of Delegates 2013 (Promoting disability inclusion in the International Red Cross and Red Crescent Movement), Child and Woman Protection, dan Beneficiaries communication.

Pedoman-pedoman lain adalahDraft Komitmen PMI untuk Perlindungan Anak, Kerangka Gender PMI, Convention on Elimination of Discrimination

Against Women, Convention of the Rights of Children, dan Convention of

Rights of Person with Disabilities.

Pelaksanaan kerangka kerja nilai – nilai dan karakter Palang Merah Indonesia dipandu oleh prinsip – prinsip berikut ini :

a. Seluruh komponen Palang Merah Indonesia berkewajiban untuk memastikan, setiap saat, kepatuhan terhadap Prinsip – prinsip Dasar GerakanPalang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Prinsip – prinsip Dasar ini menjadi pedoman yang di pahami dan di terapkan oleh semua personnelnya dalam melakukan aksi dan dalam pengambilan keputusan.

b. Palang Merah Indonesia secara berkesinambunganmenjaga dan meningkatkan penerimaan, akses dan keamanan dari organisasi dan personilnya dalam memberikan bantuan kemanusiaan dalam situasi darurat apapun. Hal ini untuk meminimalisir resiko terhadap personil PMI yang bertugas dalam situasi apapun dan untuk menjaga serta meningkatkan persepsi positif dari Palang Merah Indonesia.

c. PMI sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional berkomitment terhadap penciptaan lingkungan aman yang terbebas dari kekerasan atau ancaman terhadap martabat dari personil PMI dan penerima layanan kemanusiaan. Palang Merah Indonesia dan komponennya memastikan terjaganya standard yang tinggi dari tindak tanduk atau perbuatan serta menjaga kemandirian dan efektifitas pada saat memberikan layanan kemanusiaan pada saat

dan bencana alam atau konflik bersenjata.

2. Nilai-nilai dan Karakter Kepalangmerahan

d. Setiap individu PMI bertanggung jawab atas tidak tanduknya. Setiap individu PMI diwajibkan mematuhi Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, menjunjung tinggi nilai – nilai terhadap penghargaan, martabat dan integritas, berlaku sesuai dengan standard etika terbaik dan professional pada setiap saat dan setiap keadaan.

e. Setiap individu PMI bertanggung jawab terhadap penghormatan lambang-lambang Konvensi Jenewa dan logo PMI serta mempromosikan nilai dan prinsip dari lambang-lambang tersebut.

f. PMI sebagai organisasi kemanusiaan menyadari bahwa Perlindungan terhadap penerima manfaat adalah bagian penting dari kegiatan kemanusiaan. Dalam melaksanakan layanan kemanusiaannya Palang Merah Indonesia harus memastikan pertimbangan 4 Prinsip Perlindungan sebagai salah satu pilar penting dalam bantuan kemanusiaan.

g. Palang Merah Indonesia berusaha memastikan pencegahan dan inklusi untuk mengatasi tantangan terkait dengan kesempatan, akses dan partisipasi yang dihadapi orang – orang dengan disabilitas.

h. PMI mempromosikan dan mengimplementasikan pendekatan partisipatif yang memberdayaan masyarakat sebagai penerima manfaat. Termasuk di dalamnya pemberdayaan masyarakat dalam pengumpulan informasi yang dapat membantu Palang Merah Indonesia memahami keadaan dan kebutuhan penerima manfaat, serta memahami perubahan – perubahan dalam lingkungan operasional. Hal ini akhirnya akan berkontribusi dan meningkatkan kecepatan, kualitas dan relevansi dan efektivitas bantuan serta penerimaan, akses dan kemanan personil NS.

(14)

1. Pelayanan pada fase Siaga Darurat, diarahkan pada kesiapsiagaan menghadapi dampak langsung bencana dengan untuk tujuan mencegah dan memberikan perlindungan dan upaya penyelamatan kepada masyarakat kegiatan melalui beberapa upaya antara lain Peringatan Dini, Evakuasi, Jalur Evakuasi, Mobilisasi masyarakat utk upaya penyelamatan & perlindungan serta kegiatan lainnya yang relevan.

Tool dan mekanisme yang diperlukan pada pelayanan fase Siaga Darurat antara lain:Rencana Kontinjensi, PoskoDana Kontinjensi, DMIS / SIM, MRA dll.

2. Pelayanan pada fase Darurat, dengan focus melakukan upaya pertolongan dan penyelamatan jiwa masyarakat terdampak serta memastikan setiap korban terlayani kebutuhan dasarnya, dengan cakupan layanan antara lain: Kaji Cepat, Pertolongan Pertama, Pencarian dan Pertolongan, Evakuasi,

Relief Distribution, Sheltering(Hunian Darurat), Pelayanan Air dan Sanitasi,

Dukungan Psikologi Sosial, Pelayanan Dapur Umum dan Pelayanan Ambulan seta pelayanan lainnya yang relevan.

Kegiatan Utama Operasional Tanggap Darurat

Bencana Mencakup 3 Komponen

(Key Element/Komponen)

Tool dan mekanisme yang diperlukan pada pelayanan fase Siaga Darurat antara lain :Satgana, SIBAT,POSKO,Ware House Logistics, Standard Equipment, DMIS, Dana Darurat Bencana, DREFF, APPEAL dll.

3. Pelayanan pada fase Pemulihan Dini, kegiatan pelayanan diarahkan pada upaya pemulihan masyarakat paska bencana agar ke situasi yang lebih baik untuk mempersiapkan bencana yang akan terjadi di masa mendatang, melalui Pemberdayaan masyarakat pasca bencana di bidang pelayanan lanjutan Air dan sanitasi berbasis masyarakat, dukungan psikologi sosial, program Livelihood berbasis masyarakat, pembangunan hunian sementara (Rumah Tumbuh/ Rumah Transisi)Promosi Kesehatan dll

Tool dan mekanisme yang diperlukan pada pelayanan fase Siaga Darurat antara lain : CTP, Cash for work, Watsan Treatment, DMIS / SIM dll.

Gambar 5 : Mekanisme Tanggap Darurat Bencana Palang Merah Indonesia Gambar 4:

Tool dan Mekanisme TDB PMI

nilai dan Karakter :

Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan Kode Perilaku PMI

Tool & Mekanisme : - Rencana Kontijensi, Posko - Dana Kontijensi, DMIS/SIM - MRA

Tool & Mekanisme ;

- Satgana, SIBAT, POSKO, Ware House Logistics - Standard Equipment, DMIS

- DREFF, APPEAL

Tool & Mekanisme : - CTP, Cash for work, Watsan Treatment, DMIS/SIM

Siaga Darurat Tanggap Darurat Pemulihan Dini

Kesiapsiagaan menghadapi dampak langsung bencana - Peringatan Dini - Evakuasi - Jalur Evakuasi - Mobilisasi masyarakat untuk upaya penyelamatan dan perlindungan

- Kaji Cepat - pertolongan Pertama - Pencarian dan pertolongan - Evakuasi

- Relief distribusi

- Sheltering (Hunian Darurat)

- Pelayanan Air dan Sanitasi

- Dukungan Psikologi Sosial

- Pelayanan Dapur Umum - Pelayanan Ambulan

Pemberdayaan masyarakat pasca bencana di bidang : - Air dan Sanitasi - Dukungan Psikososial - Livelihood

- Hunian Sementara (Rumah Tumbuh/Rumah Transisi) - Promosi Kesehatan dll Visi :PMI Berkarakter, Profesional, Mandiri dan Dicintai Masyarakat

Misi : menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan berkualitas kepada masyarakat sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

Strategic Objectives :

Meningkatkan kualitas operasi penanganan bencana dan krisis kesehatan

di seluruh wilayah Indonesia, baik dari segi kecepatan, cakupan, dan efektivitas pelayanan.

Pendekatan :

Safer Access (SAF) Penciptaan Lingkungan Aman (PLA) Perlindungan Kelompok Rentan, Termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas Standard SPHERE dan Core Humanitarian Standard Keberagaman Gender

Mobilisasi Satgana dan SIBAT PMI untuk

melakukan upaya penyelamatan jiwa dan pemberian bantuan kebutuhan dasar sesuai dengan prioritas dan kebutuhan :

Pemberdayaan masyarakat pasca bencana di bidang: - Air dan Sanitasi - Dukungan Psikologi Sosial - Livelihood - Hunian sementara (Rumah Tumbuh/ Rumah Transisi) - Promosi Kesehatan, dll Kesiapsiagaan menghadapi potensi Bencana : - Peringatan Dini - Evakuasi - Jalur Evakuasi - Mobilisasi masyarakat untuk upaya penyelamatan dan perlindungan

Tool dan Mekanisme - Rencana Kontijensi - Posko - Dana Kontijensi - DMIS / SIM - MRA - Emergency Shelter

Tool dan Mekanisme - CTP

- Cash for work - Watsan Treatment - DMIS / SIM

Tanggap Darurat Pemulihan Dini Siaga Darurat - Kaji Cepat - Pertolongan Pertama - Pencarian dan Pertolongan - Evakuasi - Relief Distribution - Shelter (Hunian darurat)

- Pelayanan Air dan Sanitasi - Dukungan Psikologi Sosial - Pelayanan Dapur Umum - Pelayanan Ambulan

Tool dan Mekanisme : - Satgana, SIBAT - POSKO

- Ware House Logistics - Standard Equipment, - DMIS

- Aplikasi Laporan Implementasi Tanggap Bencana - Dana Darurat Bencana

(15)

Memastikan strategi, pendekatan, system, mekanisme dan tools kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana

berbasis Karakter kepalangmerahan dipahami oleh pengurus, Staf dan Satgana PMI di semua tingkatan.

Visi

PMI berkarakter, Profesional, Mandiri dan Dicintai Masyarakat

Misi

Menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan berkualitas kepada masyarakat sesuai dengan

prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Tujuan

Utama

Menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan Tanggap darura Bencana yang berkualitas kepada

masyarakatsesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

Tujuan

Strategis 1

Tujuan

Strategis 2

Membangun kemitraan upaya kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana di semua tingkatan baik

mitra-mitra gerakanmaupun mitra eksternal lainnya.

Tujuan

Strategis 3

Meningkatkan kapasitas dan Sumber Daya Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana

yang cepat, tepat dan terkoordinasi

Tujuan

Strategis 4

Meningkatkan kualitas operasi penanganan bencana dan krisis kesehatan di seluruh wilayah Indonesia baik dari segi

kecepatan, cakupan, dan efektifitas pelayanan.

Tujuan Utama

Menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang

memberikan layanan Tanggap darurat Bencana yang

berkualitas kepada masyarakat sesuai dengan

prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit

Merah.

Tujuan Strategis 1 :

Memastikan strategi, pendekatan, system, mekanisme dan tools

kesiapsiagaan Tanggap Darurat

Bencana telah diintegrasikan dengan Nilai dan

Karakter Kepalangmerahan,

dipahami dan dilaksanakan oleh Pengurus, Staff dan

Satgana PMI di semua tingkatan. Tujuan Strategis 4 : Meningkatkan kualitas operasi penanganan bencana

dan krisi kesehatan di seluruh wilayah Indonesia baik dari segi kecepatan, cakupan, dan efektifitas pelayanan Tujuan Strategis 2 : Membangun kemitraan upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana di semua tingkatan baik mitra

mitra gerakan maupun mitra eksternal lainnya. Tujuan Strategis 3 : Meningkatkan kapasitas dan Sumber Daya Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana yang cepat,

tepat dan terkoordinasi Outcome : 1. Dikembangkannya sistem logistik PMI, dan menyesuaikannya dengan standar PMI serta regulasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang berlaku. 2. Sarana dan

peralatan tanggap darurat bencana dikelola secara tepat dan efektif. 3. Tersedianya relief bantuan bencana yang siap didistribusi dan memadai baik jumlah dan kualitasnya. Dana kontinjensi telah dikelola dengan efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Outcome : 1. Koodinasi dan komunikasi tentang kegiatan layanan dengan pemerintah dan mitra lain telah berjalan efektif dan produktif. Dukungan mitra dalam upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana meningkat 2. Dukungan mitra dalam upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana meningkat Outcome : 1. Strategi, pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB telah di integrasikan dengan Nilai-nilai dan karakter kepalangmerahan 2. Tool dan mekansime bantuan kemanusiaan berbasis Prinsip-prinsip serta Nilai-nilai dan Karakter Kepalangmerahan dipahami dan mendapatkan respek dari semua pihak dan mitra.

Outcome : 1.Kapasitas personil spesialis pelayanan darurat PMI di semua tingkatan meningkat. 2.Ketersediaan perangkat pelayanan darurat yang sesuai dengan standar akuntabilitas meningkat. 3.Sistem manajemen pelayanan darurat diimplementasikan di PMI semua tingkatan

(16)

Tujuan Strategis 2 :

Membangun kemitraan upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana di semua tingkatan baik mitra mitra gerakan maupun mitra eksternal lainnya.

Outcome 1 :

Koordinasi dan komunikasi tentang kegiatan layanan dengan pemerintah dan mitra lain telah berjalan efektif dan produktif.

Dukungan mitra dalam upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana meningkat

Output 1 :

PMI di semua tingkatan telah berperanaktif dalam rakor dan kegiatan teknis klaster pelayanan .

Output 2 :

Pelayanan TDB PMI telah sinergi dengan pelayanan yang

dilaksanakan oleh pemerintah dan mitra lain.

Indikator :

Tersedianya bukti dukungan

lembaga/industri/dunia usaha dalam rangka pelaksanaan Layanan Tanggap Darurat Bencana.

Output 2.1 :

Dukungan teknis, logistic dan pendanaan dari pemerintah dan mitra lainnya meningkat.

Output 2.2 :

Produktifitas dan efektifitas kegiatan layanan TDB PMI meningkat di semua tingkatan.

Indikator :

Tidak adanya keluhan dan complain dari beneficieries dan mitra lain terhadap layanan TDB yang dilaksanakan oleh PMI.

Lesson learned dan best practices operasi TDB telah di share dalam forum forum DM meeting maupun rakor di semua tingkatan.

Tujuan Strategis 1:

Memastikan strategi, pendekatan, system, mekanisme dan tools kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana telah diintegrasikan dengan Nilai dan Karakter Kepalangmerahan, dipahami dan dilaksanakan oleh Pengurus, Staff dan Satgana PMI di semua tingkatan.

Outcome 1 :

Strategi, pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB telah di integrasikan dengan Nilai-nilai dan karakter kepalangmerahan

Outcome 2 :

Tool dan mekansime bantuan kemanusiaan berbasis Prinsip-prinsip serta Nilai-nilai dan Karakter Kepalangmerahan dipahami dan mendapatkan respek dari semua pihak dan mitra.

Indikator :

Nilai-nilai dan karakter

kepalangmerahan telah terintegrasi pada tools, strategi, pendekatan, sistem dan mekanisme kesiapsiagaan TDB.

Indikator :

Buku pinter ttg Prinsip dan aturan aturan dasar dalam kesiapsiagaan dan TDB PMI telah di cetak.

Output 1 :

Strategi, pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB telah di diupdate, direview dan integrasikan dengan Nilai-nilai dan karakter kepalangmerahan.

Output 2 :

Buku panduan tentang bagaimana mengimpplementasikan Strategi,

pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB berbasis Nilai Nilai dan karakter kepalangmerahan telah dicetak dan digunakan dalam berbagai pelatihan.

Indikator :

Ÿ Jumlah per tahun kegiatan sosialisasi dan advokasi implementasi Strategi,

pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB berbasis Nilai Nilai dan karakter kepalangmerahan.

Ÿ Jumlah dokumen kerjasama / MoU PMI di semuan tingkatan dengan lembaga/industri/dunia usaha dalam rangka pelaksanaan Layanan Tanggap Darurat Bencana.

Output 2.1 :

Sosialisasi dan advokasi tentang implementasi Strategi, pendekatan, sistem, mekanisme dan tools

kesiapsiagaan TDB berbasis Nilai Nilai dan karakter kepalangmerahan telah dilaksanakan secara berkelanjutan.

Output 2.2. :

Setiap relawan, staff dan pengurus menjalankan secara konsisten Strategi, pendekatan, sistem, mekanisme dan tools kesiapsiagaan TDB berbasis Nilai Nilai dan karakter kepalangmerahan.

Indikator :

Ÿ Jumlah frekuensi operasi TDB yang mendapatkan apresiasi /penghargaan dari masyarakat / mitra.

Ÿ Menurunnya jumlah keluhan / ketidakpuasan dari beneficieries.

Outcome 2 :

Dukungan mitra dalam upaya kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana meningkat

Indikator :

Ÿ Jumlah pertemuan klaster yang menunjukkan kehadiran PMI. Ÿ Capaian keberhasilan dari

rekomendasi rapat klaster TDB yang difollow up oleh PMI.

Indikator :

Ÿ Jumlah frekwensi keterlibatan PMI dalam operasi TDB bersama dengan BNPB/BPBD baik di Dalam Negeri mauppun luar negeri.

Ÿ Capaian operasi TDB bersama dengan pemerintah dan mitra lainnya.

(17)

Outcome 3.3

Tersedianya relief bantuan bencana yang siap didistribusi dan memadai baik jumlah dan kualitasnya.

Indikator Output 3.3.1

Jumlah dana kontinjensi yang dialokasikan setiap tahun.

Indikator Output 3.3.4

Laporan penggunaan dana kontinjensi dalam setiap operasi bencana telah memenuhi standard keuangan.

Tujuan Strategis 3 :

Meningkatkan kapasitas dan Sumber Daya Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana yang cepat, tepat dan terkoordinasi

Outcome 3.1. :

Dikembangkannya sistem logistik PMI, dan menyesuaikannya dengan standar PMI serta regulasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang berlaku.

Indikator output 3.1.1

Jumlah stok barang bantuanyang ada di gudang atau tempatpenyimpanan di PMI Provinsi.

Indikator Output 3.1.2 :

Ÿ Daftar check list pengelolaan logistik telah terpenuhi sesuai dengan standart PM/BSM. Ÿ Terpenuhinya Standadisasi

non-food relief items (NFI) sebagai bantuan langsung kepada korban bencana

Output 3.1.1 :

Barang bantuan darurat tersedia secara

memadai di gudang regional dan tempat

penyimpanan logistik di PMI Provinsi untuk mendukung pelayanan tanggap darurat.

Output 3.1.2 :

Logistik PMI dikelola sesuai dengan standart manual dan standard PM/BSM Internasional.

Outcome 3.3

Dana kontinjensi telah dikelola dengan efektif, efisien, transparan dan akuntabel.

Indikator Output 3.3.1

Jumlah stok relief di Gudang Regional, Propinsi dan Kab/ Kota

Indikator Output 3.3.4

Daftar stok relief yang diperoleh dari sumber sumber lokal baik pemerintah maupun stakeholder lainnya

Outcome 3.2 : Sarana dan peralatan tanggap darurat bencana dikelola secara tepat dan efektif.

Output 3.2.1 :

Tersedianya sarana dan peralatan tanggap darurat bencana

Memobilisasi sarana dan peralatan tanggap darurat bencana secara efektif dan efisien.

Output 3.2.2 :

Meningkatnya akses penggunaan perangkat, sarana dan perlengkapan tanggap darurat bencana dari berbagai sumber.

Indikator Output 3.2.1

Jumlah peralatan, sarana dan prasarana TDB

Indikator Output 3.2.1

Jumlah frekwensi penggunaan sarana dan peralatan dalam operasi tanggap darurat bencana.

Output 3.3.1 :

Tersedianya stok relief bantuan ke gudang-gudang Sentral, Regional, Emergensi dan DP Kontainer selalu dalam keadaan cukup dan siap didistribusikan.

Output 3.3.4 :

PMI Daerah dan Cabang mampu menggali dukungan tersedianya relief bantuan dari sumber lokal baik pemerintah maupun stakeholders lainnya.

Output 3.3.1 :

Dana kontinjensi (siap pakai) tersedia dalam jumlah yang memadai dan mudah diakses sewaktu waktu baik jumlah dan kualitasnya.

Output 3.3.4 :

Penggunaan dana kontinjensi dapat dilaporkan secara secara transparan dan akuntabel.

(18)

Outcome 3.3

Sistem manajemen pelayanan darurat diimplementasikan di PMI semua tingkatan

Tujuan Strategis 4 :

Meningkatkan kualitas operasi penanganan bencana dan krisi kesehatan di seluruh wilayah Indonesia baik dari segi kecepatan, cakupan, dan efektifitas pelayanan

Outcome 4.1. :

Kapasitas personil spesialis pelayanan darurat PMI di semua tingkatan meningkat

Indikator output 3.1.1

Ÿ Jumlah anggota tim Satgana di PMI Kab/Kota

Ÿ Jumlah spesialis tanggap darurat di PMI Provinsi.

Indikator Output 3.1.2 :

Ÿ Jumlah kegiatan simulasi tanggap darurat yang dilakukan oleh PMI Pusat/Prov/Kab/Kota setiap tahun.

Output 4.1.1 :

Tim Satgana dan spesialis pelayanan darurat tersedia dan siap

dimobilisasi di semua tingkatan, termasuk tingkatan regional dan nasional, sesuai SOP yang ditetapkan

Output 3.1.2 :

Simulasi tanggap darurat dilaksanakan di PMI semua tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan rencana kontingensi yang sudah disusun.

Ketersediaan perangkat pelayanan darurat yang sesuai dengan standar akuntabilitas meningkat

Indikator Output 3.2.1

Ÿ PMI Provinsi memiliki setidaknya lima alat pendukung operasional pelayanan darurat.

Ÿ PMI Kab/Kota memiliki setidaknya empat jenis perlengkapan tim pelayanan darurat.

Ÿ PMI Kab/Kota memiliki setidaknya dua jenis peralatan komunikasi untuk keadaan darurat.

Ÿ PMI Kab/Kota memiliki fasilitas pelayanan ambulans 24 x 7.

Output 3.2.1 :

Peralatan standar pelayanan darurat, termasuk peralatan komunikasi untuk koordinasi, serta format pencatatan dan pelaporan tersedia dan siap digunakan di semua tingkatan.

Output 3.2.2 :

Barang bantuan darurat tersedia secara memadai di gudang regional dan tempat penyimpanan logistik di PMI Provinsi untuk mendukung pelayanan tanggap darurat.

Indikator Output 3.2.1

Jumlah stok barang bantuanyang ada di gudang atau tempatpenyimpanan di PMI Provinsi.

Output 3.3.1 :

Kerangka kerja, panduan, dan SOP dalam menjalankan mekanisme Pelayanan dan koordinasi tanggap darurat tersedia dan digunakan di PMI semua tingkatan. Output 3.3.3 : Rencana kontijensi dimutakhirkan setiap tahun di PMI semua tingkatan. Output 3.3.4 : Informasi peringatan dini diteruskan kepada masyarakat secara tepat waktu. Output 3.3.5 : Kebutuhan pelayanan RFL dalam masa normal dan masa tanggap darurat ditindaklanjuti oleh PMI semua tingkatan. Indikator Output 3.3.1 Ÿ Jumlah panduan/ SOP/kurikulumter kait tanggap darurat yangditerbitkan oleh PMI Pusat. Ÿ Jumlah laporan

kejadian yangdikirimkan PMI Kab/ Kota ke PMIPusat/Prov. Indikator Output 3.3.3 PMI Pusat/Prov/ Kab/Kota memilikiRenc ana Kontingensi tahunan. Indikator Output 3.3.4 Jumlah informasi peringatandini yang diteruskan kepadamasyara kat setempat oleh PMI Kab/Kota. Indikator Output 3.3.5 Jumlah kasus RFL yangditindaklanju ti oleh PMI Kab/Kotahingga prosedur selesai.

(19)

Implementasi Kerangka Kerja ini memerlukan komitmen dan itikat baik dari seluruh komponen PMI di semua tingkatan baik Pengurus, staf maupun relawan.

PMI Propinsi dan Kabupaten berkewajiban menjabarkan kerangka kerja ini menjadi acuan yang lebih operasional sesuai dengan tingkat kapasitas, situasi / kondisi serta kebutuhan masing-masing.

PENGUATAN KARAKTER DAN NILAI-NILAI KEPALANGMERAHAN

DALAM PELAYANAN

PALANG MERAH INDONESIA

Menuju Visi:

“PMI BERKARAKTER, PROFESIONAL, MANDIRI, DAN DICINTAI MASYARAKAT”

Ilustrasi Rumah Karakter PMI

Rumah Karakter PMI ini menggambarkan sebuah kerangka kerja jangka panjang bagi terciptanya tujuan akhir masyarakat yang aman dan tahan terhadap dampak bencana, penyakit, dan perubahan iklim.

(20)

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah organisasi kemanusiaan yang memiliki banyak keunikan, seperti satu-satunya Perhimpunan Nasional di wilayah hukum Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bekerja berdasarkan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sesuai dengan Konvensi Jenewa tahun 1949, yang menerima mandat dan berperan dalam membantu Pemerintah di bidang kemanusiaan (auxiliary to the government).

Agar keberadaannya tetap diakui dan didukung oleh masyarakat luas, PMI berupaya mewujudkan visi dan misinya dengan mengacu kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga-nya. Namun dengan seiring bertambahnya jumlah organisasi dan pelaku kemanusiaan, dianggap perlu bagi PMI untuk kembali mempertegas keunikan dari mandat serta peran utamanya yaitu memastikan bahwa program layanan PMI tidak membahayakan, melindungi kepentingan dan kebutuhan penerima manfaat dan komponen PMI.

Intensitas dan kompleksitas kebencanaan, insiden, wabah, serta konflik semakin hari semakin meningkat. Hal tersebut memberikan dampak yang berbeda bagi berbagai kelompok rentan serta komponen PMI. Pada suatu sisi, organisasi PMI diharapkan mampu melibatkan dan menjawab kebutuhan penerima manfaat secara inklusif dengan mempertimbangkan faktor kerentanannya. Sementara di sisi yang lain, PMI harus melindungi dan menjamin keamanan dan keselamatan Personilnya pada saat menjalankan tugas-tugas kemanusiaan. Menimbang berbagai sisi dimaksud, dianggap perlu bagi PMI untuk memperkuat karakter dan nilai-nilai kepalangmerahannya, lalu mengintegrasikannya ke dalam budaya dan program pelayanannya, serta memastikan penerapannya secara sistematis, sehingga dapat memperkuat dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap PMI.

Untuk memperkuat karakter dan nilai-nilai kepalangmerahannya, PMI perlu menyusun suatu kerangka kerja yang menggambarkan:

a. keterhubungan antara Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan Kode Perilaku yang menjadi pondasi dari kontruksi organisasi PMI

terutama di dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategisnya; b. manifestasi Pokok-pokok Kebijakan dan Rencana Strategis tersebut

ke dalam berbagai program kerja dan layanan PMI melalui pengembangan kapasitas organisasi dan sumber daya manusia dengan mekanisme perencanaan, seleksi, dan filterisasi sesuai dengan pendekatan yang dimiliki PMI saat ini, seperti Kerangka Kerja Akses yang lebih Aman (Safer Access Framework/SAF), Penciptaan Lingkungan yang Aman, Inklusi Sosial (terutama anak-anak dan penyandang disabilitas), standar SPHERE dan Core Humanitarian Standards, serta isu gender dan keberagaman;

(21)

IV. Perangkat dan Metode Pendekatan

Penguatan Karakter dan Nilai-nilai

Kepalangmerahan

Sebagaimana tercantum di dalam Rumah Karakter PMI, terdapat 5 (lima) perangkat dan metode pendekatan (lintas sektoral yang terintegrasi) guna Pengembangan Kapasitas Organisasi dan Sumber Daya Manusia PMI, yakni:

a. Kerangka Kerja untuk Akses yang lebih Aman (Safer Access Framework/SAF).

SAF berisikan rangkaian tindakan dan langkah-langkah yang diambil oleh Perhimpunan Nasional untuk siap siaga dan menanggapi konteks spesifik, tantangan, serta prioritasnya, guna mengurangi risiko/dampak yang dapat terjadi pada situasi sensitif dan tidak aman, serta untuk memperoleh kepercayaan dan penerimaan dari individu/masyarakat yang membutuhkan, serta pihak-pihak yang mengontrol atau mempengaruhi akses terhadap individu/masyarakat tersebut.

Gambaran atas kerangka kerja tersebut di atas, tertuang ke dalam sebuah ilustrasi Rumah Karakter PMI sebagaimana tercantum pada halaman pertama untuk memudahkan pemberian pemahaman mengenai pentingnya Penguatan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan beserta kerangka kerjanya bagi PMI. Diharapkan ke depan, kerangka kerja yang tersusun ini akan menjadi acuan bagi berbagai program kerja dan layanan PMI guna memperkuat upaya mencapai visi organisasi yakni PMI yang berkarakter, profesional, mandiri, dan dicintai masyarakat.

c. hasil pengembangan kapasitas organisasi dan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud di atas berkontribusi kepada program layanan PMI yaitu penanggulangan bencana dan pembangunan masyarakat tangguh, pelayanan kesehatan dan sosial, serta Unit Donor Darah (UDD) dan rumah sakit;

d. program-program layanan tersebut menjadi perwujudan dari Misi PMI guna meraih Visi PMI yang dicita-citakan guna menciptakan masyarakat yang aman dan tahan terhadap dampak bencana, penyakit, dan perubahan iklim.

II. Konektivitas dengan Tujuan Strategis

Penguatan Karakter dan Nilai-nilai kepalangmerahan sangat berkaitan dan berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Strategis PMI, sebagaimana tercantum pada Rencana Strategis PMI tahun 2014-2019, yakni pada:

a. Tujuan Strategis ke-3: meningkatkan kualitas operasi penanganan bencana dan krisis kesehatan di seluruh wilayah Indonesia, baik dari segi kecepatan, cakupan, dan efektivitas pelayanan;

b. Tujuan Strategis ke-7: meningkatkan akuntabilitas PMI sebagai organisasi kemanusiaan di tingkat nasional maupun internasional; c. Tujuan Strategis ke-8: meningkatkan pemahaman seluruh elemen

masyarakat tentang nilai-nilai kemanusiaan, Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah serta Hukum Perikemanusiaan Internasional melalui upaya komunikasi, edukasi, dan diseminasi.

III. Hasil yang Diharapkan

Pencapaian atas Tujuan-tujuan Strategis dimaksud di atas, diharapkan memberi hasil berupa:

a. peningkatan akses dan penerimaan terhadap PMI serta meminimalisasi risiko personil PMI ketika bekerja di wilayah rawan kekerasan dan sensitif;

b. penguatan peran dan kontribusi PMI di dalam mempromosikan serta menciptakan budaya tanpa kekerasan, inklusi sosial, dan perdamaian; c. pembentukan budaya dan perilaku komponen PMI yang berkarakter

Palang Merah;

d. terintegrasinya Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan dengan sistem dan mekanisme layanan PMI;

e. kebijakan, rencana kerja, dan tata kelola PMI berbasiskan karakter nilai-nilai kepalangmerahan.

(22)

b. Penciptaan Lingkungan Aman (PLA).

PLA merupakan proses organisasi, kelompok, maupun individu dalam menemukan langkah-langkah nyata guna mengupayakan inklusi sosial, membangun budaya tanpa kekerasan, serta budaya damai, dengan menjunjung tinggi perikemanusiaan dan kesetaraan. Upaya ini mencakup kegiatan penyadaran, pertimbangan guna penetapan kebijakan, membina keteladanan, menganalisa kesenjangan, menyingkirkan hambatan-hambatan, serta menjaga kesinambungan. c. Inklusi Sosial.

Inklusi Sosial memastikan penghormatan terhadap martabat, akses, partisipasi, dan keamanan kelompok berisiko, terutama anak-anak (laki-laki dan perempuan) dan penyandang disabilitas, dan semua kelompok yang terdampak bencana.

d. Standar SPHERE dan Core Humanitarian Standards on Quality and Accountability (CHS).

SPHERE adalah inisiatif sukarela dari berbagai lembaga kemanusiaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas bantuan kemanusiaan dan akuntabilitas pelaku kemanusiaan terhadap konstituen mereka, donatur, dan masyarakat yang terdampak. Dokumen ini mencantumkan mengenai nilai, peran, prinsip-prinsip umum, hak dan tugas serta komitmen sebagai organisasi kemanusiaan. Core

Humanitarian Standards on Quality and Accountability

(Standar-standar Kualitas dan Akuntabilitas Kemanusiaan) adalah perangkat yang terdiri dari sembilan komitmen terhadap masyarakat terdampak krisis yang menyatakan apa yang dapat mereka harapkan dari organisasi dan perorangan yang menyampaikan bantuan kemanusiaan. Setiap komitmen didukung oleh sebuah kriteria mutu yang menandai bagaimana organisasi kemanusiaan dan personilnya harus bekerja untuk memenuhi komitmen tersebut.

e. Gender dan Keberagaman.

Gender merupakan konsep perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan terkait pembagian peran, kekuasaan, dan sumber daya. Keberagaman merupakan penerimaan dan penghormatan terhadap segala bentuk perbedaan, termasuk di dalamnya gender, orientasi seksual, usia, disabilitas, status HIV, status ekonomi-sosial, agama, kebangsaan, dan asal-usul etnis, seperti minoritas dan kelompok migran, dan lain sebagainya.

Mempertimbangkan berbagai konteks kerja kemanusiaan saat ini dan pengalaman PMI dalam memberikan layanan kemanusiaan serta untuk mencapai visi PMI, dianggap perlu upaya-upaya pengamalan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan, yang berfokus kepada langkah-langkah integral seperti langkah:

a. Pertama : mendorong dan memastikan Karakter dan Nilai–nilai Kepalangmerahan terintegrasi ke dalam kebijakan dan peraturan.

b. Ke-dua : mengimplementasikan kebijakan dan peraturan tersebut ke dalam panduan serta perangkat guna memperkuat pengembangan kapasitas organisasi dan sumber daya manusia yang PMI miliki.

c. Ke-tiga : memperkuat kapasitas organisasi dan sumber daya manusia yang PMI miliki agar mampu memahami dan menerapkan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan di dalam setiap pelayanan yang dilakukan.

d. Ke-empat : melaksanakan kegiatan dan pelayanan PMI yang sesuai dengan Karakter dan Nilai-nilai kepalangmerahan.

Orientasi bagi seluruh komponen PMI merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan agar Nilai-nilai Kepalangmerahan bisa dipahami dan diimplementasikan

(23)

Untuk langkah pertama, penting untuk:

1. menyusun kebijakan prioritas, termasuk Kode Perilaku, dalam mengupayakan akses yang lebih aman, penciptaan lingkungan aman, inklusi sosial terutama bagi anak-anak dan penyandang disabilitas, kesetaraan gender dan keberagaman yang menjunjung tinggi perikemanusiaan.

2. meningkatkan upaya diseminasi dan advokasi, baik internal maupun eksternal.

3. menyusun strategi komunikasi dengan mengintegrasikan mekanisme umpan balik dari penerima manfaat dan manajemen reputasi organisasi.

4. membuat kebijakan kerjasama kemitraan dengan sektor usaha, dengan mempertimbangkan manfaat berkelanjutan bagi PMI. 5. mengintegrasikan pendekatan karakter dan nilai-nilai

kepalangmerahan PMI ke dalam peraturan, panduan, dan perangkat organisasi.

V.A. Langkah Pertama: mendorong dan memastikan Karakter dan Nilai–nilai Kepalangmerahan terintegrasi ke dalam kebijakan dan peraturan

Untuk langkah ke-dua, penting untuk:

1. memastikan setiap Komponen PMI menandatangani Kode Perilaku.

2. menyusun buku panduan tentang standar perilaku yang memastikan keamanan dan keselamatan dalam penugasan.

V.B. Langkah Ke-Dua: mengimplementasikan kebijakan dan peraturan tersebut ke dalam panduan serta perangkat guna memperkuat pengembangan kapasitas organisasi dan sumber daya manusia yang PMI miliki

3. menyusun materi komunikasi, informasi dan edukasi mengenai PMI, termasuk perlindungan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sesuai dengan kelompok sasaran.

4. memastikan adanya mekanisme penyaringan, penilaian, dan penerapan sanksi terhadap komponen PMI terkait penerapan Kode Perilaku, mencakup karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan PMI.

5. menyusun mekanisme pelaporan terhadap pelanggaran Kode Perilaku, pembentukan Komite Etik, dan mekanisme pendampingan hukum bagi Komponen PMI yang menjadi korban tindak pelanggaran Kode Perilaku.

6. menyusun mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap i m p l e m e n ta s i p e n g a m a l a n k a r a k te r d a n n i l a i - n i l a i kepalangmerahan PMI.

Untuk langkah ke-Tiga, penting untuk memastikan:

1. peningkatan kesadaran tentang karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan, dengan penekanan pada prinsip kesukarelaan, diberikan bagi seluruh komponen PMI secara berjenjang, melalui antara lain orientasi dan pelatihan.

2. kerjasama dengan pemangku kepentingan/mitra dilakukan secara berkelanjutan, agar tersedia kapasitas organisasi yang terukur terhadap kerjasama dimaksud.

3. tersedianya data terpilah berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia dan kondisi disabilitas, baik untuk komponen PMI maupun masyarakat penerima manfaat program dan layanan PMI, untuk acuan monitoring dan evaluasi.

V.C. Langkah Ke-Tiga: memperkuat kapasitas organisasi dan sumber daya manusia yang PMI miliki agar mampu memahami dan menerapkan Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan di dalam setiap pelayanan yang dilakukan

(24)

Untuk langkah ke-empat, penting untuk memastikan:

1. pelaksanaan pembekalan (briefing/debriefing) bagi komponen PMI, sebelum dan setelah penugasan lapangan, termasuk pemahaman tentang faktor risiko berbasis gender dan keberagaman, serta faktor ketangguhan dari kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat terdampak, dan situasi sensitif yang dapat membahayakan keselamatan komponen PMI.

V.D. Langkah Ke-Empat: melaksanakan kegiatan dan pelayanan PMI yang sesuai dengan Karakter dan Nilai-nilai kepalangmerahan

2. advokasi karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan dilakukan secara terstruktur kepada tenaga sukarela dan masyarakat termasuk kepada pemerintah dan media sebagai bagian dari pelayanan.

3. menghormati hak, martabat, akses, partisipasi inklusif dan keamanan masyarakat yang terdampak bencana, khususnya anak-anak dan penyandang disabilititas, dalam setiap pelayanan PMI. 4. mendorong keterlibatan masyarakat untuk memastikan

perencanaan dan operasi pelayanan kemanusiaan yang berpusat kepada pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. 5. tersedianya akses informasi pelayanan PMI dan perangkat bagi

penerima manfaat untuk menyampaikan saran dan keluhan. 6. menghormati martabat dan hak-hak masyarakat terdampak

dengan tidak mengambil keuntungan dari penderitaan korban. 4. tersedianya mekanisme penilaian risiko untuk memahami

persepsi budaya, konteks kerentanan dan analisa kebutuhan yang paling relevan pada masing-masing sektor dan wilayah kerja. 5. tersedianya sumber daya dalam rangka kesinambungan layanan

kepalangmerahan kepada masyarakat/penerima manfaat.

6. pembekalan terhadap petugas penggalangan dana, sehingga penggalangan dana dapat dilakukan secara kreatif, berkesinambungan, serta sesuai dengan karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan.

7. pengamatan proaktif terhadap media, termasuk media sosial, untuk memastikan perbaikan pelayanan, citra dan kapasitas PMI. 8. tersedianya analisa terhadap pengamalan karakter, nilai-nilai dan

citra PMI melalui forum-forum PMI, antara lain musyawarah kerja PMI.

9. setiap pengurus PMI dan pimpinan unit kerja menyadari perannya sebagai panutan yang secara aktif memberikan teladan, dan m e m i m p i n p e n g a m a l a n k a r a k t e r d a n n i l a i - n i l a i kepalangmerahan.

(25)

Peringatan Dini dan Informasi

Bencana;

Informasi bencana menyertakan informasi potensi ancaman tambahan (keamanan, jalur transportasi, potensi

konflik dll) dan potensi sumberdaya pendukung sebagai bahan informasi pergerakan relawan / staf PMI dan

perencanaan respon

Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian Standard terkait

Assessment;

Penjajakan informasi memasukkan kebutuhan informasi-informasi terkait akses yang lebih aman, misalnya potensi konflik, potensi tertutupnya akses (misal longsor di musim hujan), hal-hal krusial terkait adat kebiasaan setempat yang

harus diperhatikan, dan penerimaan masyarakat terhadap PMI dan giatnya.

Memastikan semua komponen PMI memahami Kode Perilaku PMI. Mesukkan faktor yang potensial dapat mengancam

keselamatan komponen PMI.

Penjajakan memasukkan

potensi-potensi kekerasan, atau lingkungan tidak

aman, yang mungkin muncul sehingga sedari

awal bisa dirancang langkah-langkah pencegahannya. Data sekunder kriminalitas atau laporan tindak

kekerasan dapat digunakan.

Penjajakan memasukkan data informasi kelompok rentan, kelompok umur,

dan kelompok multi rentan (misal KK perempuan yang sudah

tua, Kepala keluarga tunggal, kepala keluarga perempuan) dan juga penyandang

disabilitas

Penjajakan mengupayakan adanya ruang untuk mendata penduduk minoritas (adat, agama/kepercayaa n, penduduk setempat dan pendatang), dan persepsi masyarakat terkait gender dan keberagaman. Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian Standard terkait Penyelamatan dan Pertolongan Korban Bencana (Pertolongan Pertama); Evakuasi;

Berdasarkan peringatan dini dan informasi bencana serta hasil asesmen, pelaksana melakukan

tindakan-tindakan persiapan, memakai alat perlindungan diri, memastikan ada tidaknya kontaminasi

racun dan radiasi dari lingkungan dan korban, stabilitas dan kondusifnya

lokasi, jalur transportasi serta kendaraan penyelamatan untuk keluar masuk daerah tindakan saat

melakukan penyelamatan dan evakuasi.

Langkah-langkah pencegahan kekerasan berdasarkan informasi bencana dan hasil

penjajakan diimplementasikan dalam pelaksanaan penyelamatan dan evakuasi. Mekanisme pelaporan masyarakat di aktivasi menggunakan metode

ben com. 1 orang di tunjuk sebagai focal point per lokasi yang berkordinasi dengan focal point di PMI

Pusat

No layanan Akses yang Lebih Selamat

(Safer Access) Standard SPHERE dan Code Humanitarian Standard Pemulihan Hubungan Keluarga;

Pengumpuan informasi oleh staff/relawan PMI dilakukan dengan

memperhatikan rambu-rambu sensitivitas terkait pandangan politik,

agama, suku, adat dll

Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian Standard terkait

Reporting;

Media Coverage.

Informasi-informasi sensitif yang dapat mempengaruhi akses aman staff dan

relawan ke daerah bencana tidak dilaporkan secara terbuka kesemua orang, namun disampaikan melalui focal-focal point untuk staff dan

relawan yang benar-benar membutuhkan informas dengan memastikan prinsip-prinsip kerahasiaan

(jika dibutuhkan). Sumber-sumber informasi cukup di ketahui secara terbatas. Mempersiapkan strategi reaktif untuk pemberitaan negatif mengenai PMI. Mempersiapkan wakil

PMI yang boleh berbicara kepada Media, serta strategi pemberitaan PMI.

Pemberitaan ke media juga harus

Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian

Standard

Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian

Standard Jangkauan peringatan dini dan informasi bencana dipastikan agar dapat

mencapai dan mengakomodasi kebutuhan spesifik dan tersampakannya informasi bagi kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak, dan

penyandang disabilitas.

Penciptaan Lingkungan Aman (Creating Safer

Environment)

Perlindungan Kelompok Rentan, termasuk anak

dan penyandang disabilitas

Gender dan Keberagaman

Dari hasil asesmen, memastikan kesiapan (peralatan dan ketrampilan) untuk melakukan

tindakan penyelamatan khusus dan penanganan korban tindak kekerasan jika di

butuhkan (misal penanganan orang dengan kelumpuhan, orang dengan gangguan kejiwaan, dll) sewaktu melaksanakan tindakan penyelamatan dan evakuasi. Juga memastikan sistem pelaporan tersedia dan mudah dipahami oleh masyarakat serta komponen PMI. Tersedia komponen PMI yang terlatih untuk penanganan tindak kekerasan, dan/atau terlatih untuk bekerja dengan kelompok rentan, termasuk penyelenggaraan

layanan psikososial.

Referensi sesuai dengan Standard SPHERE dan Core Humanitarian Standard terkait

Langkah-langkah pengambilan informasi terkait Pemulihan Hub Keluarga harus memperhatikan keselamatan, kenyamanan dari nara sumber informasi, memastikan akses bagi perempuan dan mendorong pengungkapan informasi sebenarnya (ini misalnya untuk menghindarkan

orang-orang menyembunyikan keluarganya berkebutuhan khusus / ODHA dll karena dianggap aib)

Pelaporan dan media coverage menyebutkan secara jelas mengenai upaya-upaya PMI dalam kegiatan Peciptaan Lingkungan Aman, Perlindungan Kelompok Rentan, kepekaan terhadap Gender dan Keberagaman. Hal ini akan ikut memberikan kontribusi bagi pencitraan

positif PMI. Memastikan terjaganya martabat manusia dalam pemberitaan menyangkut korban, masyarakat terdampak, maupun

penerima manfaat layanan PMI.

Pelaporan dan media coverage juga menjelaskan pelibatan pihak-pihak di luar PMI bagi mitra gerakan maupun mitra non gerakan. 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7

Prioritas I

Pemangku kepentingan adalah mitra-mitra PMI yang bekerjasama untuk

memperkuat layanan kemanusiaan, dalam kerjasama yang bersifat tidak mengikat, dalam bentuk kontribusi sumber-sumber daya. Kemitraan dengan pemangku kepentingan memberikan akses terhadap layanan PMI dalam memberikan bantuan kemanusiaan bagi yang membutuhkan.

Pembagian peran dan tanggung jawab diatur secara khusus dalam mekanisme kerjasama dan koordinasi, mencakup bentuk, batasan, kerangka waktu, peran dan tanggung-jawab yang dituangkan ke dalam nota kesepahaman. Nota kesepahaman mengatur tentang komitmen pemangku kepentingan untuk menerapkan karakter dan nilai-nilai kepalangmerahan sejalan dengan kode perilaku PMI.

VI. Peran Pemangku Kepentingan

Penerapan kerangka kerja Karakter dan Nilai-nilai Kepalangmerahan PMI bertumpu pada kerja sama lintas sektoral, mengingat setiap isu saling terkait dan menguatkan satu sama lain, dan tidak dapat diberi pemisahan yang tegas. Sebagai contoh, keselamatan sangat terkait dengan perlindungan, perlindungan terkait dengan lingkungan aman, lingkungan aman terkait dengan non-diskriminasi, gender dan semua aspek keberagaman, kondisi disabilitas, dan seterusnya. Oleh sebab itu, pengguna diharapkan untuk mampu menganalisa situasi kerentanan secara teliti, memahami penerimaan Organisasi PMI, dan mengerti kerentanan serta kelompok yang dapat dikategorikan dalam 'masyarakat paling rentan' sesuai dengan konteks daerahnya maupun peran fungsi sektornya masing-masing. PMI berkomitmen untuk memastikan seluruh komponennya (Pengurus, Karyawan, Sukarelawan, dan Anggota) memahami dan tunduk kepada kode perilaku individu PMI.

Agar dapat terlaksana secara efektif, setiap sektor dan markas PMI di semua tingkatan perlu menjabarkan kerangka ini dalam bentuk minimum standar komitmen yang berkesesuaian dengan persepsi budaya, konteks kerentanan dan analisa kebutuhan yang paling relevan pada masing-masing sektor dan markas. Minimum standar komitmen tersebut kemudian menjadi acuan bagi masing-masing sektor dan markas untuk melaksanakan program dan giat Kepalangmerahan di wilayahnya.

Gambar

Gambar 1:  Peta  ancaman perubahan  iklim diatas  menunjukkan  kombinasi iklim terkait  dengan berbagai  ancaman bencana  (badai tropis/ typhoon,  tanah longsor, banjir,  kekeringan, dan  kenaikan air laut).
Gambar 5 : Mekanisme  Tanggap Darurat  Bencana Palang Merah IndonesiaGambar 4:
Ilustrasi Rumah Karakter PMI

Referensi

Dokumen terkait

tersedia untuk dijual, liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi dan liabilitas lain-lain; dan melakukan evaluasi kembali atas

 Berdasarkan pengamatan preparat nomor BM-2 yang telah dilakukan pada nikol sejajar dan bersilang yaitu colorless, bentuk tak beraturan, anhedral granural,

Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 40 mahasiswa PGSD yang menjadi subjek penelitian, diperoleh data bahwa skor Kecepatan Efektif Membaca (KEM) tertinggi sebesar

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana karakteristik lembar kerja peserta didik materi dimensi tiga berbasis

Arah kebijakan program KKBPK dan program PPPA di Kota Mataram adalah untuk meningkatkan kualitas perempuan dan meningkatkan pemenuhan hak-hak anak, serta untuk meningkatkan

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian [6]-gingerol pada galur sel A549 yang terinfeksi DENV secara signifikan dapat mengurangi virus titer baik perlakuan

 Peserta didik mengolah data tentang ciri-ciri, struktur tubuh, siklus hidup, dan contoh lumut daun yang telah di peroleh dari berbagai sumber literatur yang dituliskan di dalam

Jadi, yang dimaksud dengan judul di atas adalah suatu penulisan yang dimaksudkan untuk memahami tentang peran organisasi kepalangmerahan di Korps Sukarela unit