• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Inverse Manufacturing Dalam Penanganan Produk Lampu Hemat Energi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Inverse Manufacturing Dalam Penanganan Produk Lampu Hemat Energi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Produk Lampu Hemat Energi

Romy Loice

1

, Bagus Made Arthaya

2

, Harry Prasetyo

3 123)

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan , Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

romy.loice@unpar.ac.id, bagusmooi@gmail.com, hrrprasetyo@gmail.com

Abstract

Lighting is one of the human basic needs that must be fullfiled. Compact fluorescent lamps is the most used lamp as source of lighting. However, they contain mercury, which is classified as heavy metals, that can potentially harm the environment. Even as mercury container, many people didn’t know that. Many people don’t know the method to handle the broken or used compact fluorescent lamp. They just dispose the broken compact fluorescent lamp to trash without considering the effect of mercury contained.

Inverse Manufacturing concept is about designing product life cycle that aims to repair and reuse product components so that the negative impact can be reduced and minimized. In this research, the concept of Inverse Manufacturing is applied on handling the compact fluorescent lamp product in Bandung, West Java. The study is begun with designing the Inverse Manufacturing concepts model by adding the step of collecting back (two scenarios), sorting, repairing, remanufacturing, and recycling into the life cycle of compact fluorescent lamp. The results of recycling rates of 15 Watt compact fluorescent lamp (about 234 grams) starts from the lowest value, and the maximum value are 27,51% (64,366 grams), and 27,61%

(64,609 grams). By applying this concept, the result are the reduction on the amount of compact fluorescent lamp waste dumped into the environment and the achievement of the conservation of natural resources through the reuse of used components.

Abstrak

Sumber penerangan merupakan salah satu dari banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia. Jenis lampu yang sering digunakan sebagai sumber penerangan adalah lampu hemat energi. Komponen di dalam lampu hemat energi ternyata memiliki potensi untuk merusak lingkugan, karena kandungan merkuri yang ada dalam lampu tergolong logam berat dan beracun. Saat ini, pola penanganan masyarakat untuk lampu hemat energi pasca pakai belum tepat, yaitu langsung membuang ke tempat sampah.

Konsep Inverse Manufacturing merupakan perancangan siklus hidup suatu produk yang bertujuan untuk memperbaiki dan memanfaatkan kembali komponen produk pasca pakai agar efek negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan berkurang. Pada penelitian ini, konsep Inverse Manufacturing diterapkan dalam penanganan produk lampu hemat energi pasca pakai untuk wilayah Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai dengan merancang model konsep Inverse Manufacturing yang meliputi tahap pengumpulan kembali (dua skenario), pemilahan, perbaikan, remanufaktur, dan daur ulang. Persentase hasil perhitungan tingkat daur ulang lampu hemat energi 15 Watt (234 gram) mulai dari nilai terendah dan maksimum berturut turut sebesar 27,51

% (64,366 gram) dan 27,61% (64,609 gram). Dengan penerapan konsep Inverse Manufacturing

ini akan menghasilkan pengurangan jumlah sampah lampu yang dibuang ke lingkungan dan da-pat tercapainya konservasi sumber daya alam melalui pemanfaatan kembali komponen pasca pakai.

Kata Kunci: Inverse Manufacturing, Lampu Hemat Energi, Merkuri, Siklus Hidup, Tingkat Daur Ulang

(2)

1

Pendahuluan

Salah satu kebutuhan manusia adalah sumber penerangan. Sumber penerangan yang sering digunakan adalah lampu hemat energi. Lampu hemat energi merupakan bentuk sederhana atau praktis dari lampu neon konvensional (Sasaki, 1994). Dibalik kegunaannya yang sangat mem-bantu dalam hal penerangan, produk ini men-gandung merkuri dalam jumlah tertentu tergan-tung merk dan produsennya (Li & Jin, 2011).

Dalam lampu hemat energi dengan daya 15 Watt terdapat merkuri dengan kadar 4 mg (Scholand

&Dillon, 2012). Senyawa merkuri dapat

mem-berikan dampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia dan dapat merusak ekosistem (Clark-son, Magos, dan Myers, 2003).

Pola penanganan lampu hemat energi yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Secara umum, sampah lampu yang sudah habis masa pakainya langsung dibuang ke tempat sampah. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya pelepasan merkuri ke lingkungan.

Saat ini, belum terlihat peran dan tanggung jawab perusahaan yang memproduksi lampu hemat energi dalam keikutsertaan penanganan produk lampu pasca pakai. Untuk itu diper-lukan penerapan konsep Inverse Manufactur-ing bagi perancangan siklus hidup dari lampu hemat energi secara keseluruhan agar pada saat produk ini mencapai tahap pasca pakainya da-pat ditangani dengan pola yang teda-pat.

Inverse Manufacturing merupakan suatu konsep yang ditujukan untuk mendesain siklus hidup suatu produk secara keseluruhan mulai dari konsep awal produk sampai tahapan penggunaan kembali (Kimura, 1999). Inverse Manufacturing merupakan sebuah proyek lanjutan dari penggunaan kembali, daur ulang, dan remanufaktur dari suatu produk yang diterapkan di negara Jepang. Konsep Inverse Manufacturing memiliki fokus pada tahap sebelum berjalannya proses manufaktur, yaitu pada tahap desain produk. Tujuan utama dari konsep ini adalah untuk memperpanjang daur hidup dari sebuah produk dengan desain fitur yang memiliki kemampuan untuk diolah kembali dan di daur ulang (Madu, 2004).

2

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa taha-pan, yaitu:

1. Evaluasi sistem awal.

Pada tahapan ini, dilakukan identifikasi sik-lus hidup lampu hemat energi yang ter-jadi saat ini, khususnya di kota Bandung, dengan cara observasi, dan penyebaran kuesioner ke responden pengguna lampu hemat energi. Pada tahapan ini, dilakukan juga identifikasi peluang penerapan kon-sep inverse manufacturing dengan mem-perhatikan komponen-komponen yang ada dalam lampu hemat energi dan cara ker-janya., Untuk mendapatkan peluang terse-but, dilakukan juga wawancara dengan ak-tivis lingkungan.

2. Usulan penerapan konsep inverse

manufac-turing.

Pada tahap ini dilakukan perancangan sik-lus hidup usulan dari produk lampu hemat energi sesuai dengan konsepinverse

manu-facturing, yaitu menciptakanclosed-loop

sys-tem pada daur hidup produk.

Closed-loop system ini berarti membuat rantai

ek-straksi, produksi, penggunaan, dan dis-posal menjadi suatu siklus tertutup. Produk lampu hemat energi juga diusulkan pro-duk modular dengan memperhatikan je-nis kerusakan yang umumnya terjadi pada lampu hemat energi. Pada sebagian taha-pan siklus hidup usulan yang merupakan tahapan baru dibandingkan siklus hidup awal, dilakukan usulan proses ataupun ske-nario yang dilakukan pada tahapan terse-but. Proses lanjutan dari setiap komponen lampu pasca rusak juga ditentukan dengan cara penggolongan komponen pada kate-gori dapat digunakan kembali atau didaur ulang.

3. Evaluasi konsep usulan.

Konsep usulan berupa rancangan sik-lus hidup produk dievaluasi dengan melakukan perhitungan tingkat daur ulang produk lampu hemat energi setelah diterapkan konsepinverse manufacturing.

3

Hasil dan Pembahasan

Siklus hidup lampu hemat energi dimulai dari tahap ekstraksi material, manufaktur, penggu-naan, dan disposal. Dari hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada 103 respon-den pengguna lampu hemat energi di Bandung, diketahui bahwa 94 responden langsung mem-buang ke tempat sampah, sisanya melakukan pembakaran, dikembalikan ke tempat pembe-lian, dan digunakan kembali untuk keperluan lain. Tidak ada penanganan lebih lanjut pada lampu hemat energi pasca pakai.

(3)

Tata cara penanganan lampu hemat energi yang rusak atau sudah habis masa gunanya juga tidak tercantum dalam kotak kemasan. Sebagian besar responden juga tidak menge-tahui bahwa lampu hemat energi mengandung senyawa merkuri (81 orang dari total 103 re-sponden).

Peranan pemerintah juga diperlukan dalam hal pemberian himbauan, penyediaan sarana prasana pendukung pengolahan limbah lampu hemat energi, serta menjalankan regulasi men-genai pengelolaan limbah elektronik. Him-bauan pemerintah saat ini tentang bahaya yang terkandung di dalam limbah elektronik, khusus-nya lampu hemat energi masih sangat kurang. Masih banyaknya masyarakat yang kurang memperhatikan bahaya limbah lampu sehingga berdampak pada pembuangan tanpa tata cara yang benar menjadi salah satu bukti. Regu-lasi mengenai penanganan dan bahaya limbah elektronik sudah ditetapkan, namun peraturan tersebut kurang diterapkan pada kondisi ny-ata, sebagai contoh tidak adanya larangan keras atau denda serta pengawasan langsung dari pi-hak pemerintah bagi mereka yang membuang limbah lampu hemat energi secara langsung ke lingkungan tanpa adanya penanganan khusus. Untuk wilayah kota Bandung, belum terdapat sistem yang mengatur bagaimana penanganan yang tepat untuk sampah lampu hemat energi.

Scholand dan Dillon (2012) menyebutkan kan-dungan merkuri dalam lampu hemat energi 15 Watt sebesar 4 mg. Jika diasumsikan untuk se-mua lampu hemat energi dengan variasi daya yang berbeda-beda memiliki jumlah merkuri yang sama, yaitu 4 mg, dapat dihitung ekspek-tasi total tersebarnya merkuri di Kota Bandung akibat pola penanganan yang tidak tepat sebe-sar 2,3 kg untuk setiap bulannya. Apabila pola penanganan tidak tepat ini berlangsung secara terus menerus maka kemungkinan besar ter-jadinya proses akumulasi merkuri yang tersebar di tanah Kota Bandung dapat melebihi nilai am-bang batas yang sudah ditentukan yaitu, 0,3 0,5 ppm (Mirdat, Patadungan,&Isrun, 2013).

Sebelum merancang pola penanganan pro-duk lampu hemat energi yang tepat, dilakukan pengelompokan komponen berdasarkan mate-rial logam, nonlogam, dan gas yang dapat dil-ihat pada Tabel 1.

Dari proses identifikasi peluang penerapan

inverse manufacturing, diperoleh adanya

pelu-ang pemanfaatan lampu hemat energi pasca pakai. Pemanfaatan tersebut bisa dilakukan karena umumnya kerusakan lampu biasanya hanya pada komponen elektronik sedangkan komponen bulb masih baik atau kebalikannya.

Tabel 1: Pengelompokan komponen

Logam Non-Logam Gas Screw shell (Base)

*) Housing top (Base)*) Argon (Pe-lengkap) *) Transformer (EB) *) Housing bottom (Base)*) Neon (Pe-lengkap) Induktor (EB) *) Bulb*) Hidrogen

(Pelengkap) Dioda (EB) *) Papan sirkuit

(EB) *)

Oksigen (Pe-lengkap) Kapasitor EB) *) Kotak kemasan

(Pelengkap) *)

Nitrogen (Pe-lengkap) Transistor (EB) *) Lem resin

(Pe-lengkap) *) Resistor (EB) *)

Elektrode *) Merkuri (Pe-lengkap) *) Solder paste (Pe-lengkap) *) Yttrium (di dalam Bulb) *) Europium (di dalam Bulb) *)

Sumber : diadaptasi dari Michaud&Belley, 2008; Scholand& Dillon, 2012.): Komponen yang harus ada dalam lampu hemat energi

Usulan penanganan produk lampu hemat en-ergi berdasarkan konsep Inverse Manufacturing

dapat dilihat pada Gambar 1. Terlihat adanya penambahan tahapan dalam siklus hidup lampu berupa pengumpulan kembali, pemilahan, in-speksi, perbaikan, remanufaktur, daur ulang, pemanfaatan untuk keperluan lain, dan pem-buangan akhir.

Setelah tahap penggunaan di konsumen akhir selesai, lampu hemat energi akan dikumpulkan kembali dari konsumen untuk dibawa dan di-olah oleh pihak produsen maupun pabrik daur ulang. Penelitian ini menghasilkan dua skenario untuk tahapan pengumpulan kembali ini.

Skenario pertama melibatkan tingkat RT/RW yang berada di Kota Bandung un-tuk mengumpulkan sampah lampu. Setelah itu, Dinas Kebersihan Kota Bandung akan mengam-bil sampah lampu di setiap RT/RW untuk dikumpulkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Berikutnya, Dinas Kebersihan akan menyampaikan informasi kepada pihak pro-dusen atau pabrik daur ulang untuk mengambil sampah lampu yang sudah dikumpulkan di TPA.

Skenario pengumpulan yang kedua meli-batkan pihak retailer resmi yang bekerja sama dengan produsen lampu sebagai tempat pengumpulan kembali sampah lampu dari kon-sumen. Selain itu, skenario ini menggunakan insentif sebagai salah satu pemicu peran aktif masyarakat dalam mengumpulkan kembali sampah lampu.

(4)

ulang, sampah lampu masuk dalam tahap pemi-lahan. Tahap ini akan membagi lampu hemat hemat energi menjadi tiga buah komponen be-sar, yaitubulb,electronic ballast, danbase. Tujuan dari pemilahan ini adalah mempermudah tahap inspeksi.

Tahap inspeksi merupakan proses penentuan komponen akan memasuki tahap perbaikan dan remanufaktur atau tahap daur ulang. Kom-ponen yang memiliki kerusakan minor (masih memenuhi standar baik dari fungsi dan estetika) akan diperbaiki untuk digunakan kembali pada proses remanufaktur. Sedangkan komponen yang mengalami kerusakan mayor (sudah tidak dapat diperbaiki) akan masuk ke tahap daur ulang untuk dilebur menjadi material dasar.

Komponen yang lolos inspeksi dan masih memenuhi standar baik dari segi fungsi maupun estetika akan masuk ke dalam tahap perbaikan untuk diperbaiki kemudian dilan-jutkan dengan tahap remanufaktur. Dengan adanya perbaikan dan penggunaan kembali dari komponen pasca pakai secara tidak lang-sung terjadi penghematan dari segi penggunaan sumber daya alam baru dan dari segi konsumsi energi yang digunakan untuk memproduksi lampu hemat energi yang baru. Gambar 2 menunjukan aliran komponen pada proses perbaikan dan remanufaktur

Tahap daur ulang merupakan proses mele-burkan komponen pasca pakai yang sudah tidak dapat digunakan kembali menjadi material dasar. Gambar 3 menunjukan proses pengambi-lan senyawa merkuri dari lampu hemat energi.

Dari dalam komponen bulb dapat diambil juga bubuk pelapisnya untuk digunakan kem-bali sebagai bahan baku produksi (lihat Gambar 4).

Komponen housing yang rusak dapat didaur ulang dengan melewati beberapa proses, yaitu cutting, shredding, dan agglomeration (Lardi-nois&Klundert, 1995). Serpihan kaca dari

kom-ponen bulb dapat didaur ulang dengan cara melelehkannya pada suhu 1540o

C (Williams, 2005). Untuk komponen screw shell, sol-der paste dan elektrode didaur ulang dengan melelehkan sampai titik lebur masing-masing (Williams, 2005). Untuk kotak kemasan proses daur ulang bermula dari proses menjadikan bubur kertas, pemisahan dari kontaminan, ke-mudian pengentalan bubur kertas (Williams, 2005). Tingkat daur ulang satu buah lampu hemat energi dengan daya 15 Watt dapat dihi-tung berdasarkan data Scholand&Dillon (2012).

Tabel 2 menunjukkan material penyusun lampu hemat energi 15 Watt.

Berdasarkan perhitungan tersebut didapat

Tabel 2: Material penyusun lampu 15 Watt

Komponen Material Massa (g)

Europium 0,001

Housing Polyethylene Tereptha-late (PET)

2,39 Screw Shell Cast Iron 0,029

Kromium 0,0002 Aluminium Oksida 0,008 Elektrode Timbal 0,19 Tembaga 0,402 Nikel 0,003 Kuningan 1,65

Electronic Ballast Semikonduktor 127,268 Papan Sirkuit Printed Wiring Board 3,7

Pelengkap Merkuri 0,004 Gas Argon 0,004 Gas Nitrogen 0,119 Gas Oksigen 0,159 Gas Hidrogen 0,002 Gas Neon 0,0004 Amonia 0,13 Gas Neon 0,0004 Amonia 0,13 Asam Nitrik 7,9 Asam Sulfur 1,67 Lem Resin 4,5

Pelengkap Solder Paste 0,3 Kotak Kemasan Corrugated Board 81

Total Massa 234

Sumber : diadaptasi dari Scholand&Dillon, 2012

rentang tingkat daur ulang lampu hemat en-ergi antara 27,51%sampai 27,61%. Untuk

keper-luan evaluasi penerapan inverse manufacturing ini, dilakukan perhitungan tingkat daur ulang dengan menggunakan nilai minimum dan ni-lai maksimum. Tabel 3 sampai Tabel 4 menun-jukan perhitungan tingkat daur ulang lampu se-cara berturut turut dari nilai minimum sampai nilai maksimum.

Diperoleh estimasi massa hasil daur ulang adalah 64.366 sampai dengan 64.609 gram per setiap lampu hemat energi yang melalui inverse manufacturing hasil penelitian ini. Nilai tingkat daur ulang dari produk lampu hemat energi ini merepresentasikan pengurangan jumlah sam-pah lampu yang dibuang ke lingkungan, dalam artian adanya proses pemanfaatan kembali dari komponen komponen pasca pakai untuk keper-luan proses remanufaktur. Tujuan dari perhitun-gan tingkat daur ulang produk lampu hemat en-ergi merupakan salah satu upaya dalam menca-pai Zero Waste dalam konsep Inverse

Manufac-turing.

Pengecekan dan pengawasan dari berjalan-nya rencana penanganan produk lampu hemat energi berdasarkan konsep Inverse Manufactur-ing dapat dilihat dari beberapa aspek. Per-tama, pengecekan dapat dilihat dari jumlah penumpukan sampah lampu.

(5)

Gambar 1: Usulan penanganan lampu hemat energi berdasarkan konsepInverse Manufacturing

(6)

Tabel 3: Tingkat Daur Ulang Minimum

Material Massa(g) Tingkat Daur Ulang (%) Estimasi Massa Hasil Daur Ulang (g) Kaca 1,2 23,7 0,284 Yttrium 1,37 0,1 0,001 Europium 0,001 0,1 0,000001 Polyethylene Terepthalate (PET) 2,39 30 0,717 Cast Iron 0,029 51 0,015 Kromium 0,0002 51 0 Aluminium Oksida 0,008 51 0,004 Timbal 0,19 51 0,097 Tembaga 0,402 51 0,205 Nikel 0,003 51 0,002 Kuningan 1,65 51 0,842 Semikon 127,268 - -duktor Printed Wiring Board 3,7 - -Merkuri 0,004 1 0,00004 Gas Argon 0,004 - -Gas Nitrogen 0,119 - -Gas Oksigen 0,159 - -Gas Hidrogen 0,002 - -Gas Neon 0,0004 - -Amonia 0,13 - -Asam Nitrik 7,9 - -Asam Sulfur 1,67 - -Lem Resin 4,5 - -Solder Paste 0,3 51 0,153 Corrugated Board 81 76,6 62,046 Total Massa 234 64,366

Pengurangan jumlah penumpukan jumlah sampah lampu di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengindikasikan bahwa rencana penan-ganan ini berhasil diterapkan, semakin sedik-itnya jumlah sampah lampu di TPA menan-dakan produk lampu pasca pakai tidak lang-sung dibuang melainkan dilakukan aktivitas pengumpulan dan pemanfaatan kembali.

Gambar 3: Alur proses pengambilan merkuri (Sumber : diadaptasi dari Chang, You, Yu, Chen,

&Chiu dalam Tunsu, Retegan,&Ekberg, 2011)

Kedua, pengecekan dapat dilakukan pada tahap atau proses pengumpulan kembali. Se-tiap produsen memiliki data jumlah produksi dan penjualan lampu hemat energi. Data dari produsen ini juga didukung data dari retailer yaitu data terkait penjualan lampu hemat

en-Gambar 4: Alur proses pengambilan bubuk pelapis (Sumber: Rabah dalam Tunsu, Retegan,

&Ekberg, 2011 )

ergi ke konsumen. Dengan data dari kedua sumber ini, produsen dapat mengecek jum-lah lampu hemat energi pasca pakai yang se-harusnya dikembalikan kepada mereka. Apa-bila jumlah lampu yang terjual sama den-gan jumlah lampu yang dikumpulkan maka hal ini mengindikasikan tidak adanya peri-laku pembuangan lampu pasca pakai secara langsung ke tempat sampah atau TPA. Apa-bila terjadi penurunan atau bahkan jumlah lampu pasca pakai yang dikumpulkan terny-ata masih sedikit, proses yang perlu diperbaiki dalam hal ini adalah proses pengumpulan kem-bali. Untuk meningkatkan jumlah lampu yang dikumpulkan, produsen bersama retailer saling bekerja sama untuk mendorong perilaku kon-sumen mengembalikan lampu pasca pakainya. Hal ini juga dapat didukung dari regulasi pe-merintah mengenai larangan bagi para kon-sumen lampu hemat energi untuk melakukan pembuangan sampah lampu pasca pakai lang-sung ke tempat sampah.

Proses pengecekan yang ketiga dapat dil-ihat dari tingkat jumlah lampu pasca pakai yang dapat diperbaiki pada saat tahap atau proses inspeksi. Apabila tingkat perbaikan dari komponen lampu pasca pakai rendah atau lebih banyak komponen yang tergolong cacat maka hal ini mengindikasikan masih adanya pola penanganan yang tidak tepat pada tahap sebelum proses inspeksi, yaitu pada proses pengumpulan kembali ataupun pemila-han. Proses pengumpulan kembali dan pemi-lahan harus menjamin keutuhan dari produk lampu pasca pakai, keutuhan tersebut dapat dil-ihat dari tidak terjadi kerusakan pada kompo-nen bulb, electronic ballast, atau base. Selain itu, desain dari electronic ballast sebaiknya memi-liki masa guna yang lama sehingga komponen komponen dalam electronic ballast pasca pakai

(7)

Tabel 4: Tingkat Daur Ulang Maksimum

Material Massa(g) Tingkat Daur Ulang (%) Estimasi Massa Hasil Daur Ulang (g) Kaca 1,2 23,7 0,284 Yttrium 1,37 0,9 0,012 Europium 0,001 0,9 0,000009 Polyethylene Terepthalate (PET) 2,39 30 0,717 Cast Iron 0,029 60 0,017 Kromium 0,0002 60 0 Aluminium Oksida 0,008 60 0,005 Timbal 0,19 60 0,114 Tembaga 0,402 60 0,241 Nikel 0,003 60 0,002 Kuningan 1,65 60 0,99 Semikonduktor 127,268 - -Printed Wiring Board 3,7 - -Merkuri 0,004 10 0,0004 Gas Argon 0,004 - -Gas Nitrogen 0,119 - -Gas Oksigen 0,159 - -Gas Hidrogen 0,002 - -Gas Neon 0,0004 - -Amonia 0,13 - -Asam Nitrik 7,9 - -Asam Sulfur 1,67 - -Lem Resin 4,5 - -Solder Paste 0,3 60 0,18 Corrugated Board 81 76,6 62,046 Total Massa 234 64,609

masih dapat digunakan kembali sebagai kom-ponen penyusun lampu yang baru pada proses remanufaktur.

Hasil dari proses remanufaktur dapat di-gunakan sebagai proses pengecekan keempat sebagai indikasi berjalannya sistem ini. Se-makin banyak penggunaan komponen daur ulang maupun komponen hasil dari perbaikan dalam pembuatan produk lampu yang baru da-pat dijadikan salah satu variabel pengecekan berjalannya sistem. Oleh karena itu, teknik re-manufaktur juga memegang peranan penting dalam menghasilkan produk dengan kualitas dan fungsi yang sama halnya dengan produk yang dihasilkan dari hasil proses manufaktur.

4

Kesimpulan

Pola pembuangan lampu hemat energi yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan tubuh manusia. Hal itu disebabkan adanya kandungan merkuri dalam lampu hemat energi. Merkuri ini dapat terlepas ke lingkungan apabila komponenbulb

mengalami kerusakan. Bila pola penanganan yang tidak tepat ini berlangsung terus menerus maka kemungkinan terjadinya proses

akumu-lasi tersebarnya merkuri pada tanah di Kota Bandung akan melewati nilai ambang batas yang sudah ditentukan.

Siklus hidup lampu hemat energi yang saat ini bermula dari ekstraksi material, manufak-tur, penggunaan, Tempat Pembuangan Semen-tara, dan Tempat Pembuangan Akhir diusulkan berdasarkan konsepInverse Manufacturing men-jadi ekstraksi material, manufaktur, penggu-naan, pengumpulan kembali, pemilahan, in-speksi, perbaikan, remanufaktur, daur ulang, pemanfaatan untuk keperluan lain, dan pem-buangan akhir.

Dengan adanya penerapan konsep Inverse

Manufacturing dalam penanganan produk

lampu hemat energi mendukung untuk ter-capainya konservasi sumber daya alam dan energi serta menjaga lingkungan dan manusia di dalamnya tetap aman. Peranan dari kon-sumen, produsen, dan pemerintah diperlukan agar pola penanganan lampu yang tepat ini dapat terealisasikan.

Daftar Pustaka

Clarkson, T. W., Magos, L.,&Myers, G. J. (2003).

The toxicology of mercury current exposures and clinical manifestations.The New England

Journal of Medicine, 349:1731-7.

Kimura, F. (1999). Life cycle design for in-verse manufacturing. International Sympo-sium On Environmentally Conscious Design

and Inverse Manufacturing EcoDesign. DOI :

10.1109/ECODIM.1999.747754.

Lardinois, I.,&Klundert, A., V., D. (1995).Plastic

waste.Amsterdam, Belanda : TOOL

Publica-tions.

Li, Yadong &Jin, Li. (2011). Environmental

re-lease of mercury from broken compact fluo-rescent lamps. Environmental Engineering Sci-ence, 28, 1 5. DOI : 10.1089/ees.2011.0027. Madu, C. N. (2004).Competing on Quality and

En-vironment.United States of America : Chi

Pub-lishers.

Mirdat, Patadungan, Y., S.,&Isrun. (2013).

Sta-tus logam berat merkuri (Hg) dalam tanah pada kawasan pengolahan tambang emas di kelurahan Poboya, Kota Palu.Agrotekbis1 (2) : 127 134.

Sasaki, R., I. (1994). The impact of electronic ballast compact fluorescent lighting on power distribution system. Purdue University School of Electrical Engineering.

(8)

Scholand, M. J.,&Dillon, H. E. (2012). Life cycle

assessment of energy and environmental im-pacts of led lighting products Part 2 : led man-ufacturing and performance.Pacific Northwest

National&N14 Energy Limited.

Tunsu, C., Retegan, T., & Ekberg, C. (2011).

Sustainable processes development for recy-cling of fluorescent phosphorus powders-rare earths and mercury. Gothenburg, Swedia : Chalmers University of Technology.

Williams, P., T. (2005).Waste Treatment and

Gambar

Tabel 1: Pengelompokan komponen
Tabel 2 menunjukkan material penyusun lampu hemat energi 15 Watt.
Gambar 1: Usulan penanganan lampu hemat energi berdasarkan konsep Inverse Manufacturing
Gambar 3: Alur proses pengambilan merkuri (Sumber : diadaptasi dari Chang, You, Yu, Chen,
+2

Referensi

Dokumen terkait

a) Skripsi Lailatul Sahara (2016) yang berjudul Customer Relationship Management PT. XL AXIATA Central Region Yogyakarta Dalam Mempertahankan Loyalitas pelanggan

Laporan Keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Faktor pertimbangan sehat digunakan ketika

Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi) yaitu memiliki pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam mengerjakan pekerjaan yang ditanggung

[r]

22 Mulyasa, Strategi Pembelajaran, Bandung: Falah Production, 2000... Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap, pembawaan, watak yang dikeluarkan dalam

Telah dilakukan penelitian observasional analitik untuk membuktikan hubungan antara polimorfisme gen Glutathione s- transferase (GSTT1) terhadap luaran kemoterapi

Dalam proses persidangan biasa jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama setelah dipanggil secara patut, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman verstek, yang