• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ken-Duren Wonosalam (Studi Deskriptif: Makna Ken-Duren Wonosalam pada Masyarakat Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ken-Duren Wonosalam (Studi Deskriptif: Makna Ken-Duren Wonosalam pada Masyarakat Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 77

Ken-Duren

Wonosalam

(Studi Deskriptif:

Makna

Ken-Duren

Wonosalam pada Masyarakat

Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang)

Indra Sulistiyono

E-mail: Indrasulis99@gmail.com

Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.

Abstrak

Tradisi ini menarik untuk diteliti, karena Ken-Duren Wonosalam memiliki perbedaan yang

unikdengan kenduri masyarakat pada umumnya. Dalam tradisi ini, tumpeng yang digunakan

adalah tumpeng durian raksasa dengan tinggi ± 8 meter. Selain itu pola perilaku masyarakat

dengan mengadakan acara Ken-Duren Wonosalam merupakan suatu perilaku simbolik dari

masyarakat yang dapat diteliti. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan dipilih dengan cara purposie. Penelitian dilakukan di Desa Wonosalam Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Teori simbolik C. Geertz dan teori fungsional dari Malinowski digunakan untuk menganalisa data yang didapatkan dalam penelitian. Dari

penelitian yang dilakukan, diketahui bagaimana bentuk pelaksanaan Ken-Duren Wonosalam,

yaitu tumpeng hasil bumi 9 desa diarak dari Kantor Kecamatan menuju lokasi acara,

kemudian tumpeng hasil bumi 9 desa tersebut mengitari tumpeng durian raksasa, selanjutnya

doa dipanjatkan, setelah itu tumpeng hasil bumi 9 desa dan tumpeng durian raksasa dipurak

bersama. Tradisi yang telah dijalankan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam selama 3 tahun ini memiliki makna untuk mengucap rasa syukur atas panen raya buah durian, selain itu adalah sebagai media promosi pariwisata yang dimiliki Kecamatan Wonosalam.

Kata kunci:Ken-Duren Wonosalam, tradisi, tumpeng, promosi wisata

Abstract

This Tradition are interesting to study, because Ken-Duren in Wonosalam has the unique

distinction with community kenduri in general. Tumpeng which used in this tradition, is a

giant durian tumpeng with a height of 8 meters. Furthermore the behavioral patterns of

society by holding Ken-Duren Wonosalam is a symbolic behavior of the community that can

be studied. This research uses qualitative methods. The informants selected by purpose way. This research are carried out in the village Wonosalam, sub Wonosalam, Jombang district. Symbolic theory from C. Geertz and functional theory from Malinowski are used to analyze the data obtained in the research. From the research, it is known how to shape the

implementation of Ken-Duren Wonosalam, is tumpeng crops of 9 villages marched from the

district office to the location of the event, then the crops tumpeng of 9 villages around the

giant durian tumpeng, and the next prayer being said, after that crops tumpeng of 9 villages

and giant durian tumpeng dipurak together. A tradition which has been run by the community

of sub district Wonosalam for 3 years, has meaning to give a gratitude for the harvest durian, otherwise it is a tourism promotion media which owned by sub district Wonosalam.

(2)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 78

Pendahuluan

Dengan beraneka ragamnya

kebudayaan yang ada serta cara hidup setiap suku bangsa dengan berbagai macam bentuk sistem tindakannya dapat

dijadikan sebagai objek penelitian

sekaligus analisis bagi ilmu pengetahuan terutama ilmu antropologi. Oleh karena itu kebudayaan menjadi salah satu fokus kajian dalam ilmu antropologi untuk

mempelajari manusia. Di mana

kebudayaan merupakan hasil dari seluruh sistem gagasan atau ide, tindakan dari kehidupannya sehari-hari dan hasil karya manusia yang dijadikan sebagai milik manusia itu sendiri yang didapatkan melalui hasil belajar, bukan didapat secara

langsung saat manusia itu lahir

(Koentjaraningrat, 1990: 180).

Praktik-praktik kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakatpun bermacam-macam, seperti halnya sebuah tradisi yang dijalankan oleh setiap masyarakat. Tradisi merupakan kegiatan dari suatu masyarakat yang dilakukan secara berualang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat itu sendiri (Endraswara, 2013: 7). Tradisi yang bermacam-macam dalam masyarakat juga menyesuaikan dengan lokasi dan lingkungan di mana tradisi tersebut tumbuh dan berkembang, oleh karena itu sering kali ditemui tradis-tradisi

yang berbeda di setiap daerah.

Perbedadaan-perbedaan tradisi tersebut menjadikan negara kita sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi.

Tradisi dalam masyarakat seringkali diwujudkan dalam betuk ritual-ritual kebudayaan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang mereka jalankan dalam kehidupan kelompok masyarakat itu sendiri. Ritual merupakan salah satu aktivitas kebudayaan. Ritual memiliki fungsi pemeliharaan atas apa yang telah

mereka dapat serta sebuah bentuk

pengharapan untuk keselamatan,

kelancaran, kemudahan, sampai ungkapan rasa syukur atas hasil keberhasilan atau hasil baik yang dicapai. Ritual pada umumnya dijalankan oleh kelompok agama atau komunitas dengan tujuan

simbolis (elib.unikom.ac.id).

Tradisi-tradisi dalam bentuk ritual slametan atau kenduren merupakan bentuk dari emosi keagamaan yang di miliki oleh

setiap masyarakat pendukung suatu

kebudayaan, di mana emosi tersebutlah yang mendorong seseorang melakukan tindakan–tidakan yang bersifat religi. Sehingga menyebabkan suatu tindakan maupun sebuah gagasan memiliki nilai sakral, apabila dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan, tidak terkecuali seperti yang dilakukan oleh masyarakat petani

(3)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 79

durian di Kecamatan Wonosalam

(Koentjaraningrat, 1990: 377).

Masyarakat petani seperti yang ada di Kecamatan Wonosalam juga memiliki cara tersendiri untuk mensyukuri hasil panen yang mereka dapatkan. Dalam hal ini agama atau kepercayaan masyarakat

setempat turut berperan dalam

terbentuknya tradisi sebagai bentuk

ungkapan syukur masyarakat petani atas

hasil panen yang mereka terima.

Keinginan masyarakat untuk melakukan suatu ritual ungkapan rasa syukur tidak terlepas juga dari sifat manusia yang menganggap dirinya sebagai mahluk religius, sehingga konsep tentang yang sakral (the sacred), dalam hal ini adanya hubungan antara manusia dengan Tuhan membuat mereka wajib untuk melakuakan suatu tindakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Emile

Durkheim, bahwa agama di sini memiliki

peran di masyarakat untuk membentuk “kesadaran kolektif”, di mana suatu komunitas atau masyarakat mendapatkan hasil dari apa yang menjadi harapan mereka, fikiran religius yang mereka dapatkan dari agama menuntun mereka

untuk melakukan tindakan sakral guna

berkomunikasi dengan Tuhannya, dalam hal ini melakukan ritual ungkapan rasa

syukur (Durkheim 1912, dalam Daniel L. Pals, 2001: 169).

Dalam Ken-Duren Wonosalam tidak

lepas juga adanya simbol-simbol yang

diwujudkan dalam

perlengkapan-perlengkapan upacara tersebut yang

diwajibkan ada dalam pelaksanaanya.

Simbol-simbol itu seperti adanya tumpeng

raksasa yang tersusun dari tumpukan buah durian yang merupakan hasil bumi dari Kecamatan Wonosalam sendiri. Selain itu

juga terdapat tumpeng-tumpeng kecil yang

berisi hasil bumi dari tiap-tiap desa yang ada di Kecamatan Wonosalam yang turut

serta dalam upacara ritual Ken-Duren

Wonosalam, akan tetapi dalam setiap

tumpeng tersebut juga harus terdapat buah

durian di dalamnya.

Perlengkapan-perlengkapan penyusun upacara seperti itu

membuat kenduren atau slametan di

Kecamatan Wonosalam berbeda dengan acara serupa yang berada di daerah lain yang umumnya hanya berisikan hasil

bumi, misalnya pada upcara Grebeg

Gunungan Sekaten yang diadakan oleh

Sinuwun Paku Buwana di Surakarta.

Gunungan Sekaten yang merupakan

perlengkapan wajib yang harus ada dalam

perayaan Sekaten, di mana penyusun

gunungan tersebut adalah hasil bumi dan ternak seperti sayur, buah, telur, dan daging yang juga dipersembahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur atas

(4)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 80 nikmat yang diberikan (Wahyudiarto,

2006: 1).

Adapun fokus dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimana

bentuk dari Ken-Duren Wonosalam yang

dijalankan oleh masyarakat Wonosalam

serta simbol-simbol yang ada dan

digunakan dalam tradisi tersebut.

Ketertarikan untuk meneliti Ken-Duren

Wonosalam di Kecamatan Wonosalam,

Kabupaten Jombang adalah adanya sebuah “keunikan” yang dimiliki oleh masyarakat

petani durian Wonosalam dengan

masyarakat petani di daerah lain dari segi media atau perlengkapan-perlengkapan

penuyusun upacara slametan untuk

mensyukuri hasil panen raya yang mereka dapatkan. Selain itu juga untuk melihat

adanya perubahan makna ritual slametan

pada masyarakat Kecamatan Wonosalam

antara kenduri dan Ken-Duren Wonosalam

Metode

Dalam penelitian ini yang

mengangkat tema mengenai tradisi yang ada masayarakat yaitu tentang upacara

Ken-Duren Wonosalam yang merupakan

sebuah media untuk mengungkapakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen raya yang didapatkan para petani

durian selama masa masa tanam

berlangsung. Penelitian ini bersifat

deskriptif, karena dalam penelitian ini

menjelaskan secara terperinci mengenai makna-makna dari simbol yang ada dalam

pelaksanaan upacara Ken-Duren

Wonosalam serta bagaimana bentuk acara

dari upacara Ken-Duren Wonosalam. Oleh

karena itu, penelitian dengan metode

kualitatif digunakan dalam meneliti

upacara Ken-Duren Wonosalam yang

diadakan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang.

Dalam pemilihan informan,

ditentukan dengan cara purposie, yaitu

menentukan informan yang mampu

menjawab pertanyaan penelitan yang diangkat. Pada penelitian ini didapatkan 7

Informan yang mampu menjawab

pertanyaan penelitian yang diangkat. Teknik pengumpulan data yang akan

digunakan dalam penelitian upacara

Ken-Duren Wonosalam ada empat macam,

yaitu observasi, wawancara, studi literartur

dan dokumentasi. Untuk penentuan

informan sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan akan data yang akan dicari dalam penelitian ini.

Pada bagian analisa data digunakan untuk menganalisa atau mengolah data yang telah di dapatkan dari hasil penelitian

di lapangan mengenai upacara ritual

Ken-Duren Wonosalam. Hasil penelitian yang dianalisa merupakan data dari hasil observasi, wawancara mendalam dengan informan serta studi literartur dari berbagai

(5)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 81

sumber ilmiah. Metode-metode

pengumpulan data tersebut merupakan metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Dari hasi penelitian tersebut akan dijabarkan melalui hasil analisa berupa tulisan deskriptif, karena agar semua hasil informasi atau data yang diperoleh dapat tersampaikan secara jelas dan detail. Selain itu juga, teori sombolik dari Clifford Geertz digunakan untuk menjelaskan makna dari simbol-simbol yang digunakan masyarakat Kecamatan

Wonosalam dalam upacara Ken-Duren

Wonosalam dan digunakan juga teori

fungsional dari Malinowski untuk

menganalisa fungsi diadakannya upacara

ritual Ken-Duren Wonosalam. Selain itu

juga konsep-konsep dari Koenjtaraningrat mengenai empat komponen kehidupan

religius manusia digunakan untuk

menganalisa data dari hasil penelitian ini.

Data dan Analisis Data

Ken-Duren Wonosalam merupakan

sebuah bentuk kegiatan slametan yang

dijlankan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap tahunnya pada musim

panen raya buah durian. Ken-Duren

Wonosalam pertama kali dilangsungkan

adalah pada tahun 2012. Awal mula diadakannya tradisi ini adalah adanya lomba sinegritas kinerja kecamatan yang dilombakan di tingkat provinsi,, di mana

Kabupaten Jombang diwakili oleh

Kecamatan Wonosalam yang saat itu dipimpin oleh Pak Camat Senen.

Ken-Duren Wonosalam

dilangsung-kan saat musiam panen durian antara bulan Februari dan Maret. Acara tersebut diawali

dengan ziarah ke makam Mbah

Wonosegoro yang merupakan sesepuh

desa, kemudian diadakannya kontes

durian, kontes kambing etawa dan festival

jaranan. Kemudian pada puncaknya

perwakalian dari 9 desa membawa tumpeng hasil bumi berkumpul di depan Kantor Kecamatan Wonosalam, setelah Bupati memberikan sambutan dan melepas

arak-arakan tumpeng dari 9 desa tersebut

menuju ke lokasi acara. Sesampai di lokasi acara, tumpeng dari 9 desa mengitari tumpeng raksasa setinggi ± 8 meter,

kemudian dibacakan doa dan ujub oleh

pemuka agama yang berasal dari Kantor

MUI dan KUA setempat. Setelah

dibacakannya doa dan ujub, tumpeng

durian raksasa dipurak atau dimakan

bersama dengan para masyarakat yang

hadir dalam acara Ken-Duren Wonosalam.

Dalam Ken-Duren Wonosalam

perlengkapan-perlengkapan diwujudkan

dalam simbol-simbol tertentu yang

digunakan dalam acara tersebut. Adapun

perlengkapan yang digunakan dalam

(6)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 82

 Untuk ziarah ke makam Mbah

Wonosegoro

1. Tumpeng hasil bumi, yang

merupakan tumpeng yang

tersusun dari hasil bumi

masyarakat Kecamatan

Wonosalam seperti kacang

panjang, timun, terong, sawi,

mangga podang, salak, alpukat,

tomat, pisang , rambutan, ubi

kayu dan ubi jalar. Tumpeng

tersebut merupakan simbol

ungkapan rasa syukur

masyarakat Kecamatan

Wonosalam atas hasil bumi yang mereka dapatkan.

2. Tumpeng nasi, merupakan

tumpeng yang berupa nasi

lengkap dengan lauk pauknya

seperti ayam, urap-urap, mie,

tempe dan tahu. Pada dasarnya

tumpeng menurut Pak Min (65)

terbuat dari nasi kabuli yang

berarti hajatnya telah dikabuli atau dikabulkan serta adanya pengharapan akan hajat yang

akan digelar nanti yaitu

Ken-Duren Wonosalam dapat

berjalan lancar. Jadi tumpeng

nasi pada dasarnya merupakan

simbol dari pengharapan

kepada Tuhan dan ungkapan syukur atas keinginan yang

telah dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

 Untuk kenduri yang dilakukan

panitia di malam hari sebelum

pelaksanaan Ken-Duren

Wonosalam

- Tumpeng nasi, dalam acara

kenduri yang dilakukan pada malam hari oleh panitia dan

sebagian masyarakat yang

hadir, adalah simbol yang memiliki makna pengharapan agar acara yang dilangsungkan

keesokan harinya dapat

berjalan dengan lancar.

 Untuk pelaksanaan Ken-Duren

Wonosalam

1. Tumpeng durian Raksasa, yang

menyimbolkan identitas

Kecamatan Wonosalam yang merupakan daerah penghasil

buah durian serta bentuk

ungkapan rasa syukur atas

panen buah durian yang

diapatkan oleh para petani Kecmatan Wonosalam.

2. Tumpeng hasil bumi 9 desa,

merupakan simbol dari

ungkapan rasa syukur

masyarakat tiap desa akan hasil bumi yang mereka dapatkan dari desa mereka masing-masing.

(7)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 83 Selain simbol-simbol yang berupa

perlengkapan-perlengkapan ritual yang dapat dianalisa dengan teori simbolik dari Geertz, fenomena lainnya yang dapat analisa adalah dalam rangkaian persiapan

menuju acara Ken-Duren Wonosalam

masyarakat juga melakukan ziarah ke

makam Mbah Wonosegoro yang

merupakan sesepuh Desa Wonosalam dan kenduri yang diadakan panitia sehari

sebelum acara Ken-Duren Wonosalam

dilangsungkan. Kedua acara tersebut

merupakan usaha masyarakat untuk

mendekatkan diri kepada Tuhan dengan harapan agar acara yang akan mereka langsungkan keesokan hari akan berjalan lancar tanpa adanya halangan atau malapetaka.

Tindakan masyarakat Kecamatan Wonosalam yang melakukan aktivitas

kebudayaan dalam bentuk Ken-Duren

Wonosalam merupakan perilaku simbolis,

di mana perilaku tersebut merupakan tindakan yang didasari adanya emosi

keagamaan yang bertujuan untuk

memdekatkan diri dengan Tuhannya

dengan cara bersama-sama mengucap

syukur dengan melakukan kegiatan

Ken-Duren Wonosalam.

Dalam penafsiran lainnya, perilaku masyarakat Kecamatan Wonosalam yang

mengadakan Ken-Duren Wonosalamdapat

dimaknai sebagai aktivitas untuk

menigkatakan kesejahteraan ekonomi

masyarakat. Karena dengan adanya ritual

Ken-Duren Wonosalam, masyarakat

Kecamatan Wonosalam berusaha

menunjukkan potensi-potensi yang mereka miliki baik itu hasil Usaha Kecil Menengah (UKM) dari setiap desa maupun potensi alam dan pariwisata yang dimiliki Kecamatan Wonosalam kepada para pengunjung acara tersebut.

Ken-Duren Wonosalam merupakan

sebuah serangkain acara slametan yang

dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap tahun setelah panen raya buah durian. Acara tersebut bertujuan untuk mensyukuri hasil panen raya buah durian yang didapatkan oleh para petani

durian. Selain itu Ken-Duren Wonosalam

juga dijadikan media promosi potensi-potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam, baik dari segi sumber daya alam maupun potensi pariwisata yang ada.

Dari penjabaran mengenai bentuk

dan tujuan dilaksanakannya Ken-Duren

Wonosalam dapat dijelaskan dengan

menggunakan teori fungsional dari

Malinowski yang menyatakan bahwa

setiap unsur kebudayaan memiliki

fungsinya masing-masing dalam

masyarakat dan juga unsur kebudayaan memiliki hubungan timbal balik. Manusia

menggunakan kebudayaan untuk

(8)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 84 mendasar. Kebutuhan hidup manusia ini

saling berkaitan satu sama lain dengan kebutuhan hidup yang lainnya. Apabila suatu tidakan manusia dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya, maka akan tibul kebutuhan hidup lainnya yang harus mereka penuhi (Koentjaraningrat, 1987: 167-171). Malinowski juga berangaapan bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki manfaat bagi masyarakat di mana unsur kebudayaan itu berada (Ihromi, 1996: 59).

Teori yang dikemukakan oleh

Malinowski menjelaskan bahwa

Ken-Duren Wonosalam merupakan salah satu

unsur kebudayaan dalam masyarakat yang

mampu memenuhi kebutuhan dasar

manusia akan ketergantungan manusia

dengan Tuhannya. Dalam hal ini

Ken-Duren Wonosalam merupakan bentuk

pelaksanaan dari sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat dalam bentuk ajaran

agama. Ken-Duren Wonosalam berfungsi

sebagai media yang digunakan masyarakat Kecamatan Wonosalam untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen raya buah durian yang mereka

dapatkan. Selain itu juga Ken-Duren

Wonosalam difungsikan sebagai media

untuk permohonan keselamatan dan

permohonan kesejahteraan bagi

masyarakat Kecamatan Wonosalam.

Setelah terpenuhinya kebutuhan

dasar manusia dengan Tuhannya,

muncullah kebutuhan lain dari kebutuhan

dasar pada masyarakat Kecamatan

Wonosalam yaitu adanya keinginan untuk mengenalkan potensi-potensi yang ada di Kecamatan Wonosalam yang salah satunya adalah sektor pariwisata melalui ritual

Ken-Duren Wonosalam, dalam hal ini

fungsi Ken-Duren Wonosalam sebagai

peningkatan perekonomian masayarakat Kecamatan Wonosalam.

Jadi ritual Ken-Duren dalam

masyarakat Kecamatan Wonosalam

memiliki fungsi yang cukup penting bagi masyarakat Kecamatan Wonosalam dalam segi pemenuhan kebutuhan dasar manusia

dengan Tuhannya yang diwujudkan

dengan diadakamnya Ken-Duren

Wonosalam untuk mengucap syukur

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu adanya keinginan masyarakat Kecamatan

Wonosalam untuk meningkatan

perekonomian mereka melalui sektor pariwisata yang sedang dibangun juga

menjadi alasan diadakannya Ken-Duren

Wonosalam dengan cara memperkenal

kanpotensi-potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam.

Simpulan

Ken-Duren Wonosalam merupakan

bentuk acara komunal yang telah

dijalankan oleh mayarakat Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang sejak

(9)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 85 tahun 2012. Acara terebut dijalankan oleh

masyarakat Kecamatan Wonosalam setiap panen raya buah durian antara bulan Februari dan Maret, yang bertujuan untuk mensyukuri hasil panen raya buah durian yang masyarakat Kecamatan Wonosalam

dapatkan. Selain itu, Ken-Duren

Wonosalam memiliki fungsi di

masayarakat Kecamatan Wonosalam

sebagai media promosi pariwisata yang dimiliki oleh Kecamatan Wonosalam.

Dalam pelaksanaan Ken-Duren

Wonosalam terdapat perlengkapan acara yang wajib ada dalam pelaksanaanya, yaitu

tumpeng. Tumpeng yang diguanakan

dalam Ken-Duren Wonosalam adalah

tumpeng dalam bentuk tumpeng durian raksasa, tumpeng nasi dan tumpeng hasil bumi dari 9 desa yang di mana memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur terhadap terhadap Tuhan YME atas hasil

bumi yang mereka dapatkan, selain itu

tumpeng merupakan sebuah bentuk

pengharapan terhadap Tuhan YME.

Daftar Pustaka

Endraswara, Suwardi. (2013). Pendidikan

karakter dalam Foklor. Yogyakarta: Narasi.

Ihromi. T. O. (1996). Pokok-pokok Ilmu

Antropologi Budaya. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu

Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

_____________. (1987). Sejarah Teori

Antropologi I. Jakarta: UI-Press.

L. Pals, Daniel. (2001). Seven Theories of

Religion. Yogyakarta: Penerbit

Qalam.

Wahyudiarto, Dwi. (2006). Makna Tari

Canthangbalung dalam Upacara

Grebeg Gunungan di Kraton

Surakarta. Harmoni Jurnal

Pengetahuan. Vol VII

No.3/September-Desember 2006:1.

Anonim. (2014). Definisi Ritual.

elib.unikom.ac.id (Diakses pada 03 september 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat di Desa Cijulang tabel (b), dimana terdapat 36% rumah tangga yang memiliki lahan dan mereka ini dalam memperoleh bahan pangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) keefektifan Problem Based Learning (PBL) disertai Fishbone Diagram (FD) terhadap kemampuan berpikir kritis dan

Berdasarkan jenis pala terlihat bahwa intensitas kerusakan tertinggi adalah 24,35% pada jenis pala Panjang, kemudian diikuti oleh pala Panjang (19,65 %), dan terendah

Mekanisme aksi dari antibiotik penisilin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs),

x Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan.Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terlihat bahwa yang merupakan

[r]

Menurut Rambe (1997) dalam (Sarwono dan Eko, 2015), penelitiannya yang menggunakan perhitungan analisis faktor ditemukan lima faktor yang menjadi penyebab tingkah

dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.. Bank harus menyampaikan