AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 77
Ken-Duren
Wonosalam
(Studi Deskriptif:
Makna
Ken-Duren
Wonosalam pada Masyarakat
Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang)
Indra Sulistiyono
E-mail: Indrasulis99@gmail.com
Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.
Abstrak
Tradisi ini menarik untuk diteliti, karena Ken-Duren Wonosalam memiliki perbedaan yang
unikdengan kenduri masyarakat pada umumnya. Dalam tradisi ini, tumpeng yang digunakan
adalah tumpeng durian raksasa dengan tinggi ± 8 meter. Selain itu pola perilaku masyarakat
dengan mengadakan acara Ken-Duren Wonosalam merupakan suatu perilaku simbolik dari
masyarakat yang dapat diteliti. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan dipilih dengan cara purposie. Penelitian dilakukan di Desa Wonosalam Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Teori simbolik C. Geertz dan teori fungsional dari Malinowski digunakan untuk menganalisa data yang didapatkan dalam penelitian. Dari
penelitian yang dilakukan, diketahui bagaimana bentuk pelaksanaan Ken-Duren Wonosalam,
yaitu tumpeng hasil bumi 9 desa diarak dari Kantor Kecamatan menuju lokasi acara,
kemudian tumpeng hasil bumi 9 desa tersebut mengitari tumpeng durian raksasa, selanjutnya
doa dipanjatkan, setelah itu tumpeng hasil bumi 9 desa dan tumpeng durian raksasa dipurak
bersama. Tradisi yang telah dijalankan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam selama 3 tahun ini memiliki makna untuk mengucap rasa syukur atas panen raya buah durian, selain itu adalah sebagai media promosi pariwisata yang dimiliki Kecamatan Wonosalam.
Kata kunci:Ken-Duren Wonosalam, tradisi, tumpeng, promosi wisata
Abstract
This Tradition are interesting to study, because Ken-Duren in Wonosalam has the unique
distinction with community kenduri in general. Tumpeng which used in this tradition, is a
giant durian tumpeng with a height of 8 meters. Furthermore the behavioral patterns of
society by holding Ken-Duren Wonosalam is a symbolic behavior of the community that can
be studied. This research uses qualitative methods. The informants selected by purpose way. This research are carried out in the village Wonosalam, sub Wonosalam, Jombang district. Symbolic theory from C. Geertz and functional theory from Malinowski are used to analyze the data obtained in the research. From the research, it is known how to shape the
implementation of Ken-Duren Wonosalam, is tumpeng crops of 9 villages marched from the
district office to the location of the event, then the crops tumpeng of 9 villages around the
giant durian tumpeng, and the next prayer being said, after that crops tumpeng of 9 villages
and giant durian tumpeng dipurak together. A tradition which has been run by the community
of sub district Wonosalam for 3 years, has meaning to give a gratitude for the harvest durian, otherwise it is a tourism promotion media which owned by sub district Wonosalam.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 78
Pendahuluan
Dengan beraneka ragamnya
kebudayaan yang ada serta cara hidup setiap suku bangsa dengan berbagai macam bentuk sistem tindakannya dapat
dijadikan sebagai objek penelitian
sekaligus analisis bagi ilmu pengetahuan terutama ilmu antropologi. Oleh karena itu kebudayaan menjadi salah satu fokus kajian dalam ilmu antropologi untuk
mempelajari manusia. Di mana
kebudayaan merupakan hasil dari seluruh sistem gagasan atau ide, tindakan dari kehidupannya sehari-hari dan hasil karya manusia yang dijadikan sebagai milik manusia itu sendiri yang didapatkan melalui hasil belajar, bukan didapat secara
langsung saat manusia itu lahir
(Koentjaraningrat, 1990: 180).
Praktik-praktik kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakatpun bermacam-macam, seperti halnya sebuah tradisi yang dijalankan oleh setiap masyarakat. Tradisi merupakan kegiatan dari suatu masyarakat yang dilakukan secara berualang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat itu sendiri (Endraswara, 2013: 7). Tradisi yang bermacam-macam dalam masyarakat juga menyesuaikan dengan lokasi dan lingkungan di mana tradisi tersebut tumbuh dan berkembang, oleh karena itu sering kali ditemui tradis-tradisi
yang berbeda di setiap daerah.
Perbedadaan-perbedaan tradisi tersebut menjadikan negara kita sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi.
Tradisi dalam masyarakat seringkali diwujudkan dalam betuk ritual-ritual kebudayaan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang mereka jalankan dalam kehidupan kelompok masyarakat itu sendiri. Ritual merupakan salah satu aktivitas kebudayaan. Ritual memiliki fungsi pemeliharaan atas apa yang telah
mereka dapat serta sebuah bentuk
pengharapan untuk keselamatan,
kelancaran, kemudahan, sampai ungkapan rasa syukur atas hasil keberhasilan atau hasil baik yang dicapai. Ritual pada umumnya dijalankan oleh kelompok agama atau komunitas dengan tujuan
simbolis (elib.unikom.ac.id).
Tradisi-tradisi dalam bentuk ritual slametan atau kenduren merupakan bentuk dari emosi keagamaan yang di miliki oleh
setiap masyarakat pendukung suatu
kebudayaan, di mana emosi tersebutlah yang mendorong seseorang melakukan tindakan–tidakan yang bersifat religi. Sehingga menyebabkan suatu tindakan maupun sebuah gagasan memiliki nilai sakral, apabila dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan, tidak terkecuali seperti yang dilakukan oleh masyarakat petani
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 79
durian di Kecamatan Wonosalam
(Koentjaraningrat, 1990: 377).
Masyarakat petani seperti yang ada di Kecamatan Wonosalam juga memiliki cara tersendiri untuk mensyukuri hasil panen yang mereka dapatkan. Dalam hal ini agama atau kepercayaan masyarakat
setempat turut berperan dalam
terbentuknya tradisi sebagai bentuk
ungkapan syukur masyarakat petani atas
hasil panen yang mereka terima.
Keinginan masyarakat untuk melakukan suatu ritual ungkapan rasa syukur tidak terlepas juga dari sifat manusia yang menganggap dirinya sebagai mahluk religius, sehingga konsep tentang yang sakral (the sacred), dalam hal ini adanya hubungan antara manusia dengan Tuhan membuat mereka wajib untuk melakuakan suatu tindakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Emile
Durkheim, bahwa agama di sini memiliki
peran di masyarakat untuk membentuk “kesadaran kolektif”, di mana suatu komunitas atau masyarakat mendapatkan hasil dari apa yang menjadi harapan mereka, fikiran religius yang mereka dapatkan dari agama menuntun mereka
untuk melakukan tindakan sakral guna
berkomunikasi dengan Tuhannya, dalam hal ini melakukan ritual ungkapan rasa
syukur (Durkheim 1912, dalam Daniel L. Pals, 2001: 169).
Dalam Ken-Duren Wonosalam tidak
lepas juga adanya simbol-simbol yang
diwujudkan dalam
perlengkapan-perlengkapan upacara tersebut yang
diwajibkan ada dalam pelaksanaanya.
Simbol-simbol itu seperti adanya tumpeng
raksasa yang tersusun dari tumpukan buah durian yang merupakan hasil bumi dari Kecamatan Wonosalam sendiri. Selain itu
juga terdapat tumpeng-tumpeng kecil yang
berisi hasil bumi dari tiap-tiap desa yang ada di Kecamatan Wonosalam yang turut
serta dalam upacara ritual Ken-Duren
Wonosalam, akan tetapi dalam setiap
tumpeng tersebut juga harus terdapat buah
durian di dalamnya.
Perlengkapan-perlengkapan penyusun upacara seperti itu
membuat kenduren atau slametan di
Kecamatan Wonosalam berbeda dengan acara serupa yang berada di daerah lain yang umumnya hanya berisikan hasil
bumi, misalnya pada upcara Grebeg
Gunungan Sekaten yang diadakan oleh
Sinuwun Paku Buwana di Surakarta.
Gunungan Sekaten yang merupakan
perlengkapan wajib yang harus ada dalam
perayaan Sekaten, di mana penyusun
gunungan tersebut adalah hasil bumi dan ternak seperti sayur, buah, telur, dan daging yang juga dipersembahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur atas
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 80 nikmat yang diberikan (Wahyudiarto,
2006: 1).
Adapun fokus dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana
bentuk dari Ken-Duren Wonosalam yang
dijalankan oleh masyarakat Wonosalam
serta simbol-simbol yang ada dan
digunakan dalam tradisi tersebut.
Ketertarikan untuk meneliti Ken-Duren
Wonosalam di Kecamatan Wonosalam,
Kabupaten Jombang adalah adanya sebuah “keunikan” yang dimiliki oleh masyarakat
petani durian Wonosalam dengan
masyarakat petani di daerah lain dari segi media atau perlengkapan-perlengkapan
penuyusun upacara slametan untuk
mensyukuri hasil panen raya yang mereka dapatkan. Selain itu juga untuk melihat
adanya perubahan makna ritual slametan
pada masyarakat Kecamatan Wonosalam
antara kenduri dan Ken-Duren Wonosalam
Metode
Dalam penelitian ini yang
mengangkat tema mengenai tradisi yang ada masayarakat yaitu tentang upacara
Ken-Duren Wonosalam yang merupakan
sebuah media untuk mengungkapakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen raya yang didapatkan para petani
durian selama masa masa tanam
berlangsung. Penelitian ini bersifat
deskriptif, karena dalam penelitian ini
menjelaskan secara terperinci mengenai makna-makna dari simbol yang ada dalam
pelaksanaan upacara Ken-Duren
Wonosalam serta bagaimana bentuk acara
dari upacara Ken-Duren Wonosalam. Oleh
karena itu, penelitian dengan metode
kualitatif digunakan dalam meneliti
upacara Ken-Duren Wonosalam yang
diadakan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang.
Dalam pemilihan informan,
ditentukan dengan cara purposie, yaitu
menentukan informan yang mampu
menjawab pertanyaan penelitan yang diangkat. Pada penelitian ini didapatkan 7
Informan yang mampu menjawab
pertanyaan penelitian yang diangkat. Teknik pengumpulan data yang akan
digunakan dalam penelitian upacara
Ken-Duren Wonosalam ada empat macam,
yaitu observasi, wawancara, studi literartur
dan dokumentasi. Untuk penentuan
informan sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan akan data yang akan dicari dalam penelitian ini.
Pada bagian analisa data digunakan untuk menganalisa atau mengolah data yang telah di dapatkan dari hasil penelitian
di lapangan mengenai upacara ritual
Ken-Duren Wonosalam. Hasil penelitian yang dianalisa merupakan data dari hasil observasi, wawancara mendalam dengan informan serta studi literartur dari berbagai
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 81
sumber ilmiah. Metode-metode
pengumpulan data tersebut merupakan metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Dari hasi penelitian tersebut akan dijabarkan melalui hasil analisa berupa tulisan deskriptif, karena agar semua hasil informasi atau data yang diperoleh dapat tersampaikan secara jelas dan detail. Selain itu juga, teori sombolik dari Clifford Geertz digunakan untuk menjelaskan makna dari simbol-simbol yang digunakan masyarakat Kecamatan
Wonosalam dalam upacara Ken-Duren
Wonosalam dan digunakan juga teori
fungsional dari Malinowski untuk
menganalisa fungsi diadakannya upacara
ritual Ken-Duren Wonosalam. Selain itu
juga konsep-konsep dari Koenjtaraningrat mengenai empat komponen kehidupan
religius manusia digunakan untuk
menganalisa data dari hasil penelitian ini.
Data dan Analisis Data
Ken-Duren Wonosalam merupakan
sebuah bentuk kegiatan slametan yang
dijlankan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap tahunnya pada musim
panen raya buah durian. Ken-Duren
Wonosalam pertama kali dilangsungkan
adalah pada tahun 2012. Awal mula diadakannya tradisi ini adalah adanya lomba sinegritas kinerja kecamatan yang dilombakan di tingkat provinsi,, di mana
Kabupaten Jombang diwakili oleh
Kecamatan Wonosalam yang saat itu dipimpin oleh Pak Camat Senen.
Ken-Duren Wonosalam
dilangsung-kan saat musiam panen durian antara bulan Februari dan Maret. Acara tersebut diawali
dengan ziarah ke makam Mbah
Wonosegoro yang merupakan sesepuh
desa, kemudian diadakannya kontes
durian, kontes kambing etawa dan festival
jaranan. Kemudian pada puncaknya
perwakalian dari 9 desa membawa tumpeng hasil bumi berkumpul di depan Kantor Kecamatan Wonosalam, setelah Bupati memberikan sambutan dan melepas
arak-arakan tumpeng dari 9 desa tersebut
menuju ke lokasi acara. Sesampai di lokasi acara, tumpeng dari 9 desa mengitari tumpeng raksasa setinggi ± 8 meter,
kemudian dibacakan doa dan ujub oleh
pemuka agama yang berasal dari Kantor
MUI dan KUA setempat. Setelah
dibacakannya doa dan ujub, tumpeng
durian raksasa dipurak atau dimakan
bersama dengan para masyarakat yang
hadir dalam acara Ken-Duren Wonosalam.
Dalam Ken-Duren Wonosalam
perlengkapan-perlengkapan diwujudkan
dalam simbol-simbol tertentu yang
digunakan dalam acara tersebut. Adapun
perlengkapan yang digunakan dalam
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 82
Untuk ziarah ke makam Mbah
Wonosegoro
1. Tumpeng hasil bumi, yang
merupakan tumpeng yang
tersusun dari hasil bumi
masyarakat Kecamatan
Wonosalam seperti kacang
panjang, timun, terong, sawi,
mangga podang, salak, alpukat,
tomat, pisang , rambutan, ubi
kayu dan ubi jalar. Tumpeng
tersebut merupakan simbol
ungkapan rasa syukur
masyarakat Kecamatan
Wonosalam atas hasil bumi yang mereka dapatkan.
2. Tumpeng nasi, merupakan
tumpeng yang berupa nasi
lengkap dengan lauk pauknya
seperti ayam, urap-urap, mie,
tempe dan tahu. Pada dasarnya
tumpeng menurut Pak Min (65)
terbuat dari nasi kabuli yang
berarti hajatnya telah dikabuli atau dikabulkan serta adanya pengharapan akan hajat yang
akan digelar nanti yaitu
Ken-Duren Wonosalam dapat
berjalan lancar. Jadi tumpeng
nasi pada dasarnya merupakan
simbol dari pengharapan
kepada Tuhan dan ungkapan syukur atas keinginan yang
telah dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk kenduri yang dilakukan
panitia di malam hari sebelum
pelaksanaan Ken-Duren
Wonosalam
- Tumpeng nasi, dalam acara
kenduri yang dilakukan pada malam hari oleh panitia dan
sebagian masyarakat yang
hadir, adalah simbol yang memiliki makna pengharapan agar acara yang dilangsungkan
keesokan harinya dapat
berjalan dengan lancar.
Untuk pelaksanaan Ken-Duren
Wonosalam
1. Tumpeng durian Raksasa, yang
menyimbolkan identitas
Kecamatan Wonosalam yang merupakan daerah penghasil
buah durian serta bentuk
ungkapan rasa syukur atas
panen buah durian yang
diapatkan oleh para petani Kecmatan Wonosalam.
2. Tumpeng hasil bumi 9 desa,
merupakan simbol dari
ungkapan rasa syukur
masyarakat tiap desa akan hasil bumi yang mereka dapatkan dari desa mereka masing-masing.
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 83 Selain simbol-simbol yang berupa
perlengkapan-perlengkapan ritual yang dapat dianalisa dengan teori simbolik dari Geertz, fenomena lainnya yang dapat analisa adalah dalam rangkaian persiapan
menuju acara Ken-Duren Wonosalam
masyarakat juga melakukan ziarah ke
makam Mbah Wonosegoro yang
merupakan sesepuh Desa Wonosalam dan kenduri yang diadakan panitia sehari
sebelum acara Ken-Duren Wonosalam
dilangsungkan. Kedua acara tersebut
merupakan usaha masyarakat untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan harapan agar acara yang akan mereka langsungkan keesokan hari akan berjalan lancar tanpa adanya halangan atau malapetaka.
Tindakan masyarakat Kecamatan Wonosalam yang melakukan aktivitas
kebudayaan dalam bentuk Ken-Duren
Wonosalam merupakan perilaku simbolis,
di mana perilaku tersebut merupakan tindakan yang didasari adanya emosi
keagamaan yang bertujuan untuk
memdekatkan diri dengan Tuhannya
dengan cara bersama-sama mengucap
syukur dengan melakukan kegiatan
Ken-Duren Wonosalam.
Dalam penafsiran lainnya, perilaku masyarakat Kecamatan Wonosalam yang
mengadakan Ken-Duren Wonosalamdapat
dimaknai sebagai aktivitas untuk
menigkatakan kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Karena dengan adanya ritual
Ken-Duren Wonosalam, masyarakat
Kecamatan Wonosalam berusaha
menunjukkan potensi-potensi yang mereka miliki baik itu hasil Usaha Kecil Menengah (UKM) dari setiap desa maupun potensi alam dan pariwisata yang dimiliki Kecamatan Wonosalam kepada para pengunjung acara tersebut.
Ken-Duren Wonosalam merupakan
sebuah serangkain acara slametan yang
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap tahun setelah panen raya buah durian. Acara tersebut bertujuan untuk mensyukuri hasil panen raya buah durian yang didapatkan oleh para petani
durian. Selain itu Ken-Duren Wonosalam
juga dijadikan media promosi potensi-potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam, baik dari segi sumber daya alam maupun potensi pariwisata yang ada.
Dari penjabaran mengenai bentuk
dan tujuan dilaksanakannya Ken-Duren
Wonosalam dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori fungsional dari
Malinowski yang menyatakan bahwa
setiap unsur kebudayaan memiliki
fungsinya masing-masing dalam
masyarakat dan juga unsur kebudayaan memiliki hubungan timbal balik. Manusia
menggunakan kebudayaan untuk
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 84 mendasar. Kebutuhan hidup manusia ini
saling berkaitan satu sama lain dengan kebutuhan hidup yang lainnya. Apabila suatu tidakan manusia dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya, maka akan tibul kebutuhan hidup lainnya yang harus mereka penuhi (Koentjaraningrat, 1987: 167-171). Malinowski juga berangaapan bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki manfaat bagi masyarakat di mana unsur kebudayaan itu berada (Ihromi, 1996: 59).
Teori yang dikemukakan oleh
Malinowski menjelaskan bahwa
Ken-Duren Wonosalam merupakan salah satu
unsur kebudayaan dalam masyarakat yang
mampu memenuhi kebutuhan dasar
manusia akan ketergantungan manusia
dengan Tuhannya. Dalam hal ini
Ken-Duren Wonosalam merupakan bentuk
pelaksanaan dari sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat dalam bentuk ajaran
agama. Ken-Duren Wonosalam berfungsi
sebagai media yang digunakan masyarakat Kecamatan Wonosalam untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen raya buah durian yang mereka
dapatkan. Selain itu juga Ken-Duren
Wonosalam difungsikan sebagai media
untuk permohonan keselamatan dan
permohonan kesejahteraan bagi
masyarakat Kecamatan Wonosalam.
Setelah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia dengan Tuhannya,
muncullah kebutuhan lain dari kebutuhan
dasar pada masyarakat Kecamatan
Wonosalam yaitu adanya keinginan untuk mengenalkan potensi-potensi yang ada di Kecamatan Wonosalam yang salah satunya adalah sektor pariwisata melalui ritual
Ken-Duren Wonosalam, dalam hal ini
fungsi Ken-Duren Wonosalam sebagai
peningkatan perekonomian masayarakat Kecamatan Wonosalam.
Jadi ritual Ken-Duren dalam
masyarakat Kecamatan Wonosalam
memiliki fungsi yang cukup penting bagi masyarakat Kecamatan Wonosalam dalam segi pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dengan Tuhannya yang diwujudkan
dengan diadakamnya Ken-Duren
Wonosalam untuk mengucap syukur
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu adanya keinginan masyarakat Kecamatan
Wonosalam untuk meningkatan
perekonomian mereka melalui sektor pariwisata yang sedang dibangun juga
menjadi alasan diadakannya Ken-Duren
Wonosalam dengan cara memperkenal
kanpotensi-potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam.
Simpulan
Ken-Duren Wonosalam merupakan
bentuk acara komunal yang telah
dijalankan oleh mayarakat Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang sejak
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 85 tahun 2012. Acara terebut dijalankan oleh
masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap panen raya buah durian antara bulan Februari dan Maret, yang bertujuan untuk mensyukuri hasil panen raya buah durian yang masyarakat Kecamatan Wonosalam
dapatkan. Selain itu, Ken-Duren
Wonosalam memiliki fungsi di
masayarakat Kecamatan Wonosalam
sebagai media promosi pariwisata yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam.
Dalam pelaksanaan Ken-Duren
Wonosalam terdapat perlengkapan acara yang wajib ada dalam pelaksanaanya, yaitu
tumpeng. Tumpeng yang diguanakan
dalam Ken-Duren Wonosalam adalah
tumpeng dalam bentuk tumpeng durian raksasa, tumpeng nasi dan tumpeng hasil bumi dari 9 desa yang di mana memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur terhadap terhadap Tuhan YME atas hasil
bumi yang mereka dapatkan, selain itu
tumpeng merupakan sebuah bentuk
pengharapan terhadap Tuhan YME.
Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. (2013). Pendidikan
karakter dalam Foklor. Yogyakarta: Narasi.
Ihromi. T. O. (1996). Pokok-pokok Ilmu
Antropologi Budaya. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
_____________. (1987). Sejarah Teori
Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
L. Pals, Daniel. (2001). Seven Theories of
Religion. Yogyakarta: Penerbit
Qalam.
Wahyudiarto, Dwi. (2006). Makna Tari
Canthangbalung dalam Upacara
Grebeg Gunungan di Kraton
Surakarta. Harmoni Jurnal
Pengetahuan. Vol VII
No.3/September-Desember 2006:1.
Anonim. (2014). Definisi Ritual.
elib.unikom.ac.id (Diakses pada 03 september 2014).