• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hadits ke-22 dan ke dilihat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Hadits ke-22 dan ke dilihat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hadits ke-22 dan ke-23 | 1

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 dan ke-23 | 1 13 dilihat

ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟا ﻰﻠﺻ – ﻲِﺒﻨﻟا َﻊَﻣ ُﺖْﻨُﻛ)) :َلﺎَﻗ – ﻪﻨﻋ ﻪﻠﻟا ﻲﺿر – َﺔَﺒْﻌ ُﺷ ِﻦْﺑ ِةَﺮﻴِﻐُﻤْﻟا ْﻦَﻋ , ِﻦْﻴَﺗَﺮِﻫﺎَﻃ ﺎَﻤُﻬُﺘْﻠَﺧْدَأ ﻲﻧِﺈَﻓ , ﺎَﻤُﻬْﻋَد :َلﺎَﻘَﻓ , ِﻪْﻴﻔُﺧ َعِﺰْﻧَﻷ ُﺖْﻳَﻮْﻫَﺄَﻓ , ٍﺮَﻔَﺳ ﻲِﻓ – ﻢﻠﺳو ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺢَﺴَﻤَﻓ))

Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Beliau berkata;

“Pernah saya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah safar. (Ketika wudhu), saya membungkuk hendak membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas

kedua khuf (sepatu) beliau. Rasulullah bersabda; “biarkanlah kedua sepatu itu (tidak usah dilepas), sesungguhnya saya telah memakainya dalam keadaan bersuci.”.

ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟا ﻰﻠﺻ – ﻲِﺒﻨﻟا َﻊَﻣ ُﺖْﻨُﻛ)) :َلﺎَﻗ ﺎﻤﻬﻨﻋ ُﻪﻠﻟا َﻲﺿر ِنﺎَﻤَﻴْﻟا ِﻦْﺑ َﺔَﻔْﻳَﺬُﺣ ْﻦَﻋ

ِﻪْﻴﻔُﺧ ﻰَﻠَﻋ َﺢَﺴَﻣَو , َﺄﺿَﻮَﺗَو , َلﺎَﺒَﻓ – ﻢﻠﺳو))

Dari Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhuma, Beliau

berkata; “Saya pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu beliau buang air kecil, kemudian beliau

berwudhu dan membasuh di atas ke dua sepatu (sebagai ganti

mencuci kedua kakinya).”.

(2)

Hadits ke-22 dan ke-23 | 2

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 dan ke-23 | 2 Penjelasan

Kedua hadits ini memuat penjelasan tentang disyari’atkannya membasuh khuf atau sepatu ketika berwudhu sebagai ganti dari mencuci kaki.

Syari’at membasuh di atas khuf ini adalah satu diantara keringanan agama terhadap orang- orang yang berada dalam situasi tertentu dan akan sangat repot baginya jika setiap kali akan berwudhu harus terlebih dahulu membuka dan kembali memasang sepatunya ketika usai berwudhu.

Adakah ketentuan-ketentuan agama yang harus terpenuhi agar seorang diperbolehkan memanfaatkan keringanan tersebut ?.

Jawaban dari pertanyaan ini dijawab oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dinyatakan oleh Shafwan bin ‘Assaal radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata;

ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻤُﻫﺎَﻨْﻠَﺧْدَأ ُﻦْﺤَﻧ اَذِإ ِﻦْﻴﻔُﺨْﻟا ﻰَﻠَﻋ َﺢَﺴْﻤَﻧ ْنَأ ﺎَﻧَﺮَﻣَﺄَﻓ َﻢﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﻠﻟا ﻰﻠَﺻ ِﻪﻠﻟا ُلﻮُﺳَر ْﻢُﻬَﺜَﻌَﺑ َﻦﻳِﺬﻟا ِﺶْﻴَﺠْﻟا ﻲِﻓ ُﺖْﻨُﻛ ﺪﻤﺣأ هور) .ٍﺔَﺑﺎَﻨَﺟ ْﻦِﻣ ﻻِإ ﺎَﻤُﻬَﻌَﻠْﺨَﻧ َﻻَو ﺎَﻨْﻤَﻗَأ اَذِإ ًﺔَﻠْﻴَﻟَو ﺎًﻣْﻮَﻳَو ﺎَﻧْﺮَﻓﺎَﺳ اَذِإ ﺎًﺛ َﻼَﺛ ؛ٍﺮْﻬُﻃ)

“Saya pernah diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah pasukan.

Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kami untuk cukup membasuh di atas kedua sepatu kami (sebagai ganti dari mencuci kaki ketika berwudhu), yaitu jika kami telah mengenakan kedua sepatu tersebut dalam keadaan suci. Kebolehan tersebut berlaku selama tiga hari tiga malam ketika safar, dan sehari semalam ketika muqim. Dan kami tidak perlu melepas kedua sepatu kami tersebut (selama interval waktu yang disebutkan) kecuali ketika junub.”. (HR. Ahmad).

Dari hadits ini diketahui bahwa syarat bolehnya memanfaatkan keringanan ini adalah :

(3)

Hadits ke-22 dan ke-23 | 3

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 dan ke-23 | 3 1. Telah mengenakan sepatu atau kaos kaki dalam keadaan suci (tidak berhadats)

2. Interval waktu bolehnya memanfaatkan keringanan tersebut adalah sehari semalam bagi muqim dan tiga hari tiga malam bagi musafir.

3. Keringanan tersebut hanya berlaku bagi mereka yang berhadats kecil

4. Jika seorang berhadats besar maka batallah keringanan itu; ia wajib melepas sepatunya dan mandi, kemudian boleh kembali memakai sepatu atau kaos kakinya dan membasuh diatasnya dengan ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya.

5. Kebolehan membasuh di atas sepatu atau kaos kaki juga menjadi batal dengan melepas sepatu atau kaos kaki tersebut.

(4)

Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 1

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 1 14 dilihat

Pada rubrik sebelum ini telah dibahas syarat sahnya memanfaatkan keringanan “al mash

‘alal khuffain”, satu diantaranya yaitu masa bolehnya memanfaatkan keringanan itu adalah sehari semalam bagi muqim dan tiga hari tiga malam bagi musafir.

Adapun awal dimulainya masa perhitungan itu adalah ketika awal berwudhu dan membasuh di atas sepatu (khuf) setelah keluarnya hadats. Contoh;

Ketika berangkat ke kantor (pukul 07.00) seorang mengenakan sepatu dalam keadaan telah berwudhu. Pukul 09.00 ia berhadats (keluar angin). Pukul 12.00 ia berwudhu dengan

membasuh di atas kaos kakinya. Maka perhitungan sehari semalam itu bagi orang tersebut (ketika muqim) dimulai dari pukul 12.00 dan bukan dari pukul 09.00.

Cara membasuh di atas khuf

Membasuh di atas khuf dilakukan dengan membasahi tangan dengan air kemudian membasuh bagian atas sepatu atau kaos kaki sekali basuhan.

Jika seorang mengenakan kaos kaki dan sepatu, maka ia membasuh di atas yang

dikenakannya ketika shalat. Jika yang dikenakannya ketika shalat adalah kaos kaki, maka ia wajib melepas sepatunya dan membasuh di atas kaos kaki. Namun jika yang dikenakannya ketika shalat adalah sepatu (misalnya sedang safar di tengah hutan) maka ia membasuh di atas sepatunya.

Membasuh di atas perban

Masuk dalam masalah yang diberikan keringanan padanya adalah membasuh di atas perban.

Jika seorang luka yang menyebabkan anggota wudhunya harus diperban, dimana padanya

(5)

Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 2

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 2 ada luka yang tidak boleh terkena air (akan menyebabkan luka tersebut bertambah parah atau proses penyembuhannya akan menjadi lama); maka dalam keadaan ini, agama memberi keringanan baginya untuk membasuh di atas perban tersebut.

Jika anggota wudhu yang tidak boleh terkena air (diperban) hanya sebagian (misalnya dari jari tangan hingga setengah dari batas siku), maka boleh membasuh pada bagian yang diperban itu saja. Adapun bagian yang tersisa (setengah lengan hingga siku), maka tetap wajib mencucinya dengan air.

Lantas adakah batas waktu bolehnya membasuh di atas perban ini sama dengan batas waktu bolehnya membasuh di atas khuf (sepatu atau kaos kaki) ?

Jawabannya ; tidak demikian. Namun waktu keringanan tersebut dimulai ketika adanya luka tersebut dan berakhir ketika luka itu telah sembuh. Inilah satu diantara perbedaan ketentuan hukum yang berlaku pada syari’at membasuh di atas khuf dengan ketentuan hukum yang berlaku pada syari’at membasuh di atas perban. Dan diantara perbedaan lainnya adalah status hukum membasuh di atas khuf adalah sunnah. Adapun status hukum membasuh di atas perban, maka bisa saja menjadi wajib, yaitu ketika jiwa seseorang terancam jika ketika berwudhu ia tetap mencuci luka yang dideritanya itu dengan air.

Bagaimana dengan membasuh di atas sorban atau khimar

(6)

Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 3

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 & 23 (Bagian 2) | 3

(penutup kepala bagi wanita) ?.

In sya Allah bahasan ini akan kita jelaskan pada rubrik selanjutnya.

(7)

Hadits ke-22 & 23 (Bagian 3) | 1

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 & 23 (Bagian 3) | 1 10 dilihat

Pada rubrik sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebab disyari’atkannya membasuh di atas khuf (sepatu) adalah rukhshah (bentuk keringanan) agama terhadap hamba dalam

melakukan rutinitas ibadahnya (ketika bersuci).

Telah juga dibahas tentang keringanan berupa membasuh di atas perban bagi mereka yang menderita luka dan luka tersebut akan menjadi lebih parah atau sukar sembuh jika terkena air.

Mengakhiri rubrik sebelum ini, ada pertanyaan; “Bagaimana dengan membasuh di atas serban yang dililit (sukar untuk buka pasang) atau khimar (penutup kepala) bagi wanita;

adakah hal itu dibolehkan ?”.

Ada perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini. Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang menyatakan boleh membasuhnya, yaitu jika serban atau penutup kepala itu melililit dan atau sukar untuk dibuka pasang. Bilal berkata, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda;

ِرﺎَﻤِﺨْﻟاَو ِﻦْﻴﻔُﺨْﻟا ﻰَﻠَﻋ اﻮُﺤَﺴْﻣا

“Basuhlah di atas kedua sepatu dan khimar (surban).”. (HR. Ahmad), yaitu ketika berwudhu.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata;

ﻦﻴﻔﺨﻟا ﻰﻠﻋ ﺢﺴﻤﻟا ﻲﻓ ﻦﻠﺧد ﺎﻤﻛ لﺎﺟﺮﻠﻟ ًﺎﻌﺒﺗ رﻮﻛﺬﻤﻟا بﺎﻄﺨﻟا ﻲﻓ ﻦﻠﺧﺪﻳ ءﺎﺴﻨﻟاو

“Hukum wanita dalam membasuh di atas penutup kepalanya (khimar atau jilbabnya) adalah sama dengan hukum membasuh di atas surban bagi laki-laki, yaitu boleh.”. Jika saja laki-laki dibolehkan membasuh di atas surbannya karena adanya kesukaran yang timbul dengan membuka dan kembali mengenakan surbannya itu setiap kali akan berwudhu, maka sebab yang sama pun dialami oleh wanita terkait dengan jilbab atau penutup kepala yang

dikenakannya. Bahkan kesukaran yang dialami oleh wanita boleh jadi lebih besar karena

(8)

Hadits ke-22 & 23 (Bagian 3) | 2

ALBINAA MENYAPA - Hadits ke-22 & 23 (Bagian 3) | 2 jilbab atau penutup kepala yang mereka kenakan juga lebih besar, harus menutupi bagian yang lebih banyak dari bagian yang tertutup dari sebuah surban. Ditambah lagi bahwa seorang wanita biasanya akan sangat sulit berwudhu di tempat umum jika harus membasuh kepalanya secara langsung, sementara ia wajib menutup aurat (rambutnya) agar tidak

terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya. Al Hasan berkata tentang Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha;

ِرﺎَﻤِﺨْﻟا ﻰَﻠَﻋ ُﺢَﺴْﻤَﺗ ْﺖَﻧﺎَﻛ ﺎَﻬﻧَأ

“Beliau pernah membasuh di atas khimar (penutup kepalanya), yaitu sebagai ganti membasuh di atas kepala.”. (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Lantas, adakah kebolehan itu baru berlaku jika sang wanita atau laki-laki yang mengenakan surban itu telah mengenakan penutup kepalanya dalam keadaan suci (telah berwudhu) ?.

Jawabannya ; hal itu tidak disyaratkan. Kebolehan tersebut berlaku secara mutlak, meski orang yang mengenakan penutup kepala itu tidak mengenakannya dalam keadaan suci.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian riwayat tanah sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah A atau yang lebih dikenal dengan nama Panitia A, yang bertugas melaksanakan

Dua lahan peternakan sapi di Australia seluas 550 ha yang dibeli oleh Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) lewat anak usaha PT Santos aAgrindo dengan nilai investasi 38 juta dolar

Melaksanakan tugas - tugas sebagai bendahara pengeluaran sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku guna kepentingan kelancaran operasional

epatuhan ebersihan Tangan adalah kepatuhan petugas melakukan kebersihan tangan sesuai 3 indikasi dari 0 yaitu sebelum kontak dengan  pasien, setelah

Permainan ini dapat menentukan jalur tercepat yang bisa digunakan dalam permainan, algoritma a-star akan mencari jalur tercepat dari titik awal ke titik akhir walaupun

Hal itu juga berlaku terhadap pemberitaan kekerasan seksual pada anak, karena seperti yang kita tahu dalam peristiwa tersebut anak telah menjadi korban dari perlakuan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keterlambatan penderita kanker payudara dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan adalah variabel

Dari hasil brainstorming GKM DINAR W – KRA didapatkan beberapa permasalahan yang terkait dengan aktifitas rutin pada Divisi Properti Industri (Dinas Perkantoran &Pergudangan)