• Tidak ada hasil yang ditemukan

63430369-Geologi-Umum-4arale

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "63430369-Geologi-Umum-4arale"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I GEOLOGI 1.1 Pengertian Geologi

Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi. Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, termasuk Komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya.

Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan,dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang dipelajari dalam geologi.

1.2 Ruang Lingkup Geologi

Secara keseluruhan bumi ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu : 1. Atmosfer, yaitu lapisan udara yang menyelubungi Bumi

2. Hidrosfer, yaitu lapisan air yang berada di permukaan Bumi 3. Biosfer, yaitu Lapisan tempat makhluk hidup

4. Lithosfer, yaitu lapisan batuan penyusun Bumi

Ruang lingkup pembelajaran geologi yaitu lithosfer yang merupakan lapisan batuan penyusun bumi dari permukaan sampai inti bumi. Geologi juga mempelajari benda-benda luar angkasa, dan bukan tak mugkin suatu saat nanti kita dapat mengetahui keadaan geologi bulan misalnya.

Cabang-cabang ilmu geologi

Kajian geologi memiliki ruang lingkup yang luas, di dalamnya terdapat kajian-kajian yang kemudian berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri walaupun sebenarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang satu sama lain. ilmu-ilmu tersebut yaitu :

1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa pendeskripsian mineral yang meliputi warna, kilap, goresan, belahan, pecahan dan sifat lainnya.

2.

Petrologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk deskripsi,klasifikasi dan originnya.

3. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sediment, meliputi deskripsi, klasifikasi dan proses pembentukan batuan sediment.

4. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya dan proses pembentukannya.

5. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak bumi dan proses pembentukannya.

6.

Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu yang berupa fosil. Paleontology berguna untuk penentuan umur dan geologi sejarah.

7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan proses0proses pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna dalam menentukan struktur geologi dan batuan penyusun suatu daerah.

8.

Geologi Terapan, merupakan ilmu-ilmu yang dikembangkan dari geologi yang digunakan untuk kepentingan umat manusia, diantaranya Geologi Migas, Geologi Batubara,Geohidrologi, Geologi Teknik, Geofisila, Geothermal dan sebagainya.

Konsep Dalam Geologi

(2)

Teori Katastropisme

Teori Katastropisme ini dikemukakan oleh Cuvier yang berekabangsaan Prancis pada tahun 1830. Teori malapetaka menjelaskan bentukan bumi yang sekarang ini seperti pegunungan dan lembah merupakan hasil dari malapetaka-malapetaka yang sebelumnya terjadi. Teori ini juga menjelaskan bahwa musnahnya salah satu individu mahluk hidup disebabkan oleh malapetaka tersebut yang kemudian diikuti oleh kemunculan mahluk baru yang berbeda dengan mahluk hidup sebelumnya.

Teori Uniformitarisma

Teori ini dikemukakan oleh James Hutton yaitu “ The Present Is The Key To The Past”. Teori ini menjelaskan bahwa proses-proses yang kita lihat sekarang terjadi juga pada masa lampau, seperti erosi perbukitan, pengangkutan material sediment di sungai, letusan gunung api, gempa bumi dan sebagainya. Hal ini membawa kita pada pemahaman bahwa pembentukan pegunungan, pembentukan lembah yang dalam, pembentukan lapisan-lapisan sediment tidak terjadi dalam waktu yang singkat tetapi melalui waktu yang cukup panjang bahkan sampai jutaan tahun.

BAB II STRUKTUR BUMI 2.1 Kedudukan Bumi dalam jagat Raya

Sampai saat ini bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat mendukung kelangsungan hidup seluruh makhluk, diantara planet-planet anggota tata-surya lainnya. Oleh karenanya pengetahuan mengenai bumi dianggap sangat vital guna kelangsungan hidup penghuninya termasuk manusia.

Bumi merupakan anggota tata-surya bersama 8 planet lainnya yang sama sama mengelilingi matahari dengan waktu tempuh yang berbeda-beda sesuai dengan jari-jari lintasannya. Bumi berjarak rata-rata 150 juta km terhadap Matahari dan mengelilingi Matahari selama 365 hari, yang dijadikan dasar system kalender. Anggota tata-surya secara lengkap secara berturut turut yaitu: Matahari sebagai pusat, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto.

Tata-surya merupakan bagian dari suatu galaksi yang dinamakan galaksi bima sakti (Milky Way). Diameter galaksi bima sakti sekitar 80.000-100.000 tahun cahaya.

Di jagat raya ini masih banyak galaksi yang belum didiketahui yang jaraknya kemungkinan bisa jutaan tahun cahaya. Dari data-data ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ruang lingkup ilmu kita masih sangat kecil bila dibandingkan dengan luasnya jagat raya. Ini juga merupakan bukti bahwa Alloh Maha Besar, Maha Mengetahui atas segalanya dan kita tidak sepatutnya sombong dengan pengetahuan kita yang sangat sedikit ini.

2.2. Struktur dan Komposisi Bumi

Berdasarkan kecepatan gelombang seismic struktur internal bumi dapat dibedakan menjadi tiga komponen utama, yaitu inti (core), mantel (mantle) dan kerak (crust).

(3)

Gambar 2.1. Kecepatan Gelombang Seismik Pada Setiap Lapisan Bumi

Gambar 2.2 Struktur Bumi Inti bumi (core)

Dipusat bumi terdapat inti yang berkedalaman 2900-6371 km. Terbagi menjadi dua macam yaitu inti luar dan inti dalam. Inti luar berupa zat cair yang memiliki kedalaman 2900-5100 km dan inti dalam berupa zat padat yang berkedalaman 5100-6371 km. Inti luar dan inti dalam dipisahkan oleh Lehman Discontinuity.

Dari data Geofisika material inti bumi memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis meteorit logam yang terdiri dari besi dan nikel. Atas dasar ini para ahli percaya bahwa inti bumi tersusun oleh senyawa besi dan nikel.

Mantel bumi (mantle)

Inti bumi dibungkus oleh mantel yang berkomposisi kaya magnesium. Inti dan mantel dibatasi oleh Gutenberg Discontinuity. Mantel bumi terbagi menjadi dua yaitu mantel atas yang

(4)

bersifat plastis sampai semiplastis memiliki kedalaman sampai 400 km. Mantel bawah bersifat padat dan memiliki kedalaman sampai 2900 km.

Mantel atas bagian atas yang mengalasi kerak bersifat padat dan bersama dengan kerak membentuk satu kesatuan yang dinamakan litosfer. Mantel atas bagian bawah yang bersifat plastis atau semiplastis disebut sebagi asthenosfer.

Kerak bumi (crust)

Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km. kerak dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity. Kerak bumi dominan tersusun oleh feldsfar dan mineral silikat lainnya. Kerak bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe, Mg yang disebut sima. Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5-15 km (Condie, 1982)dengan berat jenis rata-rata 3 gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan penyusunnya terutama berkomposisi basalt.

Gambar 2.3 Penampang vertikal Kerak Samudra

Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si dan Al, oleh karenanya di sebut sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30-80 km (Condie !982) rata-rata 35 km dengan berat jenis rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua biasanya disebut sebagai lapisan granitis karena batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan yang berkomposisi granit.

Disamping perbedaan ketebalan dan berat jenis, umur kerak benua biasanya lebih tua dari kerak samudra. Batuan kerak benua yang diketahui sekitar 200 juta tahun atau Jura. Umur ini sangat muda bila dibandingkan dengan kerak benua yang tertua yaitu sekitar 3800 juta tahun. Penyebab perbedaan umur ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

(5)

Gambar 2.4 Kelimpahan berbagai unsur di kerak bumi

BAB III TEORI TEKTONIK LEMPENG 3.1. Sejarah Teori Tektonik Lempeng

1.

Continental drift (Wegener, 1912)

2.

Convection current of mantle (Holmes, 1931)

3.

Sea-floor mapping (Heezen, Tharp, Ewing, 1959-1965)

4.

Sea-floor spreading (Dietz, Hess, 1961-1962)

5.

Symmetric magnetic stripping across mid-oceanic ridge (Vine and Matthews, 1963)

6.

Transform fault (Wilson, 1965)

7.

Global seismic zones (Lynn and Sykes, 1968)

8.

Global mountain belts (Dewey and Bird, 1970)

9.

New Global Tectonic - Plate Tectonic Theory (late 1967-early 1970) 3.2. Lempeng (Plates)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bagian terluar dari lapisan bumi adalah kerak bumi yang terbagi menjadi kerak samudra dan kerak benua. Dibawah kerak terdapat lapisan yang disebut mantel, zona pemisah antara kerak dengan mantel disebut Mohorovivic discontinuity. Lapisan mantel atas bagian atas merupakan bagian yang padat, akan tetapi pada kedalaman sekitar 70-80 km terjadi penurunan kecepatan gelombang seismic (low velocity zone), hal ini membuktikan bahwa lapisan ini merupakan lapisan yang cair liat. Kerak bumi beserta mantel atas bagian atas yang padat menjadi satu kesatuan yang disebut litosfer, sedangkan lapisan cair liat dibawahnya disebut sebagai astenosfer.

Litosfer tersebut mengapung diatas lapisan astenosfer dan terpotong potong menjadi beberapa keratan yang disebut lempeng (plates). Lempeng lempeng tersebut bergerak satu sama lain dengan kecepatan yang berbeda-beda dan terjadi interaksi yang menyebabkan terjadinya kejadian-kejadian geologi seperti pembentukan gunung api, gempa bumi, pembentukan struktur geologi, pembentukan batuan dan kejadian geologi lainnya. Walaupun kecepatan rata-rata lempeng tersebut hanya sekitar 7cm/tahun dan kita tidak bisa merasakannya, tetapi dengan waktu berjuta-juta tahun akan menyebabkan kejadian yang berarti seperti kejadian geologi yang disebutkan sebelumnya. Misalkan kecepatan lempeng 5cm/tahun dan waktunya 50 juta tahun maka lempeng tersebut akan bergerak sejauh 2500 km. Dalam kejadian-kejadian geologi waktu

(6)

yang diperlukan cukup panjang yaitu dengan satuan juta tahun. waktu ini disusun dalam skala waktu geologi.

Gambar 3.1 Skala waktu geologi

Contoh lempeng-lempeng yang besar diantaranya, lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara, lempeng Amerika Selatan, Lempeng Indo Australia dan Lempeng Afrika.

(7)

Batas lempeng

Sudah disebutkan bahwa antara satu lempeng dengan lempeng lainnya yang berdampingan akan terjadi interaksi pada batas lempengnya, jenis interaksi yang terjadi yaitu : Batas Divergen

Batas Divergen adalah batas dimana dua buah lempeng atau lebih saling menjauh, gaya yang bekerja pada batas ini adalah gaya tarikan (tensional). Hal ini mengakibatkan lempeng saling menjauh dan mengakibatkan naiknya magma dari astenosfer dan terjadilah pembentukan kerak baru dalam hal ini kerak samudra.

Jika kejadian ini berlangsung tanpa adanya penunjaman kembali lempeng di sisi yang lain maka dapat dibayangkan bumi ini akan terus membesar. Contoh batas divergen yaitu Mid Atlantic Ridge.

Gambar 3.3 Batas Divergen Batas Konvergen

Batas Konvergen yaitu batas dimana dua buah lempeng saling mendekat, hal ini mengakibatkan terjadinya subduksi atau kolisi. Gaya yang timbul pada interaksi ini yaitu gaya kompresional.

• Subduksi

Bila lempeng samudra dengan lempeng benua terjadi interaksi jenis ini maka lempeng samudra akan menunjam kebawah lempeng benua. Hal ini terjadi karena berat jenis dari lempeng samudra lebih berat dari lempeng benua sehingga lempeng benua seperti menunggang atau mengapung. Hal inilah yang menyebabkan batuan di kerak benua umurnya lebih tua dari umur batuan di kerak samudra.

Akibat kejadian ini akan terjadi kejadian kejadian geologi seperti pembentukan jalur gunung api pada kerak yang menunggangi dalam hal ini kerak benua, yang diakibatkan peleburan kerak samudra yang menunjam sehingga memicu pembentukan magma yang kemudian naik dan membentuk gunung api. Selain itu akan terjadi berbagai macam struktur geologi seperti sesar dan lipatan yang diakibatkan gaya kompresional dari interaksi tersebut. Contoh interaksi ini yaitu bagian Barat Sumatera dan Selatan Jawa.

(8)

Gambar 3.4 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Benua

Bila lempeng samudra dengan lempeng samudra terjadi interaksi konvergen maka salah satu lempeng akan menunjam. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan jalur kepulauan gunungapi (island arc) pada lempeng yang menunggangi. Contoh interaksi ini yaitu kepulauan Jepang

Gambar 3.5 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Samudra • Kolisi

Apabila lempeng benua bertemu dengan lempeng benua maka lempeng tersebut tidak ada yang tertunjam karena keduanya sama-sama ringan, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang biasanya sangat tinggi. Contoh yang paling nyata yaitu pegunungan himalaya yang diakibatkan interaksi antara lempeng Eurasia dengan India.

(9)

Gambar 3.7 Pembentukan Himalaya

Sesar Transform

Yaitu batas antara lempeng yang saling berpapasan, biasanya batas ini terjadi karena batas konvergen yang tidak lurus.

Gambar 3.7 Batas-batas Lempeng

BAB IV BATUAN 4.1 Pengertian Batuan

Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut.

Mineral adalah zat padat anorganik yang mempunyai komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang terjadi tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan dibentuk oleh alam (Warsito Kusumoyudo, 1986). Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangun yang beraturan yang terdiri dari atam-atom dengan susunan yang teratur.

(10)

Berzelius mengklasifikasikan mineral menjadi 8 golongan, yaitu: 1. Elemen native, contohnya emas, perak, tembaga dan intan

2. Sulfida, contohnya Galena, pirit

3. Oksida dan Hidroksida, contohnya korondum 4. Halida, contohnya Halite

5. Karbonat, Nitrat, Borat, Lodat, contohnya Kalsit

6. Sulfat, Khromat, Molibdenat, dan Tungstat, contohnya Barit 7. Fosfat, Arenat dan Vanadat, contohnya Apatit

8. Silikat, contohnya kuarsa, Feldspar, Piroksen.

Mineral memiliki sifat-sifat khusus yang dapat kita jadikan sebagai penciri mineral tertentu. Sifat-sifat mineral diantaranya: Warna, Kilap, Goresan, Belahan, Pecahan, Kekerasan

Tabel Kekerasan Mineral

Kekerasan Mineral 1 Talk 2 Gipsum 3 Kalsit 4 Fluorit 5 Apatit 6 Ortoklas 7 Kuarsa 8 Topas 9 Korondum 10 Intan 4.2 Pembagian Batuan

Berdasarkan pembentukannya batuan dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf.

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi (pembekuan) magma.

Batuan sediment terbentuk dibawah kondisi permukaan dan terdiri dari kumpulan (1) presipitasi kimia dan biokimia; (2) fragmen atau butiran batuan, mineral dan fosil; (3) kombinasi material-material tersebut.

Batuan metamorf adalah batuan yang asalnya adalah batuan beku, sediment atau metamorf yang berubah secara mineralogy, tekstur atau keduanya tanpa mengalami peleburan yang diakibatkan oleh panas, tekanan, atau cairan kimia aktif. Panas dan tekanan disini berbeda dengan kondisi dipermukaan.

Ketiga Jenis batuan ini memiliki hubungan genesis satu sama lain berupa siklus yang disebut sebagai siklus batuan.

(11)

Gambar 4.1 Siklus Batuan 4.3 Penyebaran Batuan di Bumi

Bumi adalah tubuh padat, kecuali pada inti luar, dan beberapa tempat yang relative kecil didalam mantel atas dan kerak, yang cair. Kebanyakan dari material yang padat merupakan batuan metamorf, ini dikarenakan batuan di inti dalam, mantel dan kerak telah terubah dikarenakan tekanan dan temperature yang tinggi. Magma yang terbentuk pada mantel atas naik ke level yang lebih tinggi didalam kerak dan mengalami kristalisasi. Batuan sediment terbentuk di permukaan atau dekat permukaan.

Di daratan, batuan sediment menutupi sekitar 66 % dari total batuan yang tersingkap (Blatt dan Jones, 1975). Sisanya sekitar 34 % adalah batuan kristalin yang berupa batuan beku dan metamorf. Di bawah samudra kebanyakan ditutupi oleh material sediment atau batuan sediment yang tipis. Dibawah tutupan sediment, didominasi oleh batuan beku dan metamorf.

BAB V BATUAN BEKU 5.1 Pengertian Batuan Beku

Batuan beku (Igneous Rock) adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi atau pembekuan dari magma. Pembekuan ini dapat berlangsung di permukaan atau jauh di bawah permukaan. Perbedaan tempat pembentukan ini pada ahirnya akan digunakan dalam klasifikasi dan mempengaruhi sifat-sifat batuan yang terbentuk.Batuan beku yang terbentuk di permukaan disebut batuan volkanik (ekstrusif) dan yang terbentu di jauh di bawah permukaan bumu disebut batuan plutonik (intrusif).

5.2 Magma dan Deret Bowen

Magma adalah cairan silikat yang sangat panas, mengandung oksida, sulfide serta volatile. Volatile ini terutama terdiri dari CO2, Sulfur (S), Chlorine (Cl), Fluorine (F) dan Boron (B) yang dikeluarkan ketika magma membeku. Temperatur magma berkisar antara 6000 C ( magma asam) sampai 12500 C (magma basa), dimana kedua jenis magma ini merupakan induk batuan beku.

Temperatur magma turun hingga mencapai titik jenuhnya, maka magma akan mulai mengkristal. Umumnya unsur-unsur yang sukar larut akan mengkristal terlebih dulu seperti apatit,

(12)

zircon, ilmenit, magnetit, rutile, titanit, chromit. Sementara mineral yang mudah larut mengkristal kemudian dan terjebak di sekitar kristal yang terbentuk terlebih dahulu.

Mineral utama pembentuk batuan juga mengalami hal yang serupa, yang mula-mula mengkristal dan selanjutnya yaitu olivin, piroksen, amfibol, dan selanjutnya seperti yang dikemukakan oleh Bowen (1922). Bowen menggambarkannya berupa chart yang disebut Deret Bowen (Bowen’s Series)

Gambar 5.1 Deret Bowen

Urutan pembekuan magma berdasarkan temperaturnya dapat dibedakan menjadi beberapa tahap pembekuan yaitu :

1.

Tahap Orthomagmatik, yaitu pembekuan magma yang pertama kali dengan temperatur > 8000C

2.

Tahap Pegmatitik, yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 6000C – 8000C

3.

Tahap Pneumatolitik, yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 4000C – 6000C serta kaya akan gas

4.

Tahap Hydrothermal, yaitu pembekuan magama berkisar antara 1000C – 4000C. Berupa larutan sisa yang kaya akan gas dan larutan/cairan.

Dalam perjalanannya magma mengalami perubahan yang terdiri dari tiga proses utama, yaitu :

1.

Differensiasi magma, yaitu suatu proses yang menyebabkan magma yang asalnya relatif homogen terpecah-pecah menjadi beberapa bagian atau fraksi dengan komposisi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh migrasi ion atau molekul dalam larutan magma karena adanya perubahan temperatur dan tekanan. Ketika magma mengalami penurunan tekanan dan temperatur, maka mineral yang memiliki titik lebur yang tinggi mulai mengkristal, sedangkan cairan yang belum membeku akan terus naik dan akhirnya keseluruhan cairan magma itu membeku.

2.

Assimilasi. Ketika magma naik menuju ke permukaan, magma tersebut tentunya melewati batuan samping, hal ini akan menyebabkan terjadinya interaksi antara magma dan batuan samping. Interaksi yang terjadi yaitu meleburnya batuan samping, terjadi reaksi dengan batuan samping dan pelarutan batuan samping, dengan demikian magma akan mengalami perubahan

(13)

komposisi. Tingkat perubahan komposisi pada magma tergantung pada jenis magma, jenis batuan samping, dan jauh dekatnya jarak yang ditempuh oleh magma.

3.

Pencampuran magma. Dalam perjalanannya magma dapat bertemu dengan magma dengan komposisi yang berbeda, hal ini tentunya akan merubah komposisi magma.

5.3 Struktur batuan beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.

1. Struktur batuan beku ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagi struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.

 Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.

 Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil.

 Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

 Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit.

 Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.

(14)

Gambar 5.3 Struktur Lava Bantal Gambar 5.3 Struktur Sheeting Joint pada lava

2. Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

1) Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan disekitarnya.

2)

Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.

Gambar 5.3 Laccolith

3) Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

(15)

Gambar 5.4 Lopolith

4)

Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

1) Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

2)

Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

3)

Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih kecil yaitu< 100 km2

Gambar 5.5 Berbagai bentu tubuh batuan beku

5.4 Tekstur Batuan Beku

Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda.

(16)

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.

Gambar 5.6 Gelas (obsidian)

Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan : 1. Tingkat kristalisasi

Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas

Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas 2. Ukuran butir

Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar.

Porphyritic, yaitu batuan beku yang tersusun oleh mineral berukuran kasar (fenokris) dan mineral berukuran halus (masa dasar)

Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral berukuran halus.

3.

Bentuk kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya

Panoidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)

(17)

Allotriomorf (Xenomorf), sebagian bear penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya

Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama 5.5 Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya.

Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas :

1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.

2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumu 3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi

Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid.

Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu: 1. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30% 2. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60% 3. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90% 4. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%

Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2nya batuan beku diklasifikasikan menjadi empat yaitu:

1.

Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.

Gambar 5.6 Granit

2.

Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%. Contohnya Diorit, Andesit

(18)

Gambar 5.7 Andesit

3.

Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt

Gambar 5.8 Gabbro

4.

Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 45%, contohnya peridotit, piroksenit, dunit.

(19)

Gambar 5.10 berbagai jenis batuan berdasarkan tekstur dan mineraloginya

Mineralogi dan tekstur biasanya menjadi suatu dasar yang tidak terpisahkan dalam pengklasifikasian batuan beku. Berdasarkan mineraloginya (Streickeisen) batuan beku terbagi menjadi 2 yaitu :

Kelas A dengan mineral mafic <90% Kelas B dengan mineral mafic >90%

Penamaan nama batuan pada kelas A dengan kandungan mineral mafic < 90 % didasarkan pada persentase tiga mineral yaitu Plagioklas, K-Feldspar, dan Quarsa. Batuan yang mengandung Feldspatoid tidak akan mengandung kuarsa sehingga klasifikasinya menggunakan segitiga yang bawah.

(20)

Quartz-rich Granitoid 90 90 60 60 20 20 Alkali Fs.

Quartz Syenite Quartz Syenite

Quartz

Monzonite MonzodioriteQuartz

Syenite Monzonite Monzodiorite

(Foid)-bearing Syenite

5

10 35 65

(Foid)-bearing

Monzonite (Foid)-bearingMonzodiorite

90 Alkali Fs. Syenite (Foid)-bearing Alkali Fs. Syenite 10 (Foid) Monzosyenite (F oid ) S ye

nite Monzodiorite(Foid) (Foi d) G abbr o Qtz. Diorite/ Qtz. Gabbro 5 10 Diorite/Gabbro/ Anorthosite (Foid)-bearing Diorite/Gabbro 60 (Foid)olites Quartzolite Granite Grano-diorite To na lite Alka li Feld spar Gra nite

Q

A

P

F

60 Keterangan : A (K-Feldspar) P (Plagioklas) Q (Kuarsa) F (Feldspatoid)

(21)

(foid)-bearing

Trachyte (foid)-bearing Latite (foid)-bearing Andesite/Basalt

(Foid)ites 10 60 60 35 65 10 20 20 60 60 F A P Q Rhyolite Dacite

Trachyte Latite Andesite/Basalt

Phonolite Tephrite

Keterangan : A (K-Feldspar) P (Plagioklas) Q (Kuarsa) F (Feldspatoid)

(22)

Klasifikasi Batuan beku kelas B, dengan mineral mafic >90%

Gambar 5.7 Klasifikasi batuan beku kelas B

Untuk klasifikasi berdasarkan mineralogi, batuan harus disayat tipis dan kemudian dilakukan deskripsi melalui mikroskop.

BAB VI BATUAN SEDIMEN 6.1 Pendahuluan

Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari klasifikasi, asal, dan interpretasi sedimen dan batuan sedimen serta proses terbentuknya suatu formasi atau lapisan batuan berdasarkan mekanisme sedimentasi yang meliputi pelapukan, transportasi dan pengendapan suatu material yang kemudian terakumulasi sebagai sedimen di lingkungan pengendapannya baik di lingkungan benua maupun samudera.

Lingkungan pengendapan : tempat dimana material sedimen terakumulasi sehingga membentuk batuan sedimen dan lebih jauh lagi menjadi bagian dari suatu lapisan. Contoh : Cekungan Sedimen yang terbentuk karena pengaruh proses tektonik.

Pembelajaran mengenai proses dan produk sedimentasi dapat memudahkan kita untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan suatu batuan sedimen. Rekaman dari proses keterbentukan batuan sedimen ini dapat memudahkan dalam interpretasi batuan untuk menentukan lingkungan terbentuknya.

Batuan Sedimen sedimen sendiri menutupi kurang lebih ¾ bagian permukaan bumi. Kapasitas volume dan penyebarannya yang banyak di permukaan menyebabkan geologist tertarik untuk mempelajari lebih banyak tentang batuan sedimen, walaupun semua batuan (beku,sedimen, dan metamorf) dapat memberi petunjuk untuk menginterpretasi sejarah bumi. Namun batuan sedimen berbeda dengan yang lain, ia dapat member ibanyak informasi yang kita perlukan seperti dari aspek kandungan fosilnya, tekstur, maupun strukturnya.

Dengan melihat aspek tersebut dapat dipelajari banyak hal seperti keadaan iklim pada masa lalu, lingkungan laut dan ekosistem, sejarah sistem daratan pada masa lampau, lokasi dan komposisi sistem pegunungan yang telah lama lenyap.

(23)

Lebih jauh lagi studi sedimen dapat berguna sebagai dasar untuk studi climatology, paleogeography, paleoecology, dan juga paleooceanografy.

Banyak batuan sedimen memiliki nilai ekonomis yang signifikan seperti tempat terakumulasinya minyak dan gas, juga batubara. Uranium, gipsum, fosforit, dan banyak mineral ekonomis lain yang juga terbentuk pada batuan sedimen

6.2 Proses Pelapukan, Erosi dan Pengendapan Pelapukan

Semua sedimen berasal dari proses pelapukan batuan yang telah ada sebelumnya seperti batuan beku, batuan metamorf maupun batuan sedimen itu sendiri. Ketika batuan tersingkap kepermukaan maka batuan tersebut mengalami perubahan konstan yang dipengaruhi oleh agen-agen tertentu. Angin, air dan material kimiawi merupakan agen-agen-agen-agen yang berperan dalam proses pelapukan. Dalam prosesnya, melalui agen tersebut dihasilkanlah material sedimen yang tertransport dan terendapkan untuk membentuk batuan sedimen baru. (Jones, 2001)

Sehingga dapat diartikan bahwa pelapukan adalah mekanisme dimana batuan terpisahkan dan terdistribusikan oleh agen-agen tertentu kemudian tertransport dalam wujud fragmen-fragmen menuju tempat pengendapan yang baru (Link, 1982). Pemahaman mengenai pelapukan dalam pembelajaran batuan sedimen sangatlah penting karena merupakan proses dimana batuan terpisahkan dari batuan sebelumnya sehingga mendukung keterbentukan batuan sedimen. Sedimen sendiri merupakan partikel material lepas yang mengalami sementasi dan kompaksi sehingga membentuk batuan sedimen (J.W Gore, 2004).

Mekanisme pemisahannya sendiri dapat secara mekanis (fisika), kimiawi, biologis atau dapat pula bekerja bersama atau dapat disebut pelapukan fisika-kimia, bio-kimia, dsb.

 Pelapukan Mekanis (Fisika)

Ketika batuan secara fisika terpisahkan dari fragmen yang lebih besar menjadi fragmen yang lebih kecil maka proses pelapukan secara mekanis yang berperan. Batuan asal terpisahkan oleh faktor fisika (Link, 1982).

Tipe pelapukan mekanis antaralain :

a.

Siklus Pembekuan (Freeze Cycle/Frost Wedging), kelembaban air menyebabkan celah kecil diantara batas antar butir, celah tersebut terisi air, air yang membeku mengembang diantara celah batuan sehingga memecah batuan menjadi fragmen yang lebih kecil, biasanya berupa fragmen yang menyudut.

(24)

b.

Ekspansi Termal, panas menyebabkan ekspansi; pendinginan menyebabkan kontraksi. Mineral-mineral yang berbeda mengembang dan bereaksi pada kisaran yang berbeda menyebabkan tekanan sepanjang batas-batas sepanjang mineral. Perulangan dari proses pemanasan dan pendinginan batuan menyebabkan batuan terpecah dan terpisahkan.

c.

Eksfoliasi, batuan induk terpecah dan terpisahkan menjadi lembaran-lembaran tipis sepanjang kekar-kekar atau rekahan yang ada dan berarah pararel terhadap permukaan tanah. Fenomena ini disebabkan ekspansi batuan ketika tekanan dari batuan diatas batuan induk tersingkir oleh erosi, disebut juga sebagai penghilangan beban (unloading).

Gambar 6.2 Eksfoliasi Aktif di Virginia, AS

Gambar 6.3 Eksfoliasi di Stone Mountain membentuk gunung yang membundar

d. Akar Tanaman, pertumbuhan akar mempenetrasi celah yang ada pada batuan, melebarkan celah tersebut dan memisahkan batuan yang ada.

e. Ekspansi Garam, kristalisasi garam ketika terjadi pengeringan menyebabkan mineral garam mengembang diantara celah batuan dan memisahkannya.

 Pelapukan Kimiawi

Alterasi kimia dan pemecahan kimiawi batuan yang tersingkap didukung oleh kontak dengan agen kimia di atmosfer, tanah, dan aliran sungai, umumnya dipengaruhi oleh reaksi kimia yang berhubungan dengan air. Air merupakan agen yang signifikan dalam pelapukan kimia yang efektif ketika iklim hangat dan lembab (Link, 1982).

(25)

Hampir dari setiap mineral pembentuk batuan memiliki tingkat kelarutan pada air, karena air merupakan pelarut yang baik pada berbagai tempat. Sehingga pelapukan kimia dapat disederhanakan sebagai fungsi jumlah air hujan dan komposisi kimia terhadap batuan yang tersingkap.

Tipe pelapukan kimiawi antara lain :

a.

Disolusi, merupakan alterasi batuan dengan mengubah dan memindahkan mineral yang mudah larut. Mineral seperti halit, gipsum dan kalsit adalah mineral yang mudah larut di air khususnya air yang komposisinya asam. Ketika mineral bereaksi dengan air, ion-ion seperti Ca dan Na tersingkirkan. Ion-ion tersebut terbawa sebagai beban terlarut oleh aliran sungai yang mengalir menuju danau atau laut. Ketika danau atau laut terevaporasi, mineral-mineral terlarut tadi terpresipitasi atau terkristalisasi menjadi mineral yang solid. Contohnya : halit, gipsum, atao kalsit, tipe mineral ini terbentuk melalui proses evaporasi dari air laut yang disebut sebagai evaporit. Mineral juga dapat terbentuk melalui mataair panas seperti travertin.

b.

Hidrolisis, merupakan proses dimana feldspar dan beberapa mineral yang mengandung alumunium-silikat terlapukkan menjadi mineral lempung. Contohnya, potasium-feldspar membentuk mineral kaolinit.

KAlSi3O8 +H2O HAlSi3O8 + K+ + OH

-2 HAlSi3O8 + 9 H2O Al2Si2O5(OH)4 + 4 H4SiO4

c.

Oksidasi, merupakan proses dimana mineral yang mengandung besi terlapukkan menghasilkan besi oksida. Mineral silikat yang mengandung besi yang juga memiliki kandungan alumunium (seperti piroksen, amfibol dan biotit) mengalami oksidasi dan hidrolisis, membentuk oksida besi dan lempung. Mineral alumino-silikat yang mengandung besi terlapukkan menjadi tanah merah lempungan.

Pelapukan Biologis

Merupakan pemisahan dan pemecahan batuan dikarenakan aktivitas organisme hidup, termasuk tanaman, hewan dan lumut. Contohnya pada lumut yang merupakan kombinasi dari jamur dan alga. Lumut dapat hidup pada batuan dan memecahkan batuan tersebut oleh zat sekresi kimia yang dimilikinya.

Erosi

Batuan yang telah mengalami pelapukan menghasilkan mineral yang lepas-lepas yang kemudian terkikis oleh agen transport seperti air, es atau angin. Proses pengikisan ini disebut erosi. Setelah terjadi erosi material tersebut ditransportasikan menuju tempat pengendapan.

Proses Transportasi

Pembentukan tubuh sedimen dipengaruhi baik oleh transportasi partikel sedimen ke wilayah pengendapannya serta pertumbuhan kimiawi dan biologis dari suatu material di tempat tertentu. Proses transportasi yang membawa material dipengaruhi oleh pergerakan agen transportasinya antara lain angin, air atau masa aliran. Tipe dan kecepatan dari media transportasi

(26)

serta jumlah dan ukuran material yang dibawa akan menentukan asal muasal sedimen yang telah terakmulasi.

Proses transportasi dan pengendapan dapat ditentukan dengan melihat suatu lapisan sedimen. Ukuran, bentuk dan distribusi partikel yang menyusun suatu tubuh batuan sedimen dapat menjadi petunjuk bagaimana suatu material sediment terbawa dan terendapkan. Proses ini juga termasuk pembentukan struktur sediment yang terawetkan pada batuan sediment. Struktur sedimen primer seperti ripple dapat dilihat keterbentukannya pada material sedimen pasir, baik pada lingkungan alami maupun rekayasa di laboratorium. Serta kondisi kecepatan aliran dan kedalaman air dapat dideteksi dengan cara mengenali ukuran dan bentuk dari suatu struktur sedimen (misalnya : ripple) pada batuan sediment yang diasumsikan terbentuk pada kecepatan dan kedalaman aliran yang relatif sama.

Terumbu karbonat, lapisan mikroba, dan akumulasi cangkang terbentuk di tempatnya langsung (In Place) tanpa transportasi material. Sama halnya dengan mineral evaporit di danau, laguna, dan sepanjang pantai tidak dipengaruhi oleh pergerakan dari masa partikel sedimen. Namun hamper seluruh endapan sediment terbentuk dari transportasi material. Pergerakan detritus dapat disebabkan oleh gravitasi, namun lebih banyak dipengaruhi oleh hasil aliran angina, air, es atau campuran masa jenis sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi menghasilkan terbentuknya struktur sediment, beberapa disebabkan oleh aliran material saat proses pengendapan dan yang lainnya erosional. Struktur sediment ini terpreservasi di batuan dan merekam proses yang terjadi selama pengendapan terjadi.

Dinamika Fluida

Aliran Laminer dan Turbulen

Pergerakan fluida dapat terbagi menjadi 2 cara yang berbeda, antara lain :

• Aliran Laminer, semua molekul pada fluida bergerak pararel satu sama lain pada arah transportasinya. Pada fluida yang heterogen hampir tidak ada pencampuran selama mengalir.

• Aliran turbulen, molekul pada fluida bergerak ke segala arah namun dengan pergerakan relatif ke arah tertentu. Fluida yang heterogen hampir seluruhnya bercampur.

Pada kecepatan rendah air mengalir secara laminar dan pada saat kecepatan bertambah aliran menjadi turbulen. Apa yang menyebabkan perubahan ini ?

Pembedaan antara aliran laminar dan turbulen pertamakali di temukan oleh O. Reynold pada akhir abad 19. Ia melakukan penelitian terhadap aliran pada suatu silinder, dan menyadari bahwa rata-rata aliran masuk dan keluar tidak menunjukkan nilai yang sama.

Berdasarkan percobaan tersebut didapatlah parameter “Angka Reynold”, angka ini didapatkan dengan melakukan perhitungan antara kecepatan aliran (u), rasio antara densitas fluida dengan kecepatan fluida atau disebut sebagai viskositas (v) dan panjang (l) (kedalaman aliran). Rumusnya :

Re = u.l/ v Keterangan :

(27)

Re > 2000 : aliran turbulen

Dengan pertambahan kecepatan, aliran cenderung untuk menjadi turbulen. Fluida dengan viskositas rendah, seperti udara, alirannya turbulen pada kecepatan rendah sehingga semua aliran udara yang membawa partikel suspensi adalah turbulen. Aliran air hanya laminar pada kecepatan rendah atau pada kedalaman dangkal. Aliran laminar terjadi pada aliran debris, seperti pada pergerakan es dan aliran lava yang kesemuanya memiliki viskositas diatas air. Hampir semua aliran di air maupun udara yang membawa volume sedimen yang cukup banyak bersifat turbulen. Transportasi Partikel Sedimen Pada Fluida

Partikel ukuran apapun dapat bergerak pada fluida dengan mekanisme tertentu.

Pertama, mereka dapat bergerak menggelinding (rolling) pada dasar aliran air atau udara tanpa kehilangan kontak dengan permukaan lapisan.

Kedua, pergerakannya berupa rentetan lompatan secara periodik meninggalkan permukaan lapisan dan terbawa pada jarak yang pendek pada tubuh aliran sebelum akhirnya kembali ke permukaan lapisan, ini disebut dengan saltasi.

Ketiga, turbulensi pada aliran dapat menghasilkan pergerakan keatas untuk mempertahankan partikel pada fluida yang bergerak tetap berlanjut, ini disebut dengan suspensi.

Ada beberapa faktor yang mengontrol pergerakan partikel pada fluida yang mengalami turbulensi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain :

1. Kecepatan

Ketika kecepatan meningkat, energi kinetik pada fluida juga meningkat  material sedimen meninggalkan permukaan lapisan dan bergerak secara saltasi.

2. Energi Turbulensi

Peningkatan energi turbulensi mendukung daya dorong keatas untuk mempertahankan partikel sedimen tetap mengalami suspensi.

3. Masa Partikel

Partikel dengan masa yang lebih besar, menyebabkan energi aliran fluida yang mengangkatnya harus lebih besar pula untuk mempertahankan pergerakan suspensi atau saltasi

4. Luas Permukaan Partikel

Partikel dengan luas permukaan yang relatif luas (contoh : mineral Mika) cenderung hanya membutuhkan kecepatan aliran yang rendah untuk mempertahankan material tersebut pada posisi suspensi.

Mass Flow (Aliran Masa)

Merupakan campuran antara detritus (pecahan material sedimen) dan fluida, yang bergerak karena pengaruh gaya gravitasi oleh beberapa mekanisme fisika tertentu. Tipe aliran seperti ini sering disebut sebagai mass flow atau gravity flow (Middleton dan Hampton, 1973). Jenis aliran ini membutuhkan kemiringan untuk menyediakan energi potensial untuk menggerakkan masa tersebut. Ada beberapa jenis aliran masa yang dapat diketahui :

(28)

 Turbidity Currents

 Grain Flow

 Liquified Flow Debris Flow

Debris flow merupakan jenis aliran yang terdiri dari campuran material sedimen dan air yang bermasa jenis dan kekentalan yang cukup tinggi, dimana volume dan masa sedimen yang ada melebihi kandungan air (Leeder, 1982). Air yang terkandung umumnya kurang dari 10% dari masa pada aliran ini. Aliran yang bermasa jenis dan berviskositas tinggi memiliki angka Reynold yang rendah, sehingga aliran yang ada bersifat laminer. Tidak adanya aliran yang turbulen menyebabkan tidak adanya dinamika pemilahan pada material menjadi ukuran yang berbeda selama mengalir dan menyebabkan pemilahan pada sedimen tersebut terpilah sangat buruk. Pemilahan yang terbentuk karena adanya proses aliran yang perlahan ini dapat menyebabkan lapisan mengalami gradasi yang terbalik (semakin kasar kebagian atas dari lapisan) atau menyebabkan keterdapatan butiran yang beragam mulai berukuran lempung sampai bongkah dalam lapisan tersebut.

Debris flow terdapat pada daratan, di lingkungan yang beriklim arid (pasokan air sangat sedikit) serta berkembang pada lingkungan bawah laut.

Arus Turbidit

Arus turbidit merupakan campuran sedimen dan air, namun memiliki densitas (masa jenis) yang lebih rendah dibandingkan dengan aliran debris dan memiliki angka Reynolds yang lebih tinggi. Percampuran sedimen dan air ini bergerak dengan pengaruh gravitasi yang tinggi pada media yang lebih rendah masa jenisnya, baik pada air laut dan air tawar. Arus turbidit bergerak pada kemiringan tertentu sehingga terdapat energi potensial yang mendukung pergerakan fluida.

Suatu arus turbidit dapat kehilangan densitasnya ketika mulai terjadi pengendapan pada proses pengalirannya (Allen,1997). Sehingga terdapat batasan tertentu agar suatu aliran dapat bergerak secara turbidit yang dipengaruhi oleh kontras densitasnya, jika pada densitas tertentu arus tersebut tidak dapat lagi mengalir dan mempertahankan momentumnya maka berangsur-angsur aliran akan berhenti mencapai titik nol dari aliran.

Pemilahan yang terjadi pada arus turbidit dapat membagi antara material kasar yang lebih dulu terendapkan dengan material yang lebih halus yang tetap terbawa arus turbulen sampai beberapa saat sampai akhirnya juga ikut terendapkan. Ciri endapan seperti ini disebut sebagai endapan turbidit, dan umumnya menunjukkan lapisan yang bergradasi (Middleton, 1966).

Secara detil, karakteristik internal dari endapan turbidit menunjukkan pola gradasi yang tidak sederhana, pola tekstur serta struktur sedimen yang terdapat pada endapan turbidit pertamakali ditulis oleh (Bouma, 1962) sehingga kemudian disebut sebagai sekuen Bouma. Suatu endapan turbidit dapat mengandung 5 divisi pada skema Bouma (’a’ – ’e’), meskipun di lapangan tidak selalu ditemukan kesemua divisi tersebut.

(29)

Gambar. Sekuen Bouma yang Tampak Pada Endapan Tubidit Batupasir (Ta-Te) di North Island, Selandia Baru

Divisi-divisi tersebut antara lain : 1. Divisi ‘a’ (Ta)

Terdapat pada bagian terbawah dari sekuen Bouma, terdiri dari batupasir yang terpilah buruk , tidak berstruktur. Terbentuk pada aliran yang semakin melemah dan pada zona yang lapisannya hampir terendapkan seluruhnya, konsentrasi tinggi dan turbulensi berkurang. Pemilahannya sedikit dan tidak terdapat struktur sedimen pada divisi ini.

2. Divisi ‘b’ (Tb)

Pada lapisan ini terdapat laminasi dari batupasir, ukuran butir lebih halus daripada lapisan di divisi ‘a’ dan material sedimennya terpilah lebih baik. Struktur sedimen pararel laminasi yang ada terbentuk melalui pemisahan butiran pada proses transportasi rezim aliran atas. 3. Divisi ‘c’ (Tc)

Terdapat lapisan batupasir silang-siur yang berbutir sedang sampai halus, terdapat juga laminasi ripple, divisi ini terbentuk dibagian tengah dari sekuen Bouma. Struktur sedimen ripple yang berbutir halus-sedang ini terbentuk pada kecepatan menengah dan mewakili penurunan kecepatan aliran jika dibandingkan dengan divisi ‘b’ dibawahnya.

4. Divisi ‘d’ (Td)

Batupasir halus dan lanau pada lapisan ini merupakan hasil dari arus turbidit yang semakin melambat. Laminasi horizontal terbentuk ketika terjadi pemisahan butiran halus, namun laminasi pada divisi ini lebih sulit ditentukan dibandingkan laminasi di divisi ‘b’.

5. Divisi ‘e’ (Te)

Divisi ini merupakan bagian teratas dari endapan turbidit sekuen Bouma, terdiri dari sedimen berbutir halus baik lanau maupun lempung. Material tersebut terendapkan melalui proses suspensi material seiring dengan berhentinya arus turbidit.

Grain Flow

Mekanisme dari transportasi masa grain flow adalah dengan proses terjunnya material ke bagian bawah dari suatu lereng yang curam (Leeder, 1982). Partikel penyusun aliran ini terpisah dengan media fluida yang menghantarkannya disertai dengan benturan-benturan pada saat material-material tersebut berjatuhan. Produk dari grain flow berciri khas mengalami reverse

(30)

graded atau mengalami pembalikan gradasi. Dapat terbentuk pada sedimen berbutir kasar yang bercampur dengan proses aliran lainnya pada suatu kemiringan seperti pada kipas delta atau lingkungan transisi lainnya (Nichols, 1999).

Liquified Flow

Aliran ini terjadi ketika campuran sedimen dan air menjadi subjek getaran yang berenergi tinggi seperti getaran seismik dari gempabumi, atau singkatnya ketika terjadi proses liquifaksi. Dalam hal ini kontras densitas diantara lapisan-lapisan dari campuran fluida sedimen akan menghasilkan pergerakan keatas dari material yang lebih ringan. Hal ini akan berkaitan dengan bahasan selanjutnya yakni keterbentukan struktur sedimen. Melalui proses aliran ini dapat terbentuk struktur sedimen pillar yang terbentuk melalui proses lolosnya fluida secara vertikal pada lapisan sedimen, serta keterbentukan struktur sedimen dishes diantara lapisan sedimen. Jika sedimen dapat mencapai permukaan lapisan akan membentuk struktur sedimen sand volcanoe yang lebih lanjut akan dibahas.

Pengendapan

Setelah material batuan tererosi dan tertransportasi terjadilah proses pengendapan. Setelah proses pengendapan tersebut material batuan dapat kembali tererosi dan tertransportasi atau dapat juga secara permanen terendapkan dan terbentuk menjadi batuan yang solid.

6.3 Tipe Batuan Sedimen

Terdapat 4 kelompok utama batuan sedimen berdasarkan proses terjadinya, yaitu 1. Terrigeneous Clastics

Terbentuk dari hasil rombakan batuan lainnya melalui proses pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi dan pembatuan (litifikasi). Pelapukan yang berperan disini adalah pelapukan yang bersifat fisika. Contoh: breksi, konglomerat, batupasir, batulempung.

2. Biochemical-Biogenic-Organic Deposits

Batuan sedimen ini terbentuk dari akumulasi bahan-bahan organik (baik flora maupun fauna) dan proses pelapukan yang terjadi pada umumnya bersifat kimia. Contoh: batugamping, batubara, rijang, dll.

3. Chemical Precipitates-Evaporates

Batuan sedimen jenis ini terbentuk dari akumulasi kristal-kristal dan larutan kimia yang diendapkan setelah medianya mengalami penguapan. Contoh: gipsum, batugaram, dll.

4. Volcaniclastics

Batuan sedimen jenis ini dihasilkan dari akumulasi material-material gunungapi. Contoh: agglomerat, tuf, breksi, dll.

(31)

Tabel Klasifikasi Batuan Sedimen

6.4 Komposisi Umum Batuan Sedimen Klastik

Komposisi batuan sedimen klastik terbagi menjadi 4 penyusun utama menurut Samboggs Jr (1995) yaitu:

Mineral Utama (Major minerals) Terdiri dari dua bagian utama yaitu :

1) Mineral stabil (tahan terhadap perubahan komposisi kimia) yaitu kuarsa. 2) Mineral kurang stabil

a. Feldspar termasuk K-feldspar (ortoklas, sanidin, mikroklin, dan anortoklas) dan plagioklas (albit, oligoklas, andesin, labradorit, bitonit, dan anortit)

b.

Mineral lempung terdiri dari kelompok kaolinite, illite, smectite (monmorilonite dan variasinya), dan chlorite.

Mineral Tambahan (Accesory Minerals) Terdiri dari 2 bagian utama yaitu : 1) Mika kasar : muskovit dan biotit

2)

Mineral Berat (Heavy Minerals) : mineral yang memiliki specific gravity lebih dari terbagi lagi menjadi beberapa jenis.

a.

Stable nonopaque minerals : zircon, tourmalin, rutile, & anatase BATUAN SEDIMEN Non-clastics Clastics Volcaniclas -tics Tuffs Ignimbrite Terrigeneous Clastics Shale Sandstones Conglomerate Carbonates Limestone Others Coal Ironstones Siliceous Deposit Evaporites Mineral Grains Terdiri dari : Kuarsa Mika Feldspar Kalsit dll. Lithic Fragment Fragmen dari : Batugamping Shale Batuan Vulkanik Batuan Metamorf dll. Material Biogenik Tediri dari : Shells Skeletal material Plant debris Algae/bacteria Bone dll. Presipitasi Kimia Terdiri dari : Carbonates Klorida Sulfat Silika dll.

(32)

b. Metastable nonopaque minerals : amphiboles, pyroxenes, chlorite, garnet, apatite, olivine, sphene, zoisite, topaz, monacite, & etc.

c. Stable opaque minerals : hematite & limonite

d. Metastable nonopaque minerals: magnetite, ilmenite, & leucoxene

Fragmen Batuan (Rock Fragments)

Terdiri dari 3 kelompok utama yaitu :

1) Fragmen Batuan Beku : fragmen dari granit, basalt, andesit, gabro, dan jenis batuan beku lainnya.

2)

Fragmen Batuan Metamorf : fragmen dari metaquarzite, schist, phyllite, slate, argilite, dan gneiss.

3)

Fragmen Batuan Sedimen : fragmen dari konglomerat, batupasir, batulempung, batulanau, rijang (cherts), dan batugamping (jarang pada sedimen klastik)

Semen Kimia (Chemical Cements)

Terdiri dari 4 kelompok utama yang bertindak sebagai semen pada batuan sedimen terigeneous clastics yaitu:

1) Mineral Silika : didominasi oleh kuarsa, jenis lainnya kalsedon, opal, dan zeolite, 2) Mineral Karbonat : utamanya kalsit, jenis lainnya aragonit, dolomit, dan siderit.

3)

Mineral Oksida Besi : hematit, limonit, dan goethite.

4)

Mineral Sulfat : anhydrite, gypsum, dan barite.

6.5 Batuan Sedimen Terrigenous Clastic

Material sedimen dan batuan sedimen akan sangat berkaitan, karena material sedimen tertentu akan membentuk jenis batuan sedimen tertentu. Sebelum membahas lebih lanjut perlu dibedakan terlebih dahulu antara sedimen dengan batuan sedimen. Sedimen merupakan kumpulan material klastik lepas (loose aggregates) yang belum mengalami proses litifikasi (pembatuan), apabila material sedimen tersebut telah mengalami proses litifikasi maka kita sebut batuan sedimen. Lempung, lanau, pasir merupakan kumpulan material sedimen apabila telah mengalami litifikasi maka penamaanya akan berubah menjadi batulempung, batulanau, dan batupasir.

Jenis-jenis Batuan Sedimen Terrigeneous Clastics

Jenis batuan sediment klastik dibagi berdasarkan ukuran butir material sediment penyusunnya. Secara umum batuan sediment klastik terbagi menjadi 3 jenis yaitu :konglomerat & breksi, batupasir dan shale

• Konglomerat

Konglomerat merupakan batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh komponen berupa sedimen gravel (ukuran butir > 2 mm) yang secara lebih detil dibagi menjadi boulders, cobbles, pebbles, dan granules serta matriks yang berukuran pasir dan lempung yang telah mengalami

(33)

proses litifikasi. Jenis batuan ini disebut juga sebagai rudaceous, konglomerat yang bentuk komponennya relatif menyudut disebut breksi.

Gambar 6.4 Konglomerat sebagai Hand Specimen Tekstur Konglomerat

Konglomerat memiliki tiga penyusun utama yaitu komponen (Clast), matriks, dan semen. Komponen merupakan gravel penyusun utama dari konglomerat, matriks merupakan material sedimen yang lebih halus terdapat antara komponen, sedangkan semen merupakan penghubung/perekat antara komponen dengan komponen dan juga penghubung/perekat antara komponen dengan matriks.

Terdapat beberapa penamaan konglomerat berdasarkan teksturnya. Berdasarkan proporsi kandungan matriks dalam konglomerat terdapat istilah Konglomerat pasiran (sandy conglomerate) dan konglomerat lempungan (muddy conglomerate) yang penamaannya tergantung pada ukuran butir dari matriksnya, istilah ini berlaku apabila kandungan matriks lebih dari 20% . Berdasarkan hubungan antara komponen dengan matriksnya terdapat istilah clast supported (yang menandakan antar komponen saling bersentuhan dalam batuan) dan matrix supported (yang menandakan bahwa kebanyakan komponen tidak saling bersentuhan dan dikelilingi oleh matriks). Konglomerat dengan tekstur clast supported dinamakan orthoconglomerate, sedangkan konglomerat dengan tekstur matrix supported dinamakan paraconglomerate.

Konglomerat juga bisa dinamakan berdasarkan dominasi dari jenis gravelnya, sebagai contoh konglomerat yang didominasi oleh jenis gravel berukuran antara 64 mm sampai 256 mm dinamakan cobble conglomerate.

Gambar 6.5 Penyusun Breksi (Kiri) dan Konglomerat (kanan) Komposisi Konglomerat

(34)

Hampir semua jenis litologi ditemukan sebagai komponen pada batuan konglomerat. Sehingga jenis batuan sediment klastik ini memiliki komposisi penyusun yang bermacam-macam dari berbagai jenis batuan (sediment, beku, dan metamorf).

Variasi dari komposisi jenis komponen merupakan hal yang penting dalam penamaan konglomerat, berdasarkan variasi jenis dari batuan terdapat istilah konglomerat monomyct, oligomyct, dan polymict. Istilah monomik digunakan untuk konglomerat yang memiliki komponen hanya satu jenis, oligomik digunakan untuk konglomerat yang memiliki komponen dua atau tiga jenis, dan istilah polimik digunakan apabila konglomerat memiliki komponen berbagai jenis. Terdapat istilah intraformational conglomerate yang digunakan apabila jenis material penyusun komponen sama dengan jenis material penyusun matriks.

• Batupasir

Batupasir merupakan jenis batuan sediment klastik yang tersusun utamanya oleh komponen sediment yang berukuran pasir (antara 63 mikronmeter hingga 2 mm) dan matriks dengan ukuran butir kurang dari 63 mikron meter yang telah mengalami proses litifikasi. Jenis batuan sediment ini disebut juga sebagai arenaceous.

Gambar 6.6 Batupasir sebagai Hand Specimen Komposisi Batupasir

Butiran pasir dibentuk oleh penghancuran batuan yang telah ada sebelumnya akibat proses pelapukan dan erosi dan dari material yang terbentuk di lingkungan transportasi dan pengendapan. Produk penghancuran ini terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu detrital mineral grains dan lithic fragment. Butiran yang terbentuk dalam lingkungan pengendapan berasal dari proses biogenic namun ada juga yang terbentuk akibat reaksi kimia.

Detrital Mineral Grains

Banyak sekali jenis mineral yang terdapat pada batupasir yang akan dijelaskan disini hanya jenis mineral yang paling umum terdapat pada batupasir :

 Kuarsa

Kuarsa merupakan mineral yang paling umum ditemukan sebagai butiran dalam batupasir. Kuarsa berasal dari batuan beku granit dan batuan metamorf gneiss, merupakan mineral yang paling stabil dan tahan terhadap proses penghancuran kimia. Butiran kuarsa dihancurkan dan diabrasi selama transportasi tetapi dengan nilai kekerasan 7 pada skala Mohs membutuhkan jarak dan waktu yang cukup lama untuk menghancurkan butiran kuarsa.

(35)

Feldspar merupakan mineral yang kurang stabil, lebih mudah mengalami perubahan kimia selama proses pelapukan dan memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kuarsa. Berasal dari berbagai jenis batuan beku dan pada beberapa jenis batuan metamorf. Feldspar umumnya ditemukan pada kondisi dimana pelapukan kimia pada batuan dasar (bedrock) tidak terlalu intensif dan jalur transportasi dari sumber ke tempat pengendapan relatif dekat.

 Mika

Dua mineral mika yang paling umum dan terdapat melimpah sebagai butiran detritus pada batupasir yaitu biotit dan muskovit. Muskovit lebih tahan terhadap pelapukan dibandingkan dengan biotit. Mika berasal dari batuan beku dengan komposisi asam dan menengah dan dari batuan metamorf jenis schists dan gneiss.

 Mineral Berat (Heavy Mineral)

Mineral berat adalah mineral yang memiliki berat jenis lebih dari 2,85 gr/cm3. Kebanyakan batupasir mengandung proporsi yang sedikit, umumnya kurang dari 1%, mineral berat. Jenis mineral berat yang umum terdapat pada batupasir yaitu: zirkon, turmalin, rutile, apatit, dan garnet. Fragmen Batuan (Lithic Fragment)

Fragmen batuan merupakan fragmen hasil penghancuran batuan yang telah ada sebelumnya yang berukuran pasir. Fragmen batuan pada batupasir berasal dari berbagai jenis batuan baik batuan sedimen, batuan beku, dan batuan metamorf.

Partikel Biogenik

Bagian kecil dari kalsium karbonat ditemukan pada batupasir hancuran dari kulit moluska dan organisme lainnya yang memiliki bagian gampingan (calcareous) yang keras. Fragmen tulang dan gigi juga ditemukan tetapi umumnya langka. Kayu, biji, dan bagian dari tanaman darat lainnya bisa terawetkan pada batupasir yang diendapkan di lingkungan darat dan laut.

Mineral Autigenik

Mineral yang kristalnya tumbuh pada lingkungan pengendapan dinamakan mineral autigenik. Mineral autigenik ini sangat penting sebagai indikator lingkungan pengendapan tertentu. Sebagai contoh glauconite yang menandakan lingkungan pengendapan laut dangkal.

Penamaan & Klasifikasi Batupasir

Penamaan batupasir akan sangat berkaitan dengan klasifikasi yang akan digunakan karena klasifikasi yang berbeda akan memberikan penamaan yang berbeda pula. Sistem klasifikasi batupasir pada umumnya didasarkan pada kandungan mineralogi, yaitu kandungan komposisi penyusun batupasir yang utama meliputi kandungan kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan. Pada klasifikasi tertentu seperti pada Pettijohn (1975) mengkombinasikan antara kriteria tekstural (kandungan matriks) dan kandungan mineralogi. Sistem klasifikasi batupasir lainnya meliputi klasifikasi yang diajukan oleh McBride, Selley, dan Folks.

• Shale

Batuan sedimen klastik yang tersusun oleh material sedimen yang berukuran kurang dari 63 mikronmeter yang telah mengalami proses litifikasi (pembatuan). Batuan sedimen klastik jenis kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan jenis batuan sedimen klastik lainnya padahal pada kenyataannya secara volumetri shale paling umum diantara jenis batuan sedimen klastik lainnya.

(36)

Material Sedimen Penyusun Shale

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa material sedimen penyusun shale berukuran kurang dari 63 mikronmeter. Pada skala Wentworth ukuran butir yang kurang dari 63 mikronmeter terdapat dua jenis material sedimen yaitu :

1.

Lempung (Clay) : material sedimen berukuran kurang dari 4 mikronmeter

2.

Lanau (Silt) : material sedimen berukuran antara 4 sampai 63 mikronmeter

Material sedimen hasil campuran antara lempung dan lanau tanpa proporsi yang jelas disebut dengan istilah Mud.

Jenis Shale

Berdasarkan material sedimen penyusunnya shale bisa dibagi menjadi beberapa jenis menurut Folk (1974), yaitu :

1.

Batulempung (Claystone) : Shale yang tersusun oleh material berukuran lempung (< 4 mikronmeter) lebih dari 1/3 bagian.

2.

Batulanau (Siltstone) : Shale yang penyusunnya didominasi oleh material sedimen berukuran lanau (4 – 63 mikronmeter).

3.

Mudstone : Shale yang tersusun oleh mud (material sedimen campuran antara lempung dan lanau) dengan komposisi lempung dan lanau masing-masing lebih dari 1/3 bagian.

Gambar 6.7 Hand Specimen Shale (Mudrock)

6.6 Deskripsi Batuan Sedimen 1. Nama batuan

2. Warna

Terdiri dari warna segar dan warna lapuk, sertakan pula variasi warnanya untuk memperjelas pemerian. Contoh: Batupasir berwarna segar abu-abu kehijau-hijauan. Pemerian warna ini

(37)

mencerminkan tingkat oksidasi, kandungan mineral dan membantu dalam interpretasi lingkungan pengendapan batuan itu sendiri.

Warna merah, menunjukkan keadaan oksidasi (non-marine) banyak mengandung Fe atau hematite

Warna hijau, merupakan reduksi dari warna merah, mengandung glauconite, zeolite.

Warna abu-abu, menunjukkan keadaan reduksi (marine) kaya akan bahan organik.

Warna kuning-coklat, menunjukkan keadaan oksidasi, mengandung limonite dan oksida besi. 3. Tekstur

Adalah sifat-sifat butiran, dalam hal ini adalah sifat hubungan antar butiran sebagai unsur penyusun dari batuan. Tekstur sendiri meliputi :

- Besar Butir: ditentukan dengan cara membandingkan dengan skala Wentworth, kalau perlu bisa dibantu dengan menggunakan Loupe. Sedangkan untuk breksi dan konglomerat dapat ditentukan dengan bantuan mistar kecil, dan tentukan pula ukuran minimum dan maksimum dari butiran atau komponennya. Besar butir ini mencerminkan energi sedimentasi lingkungannya. Sebagai contoh, jika suatu batuan berbutir kasar, maka kemungkinan batuan tersebut diendapkan dengan arus yang cepat dan begitu pula sebaliknya.

- Bentuk Butir: ditentukan dengan bantuan Chart yang telah tersedia pada komparator, dan gunakanlah istilah sebagai berikut :

Menyudut (Angular)

Menyudut Tanggung (Subangular)

Membundar Tanggung (Subrounded)

Membundar (Rounded)

Sangat Membundar (Very Rounded)

Untuk melihat butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan Loupe (untuk batupasir), dan jangan lupa tentukan pula kisaran ukurannya. Contoh batupasir membundar-membundar tanggung. Besar butir ini mencerminkan tingkat transportasi butiran-butirannya, dalam artian bahwa jika memiliki bentuk butir yang cenderung membundar maka butiran ini telah tertransportasikan jauh dari batuan asalnya.

Gambar 6.8 Bentuk Butir

- Kemas adalah hubungan antar butir penyusun batuan. Bila butiran-butirannya saling bersentuhan maka dapat dinyatakan dengan kemas tertutup. Sedangkan bila butiran-butirannya tidak saling bersentuhan, maka dinyatakan dengan kemas terbuka. Kemas ini merupakan salah satu hal yang penting terutama didalam pendeskripsian untuk breksi atau

(38)

konglomerat, karena dengan analisis kemas dalam batuan, kita dapat melakukan pendekatan interpretatif mengenai viskositas (kekentalan) dari medianya.

Tabel Besar Butir

Udden – Wentworth Scale 4. Struktur Sedimen

Adalah suatu fenomena atau kenampakan struktur tertentu pada batuan sedimen yang merefleksikan proses, mekanisme, dan kondisi tertentu pada saat pengendapan maupun setelah pengendapan. Penentuan struktur sedimen sangat berguna didalam menentukan lapisan atas (Top) dan lapisan bawah (Bottom) dari suatu lapisan, arah arus purba (Paleocurrent) dan interpretasi lingkungan pengendapan. Secara garis besar struktur sedimen dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu Struktur Sedimen Primer (terbentuk bersamaan dengan proses deposisi atau pengendapan) dan Struktur Sedimen Sekunder (terbentuk setelah proses deposisi atau pengendapan). Struktur sedimen primer contohnya adalah :

Graded Bedding, yaitu gradasi butiran yang menghalus kearah atas.

Paralel Lamination, yaitu pola kelurusan butiran, mineral, fosil, dan material lainnya dengan ketebalan < 1 cm.

Ripple Mark, yaitu jejak gelembur gelombang, yang merefleksikan kondisi arus pada saat pengendapan batuan tersebut.

Phi Units Size Wenworth Size Class Sediment/Rock Name

Ø = Volume Pori-pori Volume Total Batuan

X 100%

X

Gambar

Gambar 3.7 Pembentukan Himalaya
Gambar 4.1 Siklus Batuan 4.3 Penyebaran Batuan di Bumi
Gambar 5.1 Deret Bowen
Gambar 5.3 Laccolith
+7

Referensi

Dokumen terkait