• Tidak ada hasil yang ditemukan

TARSIUS: MONYET MINI YANG BELUM BANYAK DIKENAL DI INDONESIA DAN PARASITNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TARSIUS: MONYET MINI YANG BELUM BANYAK DIKENAL DI INDONESIA DAN PARASITNYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TARSIUS: MONYET MINI YANG BELUM BANYAK

DIKENAL DI INDONESIA DAN PARASITNYA

TOLIBIN ISKANDAR1,A.SA’IM2dan MYRON SHEKELLE3 1

Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata 30 Bogor

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI Cibinong Bogor 3

Ekspert Pusat Studi Biodiversitas dan Konservasi UI Jl. Salemba 6 Jakarta

ABSTRAK

Tarsius telah ditangkarkan di Puslit Biologi LIPI, sebanyak delapan ekor Tarsius ditangkap dari alam. Tarsius tersebut akan dipakai sebagai speciment type atau reference material dalam mendeterminasikan beberapa spesies baru dari Sulawesi baik yang belum mempunyai nama atau yang sudah mempunyai nama. Ada 3 lokasi penyebaran Tarsius liar di Sulawesi yaitu Pattanuang (Sulawesi Selatan), Pulau Selayar (Sulawesi Selatan), dan Gimpu (Sulawesi Tengah). Kedelapan ekor Tarsius tersebut dibagi dalam tiga “acoustic form”, yaitu: Bantimurung form dari Pattanuang, Selayar form dari Pulau Selayar, dan Palu form dari Gimpu. Ditemukan cacing genus Tarsubulura dan Coccidia pada saluran pencernaan berdasarkan hasil otopsi pada Tarsius yang mati.

Kata kunci: Tarsius, penyebaran, Tarsubulura, Coccidia

PENDAHULUAN

Tarsius adalah primata terkecil di dunia. Binatang ini bisa ditemukan di beberapa pulau di Indonesia seperti Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera, juga di Filipina (SUSSMAN, 1999). Penduduk setempat menamakan tangkasi, kera hantu, monyet mini, kera kecil sedangkan dunia internasional mengenalnya sebagai Tarsius sp. dari keluarga Tarsidae. Banyak penduduk yang salah paham mengira Tarsius memakan hasil pertanian mereka sehingga sering diburu penduduk dan populasi semakin berkurang. Padahal Tarsius satu-satunya primata di dunia yang tidak makan daun, buah, bunga dan segala macam sayuran (NIEMITZ, 1979b). Tarsius adalah karnivora pemakan segala jenis serangga seperti belalang, jengkerik, kecoa, juga cicak, mencit, dan burung kecil.

Ukuran Tarsius 9,5 – 14 cm, dengan panjang ekor 20 – 26 cm yang lebih panjang dari tubuhnya. Berat badan Tarsius dewasa 104 – 150 gram (NIEMITZ, 1979ª; SHEKELLE, in pres). Bulunya halus berwarna abu-abu pasir dengan kombinasi kuning keemasan. Kaki

Tarsius panjang bisa melompat hingga dua

meteran.

Tarsius mengeluarkan nyanyian berupa

mencari makan di malam hari dan pagi hari ketika akan kembali ke sarang. Nyanyian ini mengabarkan bahwa keluarga Tarsius itu keadaan sehat dan mengingatkan keluarga lain agar tidak memasuki wilayahnya.

Tarsius adalah binatang setia dan hidup

monogami. Pasangan Tarsius membentuk kelompok kecil dengan anak-anaknya yang belum dewasa, bersarang dalam rongga pohon (SUSSMAN, 1999).

Tarsius yang dilaporkan pada makalah ini adalah monyet mini yang ditangkarkan di Museum Zoologi Bogor (MZB) yang ditangkap di kawasan Pulau Sulawesi dan hasil autopsi, dengan tujuan membuat pusat penangkaran Tarsius untuk penelitian, perkembangbiakan, pelatihan, dan pendidikan.

Tarsius sudah dikenal dengan diketemukan fosil dari potongan tulang mandibular pada zaman Oligocene di Afrika (SIMONS dan BOWN, 1985), gigi molar pada zaman Miocene di Thailand (GINSBURG dan MEIN, 1986). Juga ditemukan fosil Tarsius lengkap pada zaman Eocene di Cina (BEARD et al., 1994, BEARD

1998).

Sekarang penyebaran Tarsius di sekitar kepulauan Asia Tenggara terutama Filipina, Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, juga beberapa pulau kecil di sekitarnya. Ada 5

(2)

di Sumatera Selatan, Bangka, Belitung, dan Kalimantan. T. syrichta di Filipina. Sedangkan tiga spesies yang lain yaitu T. spectrum, T. diana, dan T. pumilus di temukan di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya

(GROVES, 1998; SHEKELLE et al., 1997;

MUSSER dan DAGPSTO, 1987).

EKOLOGI, STRUKTUR SOSIAL DAN HABITAT

Sejak tahun 1990, Tarsius telah masuk dalam “daftar merah” International Union for Conservationof Natureand NaturalResources (IUCN). Lembaga internasional yang bergerak pada perlindungan sumber daya alam dan masuk satwa nocturnal. Tarsius dianggap sebagai binatang yang terancam kepunahan.

Tarsius membuat sarang di pohon seperti

burung ataupun kelelawar. Hewan-hewan ini ditangkap dengan menggunakan jaring yang terbuat dari plastik seperti pemasangan jaring untuk menangkap burung atau kelelawar.

T. spectrum biasa tidur sepanjang siang

hari, punya suara yang keras jika bergelantungan dan membuat lompatan sepanjang 2 m dijumpai di Pulau Sulawesi dan sekitarnya (GURSKY, 1997). Waktu Tarsius 60-70% digunakan untuk bergerak seperti T.

bancanus selalu bergerak untuk memanjat,

juga T. sepectrum, T. dianae, dan T. syrichta aktivitas bergerak melompat, berjalan,

memanjat (CROMPTON dan ANDAU 1986;

TREMBLE et al., 1993; DAGOSTO dan GEBO

1997). T. bancanus lebih banyak bergerak memanjat secara vertikal sedangkan T. dianae dan T. spectrum bergerak secara horizontal seperti berjalan, lari, memanjat, jarang jalan di tanah (TREMBLE et al., 1993; SHEKELLE, in pres).

T. bancanus jarang memperlihatkan variasi posisi diam sering memeluk batang pohon atau ranting pada posisi vertikal dengan menggunakan ekornya sebagai penunjang (SHEKELLE, in pres).

HILL (1955) menyatakan ada tiga spesies dari Tarsius yaitu Western, Philippine, dan Eastern Tarsiers. Tiga spesies tarsius secara biogeografi. Eastern Tarsiers distribusinya di Pulau Sulawesi dan sekitarnya yaitu T. spectrum, T. dianae, dan T. pumilus. T. pumilus tercatat pernah ditemukan tiga kali, yakni tahun 1921 di Gunung Rango-Rango wilayah Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), kemudian ditemukan di pegunungan kawasan Latimojong, Sulawesi Selatan, sejak itu, satwa pemalu tersebut tidak ditemukan lagi dan disangka punah.Tim Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan T.

pumilus yang sempat disangka punah selama

70 tahun di TNLL (KOMPAS, 2003).

Spesies Tarsius, nama umum dan beratnya seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesies, nama umum, dan berat Tarsius dewasa

Spesies Nama umum Berat (gram) Sumber pustaka

Tarsiusbancanus Horsfield’s, Bornean, or western tarsier 119-140 jantan 110-123 betina 127,8 sd = 6,18 (26 jantan) 116,9 sd = 10,2 (16 betina) NIEMITZ, 1979c CROMPTON and ANDAU, 1987 NIEMITZ, 1979a T. dianae Diana’s tarsier 110 (1 betina)

105 (1 betina) 104 (1 jantan) 100 (4 betina) 119 (5 jantan)

NIEMITZet al. 1991 MUSKITA per. com. SHEKELLEin pres.

T. pumilus Pygmy tarsier

T. spectrum Spectral tarsier 113 (1 betina) 110 (1 jantan) 104 (21 betina) 115 (11 jantan) 107 (8 betina) 126 (1 jantan) NIEMITZet al. 1991 SHEKELLEin pres. GURSKY, 1999

(3)

Monyet mini termasuk primata yang monogami. Dia hanya berpasangan dengan satu lawan jenis. Jika salah satu mati, tidak berapa lama pasangan monogaminya akan mati

hal ini bisa dilihat pada Tabel 2. mengenai struktur sosial dari pasangan jenisnya dan daerah wilayah kekuasaan (home range).

Tabel 2. Daerah wilayah kekuasaan (home range) dan struktur sosial dari Tarsius Jenis Home range (hektar) Struktur sosial Sumber pustaka T. bancanus 0,9-1,6 berpasangan NIEMITZ, 1979b T. bancanus 2,5-3,0 soliter FOGDEN, 1974

T. bancanus Rataan = 8,5 (4,5-11,25) soliter CROPTON &ANDAU, 1987 T. spectrum 1 berpasangan, kadang berkelompok MACKINNON &MACKINNON, 1980 T. spectrum 2,3-3,0 berkelompok GURSKY, 1997

T. dianae 0,5-0,8 berkelompok TREMBLEet al. 1993 T. syrichta 0,6-1,7 soliter DAGASTO &CEBO; 1997

PENANGKAPAN TARSIUS

Penangkapan Tarsius dilakukan di Pulau Sulawesi yaitu di Gimpu (Sulawesi Tengah), Toraja Barat (Gimpu, Blah) Sulawesi Selatan, Maros (Bantimurung, Pattanuang, Karaenta) Sulawesi Selatan, kemudian di Benteng, Pulau Selayar Sulawesi Selatan. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan jaring seperti menjaring burung atau kelelawar. Hasil tangkapan seperti pada Tabel 3 dan Gambar 1.

Gambar 1. Tarsius spectrum di MZB Empat spesies Tarsius, yakni T. Sangirensis, T. Spectrum, T. Pelengensis dan

T. Pumillus adalah satwa endemik Pulau

Sulawesi. Keempat spesies ini kini semakin langka karena habitatnya yang terbatas di hutan Pulau Sangir dan Pulau Peleng, juga di hutan Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara terus dirambah. Pada Gambar 2 terlihat T. Spectrum yang sedang makan belalang di habitatnya. Harga seekor Tarsius di Pasar Pramuka Jakarta adalah Rp. 5.000.000,- (KOMPAS, 2001).

Gambar 2. Tarsius spectrum makan belalang

HASIL AUTOPSI

Identitas Tarsius ET 0111, setelah ditangkap dari habitatnya hewan mati dalam perjalanan, jenis kelamin betina, umur dewasa, nama umum Eastern tarsier, nama scientificT.

spectrum. Cadaver disimpan di kulkas.

Cadaver diguyur air tap sampai kenyal

kemudian dibedah, diperiksa sistem respirasi tidak ada kelainan spesifik, sistem sirkulasi tidak ada kelainan spesifik. Sistem pencernaan ditemukan banyak cacing dari marga Tarsubulura. Dari hasil pemeriksan patologi anatomi kemungkinan karena investasi endoparasit cacing yang terlampau banyak.

Identitas Tarsius tidak ada, hewan asal Pasar Pramuka Jakarta, jenis kelamin jantan, umur dewasa, nama umum Western tarsier, nama scientificT. bancanus.

(4)

Tabel 3. Ringkasan dari lokasi penangkapan

Nama lokasi Koordinat Deskripsi kelompok Lokasi deskripsi Pattanuang 1 S 05º 04.984’

E 119º 43.232’ Elevasi 300 m Akurasi: 33 m

Minimal satu betina dewasa dan 2 betina belum dewasa (ET 0101-ET 0103), mungkin seekor jantan, tetapi tidak mendengar mencicit.

Kira-kira 7 rumpun bambu kecil pada jalan setapak. Kebun ada di area konservasi.

Pattanuang 2 S 05º 03.801’ E 119º 43.130’ Elevasi 143 m Akurasi: 44 m

Minimal satu betina belum dewasa (ET 0104) dan satu lagi bukan Tarsius.

Formasi ada di tebing. Nama lokal (Daeng Pa’do). Tarsius yang di tangkap habis berkelahi dengan Tarsius lain.

Pattanuang 3 S 05º 04.981’ E 119º 43.286’ Elevasi 233 m Akurasi : 33 m

Seekor jantan dewasa dan seekor betina dewasa (ET 0105-ET 0106).

Dua rumpun bambu yang luas dekat jalam setapak

Kebun ada di area konservasi. Benteng 1 S 06 07.584’

E 120 28.367’ Elevasi 65 m Akurasi: 27 m

Minimal seekor jantan belum dewasa dan satu lagi jantan dewasa (ET 0108-ET 0109).

Area semak yang kering, kebun berbatu dan berkoral.

Benteng 2 S 06 07.551’ E 120 28.460’ Elevasi 110 m Akurasi: 19 m

Minimal sepasang dewasa dan seekor betina belum dewasa (ET 0110).

Mungkin lebih.

Area semak yang sangat kering, kebun berbatu dan berkoral.

Gimpu 1 S 01 38.042 E 120 01.725 Elevasi 437 m Akurasi: 15 m

Minimal sepasang dan satu belum dewasa (ET 0113).

Tidak punya lokasi tidur. Bersuara nyaring, kebun semak dan pohon, tanah sangat basah Dekat jalan.

Gimpu 2 S 01 38.028’ E 120 01.722 Elevasi 451 m Akurasi: 15 m

Sepasang dewasa (ET 0111-ET 0112). Jantan dan betina tidur terpisah.

Betina di area semak. Jantan dekatnya. Tanah sangat basah. Dekat jalan.

Sumber: SHEKELLE,in pres

Hasil pemeriksaan sistem respirasi tidak ada kelainan spesifik, sistem sirkulasi tidak ada kelainan spesifik. Sistem genital tidak ada kelainan spesifik. Sistem pencernaan terjadi pendarahan dan ruptur dari gastrium, isi saluran pencernaan diperiksa terdapat cacing

Tarsubulura. Diagnosa patologi anatomi

indigesti. Cacing Tarsubulura seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Cacing Tarsubulura

Identitas Tarsius tidak ada, hewan asal MZB, umur 2 bulan, jenis kelamin jantan, nama umum Eastern tarsier, nama scieentific

T. spectrum. Hewan mati di kandang, tulang

humerus lepas dari persendian. Sistem pernafasan secara histopat ditemukan infiltrasi monosit, sarang bakteri dan fungi sekitar intertitial sel, juga ada edema. Sistem percernaan ada perdarahan, isi usus mengandung coccidia. Sistem sirkulasi pada jantung ditemukan sarang bakteri, perdarahan dan edema. Diagnosa patologi anatomi Myositis dan arthritis. Kemungkinan hewan mati karena berkelahi sehingga tulang humerus lepas dari persendiannya yang menyebabkan spesies. Coccidia yang ditemukan seperti terlihat pada Gambar 4.

(5)

Gambar 4. Coccidia di usus T. Spectrum

Identitas T. PPS 1, nama scientific: Tarsius

bancanus, jenis kelamin jantan. Hasil

pemeriksaan secara histopatologi di usus halus banyak ditemukan jamur di bagian mukosa jenis Blastomyces, juga di daerah ginjal ditemukan konidia dari Blastomyces. Gastrium terdapat perdarahan dan erupsi dari mukosa juga ditemukan jamur. Kematian Tarsius karena erupsi gastrium dan invasi Blastomyces. Limpa terdapat invasi jamur dari Blastomyces. Penyebab kematian erupsi gastrium karena jatuh atau berkelahi dan invasi Blastomyces.

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tarsius berhasil ditangkarkan di

kandang penangkaran LIPI Cibinong sampai beranak. Namun masih diteliti kendala perkembangbiakan, makanan dan stress.

2. Dari hasil pemeriksaan autopsi ditemukan parasit jenis cacing Tarsubulura ini karena tarsius senang makan jangkrik, juga parasit saluran pencernaan lainnya yaitu coccidia dan ditemukan pula jamur Blastomyces

3. Tarsius punya sifat monogami, jika

pasangan jenisnya mati tidak mau mencari pasangan lagi

DAFTAR PUSTAKA

BEARD, K.C. 1998. A. New Genus of Tarsiidae From the Middle Eocene of Shanxi Province, China, with Notes on the Historical Biogeography of Tarsiers. Bull. Carn. Mus. Nat. Hist. 34:260-277.

BEARD, K.C., M. DAGOSTO, D.L. GEBO, dan M. GODIOT. 1994. Interrelationships Among Primate Higher Taxa. Nature. 331:712-714. GROVES, C.P. 1998. Systematics of Tarsier and

Lorises. Primates 39:13-27.

GURSKY,S.L. 1997. Infant Care in Spectral Tarsier (T. spectrum) Sulawesi, Indonesia. Intl. J. Primatol. 15:843-853. Anthropol. Supplement 16:100.

GURSKY, S.L. 1999. The Tarsiidae: Taxonomy, Behavior And Conservation Status. Hlm. 140-150.

HILL. W.C.O. 1950. Primates: Comparative Anatomy and Taxonomy II. Haplorhini: Tarsioidea. Edinburg: Edinburgh University Press.

KOMPAS, 2003. Ditemukan Tarsius yang Disangka Punah. 29 Januari 2003.

MACKINNON, J. dan K. MACKINNON. 1980. The Behavior of Wild Spectral Tarsiers. Intl. J. Primatol. 1:361-379.

MUSSER,G.G. dan M.DAGOSTO. 1987. The Identity of Tarsius pumilus, a Pygmy Species Endemic to the Montane Mossy Forests of Central Sulawesi. American Museum novitates 2867:1-53.

NIEMITZ,C. 1979a. Results of a Field Study on the Western Tarsier (Tarsius bancanus) in Sarawak. Sarawak Mus. J. 27:171-228. NIEMITZ, C. 1979b. Outline of the Behavior of

Tarsius bancanus. Hlm. 631-660.

NIEMITZ, C. 1979c. Field Biology of Tarsius bancanus borneanus. Unpublished Manus-cript.

NIEMITZ, C., A. NIETSCH, S. WARTER, dan Y. RUMPLER. 1991. Tarsius dianae: A New Primate Species from Central Sulawesi (Indonesia). Folia Primatol. 56:105-116. SHEKELLE, M. in pres. Primary Taxonomy of

Eastern Tarsiers, Phase II: Naming Taxa Discovered in Phase I and Extending Sampling Transects.

SHEKELLE,M.MUKTI,S.ICHWAN,L. dan MASALA, Y. 1997. The Natural History of the Tarsiers of North and Central Sulawesi. Sulawesi Primates Newsletter 2:4-11.

SIMON, E.L. dan T.M. BOWN. 1985. Afrotarsius chatrathi. The First Tarsiform Primate from Africa. Nature 313:475-477.

(6)

SUSSMAN,R.B. 1999. Primate Ecology and Social Stucture. Vol. I.: Lorises. Lemurs and Tarsiers. Department of Anthropology Washington University.

TREMBLE,M.,Y.MUSKITA, dan J.SUPRIATNA. 1993. Field Observations of Tarsius dianae at Lore Lindu Nation Park, Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Biodiversity 1:67-76.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Kenapa tarsius disebut monyet mini ?

2. Apakah tarsius merugikan petani sebagai hama ?

Jawaban:

1. Tarsius disebut monyet mini karena merupakan primata dan ukuran tubuh 9,5 – 14 cm

dengan panjang ekor 20 – 26 cm dan berat badan dewasa 150 gr, sedangkan monyet dewasa ukuran tubuh 30 – 50 cm dengan berat badan 10 kg.

2. Tarsius satu-satunya primata yang tidak makan daun, buah, bunga dan sayuran. Jadi tidak merugikan malah menguntungkan petani. Tarsius merupakan karnivora pemakan segala macam serangga seperti belalang, jengkrik, kecoa bahkan makan cicak, mencit, burung kecil juga ular kecil.

Gambar

Tabel 1. Spesies, nama umum, dan berat Tarsius dewasa
Tabel 2. Daerah wilayah kekuasaan (home range) dan struktur sosial dari Tarsius  Jenis  Home range (hektar)  Struktur sosial  Sumber pustaka  T
Tabel 3. Ringkasan dari lokasi penangkapan
Gambar 4. Coccidia di usus T. Spectrum

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi tidak semua areal dekat sungai akan dijadikan areal persawahan dan perkampungan, faktor kelokan sungai juga akan menjadi pertimbangan, karena kelokan sungai

Pada sesi ke 15 subjek mengalami peningkatan frekuensi membalas senyum, dengan frekuensi kemunculan senyum sosial yang diperoleh sebanyak 15, dan pada sesi ini subjek

Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah: Apakah ada hubungan antara paparan Korean wave melalui media informasi dengan body image dan risiko eating disorders

Dengan demikian, apapun model pendidikan Islam yang ditawarkan dalam masyarakat Indonesia, pada dasarnya harus berfungsi untuk memberikan kaitan antara peserta didik dengan

Hasil dari pengukuran ini akan dapat diketahui pola kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan kepala bidang dan sekretariat di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian ini dikemukakan beberapa saran berikut: (a) Pembelajaran inkuiri model Alberta dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran

Untuk mendeteksi sinyal yang telah melewati suatu kanal multipath yaitu dengan cara menggunakan equalizer dalam domain frekuensi, equalizer dalam domain frekuensi

bidang apa sa+a yang termasuk dalam 7KK ber*arna merah(&atriotisme dan seni