• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan dan tujuan kepada orang lain. Bahasa dijadikan sebagai mediasi dalam menyampaikan konsep yang tersimpan dalam pikiran untuk disampaikan kepada penerima pesan. Ciri tersebut sekaligus menandai harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang bercirikan multietnik. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang menunjukkan identitas setiap etnik. Kelompok-kelompok etnik tersebut masing-masing mempunyai kebudayaan dan bahasa yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, bahasa Indonesia muncul sebagai pemersatu setiap etnik tersebut untuk menjalin interaksi antaretnik dalam menyampaikan pesan dari yang satu kepada yang lain. Bahasa Indonesia yang hidup di tengah-tengah multietnik berada di tengah masyarakat yang bercirikan dwibahasawan maupun multibahasawan. Setiap orang menguasai bahasa daerah dan menguasai bahasa Indonesia.

Kondisi yang disebutkan di atas menyebabkan adanya beberapa penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan bahasa. Penyimpangan-penyimpangan tersebut dalam istilah sosioliguistik disebut interferensi, alih kode, dan campur kode. Selain itu, kondisi di atas juga menyebabkan penutur harus mengambil tindakan dalam menyikapi penggunaan bahasa tersebut. Hal itu disebut sebagai pemilihan dan sikap bahasa.

(2)

2

Pemilihan bahasa (language choice) dapat dikaji berdasarkan perspektif penggunaan bahasa dan penentuan bahasa. Masalah pemilihan bahasa biasanya terjadi di masyarakat bahasa, baik yang berdwibahasa maupun yang berganda bahasa (multilingual). Kontribusi pemilihan bahasa sebagai langkah penentuan bahasa merujuk ke arah penentuan garis haluan kebahasaan (kebijaksanaan bahasa) yang tercermin lewat perencanaan bahasa.

Sedangkan sikap bahasa merupakan perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang terhadap sebuah bahasa.

Program studi pendidikan bahasa Indonesia merupakan wadah yang menempah para mahasiswa yang akan memberikan pengajaran kepada anak-anak mengenai penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Umumnya, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa kedua, di samping bahasa daerah yang sebelumnya telah menjadi bahasa pertama (bahasa ibu).

Sikap dapat memudahkan seseorang mempelajari bahasa kedua. Hasil penelitian Lambert at all (1968, dalam Fasold 1984:148) menunjukkan bahwa sikap dapat mempengaruhi pemelajaran bahasa kedua. Sikap yang positif terhadap bahasa kedua memungkinkan seseorang untuk lebih cepat memahami bahasa kedua tersebut. Sebaliknya, sikap negatif terhadap bahasa kedua akan menghalangi pemahaman bahasa kedua tersebut.

Siswa yang akan mendapat pengajaran bahasa Indonesia diharapkan memiliki sikap yang positif untuk memudahkan mereka dalam mempelajari bahasa tersebut. Oleh karena itu, sangatlah diharapkan kecintaan yang besar oleh

(3)

3

para calon guru, yang dalam hal ini mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, agar mereka juga berhasil mengarahkan para siswa untuk melakukan hal yang sama.

Universitas HKBP Nommensen, khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, memiliki mahasiswa yang mayoritasnya berasal dari suku Batak Toba. Kondisi tersebut menyebabkan kecenderungan penggunaan bahasa tersebut dalam beberapa konteks. Konteks tersebut tidak dipermasalahkan apabila tidak termasuk konteks formal seperti proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan pengkajian pada sikap bahasa mahasiswa dalam menggunakan bahasa Batak dan bahasa Indonesia, baik dalam konteks formal maupun dalam konteks nonformal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan diadakan penelitian yang bertajuk, “Sikap Bahasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Beretnis Batak dalam Konteks Kedwibahasaan: Ancangan Sosiolinguistik”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Tingginya pluralitas mahasiswa etnis Batak yang dididik dalam program studi Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.

2. Tingginya intensitas interferensi penggunaan bahasa Batak Toba dalam konteks pembelajaran.

(4)

4 C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya difokuskan pada pengkajian sikap bahasa mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen beretnis Batak dalam konteks kedwibahasaan. Sikap bahasa yang akan dikaji adalah sikap terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sikap terhadap bahasa Batak sebagai bahasa daerah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang disajikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional?

2. Bagaimanakah sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Batak?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang dapat dicapai adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

(5)

5

2. Untuk mengetahui sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Batak sebagai bahasa daerah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hasil penelitian ini dapat memberi motivasi bahwa bahasa Indonesia harus

digunakan dalam konteks formal, sedangkan bahasa Batak digunakan dalam konteks nonformal.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi dosen pengajar bahasa Indonesia untuk mengarahkan mahasiswa menggunakan bahasa yang baik dan benar.

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pengajaran bagi mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia sejak dini.

4. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan bahasa Indonesia.

(6)

6 BAB II

LANDASAN TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN

A. Landasan Teoretis

Semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Bahasa tersebut digunakan untuk menjalin interaksi dengan sesama. Adanya perbedaan bahasa antara kelompok manusia yang satu dengan yang lain secara tidak langsung memaksa satu sama lain untuk menguasai lebih dari satu bahasa. Penguasaan seseorang pada lebih dari satu bahasa disebut bilingualisme atau kedwibahasaan. Kedwibahasaan ini akan menuntut penutur bahasa untuk menentukan sikap bahasa karena adanya pilihan bahasa. Pilihan bahasa itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari masyarakat penutur bahasa tersebut. Adapun faktor internal, yakni adanya prestise sosial – yaitu tingkah laku kebahasaan yang menunjukkan ciri atau karakteristik tersendiri – dan identitas diri – bahasa dipakai sebagai ciri etnik. Sedangkan faktor eksternal yaitu sikap bahasa itu disebabkan adanya motivasi instrumental dan motivasi integral. Motivasi instrumental adalah suatu motivasi belajar yang timbul dengan sikap pandang bahwa bahasa yang dipelajari dianggap sebagai instrumen alat untuk mencapai sesuatu, sedangkan motivasi integrasi (integrated motivation) adalah suatu motivasi yang timbul dengan sikap pandang bahwa bahasa yang dipelajari akan menentukan hidupnya di masa yang akan datang. Bisa saja diartikan, bahasa yang dipelajari itu dianggap untuk mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat baru yang akan dimasuki (Sumarsono dan Paina, 2002).

(7)

7 1. Sikap Bahasa

a. Hakikat Sikap Bahasa

Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Dalam bahasa Indonesia kata „sikap‟ dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian.

Sikap merupakan fenomena kejiwaan, yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku. Sikap tidak dapat diamati secara langsung. Untuk mengamati sikap dapat dilihat melalui perilaku, tetapi berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa apa yang nampak dalam perilaku tidak selalu menunjukkan sikap. Begitu juga sebaliknya, sikap seseorang tidak selamanya tercermin dalam perilaku atau tindakannya.

Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa tidak jauh dari keadaan dan proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sebagaimana halnya dengan sikap, maka sikap bahasa juga merupakan peristiwa kejiwaan sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau perilaku tutur. Namun dalam hal ini juga berlaku ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan sikap bahasa. Demikian pula sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya tercermin dalam perilaku tutur. Dibedakannya antara bahasa (langue) dan tutur (parole) (de Saussure, 1976), maka ketidaklangsungan hubungan antara sikap bahasa dan perilaku tutur semakin lebih jelas lagi. Sikap bahasa cenderung mengacu kepada bahasa sebagai sistem

(8)

8

(langue), sedangkan perilaku tutur lebih cenderung merujuk kepada pemakaian bahasa secara konkret (parole).

Triandis (1971) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada “sikap perilaku”. Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental dan saraf, yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu. Sedangkan Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Penjelasan ketiga komponen tersebut sebagai berikut.

a) Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berpikir.

b) Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki sikap negatif.

c) Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan

akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan.

Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman “menyenangkan‟ atau “tidak menyenangkan” yang didapat seseorang di dalam masyarakat menyebabkan

(9)

9

hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum tentu menunjukkan sikap.

Edward (1957) mengatakan bahwa sikap hanyalah salah satu faktor, yang juga tidak dominan, dalam menentukan perilaku. Oppenheim (1976) dapat menentukan perilaku atas dasar sikap. Sedangkan Sugar (1967) berdasarkan penelitiannya memberi kesimpulan bahwa perilaku itu ditentukan oleh empat buah faktor utama, yaitu sikap, norma sosial, kebiasaan, dan akibat yang mungkin terjadi. Dari keempat faktor itu dikatakan bahwa kebiasaan adalah faktor yang paling kuat, sedangkan sikap merupakan faktor yang paling lemah. Jadi, dengan demikian jelas bahwa sikap bukan satu-satunya faktor yang menentukan perilaku, tetapi yang paling menentukan perilaku adalah kebiasaan.

Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politis, sikap keagamaan, dan lain-lain. Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan negatif, maka sikap terhadap bahasa pun demikian. Garvin dan Mathiot (1968) merumuskan tiga ciri sikap bahasa yaitu:

(10)

10

a) Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.

b) Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.

c) Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

Ketiga ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut merupakan ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa. Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang digunakan oleh kelompoknya/ masyarakat tutur di mana dia berada). Sebaliknya jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Ketiadaan gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda sikap negatif, bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa berlanjut menjadi hilang sama sekali.

Sikap negatif terhadap bahasa dapat juga terjadi bila orang atau sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor etnis, ras,

(11)

11

gengsi, menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya. Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa. Sikap tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.

b. Jenis-jenis Sikap Bahasa

Tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberi kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Sikap itu biasanya akan ada sikap positif (kalau dinilai baik atau disukai) dan biasanya negatif (kalau dinilai tidak baik atau tidak disukai), maka sikap terhadap bahasa pun demikian.

Sikap bahasa menunjukkan senang atau tidaknya seorang penutur bahasa terhadap suatu bahasa. Oleh karena itu, bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni sikap posif dan sikap negatif. Menurut Anderson (dalam Chaer, 1995 : 200) sikap bahasa adalah sebagai berikut.

1) Sikap positif

Adul (1986 : 44) berpendapat bahwa “pemakai bahasa bersifat positif ialah pemakaian bahasa yang memihak kepada bahasa yang baik dan benar, dengan wajar dan sesuai dengan situasi”. Dittmar, (dalam Suwito, 1996 : 31) memperlihatkan sikap positif adalah sebagai berikut.

(12)

12

(1) Keberhasilan suatu bangsa yang multilingual dalam menentukan salah satu bahasa yang dijadikan sebagai bahasa nasional dari sejumlah bahasa yang dimiliki bangsa tersebut;

(2) Kecermatan pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta ketepatan dalam pemilihan kata yang dipergunakan oleh pemakai bahasa;

(3) Sejauhnya mengurangi atau manusia, menghilangkan sama sekali warna bahasa daerah atau dialeknya dalam berbahasa nasional.

Sedangkan Garvin dan Marthiot (dalam Suwito, 1996 : 31) mengemukakan ciri- ciri pokok sikap berbahasa positif yaitu: “kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa”.

2) Sikap negatif

Adul (1986 : 44), berpendapat “pemakaian bahasa bersifat negatif adalah tidak mengacuhkan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tidak memperdulikan situasi bahasa, tidak berusaha memperbaiki diri dalam berbahasa”. Sikap negatif terhadap bahasa merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap bahasa nasionalnya. Ia akan beranggapan bahwa bahasa orang lain lebih baik dari bahasanya sehingga timbul sikap negatif terhadap bahasa.

Garvin dan Marthiot, (dalam suwito, 1996 : 33) memberikan ciri-ciri sikap bahasa negatif pemakai bahasa adalah sebagai berikut.

(1) Jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat bahasa tidak ada lagi gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, maka hal itu merupakan suatu petunjuk bahwa kesetiaan bahasanya mulai lemah yang pada gilirannya tidak mustahil akan menjadi hilang sama sekali.

(13)

13

(2) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu masyarakat tidak ada rasa bangga terhadap bahasanya dan mengalihkan kebanggannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya.

(3) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu masyarakat sampai kepada ketidaksadaran akan adanya norma bahasa. Sikap demikian biasanya akan mewarnai hampir seluruh perilaku berbahasanya. Mereka tidak ada lagi dorongan atau merasa terpanggil untuk memelihara cermat bahasanya dan santun bahasanya.

Moeliono (dalam Antilan, 1996 : 34) memberikan rincian tentang sikap bahasa negatif yakni sebagai berikut.

(1) Sikap yang meremehkan mutu sejajar dengan sikap bahasa orang yang sudah puas dengan mutu bahasa yang tidak perlu tinggi, asal saja dimengerti.

(2) Sikap yang suka menerobos terpantul dalam sikap bahasa yang merasa dapat memperoleh kemahiran tanpa bertekun.

(3) Sikap harga tunadiri dapat disaksikan perwujudannya dalam sikap bahasa orang yang dalam hati kecilnya beranggapan bahwa bahasa lain lebih bergengsi dan lebih bermutu.

(4) Sikap yang menjauh dari disiplin tercermin pada sikap bahasa orang yang tidak merasa mutlak mengikuti kaidah bahasa.

(5) Sikap yang enggan memikul tanggung jawab kolerat bahasanya terungkap dalam ucapan, “apa yang salah kaprah lebih diterima saja karena kita semua bersalah”. Lagi pula masalah kebahasaan itu belum perlu diprioritaskan karena masih banyak masalah lain yang lebih penting dan perlu diatasi lebih dahulu.

(14)

14

(6) Sikap yang suka melatah dapat disaksikan dalam sikap bahasa orang yang mengambil alih diksi dari bahasa muktahir tanpa kritik.

Demikian jenis-jenis sikap bahasa, orang akan dapat mengukur sikap bahasa seseorang dalam menggunakan suatu bahasa, suatu dialek, atau suatu aksen dengan menggunakan suatu bahasa. Orang itu berperan sebagai samaran untuk melakoni sikap bahasa dengan menggunakan aksen tertentu.

Untuk mengetahui sikap penutur suatu bahasa dengan menggunakan aksen tertentu kita perlu instrumen yang tepat untuk itu.

c. Pengukuran Sikap Bahasa

Pengukuran sikap bahasa merupakan suatu hal yang sangat abstrak, oleh karena itu kita harus sangat hati-hati menentukan sikap bahasa seseorang dengan berbahasa, berdialek atau beraksen apapun. Untuk itu, pengukuran sikap suatu bahasa memerlukan instrumen yang baik. Trandis (dalamMar‟at 1984 : 75) menyatakan bahwa instrumen yang baik itu adalah sebagai berikut.

(1) Verbal statements of affects (pernyataan verbal dan perasaan)

(2) Verbal ststements of belief (pernyataan verbal berdasarkan keyakinan) (3) Verbal statements concerning behavior (pernyataan yang berhubungan

dengan tingkah laku).

Berdasarkan kriteria instrumen di atas, untuk mengukur sikap penutur suatu bahasa dengan beraksen (Batak, Jawa, Mandailing) dapat dilakukan melalui seperangkat pernyataan berupa pendapat tentang objek itu. Pernyataan pendapat terhadap objek itu dapat terungkap dengan menggunakan kata sifat yang dapat dipadu-padankan dengan lawan dari kata sifat ini.

(15)

15 2. Etnis dan Bahasa Batak

Suku Batak merupakan salah satu etnik yang terdapat di Sumatera. Mereka sebagian besar bertempat tinggal di Tapanuli, sebagian lagi menempati bagian Timur Laut Tapanuli yaitu daerah Simalungun dan yang lain bermukim di sebelah barat laut Danau Toba yakni tanah Karo. Etnik Batak terdiri dari beberapa sub-etnik, masing-masing mempunyai bahasa sendiri. Menurut pembagian linguistik bahasa Batak dapat dibedakan atas lima bahasa yang berbeda satu dengan lain, yaitu (1) bahasa Batak Toba, (2) bahasa Batak Karo, (3) bahasa Batak Simalungun, (4) bahasa Batak Pakpak-Dairi, dan (5) bahasa Angkola-Mandailing.

Bahasa Batak Toba yang digunakan oleh masyarakat penutur di Pulau Sumatera mulai bagian timur, utara, dan selatan Danau Toba, dan di Pulau Samosir termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Batak Toba itu sendiri merupakan salah satu dari lima subbahasa Batak yaitu bahasa Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak-Dairi, dan Batak Angkola-Mandailing. Masyarakat penutur masing-masing subbahasa Batak disebut sesuai dengan subbahasanya, misalnya penutur subbahasa Batak Toba disebut suku Batak Toba, penutur subbahasa Batak Karo disebut suku Batak Karo, dan seterusnya. Berdasarkan hubungan kedekatan antara kelima bahasa Batak tersebut, terdapat tiga kelompok pembagian bahasa-bahasa Batak yaitu kelompok I adalah bahasa Batak Toba dan bahasa Batak Angkola-Mandailing, kelompok II adalah hanya bahasa Batak Simalungun, dan kelompok III adalah bahasa Batak Karo dan bahasa Batak Pakpak-Dairi.

Menurut Siahaan (1982), bahasa Batak digunakan suku Batak dalam kehidupan sehari-hari yakni dalam konteks:

(16)

16

a. Dalam kehidupan keluarga; suami-istri, orang tua-anak, antarsaudara. b. Interaksi sosial; tetangga sesuku, perkumpulan marga.

c. Kegiatan kerohanian (gereja); berkhotbah, berdoa. d. Adat-istiadat, dan sebagainya.

3. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan secara umum diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey, 1962: 12, Fishman, 1975 73). Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual. Bloomfield (1933) menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya; dalam hal ini adalah bahasa ibu (B1) dan bahasa kedua (B2).

4. Konsep dan Variabel Penelitian

Untuk penelitian sikap bahasa, variabel yang akan diteliti adalah penggunaan dan sikap bahasa. Untuk penggunaan bahasa, beberapa variabel yang menjadi perhatian adalah ranah penggunaan bahasa dan mitra bicara (interlokur); semuanya dalam bentuk hubungan-peran, lokasi (tempat), dan peristiwa bahasa yang sesuai untuk keperluan penelitian pola penggunaan bahasa. Sementara itu, sikap bahasa dan penutur bahasa adalah variabel yang diteliti dalam penelitian sikap bahasa.

(17)

17 a. Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa adalah kebiasaan berbahasa seorang penutur di dalam peristiwa bahasa tertentu dengan penuturnya (mitra bicara) pada ranah-ranah.

b. Sikap bahasa

Sikap bahasa adalah kepercayaan, penilaian, dan pandangan terhadap bahasa, penutur, atau masyarakatnya serta kecenderungan untuk berperilaku terhadap bahasa, penutur bahasa atau masyarakatnya dalam cara tertentu.

c. Ranah penggunaan bahasa

Ranah penggunaan bahasa ialah susunan situasi atau cakrawala interaksi yang pada umumnya di dalamnya digunakan satu bahasa. Satu ranah dikaitkan dengan ragam bahasa tertentu. Dibandingkan dengan situasi sosial, ranah adalah abstraksi dari persilangan antara status dan hubungan-peran, lingkungan, dan pokok bahasan tertentu. Ranah yang menjadi pusat perhatian di dalam penelitian ini adalah ranah kelas pembelajaran. Namun demikian, ranah yang lain juga dibicarakan, meskipun tidak sedetail pertanyaan yang diajukan dalam kaitannya dengan ranah kelas pembelajaran.

d. Hubungan-Peran

Hubungan-peran adalah ikatan hak (status) dan kewajiban seseorang di dalam lembaga sosiobudaya, yang ditentukan oleh nilai-nilai dan norma sosiobudaya suatu masyarakat, misalnya dosen-mahasiswa; mahasiswa-mahasiswa.

(18)

18 e. Tempat

Tempat adalah tempat terjadinya peristiwa bahasa seperti kelas pembelajaran, atau di luar rumah, sedangkan peristiwa bahasa merupakan interaksi fungsional pokok bahasan dan tindak ujaran di dalam suatu interaksi linguistik, misalnya bercakap-cakap, dan berdiskusi. Pemilihan jenis peristiwa bahasa ini diharapkan dapat membentuk suatu dimensi interaksi yang formal dan informal.

B. Kerangka Konseptual

Pluralitas etnis dalam sebuah konteks sosial menyebabkan pluralitas bahasa sesuai dengan etnis tersebut. Hal itu menyebabkan setiap individu harus menguasai lebih dari satu bahasa untuk dapat menjalin interaksi dengan individu dari etnis lain. Oleh sebab itu, penguasaan terhadap lebih dari satu bahasa yang kemudian disebut kedwibahasaan atau bilingualisme secara tidak langsung menuntut penutur untuk menentukan sikap terhadap masing-masing bahasa yang dikuasai. Sikap tersebut biasanya terbagi atas dua bagian, yakni sikap negatif dan sikap positif.

Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan calon pendidik yang diharapkan dapat mengarahkan anak didik untuk menggunakan bahasa nasional, dalam hal ini bahasa Indonesia, yang baik dan benar. Baik artinya sesuai dengan kaidah bahasa yang ditentukan, dan benar artinya sesuai dengan konteks penggunaan. Namun, sebagai penutur dwibahasawan, mahasiswa dituntut untuk menentukan sikap terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari.

(19)

19

Dalam penelitian ini akan ditemukan bagaimana sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Batak sebagai bahasa daerah.

C. Pertanyaan Penelitian

Sebagai penelitian yang bersifat deskriptif, maka hipotesis dalam penelitian ini diganti menjadi pertanyaan penelitian. Berdasarkan kerangka teoretis dan kerangka konseptual yang telah dipaparkan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional?

2. Bagaimanakah sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP Universitas HKBP Nommensen terhadap bahasa Batak sebagai bahasa daerah?

(20)

20 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini dipergunakan karena peneliti ingin memberikan deskripsi dan memberikan perian tentang sikap mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Batak.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, khususnya Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pembelajaran 2013/ 2014.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun pembelajaran 2013/ 2014.

TABEL I

RINCIAN POPULASI PENELITIAN

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Stambuk Group A Group B Group C Jumlah

(21)

21 2011 40 40 28 108 2012 40 40 17 97 2013 27 26 - 53 Jumlah keseluruhan 400 2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan untuk memudahkan penjaringan data diambil 10% dari jumlah populasi yang ada yakni 40. Maka sampel penelitian ini adalah 40 orang mewakili seluruh populasi yang ada. Teknik yang digunakan adalah random sampling, yakni mengambil sampel secara acak dari semua kelas dan stambuk yang terdapat di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

D. Teknik dan Prosedur Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, wawancara, dan pengamatan partisipatif. Subjek penelitian diminta untuk mencatat penggunaan bahasa mereka dalam kolom yang disediakan pada angket.

Observasi partisipatif juga digunakan sebagai alat pengumpul data meskipun data yang diperoleh melalui teknik ini sifatnya sebagai alat untuk mempertegas data yang diperoleh melalui angket. Data primer penelitian ini adalah data survei yang diperoleh melalui angket. Melalui teknik observasi, diperoleh data tentang penggunaan bahasa pada pertemuan-pertemuan intrakelompok. Data seperti itu diperlukan untuk mendukung data yang diperoleh melalui teknik angket.

Data yang diperoleh melalui angket, dianalisis secara kuantitatif. Untuk setiap ciri karakteristik dihitung angka rata-rata nilai (mean) sikap bahasa, dengan

(22)

22

menggunakan Skala Likert atau teknik Likert, yaitu dengan cara meminta responden menandai satu posisi pada skala penilaian (rating scale), misalnya 1-5 sesuai dengan kesetujuan atau ketidaksetujuannya atas sebuah pertanyaan. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sikap bahasa responden, di dalam daftar pertanyaan disediakan lima pilihan jawaban dengan bobot (nilai) sebagai berikut. Nilai 5 untuk sangat setuju, nilai 4 untuk setuju, nilai 3 untuk kurang setuju, nilai 2 untuk tidak setuju, dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. Berdasarkan jawaban yang diberikan responden inilah nantinya akan diketahui nilai rata-rata (mean) untuk setiap pertanyaan. Nilai rata-rata ini diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.

Dalam hal ini n1 = jumlah responden yang memberikan nilai 1 untuk karakteristik yang bersangkutan, ... n5 = jumlah responden yang memberikan nilai 5 untuk karakteristik yang bersangkutan. Nilai rata-rata ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok; nilai 1,0 – 2,5 dianggap atau ditafsirkan tidak setuju, dan itu dikategorikan sikap negatif, sementara nilai 2,6 – 5,0 dianggap setuju dan dikategorikan sebagai sikap positif.

Demikian juga untuk pertanyaan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa responden berdasarkan hubungan peran dan peristiwa bahasanya. Untuk pertanyaan yang menyediakan lima pilihan jawaban, bobot (nilai) yang diberikan adalah: 5 untuk selalu bahasa Indonesia, 4 untuk lebih banyak bahasa Indonesia, 3 untuk bahasa Indonesia sama banyaknya dengan bahasa Batak, 2 untuk lebih banyak bahasa Batak, dan 1 untuk selalu bahasa Batak. Untuk mencari nilai rata-rata digunakan rumus yang sama seperti di atas. Sementara itu, untuk pernyataan

(23)

23

yang menyediakan 2 pilihan jawaban, nilai 2 diberikan untuk bahasa Indonesia, dan nilai 1 untuk bahasa Batak. Dengan mengetahui angka rata-rata dan standar penyimpangan (standar deviasi), maka akan diperoleh atau diketahui kecenderungan pemertahanan bahasa responden. Nilai rata-rata yang diperoleh untuk tiap-tiap pertanyaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kecenderungan pemertahanan yang aktif, atau pemertahanan yang pasif. Pemertahanan dianggap tinggi jika nilai rata-ratanya ada pada kisaran 2,6 – 5,0 dan sebaliknya, pemertahanan dianggap rendah jika nilai rata-ratanya ada pada kisaran 1,0 - 2,5.

(24)

24 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kebahasaan

Universitas HKBP Nommensen merupakan salah satu universitas swasta yang terdapat di Sumatera Utara. Universitas tersebut berada dalam naungan lembaga gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Sesuai dengan nama lembaganya, masyarakat yang terdapat dalam universitas tersebut mayoritas berasal dari suku Batak Toba, baik dosen, pegawai, maupun mahasiswa. Kecenderungan tersebut membuat masyarakat penutur juga cenderung menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa sehari-hari yang digunakan dalam percakapan, baik formal maupun informal. Hal itu pulalah yang akan menunjukkan sikap bahasa penutur tersebut terhadap bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu, maupun terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

Jumlah responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 40 orang. Responden tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia angkatan 2010/2011 - 2012/2013. Penentuan responden tersebut dalam penelitian ini didasarkan pada adanya tuntutan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dituntut untuk digunakan dengan baik dan dalam konteks yang benar. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian ini akan ditemukan apakah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia tersebut dapat menjalankan tuntutan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya atau malah memperkeruh masalah dengan

(25)

25

mencampuradukkan penggunaan bahasa Batak Toba dalam konteks formal. Di bawah ini disajikan jumlah responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-laki 5 orang 12,5%

2. Perempuan 35 orang 87,5%

Jumlah yang ditampilkan di atas memang jauh berbeda, namun hal ini memang sesuai dengan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang terdapat di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, jumlah yang dijadikan sebagai responden telah representatif.

Selain itu, responden tersebut juga ditentukan berdasarkan rentang waktu yang dihabiskan setiap responden selama tinggal di kota Medan. Hal ini dianggap perlu mengingat setiap lingkungan akan memengaruhi penggunaan bahasa setiap orang. Berdasarkan penentuan rentang waktu tersebut akan ditemukan bagaimana sikap bahasa mahasiswa terhadap bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

Tabel 2. Lamanya Responden Tinggal di Kota Medan

No. Rentang Waktu Jumlah Persentase

1. 1,0 – 2,0 tahun 8 20%

2. 2,1 – 3,0 tahun 7 17,5%

3. 3,1 – 4,0 tahun 18 45%

(26)

26

Berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden ditemukan bahwa kecenderungan responden berasal dari daerah di luar Kota Medan yang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu. Berdasarkan identitas tersebut akan ditemukan sikap responden terhadap bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Penjelasan di bawah ini akan didasarkan pada tiga hal, yakni sikap mahasiswa terhadap bahasa Batak Toba, sikap mahasiswa terhadap bahasa Indonesia, dan pemilihan penggunaan bahasa yang mereka tentukan dalam beberapa peristiwa bahasa.

B. Sikap Bahasa

Sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Berdasarkan hal itu, sikap bahasa biasanya dibedakan atas dua hal, yakni sikap positif dan sikap negatif.

Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang digunakan oleh kelompoknya/ masyarakat tutur di mana dia berada). Sebaliknya jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Ketiadaan gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda sikap negatif, bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa berlanjut menjadi hilang sama sekali.

Sejalan dengan pemahaman di atas, di bawah ini akan disajikan tabel mengenai sikap bahasa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia terhadap bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

(27)

27

Tabel 3. Sikap Bahasa Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Karakteristik No. Soal Frekuensi Rata-rata Sikap Bahasa SS (%) S (%) KS (%) TS (%) STS (%) I. Sikap Mahasiswa terhadap

Bahasa Batak Toba

1 33 7 0 0 0 4,8 P 2 5 15 20 0 0 3,6 P 3 7 9 6 14 4 3 P 4 5 12 9 11 3 3,1 P 5 2 5 17 13 3 2,8 P 6 9 18 12 1 0 3,9 P 7 4 12 11 9 4 3,1 P 8 7 26 6 0 1 4 P 9 2 9 18 10 1 3 P 10 5 20 7 8 0 3,6 P 11 16 21 3 0 0 4,3 P 12 23 17 0 0 0 4,6 P 13 20 18 2 0 0 4,5 P 14 34 6 0 0 0 4,9 P 15 29 10 1 0 0 4,7 P

II. Sikap Bahasa Mahasiswa terhadap Bahasa Indonesia

16 25 15 0 0 0 4,6 P 17 14 25 1 0 0 4,3 P 18 6 28 5 1 0 4 P 19 9 27 3 1 0 4,1 P 20 20 18 1 0 1 4,4 P 21 2 30 7 1 0 3,8 P 22 1 18 14 7 0 3,3 P 23 5 29 5 1 0 4 P 24 11 27 2 0 0 4,2 P 25 5 33 2 0 0 4,1 P 26 8 18 14 0 0 3,9 P 27 8 13 17 2 0 3,7 P 28 12 17 10 1 0 4 P 29 8 21 11 0 0 3,9 P 30 5 11 19 5 0 3,4 P

III. Pemilihan Bahasa 31 2 2 15 16 5 2,5 N

32 2 1 7 14 16 2 N 33 3 9 12 14 2 2,9 P 34 1 7 19 6 7 2,7 P 35 8 12 14 8 8 3,1 P 36 7 2 8 12 11 2,6 P 37 8 5 10 9 8 2,9 P 38 3 4 8 11 14 2,3 N 39 18 9 7 1 5 3,9 P 40 12 12 12 3 1 3,8 P

(28)

28

Pemerolehan nilai tersebut didapatkan berdasarkan 40 soal kuesioner yang telah dibagikan kepada 40 responden. Data yang diperoleh melalui kuesioner, dianalisis secara kuantitatif. Untuk setiap ciri karakteristik dihitung angka rata-rata nilai (mean) sikap bahasa, dengan menggunakan Skala Likert atau teknik Likert, yaitu dengan cara meminta responden menandai satu posisi pada skala penilaian (rating scale), misalnya 1-5 sesuai dengan kesetujuan atau ketidaksetujuannya atas sebuah pertanyaan. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sikap bahasa responden, di dalam daftar pertanyaan disediakan lima pilihan jawaban dengan bobot (nilai) sebagai berikut. Nilai 5 untuk sangat setuju, nilai 4 untuk setuju, nilai 3 untuk kurang setuju, nilai 2 untuk tidak setuju, dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. Berdasarkan jawaban yang diberikan responden inilah nantinya akan diketahui nilai rata-rata (mean) untuk setiap pertanyaan. Nilai rata-rata tersebut dikelompokkan ke dalam dua kelompok; nilai 1,0 – 2,5 dianggap atau ditafsirkan tidak setuju, dan itu dikategorikan sikap negatif, sementara nilai 2,6 – 5,0 dianggap setuju dan dikategorikan sebagai sikap positif.

1. Sikap Mahasiswa terhadap Bahasa Batak Toba

Berdasarkan tabel yang disajikan sebelumnya, dapat ditemukan bahwa sikap mahasiswa terhadap bahasa Batak Toba cenderung positif. Dari 15 soal kuesioner yang diujikan kepada 40 responden, semua soal menunjukkan nilai yang sangat baik, yakni rentang 2,6 – 5,0. Hal itu mencerminkan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki sikap yang

(29)

29

positif terhadap bahasa Batak Toba. Soal kuesioner tersebut akan dibahas dalam paparan di bawah ini.

(1) Bahasa Batak Toba merupakan identitas suku

(2) Bahasa Batak Toba merupakan alat komunikasi masyarakat di lingkungan kota Medan.

Soal di atas merupakan soal pada nomor urut soal (1) dan (2). Soal tersebut digunakan untuk mengetahui keberadaan bahasa Batak Toba dalam pemahaman para responden. Berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden, terlihat bahwa rata-rata nilai pada soal nomor (1) mencapai 4,8, sedangkan pada soal nomor (2) mencapai 3,6. Hal itu menyiratkan bahwa para responden sangat setuju bahwa Bahasa Batak Toba merupakan identitas suku dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi masyarakat di lingkungan kota Medan. Lebih jelas akan terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Sikap mengenai BBT sebagai Identitas Suku

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 1 33 7 0 0 0 4,8 P 2 5 15 20 0 0 3,6 P

Sejalan dengan penjelasan di atas, soal di bawah ini merupakan soal yang menunjukkan hubungan intrakelompok penutur bahasa Batak Toba yang berada di lingkungan Kota Medan pada umumnya, dan di lingkungan Universitas HKBP Nommensen pada khususnya.

(3) Bahasa Batak Toba mampu menyampaikan gagasan dengan baik dalam lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(30)

30

(4) Bahasa Batak Toba digunakan ketika bercerita (berbincang-bincang) dengan teman Anda atau orang di sekitar Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

Berdasarkan perolehan nilai ditemukan bahwa penggunaan bahasa Batak Toba juga mampu menunjukkan hubungan baik antarmahasiswa sesama penutur bahasa Batak Toba. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Sikap mengenai BBT sebagai Hubungan Intrakelompok

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 3 7 9 6 14 4 3 P 4 5 12 9 11 3 3,1 P

Selain itu juga disajikan beberapa soal atau pertanyaan yang merujuk pada keseringan penggunaan bahasa Batak Toba sesuai dengan peristiwa bahasa. Berikut soal yang dimaksud.

(5) Bahasa Batak Toba digunakan ketika bersenda gurau dengan teman-teman di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(6) Bahasa Batak Toba digunakan ketika bercerita tentang (berbincang-bincang) dengan teman Anda atau orang di sekitar Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(7) Bahasa Batak Toba digunakan untuk mengekspresikan kemarahan di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(8) Bahasa Batak Toba digunakan ketika bersenda gurau dengan teman-teman di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(9) Bahasa Batak Toba digunakan ketika membaca (berhitung) dalam hati di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(31)

31

(10)Bahasa Batak Toba digunakan ketika mengadakan percakapan melalui telepon di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

Soal tersebut mengarahkan peneliti untuk mengetahui intensitas penggunaan bahasa Batak Toba para responden dalam setiap peristiwa bahasa, baik dalam bercerita, membaca, marah, bergurau, maupun ketika mengadakan percakapan dalam telepon. Berdasarkan soal tersebut diperoleh nilai baik yang menunjukkan sikap positif para responden terhadap bahasa Batak Toba seperti tabel di bawah ini.

Tabel 6. Sikap mengenai Penggunaan Bahasa dalam Peristiwa Bahasa

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 5 2 5 17 13 3 2,8 P 6 9 18 12 1 0 3,9 P 7 4 12 11 9 4 3,1 P 8 7 26 6 0 1 4 P 9 2 9 18 10 1 3 P 10 5 20 7 8 0 3,6 P

Bentuk soal yang terakhir dalam kuesioner yang dibagikan merupakan soal mengenai tanggapan para responden terhadap bahasa Batak Toba. Hal itu digambarkan sebagai keramahtamahan, kekeluargaan, keakraban, kecintaan terhadap suku, dan kekayaan budaya yang perlu dilestarikan. Lebih jelas terlihat dalam soal berikut ini.

(11) Bahasa Batak Toba menunjukkan keramahtamahan. (12) Bahasa Batak Toba menunjukkan kekeluargaan.

(13) Bahasa Batak Toba menunjukkan keakraban/ keintiman.

(32)

32

(15) Penggunaan bahasa Batak Toba menunjukkan kekayaan budaya yang perlu dilestarikan dan dipertahankan.

Maka perolehan nilai untuk setiap soal di atas dapat diperhatikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 7. Sikap mengenai Respon terhadap BBT

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 11 16 21 3 0 0 4,3 P 12 23 17 0 0 0 4,6 P 13 20 18 2 0 0 4,5 P 14 34 6 0 0 0 4,9 P 15 29 10 1 0 0 4,7 P

Berdasarkan semua paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap para responden terhadap bahasa Batak Toba merupakan sikap yang sangat positif. Rentang nilai yang ditentukan untuk sikap positif adalah 2,6 – 5,0, dan apabila hal itu diperhatikan pada perolehan nilai para responden, dapat ditemukan bahwa nilai-nilai tersebut mendekati nilai sempurna. Dengan demikan, sikap mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia terhadap penggunaan bahasa Batak Toba tergolong positif.

2. Sikap Mahasiswa terhadap Bahasa Indonesia

Perolehan nilai yang ditunjukkan para responden melalui hasil uji data tidak jauh berbeda dibanding sikap sebelumnya. Perolehan nilai menunjukkan bahwa bahwa sikap mahasiswa terhadap bahasa Indonesia cenderung positif. Hal itu mencerminkan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia juga memiliki sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia, meski memiliki kecintaan terhadap bahasa ibunya, yakni bahasa Batak Toba. Soal kuesioner yang

(33)

33

disajikan untuk mengetahui sikap terhadap bahasa Indonesia juga tidak berbeda dengan soal yang digunakan untuk mengetahui sikap terhadap bahasa Batak Toba. Soal tersebut akan dibahas dalam paparan di bawah ini.

(1) Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa.

(2) Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi masyarakat di lingkungan kota Medan.

Berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden, terlihat bahwa rata-rata nilai pada soal nomor (1) mencapai 4,6, sedangkan pada soal nomor (2) mencapai 4,3. Untuk soal nomor (1), perbedaan perolehan nilai yang terdapat pada sikap terhadap bahasa Batak Toba dan sikap terhadap bahasa Indonesia hanya sekitar 0,2. Hal itu menyiratkan bahwa responden sangat setuju untuk menjadikan bahasa Batak Toba sebagai identitas suku dan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Selain itu, pada soal nomor (2), terdapat perbedaan nilai yang cukup signifikan antara sikap terhadap bahasa Batak Toba dengan sikap terhadap bahasa Indonesia. Hal ini menyiratkan bahwa para responden lebih setuju menjadikan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi di kota Medan, daripada bahasa Batak Toba. Berkaitan dengan itu, pemahaman para responden tergolong baik mengingat bahasa Indonesia harus dijadikan sebagai pemersatu dan digunakan dalam konteks yang tepat. Lebih jelas akan terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Sikap mengenai BI sebagai Identitas Bangsa

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 1 25 15 0 0 0 4,6 P 2 14 25 1 0 0 4,3 P

(34)

34

Sejalan dengan penjelasan di atas, soal di bawah ini merupakan soal yang menunjukkan hubungan intrakelompok penutur bahasa Indonesia yang berada di lingkungan Kota Medan pada umumnya, dan di lingkungan Universitas HKBP Nommensen pada khususnya.

(3) Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan mahasiswa di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(4) Bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan dengan baik dalam lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

Berdasarkan perolehan nilai ditemukan bahwa penggunaan bahasa Indonesia juga mampu menunjukkan hubungan baik antarmahasiswa sesama penutur bahasa Indonesia. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9. Sikap mengenai BBT sebagai Hubungan Intrakelompok

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 3 6 28 5 1 0 4 P 4 9 27 3 1 0 4,1 P

Selain itu juga disajikan beberapa soal atau pertanyaan yang merujuk pada keseringan penggunaan bahasa Batak Toba sesuai dengan peristiwa bahasa. Berikut soal yang dimaksud.

(5) Bahasa Indonesia digunakan ketika berkomunikasi dalam konteks formal, seperti ketika belajar di ruangan kelas.

(6) Bahasa Indonesia digunakan ketika bercerita tentang (berbincang-bincang) dengan teman Anda atau orang di sekitar Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(35)

35

(7) Bahasa Indonesia digunakan untuk mengekspresikan kemarahan di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(8) Bahasa Indonesia digunakan ketika bersenda gurau dengan teman-teman di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(9) Bahasa Indonesia digunakan ketika membaca (berhitung) dalam hati di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

(10)Bahasa Indonesia digunakan ketika mengadakan percakapan melalui telepon di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

Soal tersebut mengarahkan peneliti untuk mengetahui intensitas penggunaan bahasa Batak Toba para responden dalam setiap peristiwa bahasa, baik dalam bercerita, membaca, marah, bergurau, maupun ketika mengadakan percakapan dalam telepon. Berdasarkan soal tersebut diperoleh nilai baik yang menunjukkan sikap positif para responden terhadap bahasa Batak Toba seperti tabel di bawah ini.

Tabel 10. Sikap mengenai Penggunaan Bahasa dalam Peristiwa Bahasa

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 5 20 18 1 0 1 4,4 P 6 2 30 7 1 0 3,8 P 7 1 18 14 7 0 3,3 P 8 5 29 5 1 0 4 P 9 11 27 2 0 0 4,2 P 10 5 33 2 0 0 4,1 P

Bentuk soal yang terakhir dalam kuesioner yang dibagikan merupakan soal mengenai tanggapan (konsep) para responden terhadap bahasa Indonesia. Hal itu digambarkan sebagai keramahtamahan, kekeluargaan, keakraban, kecintaan

(36)

36

terhadap suku, dan kekayaan budaya yang perlu dilestarikan. Lebih jelas terlihat dalam soal berikut ini.

(11) Kemampuan dan kemahiran dalam berbahasa Indonesia menunjukkan intelegensi/ kepandaian seseorang.

(12) Pengetahuan yang baik tentang bahasa Indonesia menunjukkan tingginya pendidikan seseorang.

(13) Penggunaan bahasa Indonesia menunjukkan kepercayaan diri. (14) Penggunaan bahasa Indonesia menunjukkan kemajuan/ kemodrenan. (15) Penggunaan yang baik tentang bahasa Indonesia berarti menjamin

posisi/ kedudukan yang baik.

Maka perolehan nilai untuk setiap soal di atas dapat diperhatikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 11. Sikap mengenai Respon terhadap BBT

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 11 8 18 14 0 0 3,9 P 12 8 13 17 2 0 3,7 P 13 12 17 10 1 0 4 P 14 8 21 11 0 0 3,9 P 15 5 11 19 5 0 3,4 P

Berdasarkan semua paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap para responden terhadap bahasa Indonesia merupakan sikap yang sangat positif. Rentang nilai yang ditentukan untuk sikap positif adalah 2,6 – 5,0, dan apabila hal itu diperhatikan pada perolehan nilai para responden, dapat ditemukan bahwa nilai-nilai tersebut mendekati nilai sempurna. Dengan demikan, sikap mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia terhadap penggunaan bahasa Indonesia tergolong positif.

(37)

37 3. Pemilihan Bahasa

Sikap bahasa tidak akan bisa melepaskan diri dari pemilihan bahasa. Oleh karena itu, berdasarkan kuesioner yang telah dibagikan kepada para responden ditemukan bahwa dari sepuluh soal yang disajikan, tujuh di antaranya menggambarkan sikap yang positif, sedangkan tiga di antaranya menunjukkan sikap yang negatif. Hal itu dapat dilihat lebih jelas dalam tabel di bawah ini.

Tabel 12. Pemilihan Bahasa

No.soal Frekuensi Rata-rata Sikap SS S KS TS STS 1 2 2 15 16 5 2,5 N 2 2 1 7 14 16 2 N 3 3 9 12 14 2 2,9 P 4 1 7 19 6 7 2,7 P 5 8 12 14 8 8 3,1 P 6 7 2 8 12 11 2,6 P 7 8 5 10 9 8 2,9 P 8 3 4 8 11 14 2,3 N 9 18 9 7 1 5 3,9 P 10 12 12 12 3 1 3,8 P

Dengan perincian soal sebagai berikut:

(1) Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah (lingkungan kost)?

(2) Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman Anda sesuku jika bertemu di luar rumah?

(3) Bahasa apakah yang lebih Anda sukai di dalam percakapan dengan teman-teman Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen. (4) Menurut Anda, bahasa apa yang terasa lebih indah?

(5) Jika Anda bersenandung, bahasa apakah yang Anda gunakan? (6) Jika Anda menggerutu, bahasa apakah yang Anda gunakan?

(38)

38

(7) Jika sedang mengkhayal/ merenung, bahasa apakah yang Anda gunakan? (8) Dengan teman karib, bahasa apa yang paling sering Anda gunakan jika

berada di rumah, di rumah teman, di jalan, dsb. pada saat berbincang-bincang tentang masalah pribadi dengan teman sesuku.

(9) Bahasa apa yang digunakan jika berdoa/ memohon kepada Tuhan? (10)Bahasa apa yang digunakan jika mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada teman atau orang-orang di sekitar Anda?

Berdasarkan perolehan nilai dalam tabel dan soal yang diurutkan di atas dapat diketahui bahwa soal nomor (1), (2), dan (8) menggambarkan sikap negatif. Hal itu menyiratkan bahwa para responden cenderung memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari dengan teman sesuku di lingkungan kost. Selain itu, para responden juga cenderung memilih menggunakan bahasa Indonesia apabila bertemu dengan teman-teman sesuku Batak Toba di luar rumah. Bahkan, sesuai dengan data, juga ditemukan bahwa para responden juga cenderung memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam bercerita atau berbincang-bincang mengenai masalah pribadi dengan teman karib. Ketiga soal tersebut menggambarkan pemilihan bahasa Indonesia dalam tiga konteks yang berbeda, maka sikap terhadap bahasa Batak Toba digolongkan dalam sikap negatif.

Berbeda dengan hal di atas, tujuh soal dari sepuluh soal, yakni soal (3), (4), (5), (6), (7), (9), dan (10) yang disajikan untuk mengukur pemilihan bahasa menggambarkan sikap yang positif. Hal itu menyiratkan bahwa para responden memilih menggunakan bahasa Batak Toba dalam percakapan, bersenandung, menggerutu, mengkhayal/ merenung, berdoa/ memohon kepada Tuhan, dan

(39)

39

mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada orang-orang yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian, hal itu menyimpulkan bahwa para responden, yakni mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki sikap yang sangat positif terhadap penggunaan dan pemilihan bahasa Batak Toba sebagai bahasa sehari-hari.

Sikap positif yang dijelaskan di atas merupakan sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasa Batak Toba. Kecintaan terhadap bahasa tersebut digambarkan dengan sikap positif, dan sikap positif tersebut tercermin dari intensitas pemilihan penggunaan bahasa tersebut dalam percakapan sehari-hari. Hal ini pula yang akan menjadi bentuk pemertahanan bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan sekaligus kearifan lokal.

(40)

40 BAB V KESIMPULAN A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sikap para responden terhadap bahasa Batak Toba tergolong dalam sikap yang sangat positif. Hal itu tergambar dari 15 soal yang diberikan dan semuanya menunjukkan sikap yang sangat positif. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,1. Oleh karena itu, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan bahasa Batak Toba.

2. Sikap para responden terhadap Indonesia juga tergolong dalam sikap yang sangat positif. Hal itu tergambar dari 15 soal yang diberikan dan semuanya menunjukkan sikap yang sangat positif. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 4,2. Oleh karena itu, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan bahasa Indonesia.

3. Sikap para responden terhadap penggunaan dan pemilihan bahasa Batak Toba sebagai bahasa sehari-hari tergolong sikap yang positif. Tujuh dari sepuluh soal menggambarkan sikap yang positif, sedangkan tiga lainnya menggambarkan sikap yang negatif. Oleh karena itu, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia memilih menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa dalam percakapan sehari-hari.

(41)

41 B. SARAN

Sikap positif yang dijelaskan di atas merupakan sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasa Batak Toba. Kecintaan terhadap bahasa tersebut digambarkan dengan sikap positif, dan sikap positif tersebut tercermin dari intensitas pemilihan penggunaan bahasa tersebut dalam percakapan sehari-hari. Hal ini pula yang akan menjadi bentuk pemertahanan bahasa sebagai warisan kebudayaan. Selain itu, sikap bahasa juga akan menjadi inventaris suku bangsa sebagai bagian dari kebudayaan dan sekaligus kearifan lokal.

(42)

42

DAFTAR PUSTAKA

Alwasila, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa

Arikunto, Suharsimi. 2000. Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara .2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Boomfield, leonardo.1993.Language.New York: holt, Rinerhart end Winston. Chaplin, J.P. 1968. Dictionary of Psykology. New York: American Book Co. Chaer, Abdul. Agustina Leoni. 1995. Sosiolingustik Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta

Depdiknas. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edwards, Alen L. 1957. Technique of Attitude Scale Construction. Newyork:

Apleton Century Crofts.

Evan, K.M. 1965. Attitude and Interest in Education. London: Routledge and Kegan Paul.

Fishbein, Martin (ed). 1967. Attitude Theory and Measurement. New York: John Wiley and Sons. Inc.

Garvin, P.L. Mathiot M. 1968. The Urbaization of Guarani Language. Problem in Language and Culture, dalam Fishman, J.A. (Ed) Reading in Tes Sosiology of Language, Mounton. Paris–The Hague.

Gerungan. 1987. Psikologi Sosiologi. Bandung: Eresco.

Kridalaksana, Hanmurti. 1987. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: PT Gramedia

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia. Richard, et al. 1985. Longman Dictionary of Apllied Linguistict.

Rusyana, Yus. 1982. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.

Rusyana. 1984. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolingustik (Edisi 2). Surakarta: FS UNS --- 1988. Perihal Kedwibahasaan (Bilingualisme). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPT.

(43)

43

LAMPIRAN KUESIONER

I. Isilah tempat yang disediakan sesuai dengan keterangan yang diperlukan

1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Tempat tinggal : 4. Umur : 5. Tempat lahir : 6. Suku bangsa : 7. Suku bangsa pihak ayah : 8. Suku bangsa pihak ibu : 9. Bahasa Pertama : 10. Bahasa sehari-hari di rumah :

11. Alamat asal :

12. Lama tinggal di Medan :

II. Sikap Mahasiswa terhadap Bahasa Batak Toba 1. Bahasa Batak Toba merupakan identitas suku.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

2. Bahasa Batak Toba merupakan alat komunikasi masyarakat di lingkungan kota Medan.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

3. Bahasa Batak Toba merupakan alat komunikasi yang digunakan mahasiswa Batak Toba di lingkungan Universitas HKBP Nommensen. 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

4. Bahasa Batak Toba mampu menyampaikan gagasan dengan baik dalam lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

5. Bahasa Batak Toba digunakan ketika berkomunikasi dalam konteks formal, seperti ketika belajar di ruangan kelas.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

6. Bahasa Batak Toba digunakan ketika bercerita (berbincang-bincang) dengan teman Anda atau orang di sekitar Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

7. Bahasa Batak Toba digunakan untuk mengekspresikan kemarahan di Universitas HKBP Nommensen.

(44)

44

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

8. Bahasa Batak Toba digunakan ketika bersenda gurau dengan teman-teman di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

9. Bahasa Batak Toba digunakan ketika membaca (berhitung) dalam hati di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

10. Bahasa Batak Toba digunakan ketika mengadakan percakapan melalui telepon di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

11. Bahasa Batak Toba menunjukkan keramah-tamahan.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

12. Bahasa Batak Toba menunjukkan kekeluargaan.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

13. Bahasa Batak Toba menunjukkan keakraban/ keintiman.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

14. Penggunaan Bahasa Batak Toba menunjukkan kecintaan terhadap suku. 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

15. Penggunaan bahasa Batak Toba menunjukkan kekayaan budaya yang perlu dilestarikan dan dipertahankan.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

III. Sikap Mahasiswa terhadap Bahasa Indonesia 1. Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

2. Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi masyarakat di lingkungan kota Medan.

(45)

45

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

3. Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan mahasiswa di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

4. Bahasa Indonesia mampu menyampaikan gagasan dengan baik dalam lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

5. Bahasa Indonesia digunakan ketika berkomunikasi dalam konteks formal, seperti ketika belajar di ruangan kelas.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

6. Bahasa Indonesia digunakan ketika bercerita (berbincang-bincang) dengan teman Anda atau orang di sekitar Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

7. Bahasa Indonesia digunakan untuk mengekspresikan kemarahan di Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

8. Bahasa Indonesia digunakan ketika bersenda gurau dengan teman-teman di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

9. Bahasa Indonesia digunakan ketika membaca (berhitung) dalam hati di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

10. Bahasa Indonesia digunakan ketika mengadakan percakapan melalui telepon di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

11. Kemampuan dan kemahiran dalam berbahasa Indonesia menunjukkan intelegensi/ kepandaian seseorang.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

(46)

46

12. Pengetahuan yang baik tentang bahasa Indonesia menunjukkan tingginya pendidikan seseorang.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

13. Penggunaan bahasa Indonesia menunjukkan kepercayaan diri.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

14. Penggunaan bahasa Indonesia menunjukkan kemajuan/ kemodernan. 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

15. Pengetahuan yang baik tentang bahasa Indonesia berarti menjamin posisi/ kedudukan yang baik.

1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang setuju 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

IV. Pemilihan Bahasa

1. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman sesuku di rumah (lingkungan kost)?

1. Selalu bahasa Indonesia

2. Lebih banyak bahasa Indonesia

3. Sama banyaknya bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba 4. Lebih banyak bahasa Batak Toba

5. Selalu bahasa Batak Toba.

2. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman Anda sesuku jika bertemu di luar rumah?

1. Selalu bahasa Indonesia

2. Lebih banyak bahasa Indonesia

3. Sama banyaknya bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba 4. Lebih banyak bahasa Batak Toba

5. Selalu bahasa Batak Toba.

3. Bahasa apakah yang lebih Anda sukai di dalam percakapan dengan teman-teman Anda di lingkungan Universitas HKBP Nommensen.

1. Selalu bahasa Indonesia

2. Lebih banyak bahasa Indonesia

3. Sama banyaknya bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba 4. Lebih banyak bahasa Batak Toba

5. Selalu bahasa Batak Toba.

4. Menurut Anda, bahasa apa yang terasa lebih indah? 1. Selalu bahasa Indonesia

Gambar

Tabel 2. Lamanya Responden Tinggal di Kota Medan
Tabel 3. Sikap Bahasa Mahasiswa Program Studi  Pendidikan Bahasa dan  Sastra Indonesia  Karakteristik  No
Tabel 4. Sikap mengenai BBT sebagai Identitas Suku
Tabel 5. Sikap mengenai BBT sebagai Hubungan Intrakelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Biaya bahan bakar minyak (BBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai pengganti biaya transport dengan menunjukan bukti pembelian bahan bakar

Menerapkan pembiasaan salat pada siswa-siswi nya, dan orang tua siswa pun di tugas kan untuk membiasakan salat anak nya di rumah, ada pun yang mendorong saya

1.4.2 Bagi guru hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman dan bahan pertimbangan dalam mencari model pembelajaran untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif

Hasil wawancara dari salah satu petugas perpustakaan fakultas psikologi UIN Malang (Tanggal 25 Oktober 2013) adalah kebanyakan dari mahasiwa psikologi angkatan

menggunakan permainan/tidak antri, petugas bertindak cepat dalam memberikan pelayanan, petugas mampu dan cepat untuk menyelesaikan keluhan, petugas terampil dalam memberikan

Sedangkan pada penjualan retail, customer mencari barang yang akan dibeli, kemudian pihak toko akan menyiapkan barang yang telah dipesan, jika barang yang disediakan sudah

Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 171 huruf c, menyatakan ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan

Dikatakan tinggi jika pria pensiunan PNS usia 64 tahun memiliki pertimbangan pribadi dalam membuat keputusan, memiliki kesadaran sendiri untuk hidup mandiri dan mengatur