• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Makassar adalah ibukota dari Propinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya bernama Kotamadya Ujung Pandang. Sulawesi Selatan mempunyai kondisi geografis yang berbukit-bukit membentang dari bagian utara ke selatan. Antara bentangan tersebut terhampar dataran rendah yang potensial untuk areal pertanian dan pertambakan. Luas wilayah di Sulawesi Selatan Tahun 2005 yakni sekitar 65.361,71 km². Jumlah kabupaten/kota adalah 21, dengan 4 kota administratif yaitu Pare-pare, Bone, Palopo, dan Makassar. Makassar terletak antara 0°12’ –8° Lintang Selatan dan 116°48’ – 122°36’ Bujur Timur. Secara administratif berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di sebelah timur, batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Sebesar 89,9 persen agama yang dianut oleh penduduk Makassar adalah Islam, Kristen (8,8%), Hindu (0,63%) dan Budha (0,42%).

Masyarakat di Propinsi Makassar terdiri dari 4 suku bangsa yaitu 1) Suku Bugis yang terletak di wilayah kediaman Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Sidenreng Rappang, Pinrang, Pare-pare, Barru, Pangkaje’ne Kepulauan dan Maros; 2) Suku Makassar yang terdapat di Makassar, Gowa, Takalar dan Jeneponto; 3) Suku Mandar yang terletak di wilayah kediaman Kabupaten Polmas, Mamuja dan Majene; 4) Suku Toraja yang berada di wilayah Tana Toraja dan sebagian di Kabupaten Mamasa.

Dalam perspektif sosial budaya Sulawesi Selatan, ada tiga nilai tentang perempuan yang merupakan norma dalam masyarakat, yaitu 1) Perempuan sebagai Indo Ana, yaitu ibu yang bertugas memelihara anak; 2) Perempuan sebagai Cattaro Pappole Asalewangeng, yaitu peran perempuan sebagai penyimpan dan pemelihara rejeki yang diperoleh suami; 3) Perempuan sebagai Repo’ Riatutui Siri’na, yaitu peran sebagai penjaga rasa malu dan kehormatan keluarga.

Ketiga nilai tersebut dapat disimpulkan, perempuan dengan segala unsur yang dimilikinya dimasa lalu, hanya mempunyai kewajiban memelihara anak, menyelenggarakan urusan rumahtangga,dan memelihara harkat dan martabat keluarga. Nilai tersebut sebenarnya hampir tidak ada bedanya dengan kondisi

(2)

perempuan di belahan bumi manapun yang hidup dalam masyarakat dengan sistem partriarki.

Seiring dengan laju perkembangan dan tuntutan zaman kondisi saat ini semakin menunjukkan adanya perubahan yang berimplikasi mendorong kemajuan peran perempuan disemua bidang. Perempuan Sulawesi Selatan saat ini sudah lebih terbuka menafsirkan nilai-nilai kultur, mereka secara kuantitas dan kualitas tidak hanya terlibat di ranah domestik, tapi juga aktif di ranah publik. Bahkan banyak diantara mereka tetap melakukan aktifitas dengan peran ganda di lingkungan rumah mereka, sehingga status istri, ibu rumahtangga, teman bagi anak-anaknya, maupun unsur anggota masyarakat dapat dijalankan dengan baik.

Hal tersebut tentu saja didukung dengan tingkat pendidikan tinggi yang bisa didapatkan oleh perempuan, yang selanjutnya turut memberi andil terhadap pola pikir perempuan Sulawesi Selatan. Hak mencari nafkah untuk kesinambungan hidup keluarga tidak semata dapat dilakukan oleh laki-laki saja tetapi dapat juga dilakukan oleh seorang perempuan, dalam hal ini isteri, anak perempuan dan lainnya.

Hasil registrasi penduduk akhir 2005 tercatat bahwa penduduk Sulawesi Selatan sekitar 8,8 juta jiwa dan 51,09 persen diantaranya adalah perempuan. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebanyak 38.653.472 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebanyak 39.946.327 orang sedangkan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga mengalami penurunan dari Tahun 2008-2009. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 31.179.316 dan mengalami penurunan pada Tahun 2009 menjadi 30.996.532. (BPS 2008). Jumlah perempuan yang bekerja pada Tahun 2008 sebanyak 1.146.378 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.243.343 orang sedangkan pada Tahun 2009 jumlah perempuan yang bekerja sebanyak 1.073.701 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.341.864 orang.

Karakteristik Contoh dan Keluarga

Pada penelitian ini yang dijadikan contoh adalah perempuan bekerja dengan tingkatan manajerial kelas menengah ke atas, memiliki jabatan seperti kepala bagian di sebuah instansi dan yang telah mempunyai suami dan anak.

(3)

Karakteristik keluarga contoh yang diteliti meliputi usia contoh dan suami, pendidikan contoh dan suami, pendapatan contoh dan suami, pengalaman bekerja contoh dan jumlah anggota keluarga.

Usia Contoh dan Suami

Usia orangtua menurut Hurlock (1980) dibagi menjadi tiga kategori. diantaranya dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Rata-rata usia contoh dalah 40 tahun dengan kisaran antara 25 tahun sampai 55 tahun dan rata-rata umur suami adalah 43 tahun dengan kisaran antara 26 tahun sampai 60 tahun. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa setengah dari contoh (50%) berada pada kelompok usia dewasa dini (18-40 tahun) dan dewasa madya 40-60 (50%). Pada tahapan usia tersebut mulai adanya pemantapan pada diri contoh juga telah menemukan cara-cara penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga yang dirasa cocok dengan kondisi yang ada. Begitupun dengan suami, lebih dari setengah suami contoh (63,3%) berada pada kelompok usia dewasa madya (40-60 tahun).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia contoh dan suami Kelompok Usia (tahun) n Contoh n Suami % % % % Dewasa dini (18 – 40) 15 50,0 11 36,7 Dewasa Madya (40 – 60) 15 50,0 19 63,3 Dewasa Lanjut (>60) 0 0,0 0 0 Total Rata-Rata ± SD Kisaran (min,max) 100,0 40,23 ± 6,956 25 – 55 100,0 43,07 ± 8,242 26 – 60 Sumber : Klasifikasi menurut Hurlock (1980)

Pendidikan Contoh dan Suami

Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak satupun dari contoh yang merupakan lulusan tingkat diploma. Hampir keseluruhan contoh (96,7%) merupakan lulusan tingkat sarjana, proporsi terkecil (3,3%) lulusan tingkat pascasarjana. Begitupun dengan pendidikan suami sebagian besar suami (83,3%) merupakan lulusan tingkat sarjana, proporsi terkecil (10%) merupakan lulusan tingkat diploma dan lulusan tingkat pascasarjana (6,7%).

(4)

Tabel 4 Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Contoh Suami

n % n %

Diploma (D3) 0 0,0 10,0

Sarjana(S1) 29 96,7 83,3

Pascasarjana (S2 dan S3) 1 3,3 6,7

Total 100,0 100,0

Pekerjaan Contoh dan Suami

Tabel 5 menunjukkan bahwa pekerjaan suami beragam mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, pelaut, sampai bahkan sudah ada yang pensiun. Namun demikian, jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh suami contoh adalah pegawai negeri yaitu sebesar 53,3 persen.

Hal yang sama dengan suami, maka hampir seluruh contoh (83,3%)juga bekerja sebagai pegawai negeri, selain itu sebesar 13,3 persen contoh bekerja sebagai pegawai swasta yang menduduki jabatan sebagai menejer di sebuah bank swasta dan sebesar 3,3 persen contoh bekerja sebagai pimpinan cabang bank BNI.

Tabel 5 Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan Contoh Suami

n % n % PNS 25 83,3 16 53,3 Pegawai Swasta 4 13,3 5 16,7 Wiraswasta 0 0 5 16,7 Lainnya 1 3,3 4 13,3 Total 30 100,0 30 100,0 Pendapatan Keluarga

Rata-rata pendapatan contoh adalah Rp 4.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.500.000 sampai Rp 15.000.000. Separuh dari contoh (50%) memiliki pendapatan antara Rp 1.000.001 sampai Rp 3.000.000 per bulan. Terdapat 6,7 persen contoh yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 12.000.000 perbulan adalah contoh yang bekerja di bank swasta dan bank BNI.

Rata-rata pendapatan suami adalah Rp 5.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000 perbulan. Lebih dari separuh suami contoh (53,3%) berpendapatan antara Rp 3.000.001 sampai

(5)

dengan Rp 6.000.000 perbulan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat 6,7 persen suami contoh yang memilliki pendapatan lebih dari Rp 12.000.000 perbulan, dan profesi atau pekerjaan dari suami tersebut adalah sebagai pelaut. Hasil penelitian juga menunujukkan bahwa tidak satupun dari contoh maupun suami yang memiliki pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional (UMR) Kota Makassar Tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga contoh berada pada tingkatan status ekonomi menengah ke atas. Berdasarkan uji beda Independen Sampel T-test, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan contoh dan pendapatan suami (p<0,05).

Tabel 6 Sebaran contoh dan suami berdasarkan pendapatan perbulan Pendapatan (Rp/bulan) Contoh Suami n % n % ≤ 1.000.000* 0 0 0 0,0 1.000.001-3.000.000 15 50,0 11 36,7 3.000.001-6.000.000 10 33,3 16 53,3 6.000.001-9.000.000 2 6,7 0 0,0 9.000.001-12.000.000 1 3,3 1 3,3 >12.000.000 2 6,7 2 6,7 Total 100,0 100,0 Rata-rata ± SD 4.670.000±3.387.536 5.670.000±5.790.000 Kisaran (min,max) 2.500.000-15.000.000 2.000.000-30.000.000 Uji Beda (p-value) 0,385 Keterangan: * Upah Minimum Regional (UMR) Kota Makassar 2009

P ≤ 0,05

Kontribusi Pendapatan Contoh terhadap Pendapatan Keluarga

Rata-rata kontribusi pendapatan contoh sebesar 47 persen dengan kisaran antara 12 sampai 84 persen. Duapertiga contoh (70%) memiliki kontribusi pendapatan antara 26 sampai 30 persen pendapatan keluarga dan hanya 3,3 persen dari contoh memiliki kontribusi pada kategori 76 sampai dengan 100 persen pendapatan keluarga. Contoh yang memiliki kontribusi pendapatan antara 76 sampai 100 persen adalah contoh yang bekerja di salah satu bank dan memiliki jabatan sebagai pimpinan cabang dengan pendapatan sebesar Rp 15.000.000 perbulan sedangkan suami contoh bekerja sebagai PNS yang berprofesi sebagai polisi lalu lintas di Kota Makassar dengan pendapatan sebesar Rp 2.800.000 perbulan (Tabel 7). Rata-rata kontribusi pendapatan suami sebesar 53 persen. Separuh suami contoh (50%) memiliki kontribusi pendapatan 26-50 persen dan sebesar 40 persen suami contoh memiliki kontribusi 51-75

(6)

persen pendapatan keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan suami terhadap pendapatan keluarga masih lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi pendapatan istri hal tersebut disebabkan karena rata-rata pendapatan suami contoh lebih tinggi dibandingkan pendapatan contoh. Tabel 7 Sebaran kontribusi pendapatan contoh dan suami terhadap total

pendapatan keluarga

Kontribusi Pendapatan (%) Contoh Suami

(%) (%) ≤25 6,7 3,3 26 – 50 70,0 50,0 51 – 75 20,0 40,0 76 – 100 3,3 6,7 Total Rata-Rata ± SD Kisaran (min,max) 100,0 47,20 ± 13,407 12 – 84 100,0 52,80 ± 13,407 16 – 88 Besar Keluarga Contoh

Besar anggota keluarga adalah penjumlahan anggota keluarga inti dan saudara yang tinggal bersama keluarga contoh. Besar keluarga pada penelitian ini dikategorikan ke dalam tiga kelas, yaitu 1) Keluarga kecil yang jumlah anggotanya kurang dari atau sama dengan emapt orang; 2) Keluarga sedang yang jumlah anggotanya antara 5–7 orang; 3) Keluarga besar apabila jumlah anggota keluarganya lebih dari atau sama dengan delapan orang (Hurlock 1980). Lebih dari separuh keluarga contoh (53,3%) merupakan tipe keluarga kecil yaitu maksimal terdiri dari empat orang. Hampir setengah dari keluarga contoh (46,7%) merupakan tipe keluarga sedang yaitu terdiri atas 5 sampai 7 orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah 4 orang (Tabel 8).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Keluarga Keseluruhan Jumlah n % Kecil (0-4) 16 53,3 Sedang (5-7) 14 46,7 Besar (>8) 0 0 Total 30 100

Jumlah anak, Usia Anak, dan Tahapan Keluarga

Menurut Papalia dan Olds (1986), terdapat delapan tahapan tumbuh kembang manusia, yaitu pralahir (konsepsi–lahir), bayi (lahir–2 tahun), masa kanak-kanak awal (2−6 tahun), masa kanak-kanak madya (6–12 tahun), remaja

(7)

(12–20 tahun), dewasa muda (20–40 tahun), dewasa madya (40–65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah dari contoh (40,3%) mempunyai anak usia sekolah atau masa kanak-kanak madya (6–12 tahun). Selain itu dilihat dari jumlah anak kurang dari separuh (40,3%) keluarga contoh memiliki tiga orang anak. Jumlah dari masing-masing tahapan usia anak tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kelompok usia dan jumlah anak Kelompok Usia

Anak (tahun)

Jumlah Anak Total

1 2 3 4

% % % % %

Balita (0–5) 6,0 4,5 3,0 4,5 17,9

Anak Usia Sekolah (6−12) 3,0 11,9 17,9 7,5 40,3 Remaja (13–20) 3,0 9,0 14,9 4,5 31,3 Dewasa Muda (20–40) 0,0 4,5 4,5 1,5 10,4 Total 11,9 29,9 40,3 17,9 100,0

Menurut Duvall (1971) tahapan perkembangan keluarga dibedakan menjadi 8 tahapan perkembangan yaitu 1) Keluarga awal yang belum mempunyai anak, 2) Membesarkan anak, anak pertama berusia kurang dari tiga tahun, 3) Keluarga dengan anak prasekolah, 4) Keluarga dengan anak usia sekolah, anak pertama berusia 6 sampai 12 tahun, 5) Keluarga dengan anak remaja, 6) Launching family, 7) Keluarga madya, dan 8) Keluarga lanjut. Tabel 8 menunjukkan bahwa kurang dari separuh keluarga contoh berada tahapan keluarga dengan anak pertama berusia remaja. Proporsi terbesar tahapan keluarga contoh berada pada tahapan perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia remaja yaitu sebesar 43,3 persen. Sebanyak 16,7 persen keluarga contoh memiliki anak berusia kurang dari tiga tahun, dan hanya 6,7 persen yang berada pada tahapan launcing family (Tabel 10).

Table 10 Sebaran contoh berdasarkan tahapan perkembangan keluarga

No Tahapan keluarga %

1 Belum mempunyai anak 0,0

2 Membesarkan anak (< 3 tahun) 16,7 3 Anak pertama berusia prasekolah ( 3 – 5 tahun) 3,3 4 Anak pertama berusia sekolah (6 – 12 tahun) 30,0 5 Anak pertama remaja (13 – 22 tahun) 43,3

(8)

7 Keluarga madya 0,0

8 Keluarga lanjut 0,0

Nilai-nilai Keluarga

Hasil dari nilai personal contoh terhadap arti keluarga menunjukkan bahwa kurang dari tiga perempat (70%) dari contoh menganggap keluarga adalah segala-galanya dan sangat penting bagi kehidupan mereka, diikuti jawaban bahwa keluarga adalah tempat untuk mencurahkan kasih sayang, saling berbagi baik susah ataupun senang (20%). Sebanyak 6,7 persen contoh menganggap keluarga adalah tempat cinta kasih, mendidik, menjaga anak dan saling bergantung satu sama lain dan sisa nya sebesar 3,3 persen contoh menganggap keluarga adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dan disyukuri. Berdasarkan jawaban tersebut didapatkan bahwa hampir keseluruhan contoh memiliki nilai mengenai arti keluarga yang mengarah ke fungsi keluarga sebenarnya yaitu fungsi melindungi dimana keluarga adalah wadah utama yang memberikan rasa aman dan nyaman serta kehangatan bagi seluruh anggota keluarga. Menurut BKKBN (1996) terdapat 8 fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Berdasarkan data kualitatif arti keluarga menurut contoh, contoh menjawab bahwa walaupun contoh bekerja di luar rumah namun keluarga adalah prioritas utama dan keluarga bukan menjadi penghalang dalam berkarier namun sebagai motivasi bagi contoh dalam berkarier dan memberikan inspirasi bagi contoh (Lampiran 8).

Mengenai arti anak, menurut Joshi and Clean (1997) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari kondisi adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagiaan (nilai psikologis), anak tempat mensosialisasikan nilai-nilai (nilai sosial) dan anak dijadikan tempat menggantungkan harapan (nilai ekonomi) baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pada nilai psikologi, lebih dari tiga perempat contoh (73,3%) menganggap anak sebagai suatu hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan, hiburan, penyemangat hidup dan yang harus dijaga dan dicintai. Selain itu, pada nilai ekonomi lebih dari satu perempat contoh (26,6%) menganggap anak sebagai penerus dimasa depan, tumpuan hidup dan harapan

(9)

keluarga. Berdasarkan data kualitatif arti anak, contoh menjawab bahwa anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dicintai dan harus diasuh supaya menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan orang lain.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan nilai-nilai keluarga

No Pernyataan %

1 Arti Keluarga

a. Keluarga adalah segala-galanya dan sangat penting

70,0 b. Orang-orang yang disayangi yang

selalu ada saat suka maupun duka

20,0 c. Anugerah Tuhan yang harus dijaga

dan disyukuri

3,3 d. Tempat cinta kasih, mendidik

menjaga anak dan saling bergantung satu sama lain

6,7

2 Arti Anak

a. Titipan Tuhan yang harus dijaga dan dicintai

63,4 b. Penerus keturunan,tumpuan

hidup,harapan keluarga

26,6 c. Hiburan, penyemangat dan pelengkap

hidup

10,0 3 Prioritas Hidup

a. Membesarkan dan mendidik anak 16,7 b. Beribadah, keluarga dan hidup

bahagia

40,0 c. Karier, keluarga dan masa depan 43,3

Prioritas hidup yang dianut oleh hampir setengah dari contoh (43,3%) adalah keluarga, karier dan masa depan. Terdapat dua perlima dari contoh (40%) yang memprioritaskan untuk beribadah, keluarga dan hidup bahagia. Proporsi terkecil terdapat pada contoh yang memprioritaskan untuk membesarkan dan mendidik anak sebesar 16,7 persen (Tabel 11). Berdasarkan data kualitatif mengenai prioritas hidup, contoh menjawab bahwa prioritas dalam hidup contoh adalah memiliki keluarga yang harmonis, karier yang cemerlang,

(10)

memiliki materi yang cukup sehingga dapat menyekolahkan anak dengan sebaik-baiknya hingga berhasil (Lampiran 8).

Pengalaman Bekerja Contoh

Pengalaman bekerja terdiri dari lama bekerja, lama jam kerja, dan cara menuju tempat kerja. Lama bekerja adalah jumlah tahun contoh mulai bekerja sampai dengan tahun penelitian berlangsung (2010). Rata-rata lama bekerja contoh adalah 16 tahun dengan kisaran antara 2 tahun sampai 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan separuh (50,0%) contoh telah bekerja selama 15 sampai 21 tahun. Hanya seperlima (20%) contoh yang telah bekerja selama kurang dari sama dengan 7 tahun dan 22 sampai 28 tahun. Sedangkan sisanya 13,3 persen contoh telah bekerja selama 8 sampai 14 tahun dan terdapat 3,3 persen contoh yang telah bekerja selama lebih dari 28 tahun. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa sebagian besar contoh telah berpengalaman dalam bekerja.

Usia contoh pada saat pertama kali bekerja berkisar antara 22 tahun sampai 29 tahun dengan rata-rata 25 tahun. Dua perlima dari contoh (40%) pertama kali bekerja pada usia 25 tahun, usia tersebut merupakan usia subur bagi perempuan dan merupakan tahapan usia untuk memulai suatu keluarga.

Apabila ditelusuri lebih dalam mengenai lama bekerja dengan usia contoh didapat bahwa semakin bertambah usia contoh maka semakin lama contoh bekerja. Berdasarkan hasil dari uji korelasi Spearman, ternyata terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) antara lama bekerja dan usia contoh sebesar 93,3 persen. Adapun hasil tabulasi silang antara lama bekerja dengan usia contoh dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan lama bekerja dan kelompok usia Lama Bekerja

(tahun)

Kelompok Usia (tahun) Total 21 – 35 36 – 45 46 – 55 % % % % ≤ 7 20,0 0,0 0,0 20,0 8 – 14 3,3 6,7 0,0 10,0 15 – 21 3,3 33,3 10,0 46,7 22 – 28 0,0 6,7 13,3 20,0 >28 0,0 0,0 3,3 3,3 Total 26,7 46,7 26,7 100,0 Rata-rata ± SD 15,63±7,11

(11)

Selain lama bekerja, terdapat juga hasil mengenai lama jam kerja contoh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lama jam kerja contoh adalah 8 jam perhari dengan kisaran antara 5 sampai 11 jam perhari. Proporsi terbesar contoh (63,35%) bekerja selama 7 sampai 8 jam perhari diikuti dengan 9 sampai 10 jam perhari (23,3%). Proporsi terkecil contoh (10%) setiap harinya bekerja selama lebih dari 10 jam perhari dan 5 jam perhari sebesar 3,3 persen. Jenis pekerjaan contoh yang bekerja selama lebih dari 10 jam perhari adalah contoh yang bekerja di instansi perbankan sedangkan contoh yang bekerja selama 5 jam perhari adalah contoh yang bekerja di Departemen Kesehatan.

Lama jam kerja contoh juga dikaitkan dengan jenis pekerjaan contoh. Lebih lanjut, hasil tabulasi silang pada Tabel 13 menunjukkan bahwa contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta dan BUMN akan lebih banyak menghabiskan waktu jam bekerjanya. Contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta dan BUMN adalah contoh yang bekerja di instansi perbankan dan memiliki jabatan sebagai manajer dan kepala cabang.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan lama jam kerja dan jenis pekerjaan Lama Bekerja (jam) Pekerjaan PNS Swasta BUMN % % % ≤ 6 3,3 0,0 0 7 – 8 63,3 0,0 0 9 – 10 16,7 13,3 0 >10 0,0 0,0 3,3 Total 83,3 13,3 3,3 Rata-rata ± SD 8,17±1,315

Kisaran (min,max) 5 – 11 (jam)

Masih terkait dengan pekerjaan dan pengalaman bekerja contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (93,3%) menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju ke tempat kerjanya. Sebagian kecil contoh (6,7%) contoh yang memilih kategori jawaban ’lainnya’ untuk menuju tempat kerja. Arti ’lainnya’ di sini adalah contoh tersebut menggunakan mobil kantor sebagai alat transportasi untuk pergi ke tempat kerja.

Motivasi Bekerja

Menurut Puspitawati (2009) motivasi yang melandasi ibu bekerja di luar rumah diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial, untuk memenuhi kebutuhan sosial-rasional, dan untuk mengaktualisasikan diri. Tabel

(12)

14 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (76,7%) menjawab tidak setuju bahwa motivasi bekerja contoh adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial. Hal ini diduga karena rata-rata penghasilan suami contoh lebih besar dibandingkan dengan penghasilan contoh dan apabila contoh tidak bekerja tetap mampu memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Motivasi contoh untuk mengaktualisasikan diri adalah lebih dari setengah contoh (80%) menjawab setuju bahwa contoh bekerja karena mengejar keinginan atau cita-cita, contoh bekerja karena membuktikan kalau contoh mampu mempunyai keahlian (73,3%), dan contoh bekerja karena keinginan contoh (86,7%).

”Ibu EL, perempuan yang bekerja sebagai seorang Relationship Manajer di salah satu bank swasta di Kota Makassar mengaku bahwa motivasi yang paling besar yang menyebabkan beliau bekerja adalah ingin mengaplikasikan pendidikan yang telah beliau peroleh di bangku kuliah, beliau juga mengatakan bahwa dengan bekerja perempuan bisa lebih mandiri”.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi bekerja

no Motivasi 1 2 3 4 Modus 2-4

% % % % %

1 Saya bekerja karena terpaksa/tuntutan kebutuhan ekonomi

20,0 56,7 16,7 6,7 2 80,8

2 Saya bekerja karena mengejar keinginan/ cita-cita saya

0,0 20,0 53,3 26,7 3 100,0 3 Saya bekerja karena

anjuran/ keinginan suami 46,7 36,7 16,7 0,0 1 53,3 4 Saya bekerja karena

membuktikan kalau saya mampu mempunyai keahlian

6,7 20,0 40,0 33,3 3 93,3

5 Saya bekerja karena

kewajiban/keinginan saya 3,3 10,0 56,7 30,0 3 96,7 6 Saya bekerja karena

iseng-iseng saja

80,0 13,3 3,3 3,3 1 20,0

7 Saya bekerja karena amanat orangtua

16,7 43,3 33,3 6,7 2 83,3

8 Saya bekerja karena untuk dicontoh anak-anak

16,7 26,7 40 16,7 3 83,3

Keterangan: 1 = Sangat tidak setuju 2 = Kurang setuju 3 = Setuju 4 = Sangat setuju Tabel 15 memperlihatkan bahwa proporsi terbanyak (56,7%) frekuensi motivasi bekerja contoh termasuk kategori sedang artinya bahwa contoh setuju bahwa bekerja bukan karena anjuran suami namun untuk mengejar cita-cita. Adapun proporsi frekuensi motivasi bekerja contoh termasuk kategori tinggi

(13)

adalah 43,3 persen. Contoh yang memiliki motivasi bekerja yang tinggi adalah contoh yang sangat setuju bahwa bekerja ataupun berkarier adalah keinginan contoh untuk mengejar cita-cita dan membuktikan keahlian contoh. Sedangkan contoh yang bekerja dengan motivasi rendah adalah contoh yang bekerja karena iseng-iseng saja. Berdasarkan hasil Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa motivasi bekerja contoh adalah bekerja untuk diri sendiri seperti ingin membuktikan bahwa contoh mempunyai keahlian, mengejar cita-cita, dan karena keinginan contoh. Selain bekerja untuk diri sendiri motivasi bekerja contoh juga untuk orang lain seperti karena amanat orangtua dan bekerja karena ingin dicontoh anak-anak.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi bekerja Kategori Motivasi Bekerja Jumlah

n % Rendah (8-15) 0 0,0 Sedang (16-23) 17 56,7 Tinggi (24-32) 13 43,3 Total 30 100,0 Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan yang diteliti terdiri dari nilai perempuan menurut pandangan budaya contoh. Tabel 16 menunjukkan bahwa hampir seluruh (86,7%) kewajiban perempuan menurut budaya contoh adalah mengurus dan menjaga keutuhan rumahtangga. Menurut Kamaluddin (2007) dalam perspektif sosial budaya Makassar, ada tiga nilai tentang perempuan yang merupakan norma dalam masyarakat yaitu : 1) Perempuan sebagai Indo Ana, yaitu Ibu yang bertugas memelihara anak; 2) Perempuan sebagai Cattaro Pappole Asalewangeng, yaitu peran perempuan sebagai penyimpan dan pemelihara rejeki yang diperoleh suami; 3) Perempuan sebagai Repo’ Riatutui Siri’na, yaitu peran sebagai penjaga rasa malu dan kehormatan keluarga. Perspektif sosial budaya terhadap nilai perempuan tersebut menunjukkan bahwa masih adanya sistem partriarki di dalam budaya Makassar dimana peran domestik seperti memelihara anak dilakukan oleh istri dan pencari rejeki atau mencari nafkah utama dilakukan oleh suami.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kewajiban perempuan menurut budaya

No Pernyataan n %

(14)

2 Menekuni profesi atau pekerjaan 2 6,7 3 Mengurus dan menjaga keutuhan rumahtangga 26 86,7

”Ibu NN bekerja di Departemen Kesehatan menurut pandangan budaya bugis walaupun perempuan bekerja di luar rumah namun kewajiban utamanya adalah mengurus suami dan mendidik anak serta membangun keluarga yang sakinah.”

Seiring dengan laju perkembangan dan tuntutan zaman kondisi saat ini semakin menunjukkan adanya perubahan yang berimplikasi mendorong kemajuan peran perempuan disemua bidang. Perempuan Makassar saat ini sudah lebih terbuka menafsirkan nilai-nilai kultur, mereka secara kuantitas dan kualitas tidak hanya terlibat di ranah domestik, tapi juga aktif di ranah publik. Bahkan banyak diantara mereka tetap melakukan aktifitas dengan peran ganda di lingkungan rumah mereka, sehingga status istri, ibu rumahtangga, teman bagi anak-anaknya, maupun unsur anggota masyarakat dapat dijalankan dengan baik. Terlihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mengenai arti karier, ternyata hampir tiga perempat contoh (73,3%) menganggap bahwa karier penunjang untuk masa depan dan tempat untuk mengaktualisasikan diri. Lebih dari satu perenam contoh (16,7%) menganggap bahwa karier adalah prestasi yang dicapai dan tantangan hidup. Proporsi contoh yang memaknai karier sebagai pekerjaan yang menjadi contoh untuk anak-anak berada pada proporsi yang paling kecil yaitu 10 persen (Tabel 17).

”Ibu EN bekerja sebagai pimpinan cabang bank BNI. Menurut beliau karier adalah tempat dimana kita mengembangkan dan membuktikan kemampuan yang kita miliki”.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan arti karier

No Pernyataan %

1 Penunjang untuk masa depan dan sebagai tempat untuk mengaktualisasikan diri

73,3

2 Prestasi dan tantangan hidup 16,7

3 Pekerjaan yang menjadi contoh untuk anak-anak

10,0

Dukungan Sosial Keluarga dan Lingkungan

Dukungan sosial adalah pemenuhan dari orang lain pada pemenuhan kebutuhan dasar untuk kesejahteraan (Cutrona dan Carolyn 1999). Berdasarkan data yang disajikan pada Lampiran 2, dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga inti (suami dan anak) adalah hampir seluruh (90%) contoh tidak setuju

(15)

bahwa suami contoh sebetulnya tidak suka contoh bekerja di luar rumah namun lebih dari tiga perlima (63,3%) anak contoh merasa kesal apabila contoh tidak dapat menemaninya berlibur karena alasan pekerjaan. Hal tersebut diduga karena hampir separuh (40,3%) contoh memiliki anak usia sekolah.

Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga besar adalah hampir seluruh (83,4%) orangtua ataupun saudara contoh siap membantu apabila contoh pergi kerja dan membutuhkan orang untuk menjaga rumah atau mengasuh anak. Dukungan sosial yang diberikan oleh teman adalah hampir seluruh contoh (86,6%) mempunyai banyak teman selain keluarga yang benar-benar perhatian dan mencintai contoh. Selain itu dukungan sosial juga didapatkan oleh contoh di lingkungan kerja seperti peraturan dan keadaan di kantor serta atasan membantu contoh dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan (86,7%) dan dukungan di lingkungan tempat tinggal seperti masyarakat di lingkungan rumah contoh tidak mempermasalahkan pekerjaan contoh (96,7%). Namun contoh tidak setuju bahwa tetangga contoh siap membantu ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor (56,7%). Hal tersebut diduga karena hampir seluruh contoh memiliki pembantu rumahtangga yang telah membantu contoh melakukan pekerjaan domestik ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor.

Berdasarkan komposit dari semua pernyataan dukungan sosial, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok sehingga didapatkan pada Tabel 18 bahwa hampir duapertiga dari contoh (63,3%) mendapatkan dukungan sosial yang baik artinya contoh setuju bahwa keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat kerja mendukung contoh dalam melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga. Rata-rata skor dukungan sosial sebesar 47,70 dengan kisaran antara 38 sampai 59. Berdasarkan penelitian Wahyuningsih (1998) keluarga inti seperti suami dan keluarga perlu meningkatkan pengertian dan dukungan agar istri dapat mengerjakan pekerjaan domestik dan publik dengan baik.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial Kategori Dukungan Sosial Jumlah

n %

Kurang (15 – 30) 0 0

Sedang (31 – 45) 11 36.7

Baik (46 – 60) 19 63.3

(16)

Contoh yang memiliki dukungan sosial yang kurang adalah contoh yang tidak setuju bahwa keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat kerja memberikan dukungan sosial kepada contoh dalam melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga. Sedangkan contoh yang memiliki dukungan sosial sedang adalah contoh yang kurang setuju bahwa contoh mempunyai teman-teman yang dapat menilai siapa contoh dan memberi tahu apa yang contoh kerjakan dan kurang setuju bahwa tetangga contoh siap membantu contoh ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor.

Interaksi Contoh dan Suami

Interaksi merupakan hal penting atau vital yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga. Interaksi di dalam keluarga salah satunya adalah dalam bentuk komunikasi. Interaksi yang diteliti dalam penelitian ini adalah interaksi suami dan istri baik dalam bentuk komunikasi maupun kerjasama. Lampiran 3 menginformasikan bahwa seluruh (100,0%) contoh dan suami setiap saat selalu saling menghargai satu sama lain, setiap saat selalu saling peduli satu sama lain, setiap saat selalu saling membantu satu sama lain. Hampir tiga perempat (73,4%) contoh dan suami selalu menyelesaikan konflik dengan baik tanpa ada seorangpun yang tersakiti. Lebih dari tiga perempat (76,6%) contoh dan suami tidak setuju bahwa contoh dan suami tidak pernah menemukan perbedaan pendapat ketika akan memutuskan sesuatu. Hampir seluruh contoh (86,7%) tidak setuju bahwa contoh dan suami sering mengalami konflik dan konflik tersebut jarang sekali terselesaikan dan terdapat 53,3 persen contoh setuju hingga sangat setuju bahwa contoh dan suami selalu saling mengkritik satu sama lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat (76,7%) contoh memiliki kategori interaksi suami istri yang baik artinya contoh setuju bahwa suami dan contoh saling menghargai, saling peduli, saling membantu, saling bertegur sapa ketika menghadapi permasalahan dan memiliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga. Menurut Rowatt dalam Supriyantini (2002) suami yang ikut terlibat membantu istri dalam urusan rumahtangga akan lebih mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam urusan rumahtangga tanpa merugikan salah satu pihak sehingga kesejahteraan keluarga tersebut lebih terjaga. Kurang dari satu perempat (23,3%) contoh memiliki kategori interaksi sedang (Tabel 19).

(17)

Kategori Interaksi Suami Dan Istri Jumlah n % Kurang (12 – 24) 0 0 Sedang (25 – 36) 7 23,3 Baik (37 – 48) 23 76,7 Total 30 100

Contoh yang memiliki interaksi dengan suami dengan kategori kurang adalah contoh yang tidak setuju bahwa antara contoh dan suami saling memperhatikan, saling membantu, tidak setuju bahwa contoh dan suami memiliki kesetaraan fungsi peran dalm keluarga. Sedangkan contoh yang memiliki interaksi dengan suami dengan kategori sedang adalah contoh yang kurang setuju bahwa contoh dan suami memliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga dan kurang setuju bahwa contoh dan suami selalu menyelesaikan konflik dengan baik tanpa ada seorangpun yang tersakiti.

Strategi Perempuan Bekerja

Terdapat dua jenis pernyataan dalam strategi perempuan bekerja yaitu mengenai persepsi (affektif) yang terdiri dari 9 item pernyataan dan tindakan (praktek) contoh dalam menyeimbangkan antara karier dan keluarga yang terdiri dari 10 item pernyataan. Kedua pernyataan tersebut terbagi menjadi tiga kategori yaitu pernyataan yang mengarah ke keluarga, ke karier, dan strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap strategi perempuan bekerja terdapat pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap strategi bekerja

No Pernyataan 1 2 3 Modus 2-3

% % % % % 1 Prioritas Keluarga

- Keluarga adalah prioritas utama dibandingkan dengan karier.

0,0 3,3 96,7 3 100,0 - Istri selayaknya meminta ijin

suami apabila ada tugas di luar kota.

0,0 0,0 100,0 3 100,0 - Suami selayaknya meminta

ijin istri apabila ada tugas di luar kota.

0,0 0,0 100,0 3 100,0 - Membawa anak ke tempat

kerja pada saat sedang bekerja adalah wajar.

46,7 40,0 13,3 1 53,3

- Hal yang wajar bagi ibu yang

(18)

Keterangan: 1) Tidak setuju 2) Kurang setuju 3) Setuju

Strategi yang dipersepsikan contoh yang memprioritaskan keluarga adalah mengutamakan keluarga (96,7%) dalam setiap kesempatan yang ada seperti menelpon ke rumah pada saat sedang kerja (90,0%), seluruh contoh (100,0%) selalu meminta ijin suami apabila ada tugas ke luar kota begitupun sebaliknya seluruh suami contoh selalu meminta ijin ke pada istri apabila ada tugas ke luar kota. Strategi yang dipersepsikan contoh yang memprioritaskan karier adalah contoh yang setuju bahwa kepentingan anak dan suami dapat dikorbankan dibandingkan dengan tugas kantor (10%), tidak membawa anak ke tempat kerja (46,7%), dan tidak mempersepsikan bahwa tugas istri adalah mengasuh anak (16,7%). Adapun strategi yang dipersepsikan contoh yang menyeimbangkan antara karier dan keluarga adalah masalah di kantor tidak dapat dicampuradukkan dengan masalah di rumah (90,0%).

Tabel 21Sebaran contoh berdasarkan tindakan terhadap strategi bekerja menelpon rumah setiap hari.

- Tugas utama istri adalah

mengasuh anak 16,7 43,3 40,0 2 83,3

- Tugas utama suami adalah

mencari nafkah 6,7 26,7 66,7 3 93,3

2 Prioritas ke Karier - Kepentingan anak dan

suami dapat dikorbankan dibandingkan dengan tugas di kantor

36,7 53,3 10,0 2 63,3

3 Seimbang

- Masalah kantor tidak dapat dicampuradukkan dengan masalah rumah. 0,0 10,0 90,0 3 100,0 No Pernyataan 1 2 3 2-3 Modus % % % % 1 Prioritas ke Keluarga

- Tidak masuk kerja karena

anak atau istri/suami sakit 0,0 80,0 20,0 100,0 3 - Menunda pekerjaan di

kantor untuk kepentingan anak

16,7 60,0 23,3 83,3 3

- Tidak mematuhi perintah atasan dengan alasan kepentingan keluarga

43,3 50,0 6,7 56,7 3

- Pulang dari kantor lebih awal karena urusan keluarga

10,0 60,0 30,0 90,0 1

2 Prioritas ke Karier

(19)

Keterangan: 1) tidak pernah 2) kadang-kadang 3) sering

Jenis pernyataan kedua yaitu mengenai tindakan (praktek) contoh terhadap strategi bekerja dapat dilihat pada Tabel 21. Tindakan contoh dengan strategi memprioritaskan keluarga adalah contoh yang menjawab sering pulang dari kantor lebih awal karena urusan keluarga sebesar 30 persen dan sering tidak mematuhi perintah atasan dengan alasan kepentingan keluarga sebesar 6,7 persen. Tindakan contoh dengan strategi mementingkan pekerjaan sebesar

untuk kemajuan karier, termasuk dipromosikan ke luar daerah

- Melewatkan acara/urusan keluarga, seperti :

pernikahan saudara, arisan keluarga, dll, karena tugas kantor

13,3 60,0 26,7 86,7 2

- Lembur di kantor atas

perintah atasan 10,0 40,0 50,0 90,0 2 3 Seimbang

- Tidak melakukan pekerjaan

kantor pada hari libur 3,3 36,7 60,0 96,7 3 - Bersepakat dengan

suami/istri untuk menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga

0,0 13,3 86,7 100,0 2

- Suami/istri membantu saya mengurusi rumah dan anak apabila saya sibuk dengan pekerjaan di kantor

(20)

50,0 persen menyatakan sering lembur dikantor atas perintah atasan dan sering melakukan resiko apapun untuk kemajuan karier walaupun hanya 13,3 persen. Adapun tindakan contoh dengan strategi keseimbangan antara karier dan keluarga bersepakat dengan suami untuk menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga (86,7%) dan tidak melakukan pekerjaan kantor pada hari libur (60,0%). Kesimpulan dari 20 bahwa hampir seluruh contoh telah melakukan tindakan strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga.

Hasil dari Tabel 20 dan 21 disatukan dalam pengolahannya untuk mendapatkan strategi contoh dalam bekerja secara keseluruhan jika dilihat baik dari persepsi (afektif) maupun tindakan (praktek) contoh. Sehingga didapatlah hasil yang menunjukkan bahwa rata-rata skor contoh dalam melakukan strategi antara karier dan keluarga adalah 36 dengan kisaran antara 30 sampai 45. Hasil pada Tabel 22 menyatakan bahwa sebagian besar contoh melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga (86,7%), dan hanya 6,7 persen contoh yang memprioritaskan ke keluarga dan 6,7 persen contoh yang memprioritaskan ke karier. Hal ini dikarenakan pada umumnya contoh telah berpengalaman dalam mengatur kehidupannya untuk memenuhi antara tuntutan keluarga dan karier. Berpengalamannya contoh dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga tersebut disebabkan sebagian besar contoh telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dan sebagian besar contoh pun berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia remaja. Menurut Duvall (1971) pada fase remaja anak mulai mengembangkan cara berfikir yang lebih baik dan sudah melakukan peran orang dewasa sehingga anak sudah dapat dikatakan mandiri. Sehingga pada tahap perkembangan tersebut orangtua bertugas bekerjasama untuk mengontrol remaja dan orang tua dapat meningkatkan kegiatan ibadah dan kariernya.

” Saya bekerja sudah hampir 30 tahun, suami saya sudah pensiun dan anak-anak sudah dewasa sehingga tuntutan karier maupun tuntutan keluarga dapat saya seimbangkan mengingat tuntutan keluargapun tidak terlalu tinggi. Saya hanya tinggal berdua dengan suami karena anak-anak sudah ada yang menikah dan melanjutkan sekolah ke Universitas”.

Contoh yang lebih memprioritaskan keluarga adalah contoh yang tuntutan keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan. Pada strategi yang lebih memprioritaskan ke keluarga, terdapat dua orang contoh yang melakukannya.

(21)

“Ibu NN bekerja sebagai kepala laboratorium di Departemen Kesehatan Kota Makassar. Beliau memiliki satu orang putra yang masih berusia tiga tahun. Putra Ibu NN memiliki penyakit step yang bisa kambuh tiba-tiba terutama bila panasnya mulai tinggi. Hal inilah yang terkadang mengganggu pikiran Ibu NN ketika beliau bekerja terutama apabila suami beliau sedang berlayar dan putranya harus dititipkan kepada orangtua ataupun hanya dijaga oleh pembantu”.

”Dokter FT yang memiliki profesi sebagai dokter gigi mengaku bahwa prioritas utamanya adalah keluarga dan bekerja merupakan wujud dari kebaktiannya kepada kedua orangtua karena telah menyekolahkan beliau. Beliau memiliki 4 orang anak yang masih usia sekolah dan usia balita. Mengingat usia anak-anak yang belum mandiri menyebabkan beliau lebih memfokuskan untuk keluarga daripada karier”.

Contoh yang lebih memprioritaskan karier adalah contoh yang memiliki tuntutan karier lebih tinggi dibandingkan tuntutan keluarga. Pada strategi yang lebih memprioritaskan ke karier, terdapat dua orang contoh yang melakukannya. Apabila dilihat lebih dalam, kedua contoh hanya memiliki anak tunggal yang berusia remaja. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005) bahwa semakin bertambahnya usia anak maka istri akan meningkatkan kegiatan produktif dan mengorbankan kegiatan domestik karena semakin bertambahnya usia anak maka semakin mandiri anak tersebut, sehingga perempuan lebih dapat memfokuskan kegiatannya di luar rumah yaitu sebagai seorang pekerja.

“Ibu EL bekerja di salah satu Bank Swasta di Makassar dan memiliki posisi jabatan sebagai Relationship Manager yang telah bekerja selama kurang dari 14 tahun. Beliau hanya memiliki satu orang putri yang telah berusia remaja. Beliau memang memutuskan untuk hanya memiliki satu orang anak saja karena mengingat pekerjaan beliau yang padat dengan jam kerja lebih dari 10 jam perhari dan sering keluar kota karena urusan pekerjaan”.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi dan tindakan strategi perempuan bekerja

Kategori Strategi Perempuan Bekerja Jumlah

n %

Prioritas ke keluarga (19-31,6) 2 6,7

Prioritas ke karier (44,5-57) 2 6,7

Seimbang (31,7-44,3) 26 86,7

Total 30 100,0

(22)

Pembantu rumahtangga dapat dikatakan sangat menolong perempuan bekerja untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Hampir semua pekerjaan rumahtangga yang tidak dapat dilaksanakan oleh perempuan bekerja dapat dikerjakan oleh pembantu rumahtangga. Setengah dari keluarga contoh memiliki seorang pembantu rumahtangga (50%), kurang dari dari setengah keluarga contoh (43,3%) tidak memiliki pembantu rumahtangga dan 6,7 persen keluarga contoh memiliki dua orang pembantu rumahtangga. Hal tersebut didukung oleh Stober and Weinberg dalam Puspitawati (1992) yang mengemukakan terdapatnya beberapa strategi yang potensial, ataupun kombinasi strategi, yang dapat digunakan oleh perempuan yang bekerja di luar rumah untuk menggunakan waktunya secara ekonomi. Salah satu strateginya yaitu pekerjaan rumahtangga dilakukan oleh orang lain (pembantu rumahtangga, suami, atau anak) sehingga kegiatan rumahtangga dapat terlaksana baik secara kualitas maupun kuantitas. Rata-rata upah seorang pembantu rumahtangga sebesar Rp 500.000.

Pandangan Peran Gender

Pandangan peran gender adalah pandangan mengenai pembagian tugas di dalam keluarga yang baik dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian yang disajikan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) keluarga contoh tidak setuju bahwa budaya patriarki (laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan) merupakan budaya yang diakui oleh keluarga contoh. Lebih dari separuh (53,3%) contoh kurang setuju bahwa pekerjaan rumahtangga seperti membersihkan rumah, mengasuh anak, memasak merupakan pekerjaan perempuan saja. Namun lebih dari separuh (53,3%) contoh setuju bahwa memperbaiki atap yang bocor, memotong rumput merupakan pekerjaan rumahtangga yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Hampir seluruh contoh (83,3%) setuju bahwa dalam memberikan hadiah kepada anak, contoh dan suami memberikan mainan yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, seperti mobil-mobilan dan pistol-pistolan untuk anak laki-laki, sedangkan boneka dan masak-masakan untuk anak perempuan.

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori pandangan peran gender

Kategori Jumlah

(23)

Konservatif (15-30) 0 0,0

Cukup Moderat(31-45) 15 50,0

Sangat Moderat (46-60) 15 50,0

Total 30 100,0

Berdasarkan pernyataan mengenai pandangan peran gender yang dirasakan oleh contoh, pandangan peran gender kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pandangan peran gender konservatif, cukup moderat, dan sangat moderat. Kategori konservatif adalah pandangan peran gender yang lebih mengarah ke pandangan peran gender tradisional yaitu masih terdapat bias gender di dalam pembagian peran dimana peran domestik hanya boleh dilakukan oleh perempuan dan sangat tidak setuju apabila pekerjaan domestik dilakukan oleh laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun dari contoh (0%) yang memiliki pandangan gender konservatif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebesar 50 persen contoh memiliki pandangan peran gender kategori cukup moderat dan sebesar 50 persen contoh kategori sangat moderat. Pandangan peran gender cukup moderat adalah contoh yang melakukan penggabungan antara pandangan peran gender tradisional dan peran gender modern dimana masih ada batasan-batasan dimana laki-laki boleh mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan perempuan boleh mengerjakan pekerjaan publik. Contoh yang memiliki pandangan peran gender kategori cukup moderat adalah contoh yang kurang setuju bahwa pekerjaan rumahtangga merupakan pekerjaan perempuan. Menurut Septiawaan dalam Puspitawati (2008) pentingnya peran suami dalam kegiatan rumahtangga akan membantu menyelamatkan istri dari kelebihan peran dalam keluarga sehingga dengan demikian istri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik.

Pandangan peran gender kategori sangat moderat adalah pembagian peran di dalam keluarga sangat fleksibel bahwa tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Scanzoni diacu dalam Puspitawati (2009) pandangan peran gender dibedakan menjadi dua bagian, yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern. Pandangan peran gender modern dilihat dari pembagian pekerjaan rumahtangga, hasil penelitian menunjukkan bahwa dua pertiga (66,7%) keluarga contoh tidak setuju sampai kurang setuju bahwa dalam keluarga terdapat perbedaan dalam pembagian pekerjaan rumahtangga berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sesuai yang

(24)

diungkapkan oleh Scanzoni dalam Puspitawati (2009) dalam pandangan peran gender modern.

Sikap dan Perilaku Contoh terhadap Peran Gender

Selain pandangan peran gender, untuk melihat peran gender di dalam keluarga maka variabel lain yang diteliti adalah sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender. Lampiran 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (93,4%) memandang bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga, menginginkan suami mendukung karier contoh (86,6%), menghormati laki-laki yang berprestasi (83,4%), menghormati perempuan yang berprestasi (80%). Hasil penelitain juga menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (80%) memandang laki-laki tidak boleh menceraikan perempuan dan 83,3 persen contoh juga memandang bahwa perempuan boleh menceraikan laki-laki.

Berdasarkan pertanyaan mengenai sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender, sikap dan perilaku contoh kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu rendah (11–21), sedang (22–32), dan tinggi (33–44). Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir tiga perempat contoh memiliki sikap dan perilaku gender yang tinggi, artinya contoh yang berperilaku peduli terhadap kesetaraan dan keadilan gender, dan sisanya sebesar 30 persen memiliki sikap dan perilaku sedang terhadap peran gender. Menurut Rice dan Tucker (1976) memaparkan bahwa umumnya pasangan yang menganut prinsip kesetaraan lebih bahagia dengan kehidupan perkawinannya.

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan perilaku contoh

Kategori Jumlah n % Rendah (11–21) 0 0,0 Sedang (22–32) 9 30,0 Tinggi ( 33–44) 21 70,0 Total 30 100,0

Kesejahteraan Keluarga Subjektif

Kesejahteraan subjektif berdasarkan pendekatan Quality of Life adalah mengukur kepuasan atau kesenangan seseorang secara subjektif terhadap semua materi dan perilaku yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup.

(25)

Kepuasan atau kesejahteraan ini dapat berbeda antara harapan dengan kenyataan dan dapat berbeda pada setiap orang (Guhardja et al, 1992).

Kesejahteraan subjektif yang diteliti adalah keadaan yang dirasakan (perceived) oleh contoh terhadap kesejahteraan fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Kesejahteraan keluarga secara fisik terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap keadaan kesehatan contoh dan keluarga; secara ekonomi terdiri dari keadaan keuangan, makanan, tempat tinggal, pakaian, dan materi/asset; secara sosial terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap keadaan pendidikan, manajemen sumberdaya keluarga, pekerjaan, dan hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga, pekerjaan, dan hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga besar dan lingkungan di luar keluarga; secara psikologis terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap keadaan mental dan spiritual contoh dan keluarga (Lampiran 6)

Persentase terbesar contoh merasa puas terhadap keadaan keuangan keluarga (70%), keadaan pendapatan contoh (70%), keadaan tempat tinggal keluarga (73,3%), keadaan pendidikan anak contoh (80%), hubungan/komunikasi antara orang tua dengan anak (90%), keadaan pekerjaan contoh (86,6%), Hubungan/komunikasi antara keluarga dengan keluarga besar (83,3%), keadaan pekerjaan suami (83,4%), kedaan mental keluarga (80%), hubungan/komunikasi antara suami dan isteri (86,7%), keoptimisan keluarga menatap masa depan (90%). Kurang dari separuh contoh merasa cukup puas terhadap kelakuan/kepribadian anak contoh dan gaya manajemen waktu dan pekerjaan contoh (43,3%).

Tabel 25 menunjukkan proporsi terbesar keluarga contoh (60%) berada pada tingkat kesejahteraan keluarga subjektif sedang (61–90) yang artinya keluarga contoh merasa puas terhadap semua kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi dan psikologi. Rata-rata skor kesejahteraan keluarga contoh sebesar 88 dengan kisaran antara 59 sampai 120.

Tabel 25 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga subjektif

Kategori Kesejahteraan Keluarga Jumlah

n %

Kurang 1 3,3

Sedang 18 60,0

(26)

Total 30 100,0

Rata-rata ± SD 64,53 ± 16,30

Kisaran (min,max) 32-100

Contoh yang memiliki tingkat kesejahteraan keluarga yang baik adalah contoh yang sangat puas terhadap keadaan keuangan keluarga, keadaan tempat tinggal keluarga, alat transportasi untuk kerja dan keadaan spiritual/keagamaan contoh dan keluarga. Sementara itu, contoh yang memiliki tingkat kesejahteraan keluarga kurang adalah contoh yang merasa cukup puas terhadap kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga, selanjutnya dilakukan uji regresi linear berganda, dengan variabel dependen strategi penyeimbangan dan variabel independennya adalah pendidikan istri, pendapatan istri, pendidikan suami, pendapatan suami, jumlah anak, jumlah anak balita, lama bekerja (jam), interaksi suami dan istri serta sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,828; p=0,000), pendapatan istri (ß=0,981; p=0,003), jumlah anak balita (ß=-0,369; p=0,081), dan jumlah anak (ß=0,369; p=0,081) dengan nilai R² (0,548) artinya variabel strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga dipengaruhi oleh variable independen yang ada di dalam model sebesar 54,8 persen (Tabel 26).

Contoh yang memiliki pendapatan dan pendidikan yang tinggi maka contoh akan lebih memprioritaskan karier. Hal tersebut didukung oleh Megawangi (1999) bahwa bagi para perempuan yang memilih untuk berkarier umumnya dari kelompok kelas menengah keatas dengan pendapatan dan pendidikan yang tinggi. Contoh yang memiliki anak balitah lebih memprioritaskan ke keluarga. Menurut Puspitawati (2009) menyatakan bahwa perempuan yang berada pada tahapan siklus kehidupan keluarga awal (early family life cycle), seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah, maka perempuan tersebut akan menghadapi tuntutan keluarga yang lebih besar

(27)

daripada tuntutan karier. Sebaliknya, perempuan yang berada pada tahapan family life cycle pertengahan, seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak remaja dan anak dewasa, maka perempuan tersebut akan mempunyai banyak waktu dan energi untuk berkonsentrasi lebih besar pada karier mengingat tuntutan keluarga yang lebih kecil daripada tuntutan karier. Selain itu, semakin banyak jumlah anak yang dimiliki oleh contoh maka contoh akan memprioritaskan ke karier.

Tabel 26 Hasil analisis regresi terhadap strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga subjektif

No Variabel Strategi Penyeimbangan Subjektif Quality of Life

Beta T Sig. Beta T Sig. 1 Pendidikan istri 0,828 4,191 0,000*** 0,638 2,294 0,033** 2 Pendapatan istri 0,897 3,328 0,003** 0,822 2,381 0,028** 3 Pendidikan suami -0,078 -0,571 0,575 -0,132 -0,937 0,360 4 Pendapatan suami -0,178 -1,143 0,267 0,103 0,622 0,541 5 Jumlah anak balita -0,289 -1,819 0,084* 0,301 1,708 0,104 6 Jumlah anak 0,369 1,841 0,081* -0,343 -1,542 0,140 7 Lama jam kerja perhari -0,102 -0,485 0,633 0,288 1,319 0,203 8 Interaksi suami istri -0,138 -0,779 -0,445 0,579 3,131 0,006** 9 Sikap dan perilaku

peran gender 0,222 1,506 0,148 0,632 3,947 0,001*** 10 Strategi perempuan bekerja - - 0,273 1,187 0,250 Df (total) 29 29 Adj R² 0,548 0,523 F(p) 4,908 (0,000) 4,179 (0,000) N 30 30

Ket: * nyata pada taraf 10% ** nyata pada taraf 5% *** nyata pada taraf 1%

Uji regresi linier berganda juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Variabel dependen adalah tingkat kesejahteraan keluarga subjektif dan variabel independennya adalah pendidikan istri, pendapatan istri, pendidikan suami, pendapatan suami, jumlah anak, jumlah anak balita, lama bekerja (jam), interaksi suami dan istri, sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender serta strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,638; p=0,033), pendapatan istri (ß=0,822; p=0,028), interaksi suami istri (ß=-0,579; p = 0,006), serta sikap dan perilaku peran gender (ß=0,632; p= 0,001). Hasil dari uji regresi linier berganda

(28)

menunjukkan bahwa R² (0,523) artinya variabel kesejahteraan keluarga subjektif dipengaruhi oleh variabel independen yang ada di dalam model sebesar 52,3 persen.

Contoh yang memiliki pendidikan dan pendapatan yang tinggi maka tingkat kesejahteraan subjektif contoh akan semakin baik. Guharja et al (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan yang dimiliki sumberdaya manusia, maka semakin efektif proses yang ada dalam subsistem menejerial dengan menetapkan tujuan yang benar-benar ingin dicapai seperti seorang kepala keluarga yang bertujuan untuk melindungi seluruh anggota keluarganya sehingga dapat tercipta keluarga yang sejahtera.

Selain itu, semakin baik interaksi antara suami istri maka kesejahteraan keluarga subjektif contoh akan semakin baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sikap dan perilaku peran gender juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga secara nyata yang berarti bahwa contoh yang memiliki sikap dan perilaku responsif gender berperilaku peduli terhadap keadilan dan kesetaraan gender maka contoh akan merasa puas terhadap semua kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi dan psikologi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kusumo (2009) menyatakan bahwa semakin setara peran suami dan istri dalam melakukan pekerjaan di sektor domestik dan publik maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan.

Pembahasan Umum

Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga yang dilakukan oleh perempuan bekerja adalah suatu cara untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga sehingga segala sesuatunya berjalan lancar. Hal ini ditujukan agar tidak terjadinya disfungsi keluarga yang dapat mengakibatkan hancurnya keluarga. Apabila perempuan bekerja dapat menyeimbangkan antara karier dan keluarga maka akan terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga baik dari segi ekonomi maupun nonekonomi.

Strategi penyeimbangan yang dilakukan oleh perempuan bekerja yang memiliki anak balita dan tidak memiliki anak yang berusia remaja akan berbeda dengan perempuan bekerja yang tidak mempunyai balita. Selain itu strategi yang dilakukan oleh perempuan bekerja dengan lama jam bekerja lebih dari 9 jam akan berbeda dengan perempuan yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 9 jam. Perempuan yang bekerja kurang dari 9 jam akan memiliki waktu lebih

(29)

banyak dengan keluarga dibandingkan dengan perempuan yang bekerja lebih dari 9 jam. Karakteristik contoh yang melakukan penyeimbangan antara karier dan keluarga adalah contoh yang bekerja sebagai PNS yang bekerja kurang dari 10 jam perhari dan rata-rata contoh telah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Selain itu keluarga contoh berada pada tahap perkembangan dimana anak pertama berusia remaja sehingga anak sudah dapat mandiri jika ditinggalkan oleh ibunya untuk bekerja.

Contoh yang memprioritaskan karier adalah contoh yang memiliki tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan keluarga. Karakteristik contoh yang lebih memprioritaskan karier adalah contoh yang bekerja di perbankan swasta dengan jam kerja lebih dari 10 jam perhari. Selain itu contoh tidak memiliki anak usia sekolah maupun balita dan berdasarkan jumlah anggota keluarga contoh merupakan kategori keluarga kecil. Sedangkan contoh yang memprioritaskan kepada keluarga adalah contoh yang memiliki tuntutan keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan karier. Karakteristik contoh yang lebih memprioritaskan keluarga adalah contoh yang berada pada kelompok usia dewasa dini yaitu berusia antara 18 hingga 40 tahun. Selain itu contoh juga masih memiliki anak balita sehingga rata-rata jam kerja contoh kurang dari 8 jam perhari.

Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga membutuhkan beberapa pertimbangan, terutama yang berkaitan dengan keadaan keluarga seperti anak. Usia anak yang semakin meningkat akan menyebabkan contoh mengurangi kegiatan domestiknya dan meningkatkan kegiatan produktifnya, karena dengan semakin meningkatnya usia anak maka anak tersebut akan semakin mandiri sehingga campur tangan orangtua akan semakin berkurang. Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga adalah satu-satunya strategi paling bijak dalam mencapai multi-tujuan keluarga dan individu perempuan.

Hasil uji regrersi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan adalah pendapatan contoh, pendidikan contoh, interaksi suami istri, dan sikap dan perilaku peran gender dalam keluarga. Artinya bahwa semakin tinggi pendapatan dan pendidikan contoh maka kesejahteraan semakin meningkat dan semakin baik interaksi suami istri maka kesejahteraan semakin baik. Selain itu contoh yang memiliki sikap dan perilaku responsif gender maka contoh akan merasa puas terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga tidak berpengaruh

(30)

secara nyata terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Hal tersebut diduga karena data kesejahteraan keluarga subjektif tersebar secara homogen dimana hampir seluruh kategori kesejahteraan keluarga subjektif contoh berada pada kategori sedang dan tinggi.

Ketebatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini yang pertama adalah jumlah contoh yang digunakan hanya 30 dan tidak acak serta tidak distratifikasi. Kedua, pengukuran semua variabel penelitian ini berdasarkan perceived (apa yang dirasakan) contoh tanpa melakukan pengukuran kepada pihak suami. Mengingat keterbatasan metode penelitian, maka hasil dari kesimpulan penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua perempuan bekerja. Namun demikian, hasil dari penelitian dapat memberikan kontribusi baik pada praktisi maupun peneliti di bidang gender keluarga.

Gambar

Tabel 4 Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 6 Sebaran contoh dan suami berdasarkan  pendapatan perbulan  Pendapatan  (Rp/bulan)  Contoh Suami  n % n %  ≤ 1.000.000*  0  0  0  0,0  1.000.001-3.000.000 15  50,0  11  36,7  3.000.001-6.000.000 10  33,3  16  53,3  6.000.001-9.000.000 2  6,7  0  0,0
Tabel 7 Sebaran kontribusi pendapatan contoh dan suami terhadap total  pendapatan keluarga
Tabel 9 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kelompok usia dan jumlah anak  Kelompok Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Perjanjian Kerja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bekasi.. Data sampel yang diambil adalah

Lebih lanjut Otsu (1998:53) mengemukakan bahwa pada saat “studi sosial (social studies)” dimulai sebagai mata pelajaran inti pada tahun 1948, Kementerian Pendididikan menjelaskan

Melalui observasi partisipasi ini diperoleh data-data yang berkaitan dengan hubungan Migran China Asal Indonesia dengan orang setempat, mulai dari ekonomi, kebiasaan,

Perlu dicari dan dikembangkan metode indeks biotik (berdasarkan makroinvertebrata) lain yang cocok diterapkan pada sungai Rejoso yang

Merujuk pada pengertian IPA, hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui

Dari uraian tersebut, dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh paparan obat nyamuk bakar dan semprot terhadap motilitas sperma pada tikus jantan yang

Karena cilok adalah lakuran (singkatan) dari aci dicolok, dihidangkan dengan cara dicolok menggunakan tusuk sate.Tidak seperti cilok pada umumnya, yang dihidangkan