• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI GUGUS III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI GUGUS III"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE “5E”

TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

DI GUGUS III

I Wy. Asthira P1, Nym. Kusmariyatni2, I Gd. Margunayasa3

1,2,3 Jurusan PGSD, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: asthiraputra@gmail.com1, nym_kusmariyatni@yahoo.co.id2,

pakgun_pgsd@yahoo.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e” di SD Negeri 3 Purwakerthi dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional di SD Negeri 1 Culik. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus III Kecamatan Abang tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 197 orang. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SD No. 1 Culik yang berjumlah 30 orang dan siswa kelas V SD No. 3 Purwakerthi yang berjumlah 33 orang. Data hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji–t). Hasil penelitian ini menemukan bahwa hasil belajar dalam pembelajaran IPA pada siswa kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional menunjukkan skor cenderung sedang, dengan mean 15,23 dan hasil belajar pada siswa kelompok eksperimen dengan model pembelajaran learning cycle “5e” menunjukkan skor cenderung tinggi, dengan mean 21,42. Terdapat pengaruh hasil belajar pada mata pelajaran IPA yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan model learning cycle “5e” dan kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional, diketahui bahwa thitung > ttabel (thitung = 8,00 > ttabel = 1,671 ). Dari perbedaan rata-rata hasil belajar menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e” berpengaruh terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan model pembelajar konvensional pada siswa kelas V Semester Ganjil tahun pelajaran 2014/2015 di SD Gugus III Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem.

Kata – kata kunci: model learning cycle ”5e”, hasil belajar

Abstrack

This research aims to determine differences in learning outcomes of science among students studying science uses learning cycle “5e” method at SD Negeri 3 purwakherti and using conventional learning method at SD Negeri 1 Culik. This research is kind of quasi-experiment research. This research population is all of fitth grade students at third cluster in Abang district in year 2014/2015 which amounts to 197 people. The research sample is fifth grade students of SD Negeri 1 Culik which amounts to 30 people and fifth grade students of SD Negeri 3 Purwakerthi which amounts to 33 people. Data results of science learning was gathered which multiple choice of instruments. Data were collected using statistical analysis descriptive and inferential statistic (t-test). The result of this study found that the resulsts of learning science in students with a control group by using konventional learning method shows the mean scores tend to be moderate with 15.23 and students learning outcomes in the experimental group by using cycle learning “5e” method tend to show high scores, with mean of 21.42. There are influences learning outcomes in science learning which is significant between experimental group by using

(2)

2

learning cycle “5e” method and the control group by using conventional learning method, it is known that tarithmetic > ttable (tarithmetic = 8.00 > ttable = 1.671 ). From the difference of learning outcomes showed that learning science by using a cycle learning “5e” was influence on learning outcomes compared to conventional learning method in students fifth grade of first semester in year 2014/2015 at third cluster in Abang district, Karangasem regency.

Key words: learning cycle“5e”, learning outcomes

PENDAHULUAN

Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pembaharuan sistem pendidikan bertujuan untuk mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa. Hal ini dimaksudkan untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia untuk berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Salah satu prinsip yang ditekankan adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karenanya, diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efesien.

Penerapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Pada umumnya, peningkatan kualitas pendidikan telah direncanakan dan dilaksanakan saat ini, terbukti dari adanya penyempurnaan dan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Madaus dan Kellagan (dalam Koyan, 2012), “kurikulum terdiri atas 6 komponen utama, yaitu: (1) konteks, (2) tujuan umum, (3) tujuan khusus pelajaran, (4) materi kurikulum, (5) transaksi, dan (6) hasil transaksi”. Masalah penting pada konteks adalah karakteristik

peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan, kebutuhan, dan minat.

Menurut Dewey (dalam Koyan, 2012), “peran pendidikan yang sangat penting adalah mengajar peserta didik tentang bagaimana menjalin hubungan sejumlah pengalaman sehingga terjadi pengumpulan dan pengujian pengetahuan baru”. Pengalaman sekunder seseorang berasal dari pengetahuan, dan pengetahuan adalah rekonstruksi pengalaman sekunder melalui pengalaman primer. Terjadinya akumulasi pengetahuan, menurut Dewey adalah adanya tambahan pengalaman sekunder yang terus menerus. Melalui standar proses pendidikan, setiap guru dan/atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Kurikulum dan perangkat pembelajaran lainnya seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) telah mengacu pada standar proses yang ditetapkan. Hanya saja yang menjadi

permasalahan adalah dalam

pelaksanaannya masih belum optimal. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi, pencatatan dokumen, dan wawancara dengan beberapa guru IPA di SD Gugus III Kecamatan Abang yang menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas V belum optimal. Secara umum, rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa kelas V pada nilai ulangan akhir semester II tahun pelajaran 2013/2014 adalah sebesar 61,56. Sementara, kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPA adalah 63,00. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa masih di bawah KKM yang harus dicapai.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan khususnya terkait hasil belajar pada siswa

(3)

3 bila dilihat dari peranan guru dalam proses belajar mengajar. (1) Kecenderungan guru mempertahankan model pembelajaran lama, atau yang sering disebut dengan model pembelajaran konvensional, dengan alasan model ini lebih mudah diterapkan. Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang bersifat linier dan dirancang dari part to whole. Pembelajaran lebih mengarah pada product oriented daripada process oriented. (2) Para guru kurang memahami karakteristik pelajaran IPA yang merupakan kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. (3) Guru kurang merefleksi keadaan nyata yang terjadi di dalam kelas. (4) Pemilihan metode pembelajaran yang tidak atau kurang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPA dan karakter siswa itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa guru memiliki peranan yang sangat strategis pada proses pembelajaran. Seorang guru hendaknya siap berperan sebagai fasilitator dan mediator, yang membimbing dan memilih model pembelajaran yang konstruktif, inovatif, variatif, menyenangkan dan bermakna, sehingga dapat mengaktifkan aktivitas belajar pada diri siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa dan guru memainkan peran yang terdefinisi dengan baik, di mana siswa diberi peran utama menjadi yang lebih aktif dan guru berperan sebagai organisator, pembimbing dan fasilitator. Salah satu pendekatan pembelajaran konstruktivisme yang dapat diterapakan dalam proses pembelajaran oleh guru sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajar learning cycle “5e”.

Pembelajaran konstruktivistik adalah proses yang membentuk sebuah hubungan antara pengetahuan yang telah ada dengan pengetahuan baru, dan mengintegrasikan setiap pengalaman baru ke dalam pengalaman yang telah dimilikinya Cardak (dalam Fauzia 2013). Menurut Suastra (2009), model pembelajaran learning cycle “5e” merupakan salah satu dari model pembelajaran yang merupakan perwujudan dari filosofi konstruktivisme tentang belajar

dan pembelajaran dengan asumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran pebelajar. Haron (dalam Astawan, 2010) juga menyatakan hal yang sama bahwa salah satu strategi yang mengacu pada pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah model Pembelajaran learning cycle “5e”.

Rancangan model pembelajaran learning cycle ”5e” ini memiliki langkah-langkah pembelajaran yang dapat berimplikasi meningkatkan hasil belajar siswa. Sudjana (2005:3) menyatakan bahwa, “hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku lebih lanjut, dikatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar yang telah diperoleh siswa merupakan pedoman bagi guru untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi yang dikaji dan keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran pada model pembelajaran learning cyle ”5e” dapat berimplikasi meningkatkan hasil belajar siswa. Langkah awal pembelajaran dilakukan dengan pengaktifan atau pengaksesan pengetahuan awal siswa, sehingga mereka mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan awal yang dimiliki. Kemudian ditindaklanjuti dengan menyediakan suatu aktivitas kelas, sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar dan mulai membangun konsep-konsep ilmiah. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan dan menjelaskan konsep-konsep ilmiah yang telah mereka bangun dengan ide-ide atau kata-kata mereka sendiri. Cara untuk mengantisipasi terjadinya miskonsepsi, diadakan diskusi kelas. Diskusi antar siswa dan antara guru dengan siswa untuk mengklarifikasi dan memberikan penegasan-penegasan terhadap konsep-konsep ilmiah. Terakhir, dilakukan evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar siswa.

Penerapan model pembelajaran learning cycle “5e” dalam kegiatan

(4)

4 pembelajaran pada siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun pelajaran 2014/2015 bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran learning cycle “5e” dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran konvensional.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus III Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain penelitian non equivalent post-test only control grup design. Penelitian ini melibatkan dua variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle “5e” dan model pembelajaran konvensional. Sedangkan yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD Gugus III Kecamatan Abang yang berjumlah 197 siswa. Sebelum menentukan kelas sampel dilakukan uji kesetaraan terhadap populasi penelitian. Berdasarkan hasil uji kesetaraan menggunakan uji ANAVA, diproleh seluruh populasi setara yang artinya hasil belajar IPA siswa SD Gugus III Kecamatan Abang tahun pelajaran 2014/2015 relatif sama. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel dengan teknik random sampling, yaitu melalui sistem undian. Berdasarkan hasil pengundian, diproleh dua kelas sampel yaitu kelas V SD No. 3 Purwakerti dan kelas V SD No. 1 Culik. Kelas sampel yang telah didapatkan kemudian diundi lagi untuk menentukan kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil pengundian diperoleh kelas V SD No. 3 Purwakerti sebagai kelompok eksperimen dan kelas V SD No. 1 Culik sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen deberikan perlakuan dengan menggunakan model learning cycle “5e” dan kelompok control diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes. Data hasil belajar IPA diperoleh melalui tes tertulis berupa tes objektif/pilihan ganda yang bertujuan untuk mengukur hasil belajar IPA siswa. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya bedanya. Berdasarkan hasil uji validitas ini diperoleh 40 butir tes yang akan digunakan sebagai uji validitas butir tes. Berdasarkan uji validitas butir tes padataraf signifikan 5% dengan responden 79 orang, diperoleh 31 butir tes yang palid dari 40 butir tes yang diujicobakan. Dari 31 butir tes yang valid, diambil 30 butir tes yang digunakan sebagai post-test. Pada hasil uji reliabilitas tes, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,87. Hal ini berarti, tes yang diuji termasuk kedalam kriteria reliabilitas sangat tinggi.

Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran perangkat tes, diperoleh Pp = 0,52 sehingga

perangkat tes yeng digunakan termasuk kriteria sedang dan pada uji daya beda tes, diperoleh Dp = 0,46 sehingga perangkat tes

yang digunakan termasuk kriteria baik. Hasil dari tes uji lapangan tersebut akan diberikan kepada siswa kelas ekperimen dan kontrol pada saat post-test.

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif dilakuakan dengan menghitung mean, median, modus, standar deviasi, dan varian terhadap masing masing kelompok. Mean, median dan modus hasil belajar IPA siswa selanjutnya disajikan kedalam poligon. Tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel penelitian dapat ditentukan dari skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel yang dikonversikan kedalam PAP Skala Lima. Statistik inferensial bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan beberapa uji prasyarat analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas varian. Pengujian hipotesis terhadap hipotesis nol (HO) menggunakan uji-t sampel indevendent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians.

(5)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran learning

cycle “5e” pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Deskripsi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Deskripsi data hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Statistik Hasil Belajar IPA

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 21,42 15,23 Median 21,72 14,7 Modus 22 13,79 Varian 9,94 8,81 Standar Deviasi 3,15 2,97 Skor minimum 15 12 Skor Maximum 26 22 Rentangan 12 10

Berdasarkan data pada tabel 1, diketahui bahwa nilai mean, median, dan modus data hasil belajar IPA siswa kelompok ekperimen berbeda dengan kelompok kontrol. Selanjutnya mean, median dan modus data hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol disajikan kedalam grafik poligon seperti pada gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Grafik Poligon Data Post-test IPA Kelompok Eksperimen.

Gambar 2. Grafik Poligon Data Post-test IPA Kelompok Kontrol.

Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa mean lebih kecil daripada median dan median lebih kecil daripada modus (M<Md<Mo). Dengan demikian, sebaran data data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah kurve juling negatif, yang artinya sebagian besar skor siswa kelompok eksperimen cendrung tinggi. Skor rata-rata data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 21,42. Jika skor rata-rata tersebut dikonversikan kedalam PAP Skala Lima maka berada pada kategori sangat tinggi.

Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa mean lebih besar daripada median dan median lebih besar daripada modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, sebaran data hasil belajar IA siswa kelompok

(6)

6 kontrol adalah kurva juling positif, yang artinya sebagian besar skor siswa kelompok kontrol cenderung rendah. Skor rata-rata data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 15,23. Jika skor rata-rata tersebut dikonversikan kedalam PAP Skala Lima, maka berada pada kategori sedang.

Secara deskriptif, rata-rata skor hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle ”5e” lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional, yaitu 21,42 > 15,23. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle “5e” lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh data hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle “5e” dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional adalah berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis terhadap hipotesis nol (H0) dengan menggunakan uji-t sampel indevendent (tidak berkorelasi) dengan rumus poled varians. Rangkuman hasil uji hipotesis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-T

Data Kelompok N X s2 thitung Ttabel (t.s. 5%) Hasil Belajar Eksperimen 33 21,42 9,94 8,00 1,671 Kontrol 30 15,23 8,81

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel

yaitu (8,00 > 1,671) sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajr IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan nodel pembelajaran learning cycle “5e” dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas V di SD Negeri 3 Purwakerti dan SD Negeri 1 Culik.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t polled varians diperoleh hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e” dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus III Kecamatan Abang tahun pelajaran 2014/2015.

Hasil belajar IPA yang dicapai siswa

dengan menggunakan model

pembelajaran learning cycle “5e” lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle “5e” adalah 21,42 dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 15,23. Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle „5e” berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol yang dibelajarkan

(7)

7 dengan model pembelajaran konvensional berada pada kategori tinggi. Jika skor hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e” digambarkan dalam poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa cenderung tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional, jika skor hasil belajar IPA siswa digambarkan dalam poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor hasil belajar IPA siswa cenderung rendah. Perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelompok eksperimen dan kontrol dapat dijelaskan secara teoritis dan operasional empiris. Pertama, dilihat dari segi landasan teoretis. Model learning cycle “5e” merupakan model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivis Wena (dalam handayani 2014). Model pembelajaran ini berpusat pada siswa, dimana guru hanya sebagai fasilitator. Berbeda dengan model pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru (teacher centered). Sudjana (2005) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pengikut dan penerima pasif dari kegiatan yang dilaksanakan.

Kedua, dilihat dari operasional empiris dalam penyajian pembelajaran. Kelompok siswa yang yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e”. Pembelajaran dengan model learning cycle “5e” menekankan aktivitas siswa yang dibimbing oleh guru melalui langkah-langkah, yaitu Fase1. Engagemen/pembangkit minat, Fase 2. Exploration/eksplorasi, Fase 3. Explanation, Fase 4. Elaboration, Fase 5. Evaluation.

Pada fase 1 ini, siswa diberikan motivasi yang dapat menarik perhatian dan membawa siswa pada konsep, prinsip atau masalah yang akan dipelajari yang bertujuan untuk mempersiapkan diri siswa.

Pada fase 2, siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru, yaitu untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melaluikegiatan seperti penggunaan alat peraga maupun telaah literatur.

Pada fase 3, siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil ekplorasinya.

Pada fase 4, siswa diberi kesempatan untuk mengaitkan atau mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan yang diperolehnya untuk situasi yang berbeda.

Pada fase 5, merupakan fase yang bermaksud untuk mengambil kembali ide-ide, pengetahuan atau keterampilansiswa yang telah mereka pelajari. Aktivitas ini juga untuk membantu pengumpan balik hasil belajar siswa. Assesmen dapat dilakukan dengan memberikan tes lisan atau tes tertulis. Wena (dalam pramawati 2012). Pembelajaran dengan model learning cycle “5e” menekankan aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran antar kelompok dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu pembelajaran dengan model learning cycle “5e” siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan berusaha menggali informasi secara mandiri serta siswa dipandang sebagai subjek belajar sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator.

Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru atau guru lebih mendominasi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah pemebelajaran dengan model konvensiona, yaitu 1. Pemberian informasi oleh guru, 2. Tanya jawab, 3. Pemberian tugas oleh guru dan pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru merasa bahwa yang diajarkan sudah dimengerti siswa. Sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tersebut, terlihat bahwa proses pembelajaran masih didominasi oleh guru dan peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Cara berpikir yang

(8)

8 dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Hal ini dapat mengakibatkan hasil belajar siswa yang yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional lebih rendah dibandingkan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran learning cycle “5e”.

Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nina Agustyaningrum (2010) bahwa pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle “5E” siswa berhasil menemukan pengalaman belajar, mengkontruksi pengetahuan melalui diskusi untuk mengkopilasi pengetahuan, dan mendiskusikan hasil miskonsepsi. Siswa dapat menceritakan hubungan kerja antara sesama teman, didalam kerja sama

ini siswa mampu

memprediksi/meramalkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Siswa mampu membangun dan menerapkan konsep yang mereka pelajari. Hal senada juga diungkapkan oleh Sriani (2011) yang menyatakan hasil belajar IPA siswa dalam model pembelajaran learning cycle “5e” menjadi lebih baik, sedangkan dalam model konvensional hasil belajar IPA siswa kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa 21,42 termasuk katagori sedang pada model pembelajaran learning cycle “5e” sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa 15,23 termasuk katagori rendah pada model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka terbukti secara teoretik dan empiris bahwa model pembelajaran learning cycle “5e” lebih unggul dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bahwa penerapan model pembelajaran learning cycle “5e” dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar lebih efektif dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle “5e” dapat menciptakan pembelajaran yang lebih realistis dan bermakna sehingga berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Meskipun model pembelajaran learning cycle “5e” telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, namun masih ada beberapa kendala dalam penerapan model pembelajaran learning cycle “5e” di sekolah.

Pertama, siswa belum terbiasa belajar dengan model pembelajaran learning cycle “5e”. Siswa belum bisa bereksplorasi secara mandiri dan belum mampu menunjukkan sikap percaya diri dalam memecahkan suatu permasalahan. Kedua, siswa belum terbiasa belajar dengan difasilitasi LKS learning cycle “5e”. Pada LKS model pembelajaran learning cycle “5e” tersebut menuntut siswa untuk mengemukakan pengetahuan awal yang dimiliki dalam menyelesaikan permasalahan.

Mengingat kendala-kendala yang dialami dalam pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle “5e”, maka peran guru sebagai fasilitator, mediator, dan motivator sangat diperlukan dalam membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Berdasarkan temuan-temuan dan pembahasan terkait dengan keefektifan model

pembelajaran

learning cycle “5e”

terhadap hasil belajar

IPA, maka diyakini model

pembelajaran

learning cycle “5e”

sangat cocok diterapkan pada pembelajaran IPA di SD. Dalam kegiatan pembelajaran, konsep yang dipelajari oleh siswa dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran IPA menjadi lebih bermakna dan siswa juga dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui proses aktif dalam pembelajaran berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimiliki.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulan bahwa rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model learning cycle “5e” cenderung tinggi yaitu 21,42 sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional

(9)

9 cenderung rendah yaitu 15,23 dan hasil uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji-t diperoleh thitung sebesar

8,00 sedangkan ttabel dengan db = (33 +

30) – 2 =61 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,671. Hal ini berarti thitung lebih

besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0

ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian,

dapat diinterprestassikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan anatara kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan model learning cycle “5e” dan kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini membuktikan model learning cycle “5e” berpengaruh pada mata pelajaran IPA siswa kelas V di Gugus III kecamatan Abang tahun pelajaran 2014/2015.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut. Pertama, kepada para guru hendaknya

mengimplementasikan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran di sekolah sebagai alternatif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa. Kedua, dalam pembelajaran guru perlu mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, mediator, dan motivator bagi siswa. Ketiga, disarankan kepada siswa agar melatih dirinya untuk lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Keempat, disarankan kepada peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendala-kendala yang telah dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Agustyaningrum, Nina. 2010. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Untuk

Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Skripsi pdf. (Diakses tanggal 19 Juli 2013).

Astawan, I Gede. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Fauzia, Kolida Nelly. 2013. Pengaruh

Pembelajaran 5E Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Gugus VI Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pdf.

Handayani, I Gusti Agung. 2014. Pengaruh Model Siklus Belajar 5e Berbasis Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Pengetahuan Awal Siswa. Jurnal Online pdf (Diakses tanggal 20 oktober 2015).

Koyan, I Wayan. 2012. Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Pramawati, Liza. 2012. Penerapan Model Pembelajaran (Learning Cycle) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Sains Siswa Kelas VII5 SMP Kartika 1-5 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Online Pdf (Diakses tanggal 2 April 2013). Sriani, Ni Putu. 2011. Penerapan Model

Pembelajaran Learning Cycle “5E” Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Semester I SD Negeri Penyaringan Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini mendekatkan siswa dengan lingkungan alamiah dan sosial budayanya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Gambar

Tabel 1. Deskripsi data hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Referensi

Dokumen terkait

 Siswa dapat Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.  Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa hormat dan

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Korelasi yang sangat kecil dapat disebabkan oleh kelompok subjek yang menjadi responden bukan merupakan suporter lapangan melainkan suporter klub sepak bola nobar sehingga

Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan teknologi informasi pembelajaran e-learning dengan ADDIE Model dapat memperkaya pedagogi

Pada perangkat modern, metode pencarian access point dapat dengan mudah menangkap access point terdekat, lengkap dengan nama SSID yang digunakan

Jika terdapat indikasi tersebut atau pada saat pengujian penurunan nilai aset (seperti aset tak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas. aset tak berwujud

N Kompetensi Dasar Alok Januari Februari Maret April Mei juni.. Mengetahui Guru Mata Pelajaran