• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN KOMBINASI CORE STABILITY EXERCISE DAN ANKLE STRATEGY EXERCISE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN KOMBINASI CORE STABILITY EXERCISE DAN ANKLE STRATEGY EXERCISE"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN DARI CORE STABILITY EXERCISE

UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA

MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES

‘AISYIYAH YOGYAKARTA

SRI YULIANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

MENINGKATKAN DARI CORE STABILITY EXERCISE

UNTUK KESEIMBANGAN STATIS PADA

MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES

‘AISYIYAH YOGYAKARTA

SRI YULIANA NIM 1290361024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(3)

ii

MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES

‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olah Raga – Konsentrasi Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

SRI YULIANA NIM 1290361024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(4)

iii

TANGGAL 7 Juli 2014

Mengetahui, Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.,Sp.Erg.,AIFO

NIP. 19660309 199802 1003

Muh. Irfan, SKM, SSt.FT.,M.Fis NIP. 0302037701

Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Dr. dr. Susy Purnawati, M.KK.,AIFO NIP. 19680929 199903 2 001

(5)

iv

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 2066/UN.14.4/2014, Tanggal 2 Juli 2014

Ketua : Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.,Sp.Erg.,AIFO Sekretaris : Muh. Irfan, SKM.,SSt.FT.,M.Fis

1. Prof. dr. Suryadhi, P.hD 2. Dr. Ir. I Ketut Wijaya 3. dr. Ketut Karna, M.Kes

(6)
(7)

vi menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.,Sp.Erg.,AIFO, pembimbing-1 yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Muh. Irfan, SKM, SSt.FT, M.Fis, pembimbing-2 yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Terima kasih kepada dr. Ketut Karna, M.Kes, Dr. Ir. I Ketut Wijaya, dan Prof. dr. Suryadhi, P.hD yang telah menjadi penguji dan memberi masukan yang membangun terhadap penyelesaian tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih saya ucapkan kepada Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK., AIFO telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menjadi mahasiswa dalam program pascasarjana Fisiologi Olahraga konsentrasi Fisioterapi.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada :

(8)

vii

3. Abi dan Umi terimakasih atas motivasi dan doa yang selama ini di berikan kepada Yuli.

4. Mas Husein, Mba Veni, dek Nova, dek Fahrusy, dek Zati, dek Fildzah dan dek Zafirah terimakasih atas motivasi dan doanya.

5. Dek Rendy, Syifa, dan Umar adik dan keponakan tante yang selalu buat tersenyum dan melupakan sejenak tugas – tugas ini sayang selalu dari tante.

6. Pimpinan Stikes ‘Aisyiyah yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

7. Mahasiswa ku semester 4 angkatan 2012 Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta, terimakasih atas bantuan nya dalam penyelesaian penelitian saya.

8. Teman – teman sejawat pascasarjana fisiologi olahraga konsentrasi fisioterapi. 9. Mengucapkan terimakasih kepada seluruh orang-orang yang telah membantu

jalannya penelitian ini mohon maaf jika namanya tidak bisa di sebutkan satu per satu.

Denpasar, Juli 2014 Hormat Saya,

(9)

viii

MAHASISWA S1 FISIOTERAPI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA Perkembangan motorik pada manusia akan terus berkembang dari dalam kandungan hingga dewasa. Aktifitas keseharian yang dilakukan akan semakin berat dan kompleks pada setiap fase perkembangan. Keseimbangan merupakan komponen utama dalam menjaga postur tubuh manusia agar mampu tegak dan mempertahankan posisi tubuh. Sistem muskuloskeletal memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktifitas fisik yang kurang dapat menyebabkan ketidakoptimalan keseimbangan statis. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Telah dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Pre and

Post Test Control Group Design. Sampel sebanyak 16 mahasiswa dari mahasiswa S1

Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta semester 4 yang akan menghadapi praktikum

physical fitness dan waktu penelitian selama 6 minggu. Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok -1 (core stability exercise) dan kelompok-2 (kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise). Instrumen pengukuran yang digunakan adalah functional reach test yang di ukur sebelum perlakuan (0-session) dan sesudah perlakuan (18-session) pada masing-masing subjek.

Hasil penelitian didapatkan data pada kedua kelompok dengan usia 20-22 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tinggi badan 149-170 cm dan berat badan 37-78 kg. Hasil uji menyatakan data keseimbangan statis kelompok 1 p = 0,000 dan kelompok 2 p = 0,025. Berdasarkan uji kompabilitas kedua variabel pada kedua kelompok, pengujian hipotesis menggunakan data setelah perlakuan. Variabel

functional reach test pada kedua kelompok menggunakan uji hipotesis independent sample t-test didapatkan nilai p = 0,626.

Kesimpulan yang didapatkan nilai p>0,05. Nilai tersebut menjelaskan pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Kata kunci : core stability exercise, ankle strategy exercise, keseimbangan statis,

(10)

ix

STUDENTS S1 PHYSIOTHERAPY STIKES 'AISYIYAH YOGYAKARTA

Motor development in humans will continue to evolve from the womb to adulthood. Daily activities undertaken will increasingly severe and complex in each phase of development. The balance is a major component in maintaining the posture of the human body to be able to straight and maintain body position. Musculoskeletal system plays an important role in maintaining the balance of the human body. Physical activity can lead to lack optimalan static equilibrium. The study was aimed at Training Combination of Core Stability Exercise and Ankle Strategy Exercise did not Increas of Core Stability Exercise For Static Balance on Students S1 Physiotherapy Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta.

This study is an experimental study with Randomized Pre and Post Test Control Group Design. Samples in this study were 16 students Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta which will face semester 4 of physical fitness lab and research time for 6 weeks. Divided into two groups, group-1 (core stability exercise) and group-2 (combination of core stability exercises and ankle strategy). Measurement instrument used is functional reach test are measured before treatment (0-session) and after treatment (18-session) on each subject.

The results available in this study descriptive data sample in both groups ; age 20-22 years, male gender and female, height 149-170 cm and weigh 37-78 kg. The results test stated static balance data group-1 p = 0,000 and group-2 p =0,025. Data before and after treatment 1 group-normal distribution. Then the data before and after the treatment group-2 normal distribution. Based on the compatibility test both variables in both groups, the test of hypothesis using data after treatment. Variable functional reach test in the two groups using hypothesis independent sampel t-test p value = 0,626.

The conclusions available p values > 0,05. This value explained Training Combination of Core Stability Exercise and Ankle Strategy Exercise did not Increas Static Balance Of Core Stability Exercise On Students S1 Physiotherapy Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta.

Keywords: core stability exercise, ankle strategy exercise, static balance, functional reach test, Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

(11)

x

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

LEMBAR PENETAPAN PENGUJI... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMAKASIH... vi

ABSTRAK... viii

ABSRACT... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Keseimbangan ... 7

2.1.1 Pengertian keseimbangan ... 7

2.1.2 Fisiologi keseimbangan ... 10

2.1.3 Keseimbangan statis berdiri ... 21

2.1.4 Sikap tubuh berdiri dalam kinesiologi... 22

2.1.5 Keseimbangan remaja ... 23

2.2 Core stability ... 25

2.2.1 Pengertian core stability... 25

2.2.2 Anatomi core stability .... 26

2.2.3 Efek latihan core stability .... 30

2.2.4 Bentuk latihan core stability... 32

2.2.5 Core stability exercise terhadap keseimbangan statis... 34

2.3 Ankle Strategy... 35

2.3.1 Pengertian... 35

2.3.2 Fungsi ankle strategy exercise... 36

2.3.3 Anatomi dan bentuk latihan ankle strategy exercise... 36

2.3.4 Ankle strategyexercise terhadap keseimbangan statis... 38

2.4 Funcional Reach Test... 39

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS... 42

3.1 Kerangka Berfikir... 42

3.2 Kerangka Konsep Penelitian... 44

(12)

xi

4.5 Definisi Operational Variabel... 49

4.6 Instrument Penelitian... 57

4.7 Alur Penelitian... 58

4.8 Analisis Data... 61

BAB V HASIL PENELITIAN... 63

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian... 63

5.2 Uji Homogenitas Data... 64

5.3 Uji Normalitas Data... 65

5.4 Pengujian Peningkatan Nilai Fungsional Reach Test Kelompok 1 Core Stability Exercise... 65

5.5 Pengujian Peningkatan Nilai Fungsional Reach Test Kelompok 2 Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise... 66

5.6 Uji Perbedaan Nilai Fungsional Reach Test Sebelum Perlakuan Kelompok 1 dan Sebelum Perlakuan Kelompok 2... 67

5.7 Uji Perbedaan Nilai Fungsional Reach Test Setelah Perlakuan Kelompok 1 dan Setelah Perlakuan Kelompok 2... 68

BAB VI PEMBAHASAN PENELIAN... 70

6.1 Kondisi Subyek Penelitian... 70

6.2 Pengujian Keseimbangan Statis Dengan Nilai Fungsional Reach Test Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok... 71

6.3 Pengujian Pelatihan Core Stability Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta... 72

6.4 Pengujian Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta... 74

6.5 Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Lebih Meningkatkan dari Core Stability Exercise Untuk Keseimbangan Statis Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta... 77

6.6 Keterbatasan Penelitian... 81

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 82

7.1 Simpulan... 82

7.2 Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 83

(13)

xii

Gambar 2.3 StrategyPostural Reaktif... 19

Gambar 2.4 Skema Postural Stability... 27

Gambar 2.5 Postural Stability... 27

Gambar 2.6 Deep Muscle... 29

Gambar 2.7 Target Core Stability... 30

Gambar 2.8 Ankle Strategy... 36

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep... 44

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian... 45

Gambar 4.2 Crunches... 50

Gambar 4.3 Oblique Crunches... 50

Gambar 4.4 “Superman”... 51

Gambar 4.5 Static Straight Legs... 51

Gambar 4.6 Hundreds... 52

Gambar 4.7 Ankle Strategy Exercise... 53

Gambar 4.8 Ankle Strategy kepala mundur... 54

Gambar 4.9 Ankle Strategy kepala ke samping kanan... 54

Gambar 4.10 Ankle Strategy kepala ke samping kiri ... 55

(14)

xiii

Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Varian Subyek Kedua Kelompok... 64 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Nilai Fungsional Reach Test Sebelum dan Setelah

Perlakuan... 65 Tabel 5.4 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Kelompok 1

Sebelum dan Setelah Perlakuan... 66 Tabel 5.5 Uji Hipotesis Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Kelompok 2

Sebelum dan Setelah Perlakuan... 67 Tabel 5.6 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Sebelum Perlakuan pada Kelompok

1 dan Kelompok 2... 68 Tabel 5.7 Uji Beda Rerata Keseimbangan Statis Setelah Perlakuan pada Kelompok 1

(15)

xiv Lampiran 3 Surat Bukti Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Formulir Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 5 Alat Instrument Penelitian

Lampiran 6 Data Kelompok-1 dan Kelompok-2 Lampiran 7 Data Statistik

(16)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Keseimbangan merupakan komponen utama dalam menjaga postur tubuh manusia agar mampu tegak dan mempertahankan posisi tubuh. Keseimbangan terdiri dari dua macam yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis dan dinamis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem sensoris dan muskuloskeletal. Pada keseimbangan statis sistem muskuloskeletal dapat mengalami kelemahan dikarenakan kurang optimalnya aktivitas keseharian. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan gangguan muskuloskeletal sehingga ketika manusia melakukan aktivitas fisik yang berat dan mendadak akan menyebabkan cedera.

Kelemahan sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi line of gravity dan

center of gravity. Dimana pada salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan salah satu sisi normal akan menyebabkan center of gravity seseorang berpindah dan mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh (Groves and Camailone, 1975).

Kemampuan untuk mempertahankan sistem saraf otot dalam suatu posisi atau sikap yang efisien ketika bergerak merupakan fungsi dari keseimbangan. Perkembangan motorik pada manusia akan terus berkembang dari dalam kandungan hingga dewasa. Aktivitas keseharian dilakukan akan semakin berat dan kompleks pada setiap fase perkembangan. Fase perkembangan motorik harus terlewati dengan optimal agar tidak mempengaruhi kemampuan bergerak dalam kehidupan (Retnowati, 2010).

(17)

Berbagai gerakan disetiap segmen tubuh perlu di kontrol oleh sistem keseimbangan dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otot–otot sensoris yang sinergis (postural muscle response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005).

Respon nukleus vestibular dalam bentuk luaran motorik otot ekstremitas dan badan sehingga didapatkan pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, kontrol gerakan mata, persepsi gerakan dan orientasi dipengaruhi oleh input yang diterima oleh reseptor di mata, di kulit, sendi, otot, dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolit (Sherwood, 2002). Keseimbangan tubuh dapat terjaga dengan mempertahankan tubuh tetap tegak dan melakukan gerakan diperlukan sistem muskuloskeletal yang optimal. Komponen muskuloskeletal adalah dasar untuk mengkontrol keseimbangan termasuk extensibility dari soft tissue, kemampuan aktif dan pasif yang elastis dari otot. Komponen saraf yang mengkontrol kekuatan generalisasi dan kekuatannya.

Kemajuan teknologi modern saat ini berdampak positif dan negatif terhadap kehidupan. Gaya hidup ketergantungan akan teknologi dan informasi sangat dirasakan oleh para remaja. Remaja mencakup individu dengan usia 10-19 tahun. Sedangkan definisi remaja menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia adalah perempuan dan laki-laki belum kawin yang berusia 15-24 tahun. Di lihat dari dampak positif teknologi banyak kegiatan menjadi lebih mudah dan singkat, sedangkan di lihat dari dampak negatif orang menjadi malas bergerak dan melakukan aktifitas fisik.

(18)

Aktifitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global. Sebagian besar remaja lebih suka makan makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per minggu menonton televisi. Hampir 50% dari remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari (Retnowati, 2010). Setiap manusia memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak aktual. Gerak aktual belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam beraktifitas. Gerak ini bisa saja berlebih ataupun kurang, dan bahkan bisa juga tepat mencapai tujuan (Suhartono 2005).

Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang, dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik (Depkes RI, 2008).

Remaja saat ini mengalami kemunduran aktivitas fisik dikarenakan gaya hidup yang kurang baik. Sehingga pada remaja sering terjadi cedera saat melakukan aktivitas olahraga. Cedera disebabkan kurangnya pengetahuan tentang latihan dan penambahan beban secara tepat, sikap tubuh yang salah ketika mengangkat beban, ketidakoptimalan keseimbangan tubuh, lemahnya otot perut (Sukarmin, 2005). Kurangnya aktifitas fisik akan mempengaruhi kondisi fisik remaja. Data yang dihimpun oleh Safe Kids Worldwide menunjukkan, sekitar 1,35 juta kunjungan ke unit gawat darurat setiap

(19)

tahunnya disebabkan cedera saat berolahraga, dan sekitar 20 persen terjadi pada anak atau remaja. Cedera yang paling sering terjadi antara lain terkilir, patah tulang, memar, dan luka tergores di kulit (Widiyani, 2013). Komponen kondisi fisik terdiri dari kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan umum, fleksibilitas, kecepatan, koordinasi, agility dan keseimbangan (Subrajah, 2012).

Peningkatan lingkup gerak sendi, koordinasi gerak, pengontrol kondisi kekuatan otot, memperhalus gerakan, meningkatkan penampilan gerak akan efisien dan lebih baik bila dilakukan core stability exercise, ini juga membantu mengurangi resiko terjadinya cedera akibat kurang optimalnya keseimbangan tubuh. Core stability exercise adalah kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai

pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas (Irfan, 2010).

Kerja core stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot–otot core meliputi trunk dan pelvic, sehingga membantu dalam aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas (Kibler, 2006).

Gangguan fungsi tulang belakang dapat mengakibatkan menurunnya kinerja fungsi extremitas bawah termasuk kinerja keseimbangan. Penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal (2010) tentang The Relationship Between Core Stability Performance And The Lower Extremities Static Balance Performance In Recreationally Active Individuals, yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari fungsi inti otot lumbal.

(20)

Meningkatkan kekuatan otot, lingkup gerak sendi, respon otot–otot sensoris yang sinergis, dan meningkatkan sistem informasi sensoris dapat dilakukan dengan ankle strategy (Jalalin, 2000). Remaja cenderung menggunakan latihan ankle strategy untuk memulihkan diri dari gangguan keseimbangan. Dalam latihan ankle strategy tubuh bagian atas dan bawah memiliki arah atau gerakan yang sama pada satu fase. Karena jumlah tenaga yang dihasilkan oleh otot-otot sendi pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy umumnya digunakan untuk mengontrol kaki ketika berdiri tegak atau bergerak melalui pergerakan rentang kaki yang sangat kecil (Piscopo and Baley, 1981).

Penelitian yang dilakukan oleh Mickey and Robinovitch (2006) tantang

mechanisms underlying age-related differences in ability to recover balance with the ankle strategy. Tujuan penelitian ini adalah melihat perbedaan pemulihan gangguan keseimbangan pada wanita muda dan tua menggunakan ankle strategy exercise.

Seperti yang tercantum dalam KEPMENKES 1363 tahun 2001 disebutkan bahwa : Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan makanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.

Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk memaksimalkan potensi gerak yang berhubungan dengan mengembangkan, mencegah, mengobati dan mengembalikan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) gerak dan fungsi seseorang. Hal ini menandakan peran

(21)

seorang Fisioterapi tidak hanya pada orang sakit saja tetapi juga berperan pada orang sehat untuk mengembangkan dan memelihara kemampuan aktifitas ototnya.

Mengingat pentingnya core stability exercise dan ankle strategy exercise terhadap keseimbangan maka penulis mengambil judul pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise tidak lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang disampaikan sebagai berikut:

Apakah pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise

lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui pelatihan kombinasi core stability exercise dan ankle strategy exercise lebih meningkatkan dari core stability exercise untuk keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

1.4Manfaat Penelitian

(22)

1.4.1 Bagi keilmuan, memperoleh data yang empirik tentang penggabungan dua pelatihan yaitu core stability exercise dan ankle strategy exercise untuk meningkatkan keseimbangan statis pada mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

1.4.2 Bagi profesi, sebagai pedoman bagi fisioterapis untuk upaya meningkatkan pelayanan Fisioterapi paripurna khususnya pada intervensi muskuloskeletal.

(23)

7 2.1 Keseimbangan

2.1.1 Pengertian Keseimbangan

Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf, 2010).

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010).

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

(24)

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk propioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal. Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu (Ma’mun, 2000).

Kemampuan manusia untuk mempertahankan posisi tegak berdiri tergantung pada integritas sistem visual, vestibular, propioseptif, taktil dan juga sensory integration, sistem saraf pusat, tonus otot yang efektif yang mengadaptasi secara cepat perubahan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Berdiri adalah posisi tak stabil yang membutuhkan regulasi yang konstan dari kontraksi antara anggota gerak atas dan bawah (Jalalin, 2000).

Aktivitas somatis motorik sangat tergantung pada tingkat keluarnya motor neuron di tulang belakang yang bercabang juga ke nervus kranial. Jalur akhir saraf ini secara umum berakhir di otot rangka, impuls akan masuk melalui serabut afferen perifer dan juga pada spinal neuron lainnya. Beberapa impuls berakhir langsung di-motor neuron, tetapi banyak juga yang mengerahkan melalui interneuron atau melalui-motor neuron ke otot spindle dan kembali melalui serat afferen ke sumsum tulang belakang. Kegiatan pada saraf sangat terintegrasi, impuls dapat masuk dari tulang belakang, medula, otak tengah, dan tingkat kortikal yang mengatur postur tubuh dan membuat gerakan terkoordinasi (Ganong, 2010).

(25)

Input yang masuk berkumpul di motor neuron kemudian di bagi menjadi tiga fungsi: impuls membawa informasi tentang aktivitas yang disadari, postur tubuh akan menyesuaikan impuls yang masuk guna memberikan gerakan yang stabil, impuls dapat mengkoordinasikan tindakan dari berbagai otot untuk membuat gerakan halus dan tepat. Pola aktivitas yang disadari dapat direncanakan dalam otak, dan perintah dikirim ke otot-otot terutama melalui sistem kortikospinalis dan kortikobulbar. Postur terus disesuaikan dan menyesuaikan impuls yang masuk dari batang otak dan serabut afferent perifer selama dan sebelum gerakan itu di bentuk. Gerakan dihaluskan dan dikoordinasikan oleh bagian otak tengah dan spinocerebellum. Ganglia basal dan

cerebrocerebellum merupakan bagian dari rangkaian umpan balik ke pre-motor dan

korteks motor yang berkaitan dengan perencanaan dan pengorganisasian gerakan yang disadari (Ganong, 2010).

Terdapat dua macam keseimbangan menurut Permana (2012) yaitu : a. Keseimbangan statis

Dalam keseimbangan statis, ruang geraknya sangat kecil, misalnya berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api), melakukan hand stand, mempertahankan keseimbangan setelah berputar-putar di tempat.

b. Keseimbangan dinamis

Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk ke berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya.

(26)

2.1.2 Fisiologi keseimbangan

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.

Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar ( >50% ) kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh, cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk. Terjadilah permeabilitas membran sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk kedalam sel (influx), Influx Ca menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (glutamat), saraf aferen (vestibularis) dan pusat-pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010).

Menurut Sherwood (2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolit menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima di salurkan ke nuklus vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan kembali ke nuklus vestibularis. Terjadilah output atau

(27)

keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran ke neuron motorik otot mata ekternal berupa kontrol gerakan mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan statis yang optimal.

Ada dua jenis motor ouput: disadari dan tidak disadari. Sebuah subdivisi tanggapan refleks mencakup beberapa gerakan ritmis seperti menelan, mengunyah, menggaruk, dan berjalan. Sebagian besar gerakan reflek tidak disadari namun dapat menyesuaikan gerakan yang disadari dan terkontrol. Untuk memindahkan anggota badan, otak harus merencanakan gerakan, mengatur gerakan yang sesuai di berbagai sendi pada saat yang sama, dan menyesuaikan gerakan dengan membandingkan rencana dengan kinerja. Sistem motor "learn by doing" dan meningkatkan kinerja dengan pengulangan. Hal ini melibatkan plastisitas sinaptik (Ganong, 2010).

Perintah untuk gerakan yang disadari berasal dari daerah asosiasi kortikal. Mutasi yang direncanakan di korteks serta dalam ganglia basal dan bagian lateral hemisfer cerebellar, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas listrik sebelum gerakan. Thalamus akan mengatur informasi yang diterima kemudian diteruskan ke

ganglia basal, saluran otak kecil lalu diteruskan ke pre-motor dan korteks motor.

Perintah motor dari korteks motorik diteruskan sebagian besar melalui saluran kortikospinalis ke sumsum tulang belakang dan saluran kortikobulbar yang sesuai untuk motor neuron di batang otak. Jalur collateral dan koneksi langsung dari beberapa korteks motor berakhir pada batang otak. Jalur ini juga dapat memediasi gerakan yang disadari. Perubahan gerakan adalah pengaruh dari masukan sensorik

(28)

melalui indera dan dari otot, tendon, sendi, dan kulit. Informasi umpan balik ini dapat menyesuaikan dan menghaluskan gerakan. Jalur batang otak yang berkaitan dengan postur tubuh dan koordinasi adalah saluran rubrospinal, reticulospinal, tectospinal, dan vestibulospinal (Ganong, 2010).

Pada batang otak dan sumsum tulang belakang ada jalur dan neuron yang berkaitan dengan kontrol otot trunk dan bagian proksimal dari extremitas atas, sedangkan jalur neuron yang terhubung dengan kontrol otot rangka terdapat di bagian distal extremitas atas. Otot-otot axial akan menyesuaikan postural dan gerakan kasar, sedangkan otot-otot ekstremitas distal, akan membuat gerakan menjadi terampil (Ganong, 2010).

2.1.2.1 Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah : 1) Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. a) Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010).

(29)

Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010). b) Sistem vestibular

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri (Canan, t.t).

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular

formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot-otot pada leher dan otot-otot-otot-otot punggung (otot-otot-otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan, t.t).

(30)

c) Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Irfan, 2010).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010). 2) Respon otot-otot postural yang sinergis (postural muscles response synergies)

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Nugroho, 2011).

Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.

(31)

3) Kekuatan otot (muscle strength)

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Nugroho, 2011).

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Nugroho, 2011). 4) Adaptive systems

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Canan, t.t).

5) Lingkup gerak sendi (joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).

(32)

2.1.2.2Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan 1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan (Nugroho, 2011).

Pusat geometris dari sebuah objek sama dengan pusat gravitasi. Tubuh manusia bersifat dinamis, terus bergerak dari satu posisi ke posisi lain. Keseimbangan statis memiliki pergerakan kecil pada base-nya. Hal tersebut dapat dilihat pada individu yang sedang berdiri tegak pada poros gravitasi (Piscopo and Baley, 1981).

2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

Garis gravitasi didefinisikan sebagai garis imajiner yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat geometris dari base of support pada posisi keseimbangan. Kontrol postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi berakhir pada base-nya (Piscopo and Baley, 1981).

(33)

Gambar 2.1 Garis gravitasi (Army, 2012) 3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.

Posisi keseimbangan statis memiliki base of support yang luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis gravitasi selama hal tersebut dilakukan. Berdiri menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Piscopo and Baley, 1981).

(34)

Gambar 2.2 Bidang Tumpu (William, et al. t.t.) 4) Reflek

Untuk memelihara keseimbangan dan melakukan aktivitas yang bertujuan saat berdiri dan berjalan, seseorang harus mampu untuk secara aktif mengontrol gerakan pusat gravitasi di bagian bawah abdomen, terdapat 3 sendi. Luasnya variasi pola gerakan dari sudut tersebut (sendi panggul, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki) berguna untuk menggerakan pusat gravitasi. Pola gerakan fungsional yang efektif dari sendi pergelangan kaki, sendi lutut dan sendi panggul mengarah pada beberapa pola relatif yang secara umum dikenal dengan strategi gerakan postural (Jalalin, 2000).

Dengan metodologi platform yang bergerak, telah dapat diidentifikasi paling sedikit 3 jenis strategi respon postural reaktif yang digunakan untuk memulihkan keseimbangan.

(35)

Gambar 2.3 Strategi postural reaktif A. Strategi pergelangan kaki, B. Strategi pinggul, C. Strategi menunda, D. Strategi melangkah (Jalalin, 2000)

a) Strategi pergelangan kaki (ankel strategy)

Menggambarkan kontrol goyangan postural dari ankle dan kaki. Gerakan pusat gravitasi tubuh pada strategi pergelangan kaki dengan membangkitkan putaran pergelangan kaki terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya di atas kaki. Pada respon goyangan ke belakang, respon sinergis otot normal pada strategi ini mengaktivasi otot tibialis anterior, otot quadrisep diikuti otot abdominal. Pada goyangan ke depan, mengaktifkan otot gastroknemius, hamstring dan otot-otot ekstensor batang tubuh (Jalalin, 2000).

Strategi ini berguna apabila goyangan kecil, lambat dan dekat dengan garis tengah. Strategi ini terjadi pada permukaan luas dan stabil. Cukup untuk memberikan tekanan melawannya untuk menghasilkan gaya yang dapat mengimbangi goyangan untuk stabilisasi tubuh (Jalalin, 2000).

(36)

b) Strategi pinggul (hipstrategy)

Menggambarkan kontrol goyangan postural dari pelvis dan trunkus. Kepala dan pinggul melalui arah yang berlawanan. Strategi pinggul, mengandalkan inertia dan gerakan batang tubuh yang cepat untuk membangkitkan gaya gesek / gerakan horizontal melawan landasan penyangga untuk menggerakkan pusat gravitasi. Pada keadaan ini bila permukaan landasan penyangga digerakkan ke belakang, subyek miring ke depan pada sendi panggul dengan mengaktifkan otot-otot abdominal dan otot quadrisep, tibialis anterior. Strategi ini di observasi bila goyangan besar, cepat dan mendekati batas stabilitas, atau jika berdiri pada permukaan sempit dan tak stabil untuk memberikan pengimbangan tekanan (Jalalin, 2000).

c) Strategi melangkah (straping strategy) dan menjangkau

Menggambarkan tahap dengan kaki atau menjangkau dengan lengan dalam mencoba untuk memperbaiki landasan penyangga baru dengan mengaktifkan anggota gerak bila titik berat melampaui landasan penyangga semula.

Strategi melangkah digunakan dalam respon terhadap gangguan yang menyebabkan subyek goyang melebihi batas stabilitas. Dalam keadaan demikian melangkah yang harus diambil untuk mendapatkan kembali keseimbangan (Jalalin, 2000).

d) Strategi menunda (suspensory strategy)

Menggambarkan keadaan menurunkan pusat gravitasi ke arah dasar landasan penyangga melalui gerakan flexi anggota gerak bawah secara bilateral, atau gerakan berjongkok ringan. Dengan memperpendek jarak antara pusat gravitasi dan landasan penyangga yang diperlukan agar dapat mengontrol kegiatan kombinasi

(37)

stabilisasi dan mobilisasi seperti pada saat menggapai benda dengan posisi berdiri (Jalalin, 2000).

2.1.3 Keseimbangan statis berdiri

Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris),

central processing dan efektor.

Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input)

proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri statis maupun dinamik (Army, 2012).

Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram di pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina (Army, 2012).

(38)

Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan di ukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu (Nugroho, 2011).

Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan (William, et al., t.t).

2.1.4 Sikap tubuh berdiri dalam kinesiologi

Ditinjau dari kinesiologi, berdiri statis dapat memiliki permasalahan. Sehingga dalam berdiri harus memiliki sikap dan keterampilan yang akan mengurangi dampak negatif atau risiko cedera. Oleh karena itu secara teknis berdiri yang baik dapat dilakukan dengan menempatkan center of gravity dan bidang tumpu yang benar. Pada sikap berdiri normal manusia dewasa umumnya center of gravity terletak setinggi vetrabrae sakralis ketiga atau setinggi ossa sacrum sebelah atas. Seorang wanita center of gravitry-nya lebih rendah dari os sacrum, itu karena panggul dan paha relatif lebih rendah, lebih berat dan tungkai lebih pendek dari laki-laki (Nugroho, 2011).

Titik center of gravity menurut Groves and Camalone (1975) terdapat setinggi 57% dari tinggi badan laki – laki dan setinggi 55% dari tinggi badan perempuan.

(39)

Center of gravity pada seseornga dapat berubah – ubah sesuai dengan pergerakan dan postur tubuh yang terjadi. Sikap tubuh pada posisi anatomis adalah sikap tubuh paling stabil dan letak dari center of gravity terletak setinggi sakrum di depan promontorium yang melayang. Ini dapat berubah sesuai dengan berat badan, bidang tumpu, garis gravitasi dan faktor ekternal dari lingkungan sekitar. Tubuh akan terus memposisikan

center of gravity agar terletak seimbang dengan posisi tubuh agar tetap mampu stabil, sehingga ketika terjadi gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan center of gravity tubuh akan merespon dengan gerakan – gerakan penyeimbang tubuh berupa reflek outomatik pada tubuh manusia.

Stabilitas pada manusia tergantung pada base of support, base of support

melibatkan titik kontak dengan penyangga dan daerah dua dimensi antara titik – titik kontak. Titik – titik kontak adalah bagian tubuh yang menyentuh permukaan penyangga. Contoh seperti tangan, kaki, lutut, atau kombinasi dari semuanya, termasuk seluruh tubuh. Ketika pusat gravitasi tubuh bergerak diluar area base of support maka dapat menyebabkan hilangnya stabilitas pada keseimbangan tubuh seseorang (Groves and Camalone, 1975).

2.1.5 Keseimbangan remaja

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otot–otot sensoris yang sinergis (postural muscle response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005).

(40)

Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Sebagian besar remaja lebih suka makan makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per minggu menonton televisi. Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Setiap manusia memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak aktual. Gerak aktual belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam beraktifitas. Gerak ini bisa saja berlebih ataupun kurang, dan bahkan bisa juga tepat mencapai tujuan.

Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang, dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik (Depkes RI, 2008). Pada usia remaja yang berlangsung antara 12 sampai 23 tahun mengalami banyak perkembangan dari berbagai aspek, khususnya ialah perkembangan keseimbangan.

(41)

2.2 Core Stability

2.2.1 Pengertian Core Stability

Stabilitas adalah sebuah proses dinamis yang meliputi dua hal, yaitu posisi statis dan gerakan yang terkontrol. Core stability secara definisi adalah kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerakan batang badan melalui panggul dan kaki untuk memungkinkan produksi optimal, transfer dan kontrol kekuatan dan gerakan ke segmen terminal dalam aktifitas rantai kinetik terintegrasi (Kibler, 2006).

Core adalah daerah lumbo-pelvic-hip kompleks. Daerah core adalah letak atau tempat dari pusat perkenaan gaya gravitasi dan tempat dari awal semua gerakan. Efisiensi daripada core dimaksudkan untuk memelihara hubungan pemanjangan normal dari fungsi agonis dan antagonis, yang mana akan meningkatkan hubungan dari kedua kekuatan pada daerah lumbo-pelvic-hip complex (Kibler, 2006).

Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol posisi dan pergerakan bagian tengah tubuh. Core stability ditergetkan pada otot – otot perut yang menghubungkan panggul, tulang belakang dan bahu, yang membantu dalam pemeliharaan potur yang baik dan memberikan dasar untuk semua gerakan lengan dan kaki (Akuthota, 2007).

Core stability merupakan kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerak dari

trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas. Core stability merupakan faktor penting dalam postural. Core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan porsi central pada tubuh yaitu :

(42)

stability/mobility, ankle and hip strategies (Karren, 2008). Aktivitas core stability akan memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai dan berpengaruh terhadap stabilitas tubuh.

Core stability adalah komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktifitas secara efisien. Aktifitas otot–otot core

merupakan kerja integrasi sebelum adanya suatu gerakan integrasi satu sendi atau banyak sendi, untuk mempertahankan stabilitas dan gerakan. Kerja core stability

memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot–otot core meliputi trunk dan pelvic, sehingga membantu dalam aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas (Kibler, 2006).

2.2.2 Anatomi core stability

Core stability berpengaruh terhadap stabilitas. Pada aktifitasnya core stability

dipengaruhi oleh otot-otot superficial (global) dan otot-otot deep (core). Otot - otot

superficial (global) dan otot-otot dalam (core) fungsi utamanya untuk mempertahankan postur. Otot-otot global, yang multi segment, merupakan suatu hubungan besar yang merespon beban eksternal yang dikenakan pada trunk yang bergeser pada pusat massa tubuh (center of mass).

(43)

Gambar 2.4 Skema Postural Stability (Irfan, 2010)

Reaksi dari core stability exercise adalah reaksi yang spesifik untuk mengontrol orientasi pada spinal. Otot–otot global tidak mampu untuk melakukan stabilisasi pada individual segment spinal kecuali melalui penekanan beban pada vertebrae. Jika suatu individual segment tidak stabil, penekanan beban dari hubungn global dapat mengakibatkan atau menimbulkan nyeri sebagai stress yang terdapat pada jaringan inert pada akhir dari lingkup segmen tersebut.

Gambar 2.5 Postural Stability (Irfan, 2010) 1) Fungsi global muscle adalah:

a) Menghubungkan kepala dan leher ke trunk

b) Mentransfer beban eksternal antara trunk dan panggul Global Muscle Local /Deep Muscle

Postural

Stability

(44)

c) Pengendalian orientasi tulang belakang dalam ruang (global postural control) d) Penghasil torsi besar

e) Pada beban rendah, bertindak secara mandiri untuk memulai gerakan

f) Pada beban tinggi, bertindak secara bilateral untuk menstabilkan trunk dengan

splinting.

g) Memiliki pengaruh langsung pada zona netral dan segmental kontrol g) Target oleh latihan dan kekuatan pelatihan umum

h) Terlibat dalam strategi substitusi 2) Global muscle terdiri dari :

a) m. Rectus abdominis

b) m. Obliques external dan internal

c) m. Quadratus lumborum (lateral portion)

d) m. Erector spine

e) m. Iliopsoas

3) Fungsi deep / lokal muscle adalah:

a) Terletak dalam, dekat dengan pusat rotasi, yaitu ideal untuk mengendalikan gerak intersegmental

b) Otot intersegmental kecil mungkin memiliki peran proprioseptif

c) Peningkatan gerak zona netral menyimpang dapat diatasi oleh aktivitas sistem otot lokal/deep.

d) Dalam situasi nyeri otot-otot ini mungkin tidak mampu mempertahankan kontraksi untuk terus melindungi tulang belakang.

(45)

e) Mikrotrauma berulang untuk jaringan, karena kurangnya kontrol otot yang mendalam, akhirnya dapat menyebabkan kerusakan cukup untuk memicu

nociceptors dan menyebabkan rasa sakit.

4) Otot yang terkait pada lumbal spine hingga lokal muscle adalah:

a) Transversus Abdominus

b) Lumbar Multifidus

c) Diaphragm

d) Pelvic Floor

Gambar 2.6 Deep Muscle (Irfan, 2010)

Target utama dari core stability adalah otot yang letaknya lebih dalam (deep muscle) pada abdomen, yang terkoneksi dengan tulang belakang (spine), panggul (pelvic) dan bahu (shoulder).

(46)

Gambar 2.7 Target Core Stability (Irfan, 2010)

Reaksi spesifik untuk mengontrol orientasi pada spinal. Otot-otot global tidak mampu untuk melakukan stabilisasi pada individual segmentspinal kecuali melalui penekanan beban pada vertebrae. Jika satu segment tidak stabil, maka penekanan beban dapat mengakibatkan atau menimbulkan sebuah situasi nyeri sebagai stres yang terdapat pada jaringan inert pada akhir dari lingkup segmen tersebut. Otot-otot global dan otot-otot core memiliki beberapa lapisan, bila kita berikan stimulasi pada bagian otot core tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap respon arah gerakan. Otot-otot ini memberikan dinamik support ke suatu segment spine dan membantu menjaga setiap segment pada posisi stabil sehingga jaringan inert tidak mengalami stres pada keterbatasan gerak. Baik otot-overload otot global dan otot-otot core berperan dalam memberikan stabilisasi ke multi segment pada spine. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot–otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ekstremitas dapat dilakukan dengan efisien (Irfan, 2010).

2.2.3 Efek latihan core stability 2.2.3.1 Jaringan otot

Mekanisme perubahan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan level tension pada otot, merupakan suatu hasil kerja dari kontraksi otot. Kontraksi otot

(47)

tersebut disertai pula dengan adanya peningkatan motor rekuitment yang selanjutnya akan menghasilkan output tenaga yang bersal dari kontraksi otot yang meningkat. Peningkatan rekuitment motor unit terdepolarisasi selama latihan. Hal ini merupakan

neuralmechanism selama 2-6 minggu. Minggu pertama disertai peningkatan

rekuitment dan motor unit excitability, dengan banyaknya jumlah motor unit yang terdepolarisasi akan menghasilkan kekuatan otot yang besar.

Saat latihan terjadi kerja pada otot berupa peningkatan besarnya tegangan (panjangnya sarcomer otot) yang menimbulkan adanya perubahan otot saat terjadinya kontraksi yang kemudian dilanjutkan dengan adanya perubahan ukuran otot berupa hipertropi, semakin besar diameter serabut otot akan semakin besar kontraksi otot. Peningkatan hipertropi otot merupakan restrukturisasi pada jaringan otot sebagai peningkatan fungsional pada masa otot.

Latihan memberikan peningkatan kerjasama atau koordinasi intermusculer

antara group otot yang berbeda sehingga terjadi peningkatan efisiensi gerakan koordinasi yang terjadi pada 2 sampai 3 minggu pertama setelah latihan rutin. Kemudian, dihasilkan berupa meningkatnya kerjasama serabut otot untuk meningkatkan produksi tenaga, perubahan ini terjadi selama 4 – 6 minggu waktu latihan.

2.2.3.2Sendi

Salah satu stabilisator tubuh yang juga berperan penting terhadap keseimbangan statis tubuh adalah sendi. Sendi merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada pertahanan keseimbangan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan tanpa adanya nyeri, karena jika terdapat keluhan tersebut akan

(48)

mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui stimulus proprioseptif terhadap posisi dan gerak yang akan dilakukan. Dengan adanya propriosepsi pada sendi tersebut maka ketika melakukan latihan, sendi akan lebih stabil karena ditunjang juga oleh kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari ligament (mengarahkan serta membatasi gerak sendi). Yang bearti bahwa selain meningkatkan kekuatan otot dan stabiltas ligament tetapi meningkatkan stabilitas pada sendi.

2.2.4 Bentuk latihan core stability

Menurut Akuthota (2007) latihan core stability adalah sebagai berikut: 2.2.4.1 Crunches

a) Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki datar di lantai.

b) "Crunch" atau fleksi trunk, untuk mengangkat bahu dari lantai. Cobalah untuk tidak menggunakan otot-otot fleksor pinggul untuk melakukan gerakan ini, atau gunakan lengan untuk menarik kepala.

c) Intensitas : berat badan d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time : 3 menit f) Frekuensi : 3 x seminggu 2.2.4.2Dynamic leg and back

a) Asumsikan posisi yang sama seperti untuk "static leg and back".

b) Turunkan panggul tetapi tidak memungkinkan untuk memiringkan atau menyentuh lantai ini harus lambat, gerakan terkontrol.

(49)

d) Intensitas : berat badan e) Repitasi/set : 10RM/3set f) Time : 3 menit

g) Frekuensi : 3 x seminggu 2.2.4.3“Superman”

a) Seimbangkan tangan dan lutut pada lantai. Punggung harus rata dan pinggul sejajar dengan lantai.

b) Angkat lengan kanan ke depan dan mengangkat kaki kiri belakang, menjaganya agar tetap lurus.

c) Tahan selama 30 detik dan kemudian ulangi di sisi lain. d) Frekuensi 3 x seminggu

2.2.4.4Static leg and back

a) Berbaring telentang dengan lutut membungkuk dan kaki rata di lantai.

b) Angkat panggul sehingga membentuk posisi jembatan dengan garis lurus berjalan dari bahu ke lutut.

c) Angkat kaki kanan dari lantai dan memperpanjang sehingga melanjutkan garis lurus harus dapat merasakan panggul kiri, punggung, dan perut bagian bawah bekerja untuk menjaga posisi.

d) Tahan selama 30 detik kemudian ulangi pada kaki yang lain. e) Frekuensi 3 x seminggu

f) Pastikan bahwa panggul tidak miring sama sekali, sementara kaki dinaikkan. Pinggul harus sejajar setiap saat.

(50)

2.2.3.5Hundreds

a) Berbaring telentang dengan tangan di sisi tubuh. Angkat kaki dan tekuk sehingga membentuk sudut siku-siku di pinggul dan lutut.

b) Fokus pada menjaga pinggul dan kaki benar-benar diam dan punggung rata c) Intensitas : berat badan

d) Repitasi/set : 10RM/3set e) Time : 3 menit f) Frekuensi : 3 x seminggu

2.2.5 Core stability exercise terhadap keseimbangan statis

Keseimbangan statis dipengaruhi oleh postur tubuh, sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor. Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan keseimbangan statis pada remaja. Sehingga dapat meminimalisir tingkat terjadinya cidera pada remaja. Latihan untuk memperbaiki postur tubuh adalah salah satunya dengan core stability exercise yaitu bentuk latihan dimana memperkuat dan menyeimbangkan kinerja otot – otot core yaitu otot global dan deep muscle. Sehingga dengan postur tubuh yang baik akan dihasilkan keseimbangan tubuh yang baik pula.

Core stabilityexercise merupakan suatu latihan yang menggunakan kemampuan

dari trunk, lumbal spine, pelvic, hip, otot–otot perut, dan otot- otot kecil sepanjang

spine. Otot–otot tersebut bekerja bersama untuk membentuk kekuatan yang bertujuan mempertahankan spine sesuai dengan garis tubuh yang simetri dan menjadi lebih stabil. Ketika spine kuat dan stabil memudahkan tubuh untuk bergerak secara efektif dan efisien.

(51)

Latihan core stability dapat membentuk kekuatan otot–otot postural, hal ini akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat meningkatkan keseimbangan. Pada latihan core stability terjadi peningkatan fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka terjadi penguluran atau stretch

pada otot–otot antagonisnya atau otot berlawanan. Selain itu kekuatan dan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan.

2.3 Ankle Strategy

2.3.1 Pengertian ankle strategy exercise

Ankle strategy exercise adalah latihan yang menggambarkan kontrol goyangan postural dari ankle dan kaki. Gerakan pusat gravitasi tubuh pada ankle strategy dengan membangkitkan putaran ankle terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan bagian tubuh lainnya diatas kaki. Pada respon goyangan ke belakang, respon sinergis otot normal pada strategi ini mengaktivasi otot tibialis anterior, otot quadrisep diikutim otot abdominal. Pada goyangan ke depan, mengaktifkan otot gastroknemius, hamstring dan otot-otot ekstensor batang tubuh (Jalalin, 2000).

Strategi ini berguna apabila goyangan kecil, lambat dan dekat dengan garis tengah. Strategi ini terjadi pada permukaan luas dan stabil. Cukup untuk memberikan tekanan melawannya untuk menghasilkan gaya yang dapat mengimbangi goyangan untuk stabilisasi tubuh (Jalalin, 2000).

(52)

2.3.2 Fungsi ankle strategy exercise

Ankle strategy exercise bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan para remaja setelah mengalami gangguan keseimbangan. Dalam menggunakan ankle strategy, tubuh bagian atas dan bawah bergerak dalam arah dan fase yang sama. Itu karena jumlah tenaga yang dapat dihasilkan oleh otot–otot sekitar sendi pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy umumnya digunakan untuk mengontrol gerakan bergoyang ketika berdiri tegak atau bergoyang melalui rentang gerakan yang sangat kecil. Ankle strategy digunakan pada tingkat bawah sadar untuk mengembalikan keseimbangan setelah cidera kecil atau dorongan (Mackey and Robinovitch, 2006).

Faktor–faktor yang membatasi kemampuan untuk menggunakan gerakan ankle strategy yang efektif memerlukan: jangkauan gerak yang memadai dan kekuatan sendi pergelangan kaki, alas atau permukaan alas yang luas, tingkat sensasi yang baik pada kaki dan pergelangan kaki (Mackey and Robinovitch, 2006).

2.3.3 Anatomi dan bentuk latihan ankle strategy exercise

Gambar 2.8 Ankle strategy (Shumway and emerita, t.t.)

Balance strategy digunakan untuk mengontrol tubuh ketika terjadi goyangan postural yang berbeda dalam arah gerakan korektif. Hal tersebut dilakukan untuk

Gambar

Gambar 2.1 Garis gravitasi  (Army, 2012)
Gambar 2.2 Bidang Tumpu (William, et al. t.t.)
Gambar 2.3 Strategi postural reaktif A. Strategi pergelangan kaki, B. Strategi pinggul, C
Gambar 2.4 Skema Postural Stability (Irfan, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah perancangan suatu aplikasi pengawasan berbasis web yang dapat membantu para sales manager dan executive reviewer untuk

Jump ahead to the MariaDB package security section if you're interested in the MariaDB signing keys or skip to the After the installation section if you want to start

Sebagai dasar merumuskan hipotesis berikut kerangka pemikiran teoritis yang menunjukkan pengaruh modal kerja yang diukur dengan pengaruh perputaran modal kerja

Pada penelitian ini digunakan palong untuk pengonsentrasian bijih emas dan perak sehingga diperoleh konsentrat emas dan perak dengan kadar yang lebih

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 45 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Tugas Belajar bagi Pegawai Negeri Sipil di

Secara umum, marketing adalah serangkaian kegiatan atau strategi yang dilakukan untuk menjual produk atau jasa yang berorientasi pada.. kebutuhan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dan yang

kti(itas antifagositosis ter)adi melalui dua mekanisme yaitu daerah berulang " berikatan dengan faktor : sehingga menghambat akti(itas komplemen dan fibrinogen berikatan