• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas pelayanan adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas pelayanan adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur dan pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan dan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa yang diberikan oleh penyedia jasa kepada pelanggannya (Parasuraman, 1985).

Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang, Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003). Kualitas pelayanan merupakan komponen penting dalam persepsi konsumen, juga sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik kualitas maka jasa yang diberikan maka akan semakin baik pula citra jasa tersebut dimata konsumen.

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada presepsi pelanggan (Kotler, 2009). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik

(2)

bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan bersifat multidimensional, yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyedia jasa layanan kesehatan.

a. Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas puskesmas dalam memenuhi kebutuhan pasar dan komunikasi pasien termasuk di dalamnya sifat ramah dan kesungguhan.

b. Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini puskesmas, kualitas pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Menurut Azwar (1996) secara umum dapat dirumuskan bahwa batasan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan dipakai suatu pedoman yaitu hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.

(3)

bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu :

1. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akuerat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya.

2. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan. Dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa ada adanya suatu alasan yang jelas menyebabkab persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi responsivenees adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya, oleh karena persepsi mengandung aspek psikologis, factor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengauruhi penilaiaan pelanggan.

3. Jaminan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan staf dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan.Assurance adalah

(4)

dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front-line staf yang tidak kompeten atau terlihat bodoh.Oleh karena itu sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan mengenai produk dan hal-hal yang sering menjadi pertanyaan pelanggan. 4. Empati (Emphathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual

atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, sewrta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

5. Bukti Fisik (Tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. Karena suatu pelayanan tidak bias dilihat, dicium dan diraba, aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan.

(5)

2.1.1. Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Lomba (1973), yang kemudian dikutip oleh Azwar (1996), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh setiap negara tidaklah sama, namun secara umum, pelayanan kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

a). Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.

b). Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

c). Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.

(6)

Hakekat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kesehatan (health needs and demands) sedemikian rupa sehingga kesehatan para pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut tetap terpelihara, bertitik tolak dari hakikat dasar ini, maka pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sempurna bila memenuhi kebutuhan dan tuntutan di setiappasien yang terkait dengan timbulnya rasa puas terhadap pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).

Pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan waktu, kapan kita memerlukan pelayanan kesehatan, dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut, menurut Arrow yang dikutip Tjiptono (1994), hubungan antara keinginan sehat dengan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplit. Penyebab utamanya adalah karena persoalan kesenjangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang menyangkut status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang baik, informasi tentang jenis perawatan yang tersedia. Dari informasi inilah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan (utilisasi) terhadap suatu pelayanan kesehatan.

(7)

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kualitas Pelayanan

Menurut Moison, Walter dan White yang dikutif Haryanto (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :

1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit dan kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan pasien

(8)

dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

6. Citra (image), yaitu reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien

memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut.

7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. Aspek ini

(9)

dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain.

8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit.

Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien rumah sakit.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran.

(10)

Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut.

2.2. Asuransi

2.2.1. Pengertian Asuransi

Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan Pasal 246 dalam Thabrany (1998) menyatakan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), definisi asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Dengan demikian, asuransi sesungguhnya adalah usaha untuk memindahkan risiko atas kepemilikan (individu maupun lembaga) di masa depan kepada pihak lain.

(11)

2.2.2. Asuransi Kesehatan

Pada dasarnya asuransi kesehatan adalah salah satu produk asuransi yang memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi pembayar iuran dan diselenggarakan oleh lembaga pemerintah atau non pemerintah.

Menurut Thabrany (1998), asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan risiko (sakit) dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok. M e l a l u i pengalihan risiko individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh jaminan.

1. Prinsip Asuransi Kesehatan

Prinsip asuransi kesehatan adalah menghimpun dana dari populasi yang besar dan membagi resiko sakit atau cidera (risk sharing) yang dialami sebagian kecil anggota dengan keseluruhan populasi. Terdapat beberapa prinsip kesehatan yang disampaikan Trisnantoro diantaranya adalah :

a) Asuransi kesehatan merupakan suatu sistem pembiayaan kesehatan dengan menganut konsep resiko dalam sistem asuransi kesehatan resiko yang dimaksud menjadi tanggungan bersama oleh peserta dengan membayar premi iuran ke sebuah perusahaan.

c) Asuransi kesehatan sebagai suatu piranti ekonomi dimana seseorang membayar sejumlah uang relatif kecil (premi) untuk menanggulangi suatu kemungkinan kerugian keuangan yang besar dan mungkin terjadi jika tanpa dilindungi asuransi.

(12)

d) Usaha asuransi harus berlandaskan pada managemen resiko dengan melalui beberapa tahapan proses: penetapan tujuan, identifikasi resiko,evaluasi resiko, penanganan resiko, melaksanakan usaha dan melakukan evaluasi resiko. e) Pemahaman mengenai resiko dari persepsi peserta dapat menimbulkan terjadinya

proses yang disebut adverse selection.

Asuransi pada dasarnya adalah suatu mekanisme untuk mengalihkan resiko (ekonomi) perorangan menjai resiko kelompok. Manifestasinya adalah peserta diwajibkan untuk membayar iuran/premi yang jumlahnya kecil untuk dapat melindungi diri apabila terkena suatu resiko yang mungkin besar. Karena itu dalam prinsip asuransi, menghitung resiko (risk) adalah sangat penting.Implementasi prinsip asuransi kesehatan ternyata sangat dinamis, mengikuti perkembangan teknologi kedokteran serta tuntutan masyarakat yang semakin meningkat dan kritis. Program asuransi kesehatan konvensional mengenal bentuk hubungan tiga pihak (tripartite relationship) yang terdiri dari badan penyelenggara asuransi kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan (PPK/Health provider, yaitu

RS/Dokter/Apotik) dan peserta asuransi kesehatan (konsumen). Dalam bentuk hubungan seperti ini peserta asuransi akan memperoleh pelayanan kesehatan dari PPK, kemudian PPK mengklaim pada badan penyelenggara asuransi kesehatan sesuai dengan perjanjian, sedangkan badan penyelenggara akan menerima pembayaran premi dari peserta asuransi kesehatan tersebut. Pada hubungan seperti itu peserta dapat juga membayar terlebih dahulu pada PPK dan kemudian memperoleh penggantian dari badan penyelenggaran askes sesuai kontrak

(13)

(indemnity). Dalam perjalanannya model ini juga berkembang menjadi

model bipartite, dimana badan penyelenggara asuransi kesehatan bekerjasama dan bahkan mendirikan health provider sendiri

2. Manfaat Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan apabila dilaksanakan dengan baik maka akan dapat diperoleh beberapa manfaat, diantaranya: membebaskan peserta dari kesulitan menyediakan dana tunai, biaya kesehatan dapat diawasi, mutu pelayanan dapat diawasi, dan tersedianya dana kesehatan.

PT. Askes sesuai dengan PP No. 69 tahun 1991 adalah penyelenggara program pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan beserta keluarganya yang bersifat wajib. Dalam melaksanakan program ini PT. Askes bekerjasama dengan penyelenggara pelayanan kesehatan seperti puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah, RS TNI/POLRI dan beberapa RS swasta. Dalam memberikan pelayanan kesehatan PT. Askes menerapkan sistem bertingkat, yang dimulai dari rawat jalan tingkat pertama sampai pada pelayanan spesialis melalui rujukan dan pelayanan rawat inap.

3. Asuransi Kesehatan Nasional

Jika penyelenggaraan asuransi sosial dikelola oleh badan untuk seluruh penduduk suatu negara maka sistem ini disebut sebagai asuransi kesehatan nasional (National healt insurance). Yang artinya pada suatu negara atau propinsi hanya ada satu badan asuransi kesehatan yang mengelola seluruh penduduk. Kepesertaan

(14)

asuransi ini bersifat wajib karenanya tidak terjadi bias selection dan dapat terlaksana asas pemerataan.

Dalam asuransi kesehatan sosial seharusnya tidak diperkenankan adanya perkecualian seseorang tidak ikut dalam program tersebut. Hal ini akan mempengaruhi riskpolling menjadi encer, apalagi jika banyak orang yang tidak ikut dalam program. Asuransi kesehatan sosial ini membawa konsekuensi yang kaya membantu yang miskin, yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan asuransi kesehatan komersial yang berorientasi profit dan tidak memungkinkan terjadinya mekanisme gotong royong diantara berbagai elemen masyarakat.

Cakupan asuransi kesehatan di Indonesia dalam berbagai bentuk masih sangat kecil yaitu berkisar 15% dari seluruh penduduk. Hasil study Thabrani dan Pujianto dengan menggunakan data Susenas menunjukkan bahwa hanya 14,05% penduduk yang memiliki jaminan ditahun 1998. Jumlah inipun sebenarnya boleh dikatakan lebih banyak dari yang sebenarnya jika diperhatikan bahwa pelayanan yang diberikan tidak seluruhnya menanggung resiko berat penduduk. Mereka yang mempunyai jaminan melalui dana sehat misalnya tidak mendapat jaminan yang memadai, bahkan jaminan askes yang diberikan PT. Askes masih mengharuskan pesertanya membayar cukup besar. Sementara pelayanan yang disediakan pemerintah melalui Puskesmas dan Rumah Sakit juga masih membebani masyarakat. Hal ini merupakan tantangan yang besar bagi Indonesia

(15)

karena negara tetangga kita seperti Filipina dan Muangthai telah mencapai cakupan 60 dan 70 % penduduknya dengan jaminan yang lebih baik.

Asuransi kesehatan nasional baru dapat dilakukan jika infrastruktur pendukung sudah memadai seperti cakupan pekerja formal, infrastruktur pajak, sistem administrasi, jaringan PPK, dan kemampuan keuangan suatu negara sudah baik. Jika infrastruktur tersebut belum memadai, biasanya negara melaksanakan asuransi sosial untuk kelompok tertentu yang secara managemen dapat dilakukan misalnya dimulai dengan tenaga kerja formal. Kemudian dengan meningkatnya kemampuan managemen dan membaiknya infrastruktur lain maka cakupan asuransi kesehatan sosial ditingkatkan menjadi cakupan asuransi kesehatan nasional.

2.2.3. Sejarah Singkat PT. Askes (Persero)

PT Askes (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Pejabat Negara, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya, serta Dokter/ Bidan PTT, dan Badan Usaha lainnya. Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan penugasan Pemerintah kepada PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1991 (PT. Askes). Dan sejarah singkat penyelenggaraan program Asuransi Kesehatan sebagai berikut: (http://www.ptaskes.com/read/askessosial).

(16)

Tahun 1968

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

Tahun 1984

Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

Tahun 1991

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

(17)

Tahun 1992

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

Tahun 2005

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

Tahun 2008

Pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana kepesertaan, tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen. Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004 tentang SJSN PT Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero) mendirikan anak perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT AJII

(18)

Tahun 2009

Pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi masyarakat.

Tahun 2011

Terkait UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di tahun 2011, PT Askes (Persero) resmi ditunjuk menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang meng-cover jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia yang tertuang dalam UU BPJS Nomor 24 tahun 2011.

2.2.4. Asuransi Kesehatan Sosial

Asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh diberikan atas dasar status sosial masyarakat sehingga semua lapisan masyarakat berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan. Menurut Mehr dan Cammack dalam Principles of Insurance dalam Subianto (2003), asuransi sosial adalah sarana untuk menghimpun risiko dengan memindahkannya kepada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan pada waktu terjadinya kerugian-kerugian tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

(19)

Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan suatu penugasan pemerintah kepada PT. Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1961 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Pegawai Tidak Tetap yang membayar iuran. Jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan pemerintah mengatur jumlah anggota keluarga yang ditanggung yakni istri atau suami dan anak yang sah dan peserta yang mendapat tunjangan keluarga, jumlah anak yang ditanggung adalah dua anak (PT. Askes, 2009).

2.2.5. Peserta PT. Askes (Persero)

PT. Askes (Persero) mempunyai 2 (dua) jenis kepesertaan, yaitu peserta wajib dan peserta komersial. Beberapa faktor yang membedakan keduanya antara lain besaran premi, kelengkapan jenis pelayanan kesehatan pada RJTP, dan tempat pelayanan kesehatan primer. Peserta wajib berobat ke dokter puskesmas, sedangkan peserta sukarela ke dokter keluarga. Berbagai kelebihan dokter keluarga belum merupakan jaminan bahwa mutu pelayanannya lebih baik dari puskesmas.

(http://www.ptaskes.com/content.php?menu=2&p=6) 1. Peserta Wajib

Peserta wajib merupakan peserta Askes sosial yang kepesertaan diatur dalam peraturan pemerintah dan kepres, adapun kepesertaan wajib PT. Askes berdasarkan PP Nomor. 69 tahun 1991 adalah PNS, penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya, sedangkan berdasarkan Kepres Nomor. 37

(20)

tahun 1991 kepesertaanya Dokter Pegawai Tidak Tetat (PTT), dan kepesertaan wajib Askes atas Kepres Nomor. 23 tahun 1994 adalah Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT). 2. Peserta Askes Komersial Perorangan

Peserta Askes komersial perorangan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kepesertaanya berlaku secara Nasional dan pelayanan kesehatan diluar Negeri berdasar pilihan peserta.

3. Peserta Askes Komersial Kelompok

Peserta Askes komersial kelompok dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kepesertaannya hanya berlaku secara Nasional saja, dan contohnya adalah produk ansuransi kesehatan sukarela oleh PT. Askes (Persero).

2.2.6. Prosedur Pelayanan Kesehatan PT. Askes (Persero)

Prosedur pelayanan kesehatan peserta Askes sosial di pelayanan tingkat pertama (PPK 1) adalah berdasarkan pilihan peserta, baik itu di Puskesmas ataupun Dokter keluarga yang berada diwilayah kecamatan domisili peserta. Peserta Askes berkunjung kepuskesmas atau Dokter keluarga dengan membawa kartu kepesertaan PT. Askes pada PPK 1 atas penyakit yang dideritanya, dan berdasarkan indikasi medis peserta dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (PPK 2) yaitu Rumah Sakit Pemerintah atau Rumah Sakit swasta yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero), dan peserta langsung ke Apotik untuk pengambilan obat atas penyakit yang dideritanya, sedangkan peserta dalam keadaan gawat darurat/ emergency, peserta bisa langsung ke Rumah Sakit tanpa membawa surat rujukan dari PPK 1. Adapun bagan prosedur pelayanan kesehatan peserta PT.Askes (Persero)

(21)

secara umum adalah sebagai berikut: (PT. Askes, 2004).

Gambar 2.1. Prosedur Pelayanan Kesehatan Peserta PT. Askes (Persero)

2.3. Jaringan Pelayanan Kesehatan PT. Askes (Persero)

Jaringan pelayanan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero) dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan peserta askes sosial. Jaringan pelayanan kesehatan terdiri atas dua pelayanan yaitu (PT. Askes, 2009) :

1. Pemberi pelayanan kesehatan dasar meliputi puskesmas/dokter keluarga, poliklinik milik TNI/Polri diluar rumah sakit dan klinik 24 Jam.

2. Pemberi pelayanan kesehatan lanjutan meliputi rumah sakit umum milik pemerintah, rumah sakit khusus milik pemerintah (Jantung, Paru, Orthopedi, Jiwa, Kusta, Mata, Infeksi, Kanker, dll), Rumah Sakit TNI/Polri, Rumah Sakit Swasta, Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD)/PMI, Apotek, Balai Pengobatan Khusus, Optik, Laboratorium Kesehatan tertentu.

2.3.1. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin PT. Askes (Persero)

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan kesehatan dasar yang dijamin oleh PT. Askes (Persero) bagi peserta Askes Sosial meliputi (PT. Askes, 2009) :

Peserta

Puskesmas

Dokter Keluarga Rumah Sakit

Apotik

Surat Rujukan 2 1

Gawat Darurat / Emergency Tanpa Surat Rujukan

(22)

1. Konsultasi, penyuluhan, pemeriksaan medis dan pengobatan. 2. Pemeriksaan, pengobatan, termasuk pencabutan dan tambal gigi. 3. Tindakan medis kecil/sederhana.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana. 5. Pengobatan efek samping kontrasepsi.

6. Pemberian obat pelayanan dasar dan bahan kesehatan habis pakai. 7. Pemeriksaan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua hidup. 8. Pelayanan imunisasi dasar.

9. Pelayanan rawat inap di puskesmas perawatan/puskesmas dengan tempat tidur.

2. Pelayanan Kesehatan Lanjutan

Pemberi pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero) merujuk peserta Askes Sosial ke pelayanan kesehatan lanjutan atas indikasi medis. Pelayanan yang dijamin meliputi (PT. Askes, 2009):

1. Rawat Jalan Lanjutan

a. Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis dan dokter gigi (kasus gigi lanjutan).

b. Pemeriksaanpenunjang diagnostic: Laboratorium,Rontgen, Elektromedik, USG, CT Scan dan MRI.

c. Tindakan medis poliklinik dan rehabilitasi medis.

d. Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT. Askes (Persero).

(23)

2. Rawat Inap

a. Rawat inap di ruang perawatan sesuai dengan hak peserta.

b. Peserta berhak mendapatkan pelayanan rawat inap sesuai dengan golongan kepangkatan yaitu:

- PNS/pensiunan sipil golongan I dan II diruang rawat inap kelas II - PNS/pensiunan sipil golongan III dan IV diruang rawat inap kelas I - Pensiunan TNI dengan pangkat Prajurit dua s.d Kapten diruang

rawat inap kelas II

- Pensiunan TNI dengan pangkat Mayor s.d Jenderal diruang rawat inap kelas I

- Pensiunan Polri dengan pangkat Barada s.d Ajun Komisaris Polisi diruang rawat inap kelas II

- Pensiunan Polri dengan pangkat Komisaris Polisi s.d Jenderal Polisi diruang rawat inap kelas I

- Pejabat negara, penerima pensiun pejabat negara, perintis kemerdekaan dan veteran diruang rawat inap kelas I

- Dokter PTT diruang rawat inap kelas I - Bidan PTT diruang rawat inap kelas II

c. Pemeriksaan, pengobatan oleh dokter spesialis.

d. Pemeriksaan penunjang diagnostic : Laboratorium, Rontgen/ Radiodiagnostik, Elektromedik, USG, CT Scan dan MRI.

(24)

e. Tindakan medis operatif. f. Perawatan intensif.

g. Pelayanan rehabilitasi medis.

h. Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh PT. Askes (Persero).

3. Pemeriksaan Kehamilan, gangguan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua hidup.

4. Pelayanan Transfusi Darah, Pelayanan Cuci Darah, Cangkok (Transplantasi) Organ ESWL (Tembak Batu Ginjal), Kanker, Radioterapi dan Operasi Jantung.

5. Bantuan Biaya untuk Alat Kesehatan yang Diganti dengan Plafon meliputi:

a. Kacamata b. Gigi tiruan c. Alat bantu dengar d. Kaki/tangan tiruan

e. Implant (alat kesehatan yang ditanam dalam tubuh) yaitu IOL (lensa tanam di mata), pen dan pcrew (alat penyambung tulang), mesh (alat yang dipasang setelah operasi hernia) dan lain-lain.

6. Pelayanan Transfusi Darah

Pelayanan transfusi darah diberikan berdasarkan surat permintaan darah dari dokter yang merawat kemudian surat

(25)

tersebut diserahkan ke unit pelayanan transfusi darah (UPTD)/ Palang Merah Indonesia (PMI) dengan menunjukkan kartu peserta untuk mendapatkan kantong darah dan diserahkan ke dokter yang merawat.

2.3.2. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin PT. Askes (Persero)

Adapun pelayanan kesehatan yang tidak dijamin PT. Askes (Persero) kepada peserta Askes Sosial adalah (PT. Askes, 2009):

1. Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti tata cara pelayanan yang ditetapkan PT. Askes (Pesero)/ Pelayanan kesehatan tanpa indikasi medis. 2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan

pelayanan kesehatan PT. Askes (Persero), kecuali dalam keadaan gawat darurat (emergency) dan kasus persalinan.

3. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

4. Obat-obatan non Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) dan obat diluar ketentuan PT. Askes (Persero).

5. Semua jenis pelayanan imunisasi diluar imunisasi dasar bagi bayi dan balita (Difteri Pertusis Tetanus (DPT), Polio, Bacillus Calmette Guerin (BCG), Campak) dan bagi ibu hamil (Tetanus Toxoid) yang dilakukan di Puskesmas. 6. Seluruh rangkaian pemeriksaan dalam usaha ingin mempunyai anak, termasuk

alat dan obat-obatnya.

(26)

8. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan, tindakan persalinan, masa nifas pada anak ketiga dan seterusnya.

9. Usaha meratakan gigi (orthodentie), membersihkan karang gigi (scalling gigi) dan pelayanan kesehatan gigi untuk kosmetik.

10. Bedah plastik kosmetik termasuk obat-obatannya. 11. Check up dan general check up.

12. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, alkohol dan atau zat adiktif lainnya.

13. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri.

14. Kursi roda, tongkat penyangga, korset dan elastic bandage. 15. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu.

16. Biaya lainya meliputi biaya transportasi, sewa ambulans, pengurusan jenazah, fotocopy, telekomunikasi, kartu berobat, dan biaya administrasi.

2.3.3. Iuran Biaya PT. Askes (Persero)

Menurut PT. Askes (2009), iur biaya atau cost sharing adalah pembebanan sebagian biaya pelayanan kesehatan kepada peserta dan atau anggota keluarganya, yang dibayarkan kepada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero). Besarnya iur biaya ditetapkan bersama antara PT. Askes (Persero) dengan fasilitas kesehatan yang menjadi mitra. Tujuan iur biaya adalah agar masyarakat bertindak rasional dan terhindar dari moral hazard. Namun peserta juga harus berhati-hati, iur biaya yang melampaui batas kemampuan peserta dapat menjadi

(27)

paradoks dari prinsip asuransi kesehatan yang memproteksi penduduk dari kerugian keuangan sekaligus menurunkan akses peserta. Moral hazard adalah kerugian yang timbul akibat kelalaian yang disengaja peserta asuransi untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan polis asuransinya, dengan kata lain niat yang tidak baik peserta asuransi atau provider dengan sengaja tidak menjaga kesehatannya.

Moral hazard dari sisi peserta dengan menggunakan atau memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang berlebihan dan moral hazard dari sisi penyedia pelayanan dengan memberikan pelayanan yang berlebihan yang tidak sesuai dengan permintaan dan kebutuhan dari peserta sehingga menyebabkan terjadinya penggunaan yang berlebihan. Pengendalian utilisasi dan biaya kesehatan secara teori dapat dilakukan dengan mengadakan intervensi pada sisi supply dan sisi kebutuhan. Intervensi pada sisi supply (pemberi pelayanan kesehatan) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pembayaran secara prospective payment system yang selama ini telah diterapkan PT Askes (Persero) (PT. Askes 2009).

2.4. Puskesmas

2.4.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2006). Merujuk dari definisi puskesmas tersebut, dapat dijabarkan sebagai berikut:

(28)

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan merupakan unit pelaksanaan tingkat pertama. 2. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/ kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sedangkan puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sesuai dengan kemampuannya.

3. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan serta kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 4. Wilayah Kerja

Secara Nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah kecamatan. Tetapi bila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah. Masing-masing puskesmas bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan.

Disamping itu dikenal pula Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas Pembantu adalah unit pelayanan kesehatan sederhana yang merupakan

(29)

bagian integral dari puskesmas yang melaksanakan sebagian tugas puskesmas. Yang dimaksud dengan Puskesmas Keliling yaitu unit pelayanan kesehatan keliling berupa kendaraan bermotor roda empat atau perahu motor, dilengkapi peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.

2.4.2 Konsep Dasar Puskesmas

1. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni:

a. Lingkungan sehat b. Perilaku sehat

c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan.

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat.

(30)

2. Misi Puskesmas

Misi Pembangunan Kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya dibidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

(31)

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.

3. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaraan, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

4. Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas antara lain sebagai:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggarakan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus

(32)

untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam mempejuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi: 1) Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap

(33)

2) Pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

5. Sasaran Puskesmas

Sasaran puskesmas adalah individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mempunyai masalah dengan kesehatan akibat kurangnya pengetahuan, ketidakmauan, maupun ketidak mampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Berikut dijelaskan sasaran puskesmas:

a. Individu

1) Yang mempunyai masalah kesehatan dan termasuk dalam golongan rawan (vulnerable group).

2) Merupakan titik awal (entry point) untuk pembinaan keluarga. b. Keluarga

1) Keluarga rawan, yaitu keluarga yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehtan dan keluarga yang mempunyai individu yang bermasalah.

(34)

2) Prioritas pelayanan kesehatan pada keluarga yang belum memanfaatkan pelayanan kesehatan.

c. Kelompok

1) Kelompok rawan yang rentan terhadap masalah kesehatan 2) Prioritas masalah kesehatan

3) Kelompok rawan yang terikat dalam institusi, contohnya : karang wreda, karang balita, kelompok pekerja informal, perkumpulan penyandang penyakit tertentu (seperti jantung, asma), kelompok remaja, dan lainnya.

2.5. Prosedur Penerimaan Pasien Askes Rawat Jalan di Puskesmas

Prosedur penerimaan pasien Askes rawat jalan pada Puskesmas Perawatan Kota Blangkejeren berdasarkan protap pelayanan di loket pendaftaran adalah sebagai pedoman kerja petugas loket pendaftaran dalam pelayanan kartu berobat atau kartu rawat jalan bagi pasien Askes, dan sasarannya petugas loket dalam mencatat pasien Askes, yaitu membuat kartu rawat jalan bagi pasien baru, serta mencarikan kartu rawat jalan yang tersimpan dalam famili folder bagi pasien dengan kunjungan ulang. Adapun langkah-langkah pelayanan di loket pendaftaran pasien Askes pada Puskesmasa Perawatan Kota Blangkejeren adalah sebagai berikut:

a. Pasien datang ke Puskesmas

b. Petugas menyapa pasien dengan senyum dan mendaftarkan pasien 1. Pasien Askes kunjungan pertama (baru):

(35)

- Petugas meminta pasien menunjukkan kartu peserta Askes, dan mencatat nomor kartu peserta Askes

- Petugas mencatat nama pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat pada buku registrasi pelayanan rawat jalan

- Petugas membuat kartu rawat jalan

- Petugas membuat kartu berobat rawat jalan

- Petugas menyerahkan kartu berobat rawat jalan kepada pasien untuk identitas kunjungan berobat ulang pada Puskesmas

- Petugas menyerahkan kartu rawat jalan kepada pasien dan mempersilahkan menunggu di ruang tunggu pelayanan yang dituju setelah pasien meyerahkan kartu rawat jalan kepada petugas poli

- Petugas akan memanggil nama pasien sesuai urutan daftar tunggu keruang poli untuk diperiksa oleh Dokter Puskesmas

- Jika Dokter menganggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana atau tindakan medis maka pemeriksaan laboratorium dan tindakan medis dapat dilakukan di Puskesmas

- Jika mendapat resep obat, pasien menyerahkan resep tersebut pada petugas diruang obat dan menunggu giliran untuk mendapatkan obat dari Puskesmas

- Jika Dokter Puskesmas menganggap perlu untuk pemeriksaan lebih lanjut atau atas indikasi medis, maka pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit yang ditunjuk

(36)

- Petugas loket mengambil status rawat jalan pasien yang sudah selesai berobat dari ruang poli dan menyimpan kembali status rawat jalan kerak Arsip pasien rawat jalan

2. Pasien Askes kunjungan ulang:

- Petugas meminta kepada pasien menunjukkan kartu berobat rawat jalan di Puskesmas

- Petugas meminta pasien menunjukkan kartu peserta Askes, dan mencatat nomor kartu peserta Askes

- Petugas mencarikan kartu rawat jalan sesuai nomor index kartu berobat rawat jalan untuk pasien yang sudah pernah berobat atau berkunjung kerak Arsip pasien rawat jalan

- Petugas mengembalikan kartu berobat rawat jalan dan menyerahkan kartu rawat jalan kepada pasien dan mempersilahkan menunggu di ruang tunggu pelayanan yang dituju setelah pasien menyerahkan kartu rawat jalan kepada petugas poli

- Petugas akan memanggil nama pasien sesuai urutan daftar tunggu keruang poli untuk diperiksa oleh Dokter Puskesmas

- Jika Dokter menganggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana atau tindakan medis maka pemeriksaan laboratorium dan tindakan medis dapat dilakukan di Puskesmas

(37)

- Jika mendapat resep obat, pasien menyerahkan resep tersebut pada petugas diruang obat dan menunggu giliran untuk mendapatkan obat dari Puskesmas

- Jika Dokter Puskesmas menganggap perlu untuk pemeriksaan pasien lebih lanjut atau atas indikasi medis, maka pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit yang ditunjuk

- Petugas loket mengambil kartu rawat jalan pasien yang sudah selesai berobat dari ruang poli dan menyimpan kembali status rawat jalan ke rak arsip pasien rawat jalan.

2.6. Permintaan

Pengertian permintaan (demand) tidak terpisah dari arti kebutuhan (need) dan keinginan (want). Kebutuhan adalah sesuatu yang dirasa kurang dari diri manusia itu sendiri, sedangkan keinginan (want) adalah sesuatu yang dirasa kurang karena lingkungan, dan permintaan (demand) adalah keinginan yang disertai dengan daya beli. Demand merupakan ungkapan permintaan dari keinginan dan kebutuhan (Irawan dkk., 1996).

Permintaan (demand) adalah sejumlah barang atau jasa yang diminta oleh konsumen pada beberapa tingkat harga pada suatu waktu tertentu dan pada tempat atau pasar tertentu (Palutturi, 2005). Menurut Lipsey (1990), permintaan adalah jumlah yang diminta merupakan jumlah yang diinginkan. Jumlah ini adalah berapa

(38)

banyak yang akan dibeli oleh rumah tangga pada harga tertentu suatu komoditas, harga komoditas lain, pendapatan, selera, dan lain-lain.

Menurut Turner (1971) yang dikutip Salma (2004) menyatakan bahwa permintaan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli, pada tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan suatu barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan.

Permintaan adalah keinginan terhadap produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya. Dengan demikian permintaan adalah kebutuhan dan keinginan yang didukung oleh daya beli (Kotler dan Andersen, 1995). Kotler dan Andersen (1995) menyatakan bahwa kebutuhan manusia (human need) adalah ketidak beradaan beberapa kepuasan dasar seperti: kebutuhan

makanan, pakaian, tempat berlindung, keamanan hak milik dan harga diri serta kesehatan. Keinginan (want) adalah hasrat pemuas kebutuhan yang spesifik yaitu cara pemenuhan kebutuhan dengan beberapa pemilihan untuk memuaskannya. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin seseorang kebutuhannya sedikit, misalnya hanya pencegahan penyakit gigi dan mulut namun keinginannya banyak karena dipengaruhi oleh kondisi sosial seperti pendidikan, keluarga dan atau perusahaan.

Menurut teori Abraham Maslow (1970) yang dikutif Julianto Saleh (2003), Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusia kedalam 5 (lima) tingkat kebutuhan yang berbentuk hirarki kebutuhan manusia yaitu: (1). Kebutuhan fisiologis

(39)

(Physiological needs), (2). Kebutuhan rasa aman (Safety and security needs), (3).

Kebutuhan rasa memiliki dan dimiliki serta kasih sayang (Belongingness and love needs), (4). Kebutuhan akan penghargaan (Esteem needs), (5). Kebutuhan aktualisasi

diri (Self-actualization).

Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya: harga, pendapatan, selera dan harapan-harapan untuk masa mendatang (Arsyad, 1991).

2.7. Rujukan

2.7.1. Pengertian Rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama (Depkes RI, 2006).

Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih lengkap/rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit). (Sutarjo, 1993).

Kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah

(40)

kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus ditopang azas rujukan. Azas rujukan terbagi menjadi: 1) Rujukan pelayanan kesehatan perorangan yang terdiri dari :

- Rujukan kasus

- Rujukan bahan pemeriksaan - Rujukan ilmu pengetahuan

2) Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat yang terdiri dari : - Rujukan saran dan logistik

- Rujukan tenaga

2.7.2. Sistem Rujukan Upaya Kesehatan

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional. Menurut tata

hubungannya, sistem rujukan terdiri dari rujukan internal dan rujukan eksternal: Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di

(41)

puskesmas induk, sedangkan rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah) (Mukti, 2001).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari rujukan Medik dan rujukan Kesehatan. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja) (Sudayasa, 2010).

Adapun mekanisme sistem rujukan masalah kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo adalah seperti tertera dalam skema sebagai berikut: (www.geocities.ws/klinikikm/manajemen-kesehatan/sistem-rujukan.htm).

(42)

1. Skema sistem rujukan masalah kesehatan Penderita Masalah Medis Rujukan Pengetahuan Medis Bahan-bahan Pemeriksaan Masalah Kesehatan Teknologi Masakah Kesehatan Rujukan Sarana Masyarakat Kesehatan

Operasional

Gambar 2.2. Sistem Rujukan Masalah Kesehatan

2. Skema sistem rujukan pelayanan kesehatan di Indonesia

Rumah Sakit Tipe A Provinsi Rumah Sakit Tipe B Kabupaten Rumah Sakit Tipe C/D Kecamatan Puskesmas/ Balkesmas Kelurahan/ Desa Puskesmas Pembantu

Dokter Praktek Swasta Bidan Praktek Swasta Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu

Masyarakat

(43)

2.7.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Rujukan Pelayanan Kesehatan

Menurut Andersen (1968) yang dikutip Zuhrawardi (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan oleh masyarakat tergantung pada tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pendukung (enabling), serta faktor kebutuhan (need).

a. Faktor Predisposisi (Predisposing)

Merupakan kumpulan faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik individu, yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang meliputi :

1) Keadaan demografi berupa: umur, jenis kelamin, status perkawinan, penyakit di masa lalu serta jumlah anggota keluarga.

2) Keadaan struktur sosial, meliputi: jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras dan suku.

3) Sikap dan kepercayaan, terutama kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan, dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta kepercayaan terhadap penyakit.

b. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Kondisi yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan atau merasa puas dengan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada, terdiri dari :

1) Sumber daya keluarga yaitu: Penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

(44)

2) Sumber daya masyarakat: jumlah sarana pelayanan kesehat jumlah tenaga kesehatan serta rasio penduduk dan tenaga kesehatan.

c. Faktor Kebutuhan (Need Factor)

Faktor ini menunjukkan kebutuhan individu untuk mempergunakan fasilitas kesehatan, hal ini ditunjukkan oleh adanya kebutuhan karena alasan yang kuat yaitu adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan. Faktor ini merupakan bagian yang paling langsung berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dibagi menjadi dua kategori, dirasakan atau perceived dan evaluated.

2.8. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini dilihat dari beberapa pendapat para ahli tentang kualitas pelayanan, penulis menggunakan konsep kualitas pelayanan menurut Parasuraman, dkk (1988) yang dikutip oleh Nur Achmad (2008) dalam jurnal “.Analisis simultan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen dan minat beli pada grapari telkomsel di Surakarta”. yang mengidentifikasi 5 (lima) dimensi pokok

yang berkaitan dengan kualitas jasa, hal ini untuk digunakan mengukur kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien Askes yang meminta rujukan pada Puskesmas Perawatan Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues, yaitu: a) kehandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya, (b) ketanggapan (responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan

(45)

tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas, (c) jaminan (assurance) yaitu berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan staf dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan, (d) empati (empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen, (e) bukti fisik (tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik dan keadaan lingkungan sekitarnya.

Teori tentang permintaan rujukan, penulis menggunakan permintaan rujukan pasien Askes atas dasar kebutuhan atau keinginan pasien, dalam hal ini dengan menggunakan teori Abraham Maslow (1970) yang dikutip oleh Julianto Saleh (2003) dalam jurnal “Hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow: Aplikasi terhadap klasifikasi mad’u dalam proses dakwah”. yang mengklasifikasikan

kebutuhan manusia kedalam 5 (lima) tingkat kebutuhan yang berbentuk hirarki kebutuhan manusia yaitu: (1). Kebutuhan fisiologis (Physiological needs), (2). Kebutuhan rasa aman (Safety and security needs), (3). Kebutuhan rasa memiliki dan dimiliki serta kasih sayang (Belongingness and love needs), (4). Kebutuhan akan penghargaan (Esteem needs), (5). Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization).

Menurut penelitian Sutarjo (1993) dalam Zulkarnain, dkk (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan Rumah Sakit saat ini cenderung tidak rasional, karena penderita lebih suka datang kerumah sakit yang canggih dari pada pemanfaatan fasilitas

(46)

Puskesmas, bahkan untuk kasus-kasus yang biasa ditangani di Puskesmas. Masalah jarak tidak menjadi pertimbangan penderita apabila mobilisasi masyarakat tinggi dan sarana transportasi yang lancar mempermudah penderita datang kerumah sakit terdekat. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sulaiman (1995) yang meneliti tentang kunjungan peserta PT. Askes ke RSUP Tegalyoso dipengaruhi oleh jumlah dokter specialis, jumlah perawat dan jumlah layanan rawat jalan lanjutan, sehingga elastisitas kunjungan rawat jalan peserta Askes lebih besar dari masyarakat umum. Menurut Zulkarnain, dkk (2003) tidak ada hubungan antara jarak Puskesmas ketempat rujukan terdekat terhadap rasio rujukan rawat jalan.

Sedangkan faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan rujukan kesehatan pada Puskesmas berdasarkan teori Andersen (1968) dalam Zuhrawardi (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan oleh masyarakat tergantung pada tiga faktor yaitu: (a). faktor predisposisi (predisposing), yaitu merupakan kumpulan faktor-faktor yang menggambarkan

karakteristik individu, yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang meliputi keadaan demografi, keadaan struktur sosial dan Sikap dan kepercayaan. (b). faktor pendukung (enabling), yaitu dimana kondisi yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan atau merasa puas dengan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada karena didukung oleh sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat. (c). faktor kebutuhan (need), yaitu karena faktor ini menunjukkan kebutuhan individu untuk mempergunakan fasilitas kesehatan, hal ini ditunjukkan oleh adanya kebutuhan

(47)

karena alasan yang kuat yaitu adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara mencari pelayanan kesehatan, dan faktor ini merupakan bagian yang paling langsung berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Permintaan Rujukan Peserta Wajib PT.Askes

(Persero) pada Puskesmas Perawatan Kota Blangkejeren Kualitas Pelayanan 1. Kehandalan (Reliability) 2. Ketanggapan (Responsivenees) 3. Jaminan (Assurance) 4. Empati (Empathy) 5. Bukti Fisik (Tangibles)

Gambar

Gambar 2.1. Prosedur Pelayanan Kesehatan Peserta PT. Askes (Persero)
Gambar 2.3. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dapatan kajian Suzannah & Jessica (2015) mendapati pendidik menyatakan bahawa MOOC telah mengambil kebanyakan masa dan memerlukan usaha yang tinggi dalam

Set information of receipt head and tail Connect laser Barcode scanner,cash drawer, extemal printer, and PC Gross profit analysis. Set and revise PLU through PC software, read

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT

• Kuantor Eksistensial adalah suatu pernyataan yang berlaku secara khusus, notasinya “∃x” dibaca “ada nilai x” atau “beberapa nilai x”.. • Ingkaran dari

Menurut hemat penulis, pertimbangan hukum dalam perkara kasasi yang menjadi yurisprudensi tersebut diatas, substansinya merupakan inti dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa bahan baku yang digunakan yaitu relatif lebih murah dibanding pakan ikan komersil, limbah eceng

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran pemuda dalam mengembangkan Eco Edu Wisata Mangrove dan untuk mengkaji implikasi pengembangan Eco Edu Wisata Mangrove oleh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MEKANISME PEMBAYARAN DAN CARA PENGHITUNGAN