• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Berpangkal pada adat istiadat daerah yang beragam, banyak model busana daerah yang dapat dipakai untuk keperluan sehari-hari sampai untuk peristiwa adat tertentu. Selain itu ada pula busana daerah yang dikembangkan mengikuti status sosial dalam masyarakat juga busana yang berkaitan dengan pandangan hidup atau kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat. Uraian di atas menggambarkan besar sekali pengaruh nilai budaya, adat istiadat serta pandangan hidup terhadap bentuk dan wujud busana yang dikembangkan oleh masyarakat. Semua itu untuk mencapai nilai keindahan (aesthetic values) di samping teknologi yang mereka kuasai.

Nilai keindahan (aesthetic values) dalam berbusana bagi masyarakat Sunda khususnya merupakan bagian dari tatakrama. Busana tradisional Sunda memiliki aturan tersendiri dalam pemakaiannya. Penataan pemakaian busana dilakukan demikian dengan maksud untuk mengangkat kualitas kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan karena masyarakat Sunda memiliki pandangan atau norma dan etika tersendiri dalam berbusana dan selalu diajarkan setiap keluarga kepada anak-anaknya. Seperti peribahasa Sunda yang disebutkan D.K Ardiwinata (1916:5) bahwa: ”jawadah tutung biritna, sacara-carana (adat istiadat tidaklah sama di mana-mana, setiap bangsa atau suku bangsa memiliki adat yang berbeda)”. D.K Ardiwinata juga menyebutkan bahwa:”saur sepuh: barudak ari jadi jelema kudu hadé tata, hadé basa, ambéh loba nu resep, ulah sok goréng gogog, goréng tagog, ka nu kitu mah sok loba nu ijid, temahna loba musuhna (kata orang tua: anak-anak, kalau jadi manusia harus baik dan menarik dalam berpenampilan dan berbahasa, supaya banyak yang simpati, jangan sekali-kali berbicara dan bertingkah laku yang tidak sopan karena itu akan menyebabkan banyak orang benci, sehingga kita banyak musuhnya)”.

(2)

Busana tradisional Indonesia pada umumnya berasal dari bentuk dasar busana bungkus, bentuk kutang, bentuk kaftan dan bentuk celana. Kaftan menurut Arifah (2003:81) merupakan busana bagian atas seperti blouse yang memiliki belahan pada bagian muka, sedangkan menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000:704) kaftan also caf-tan is a long loose piece of clothing, usually with a belt at the waist, worn by men in Arab countries, and a woman’s long loose dress with long wide sleeves. Salah satu bentuk busana bungkus yang merupakan milineris adalah tutup kepala. Milineris merupakan benda-benda yang melengkapi busana dan berguna langsung bagi pemakainya, seperti alas kaki, tas, topi, ikat pinggang, kaus kaki, sarung tangan, selendang atau kain bahu (scarf, syawl dan stola), sedangkan aksesoris adalah benda-benda yang menambah keindahan bagi pemakainya di antaranya cincin dan gelang, giwang dan anting, serta kalung. Kedua jenis pelengkap busana ini dipakai wanita dan pria dengan berbagai bentuk, warna, model dan tentunya berbagai kesempatan berbusana.

Tutup kepala (head cover) merupakan bagian dari kelengkapan berbusana baik busana tradisional maupun busana moderen. Secara umum busana tradisional Indonesia untuk pria menggunakan tutup kepala sebagai salah satu pelengkap dalam berbusana, baik berbentuk topi maupun ikat kepala. Hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan Arifah (2003:2-3) bahwa busana secara umum yaitu:

“bahan tekstil atau bahan lainnya yang sudah dijahit atau tidak dijahit yang dipakai atau disampirkan untuk penutup tubuh seseorang, sedangkan secara luas busana adalah semua yang menampilkan keindahan yang meliputi busana yang bersifat pokok, busana yang bersifat pelengkap (millineris), dan busana yang bersifat menambah (accessories)”.

Penjelasan di atas dapat memberikan pengertian bahwa busana, selain busana utama atau busana pokok juga terdiri dari millineries dan accessories sebagai pelengkap berbusana.

Tutup kepala yang berbentuk ikat kepala, merupakan salah satu jenis tutup kepala yang terbuat dari kain. Tutup kepala di Indonesia memiliki kekhasan pada setiap daerah baik dari segi bentuk maupun bahan pembuatannya. Di Jawa Barat

(3)

khususnya masyarakat Sunda, tutup kepala yang dibuat dari kain dikenal dengan sebutan iket atau totopong atau udeng, semuanya adalah pelindung kepala yang berfungsi sebagai kelengkapan berbusana. Di samping itu ada pula dudukuy yaitu tutup kepala yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan seperti bambu, kayu dan daun yang hanya berfungsi sebagai pelindung kepala dari panas dan hujan. Iket lebih dulu dipakai masyarakat Sunda sebelum ditemukannya dudukuy. Dudukuy memiliki makna simbolik yang lebih rendah di bandingkan iket. Pada zaman dahulu iket juga mencerminkan kelas dalam masyarakat, hingga tampak jelas perbedaan kedudukan seseorang (pria) dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu iket Sunda juga sebagai bagian dari kelengkapan berbusana yang digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan budaya yang dikaitkan dengan nilai budaya, adat istiadat serta pandangan hidup masyarakat.

Iket di wilayah Sunda sebelumnya menggunakan kain polos namun pada perkembangannya menggunakan kain batik. Di Indonesia pada umumnya kain batik digunakan untuk kain bawah atau sarung atau jarik atau sinjang, kain panjang, kemben (breast cloth), selendang (shoulder cloth), dan ikat kepala (head cloth).

Pemakaian iket kini sudah jarang sekali dan kalaupun dipakai bentuknya sudah berubah dan bersifat lebih praktis. Di tengah kecenderungan berbusana barat dewasa ini, masih ada orang Sunda yang memakai busana daerah baik sebagai busana sehari-hari maupun untuk waktu-waktu tertentu. Akan tetapi dapat dirasakan bahwa bagi sebagian besar masyarakat Sunda dewasa ini nilai berbusana daerah berubah dibandingkan dengan nilai berbusana daerah pada masa lalu. Tutup kepala tradisional khususnya iket Sunda dalam perkembangannya tidak dapat kita abaikan dengan kehidupan masyarakat serta segala aspek yang mempengaruhinya.

(4)

I. 2 Rumusan Permasalahan

a. Iket Sunda semakin jarang digunakan.

Tutup kepala pada busana tradisional pria Sunda khususnya iket, dewasa ini sudah tidak dipakai lagi atau dapat kita katakan sudah jarang dipakai oleh pria, baik untuk kesempatan berbusana sehari-hari ataupun kesempatan berbusana khusus, sebagai akibat perubahan nilai dalam masyarakat.

b. Perubahan fungsi iket Sunda.

Iket dahulu digunakan sebagai pelindung kepala sekaligus kelengkapan berbusana dan sebagai identitas seseorang dalam pergaulan namun sekarang telah terjadi perubahan fungsi yaitu iket sebagai hiasan kepala dan sebagai identitas etnis Sunda.

c. Perubahan nilai yang mendorong pergeseran pemakaian iket Sunda.

Terjadi pula perubahan nilai dalam masyarakat, kalau dahulu busana termasuk iket telah dibakukan melalui peraturan-peraturan pemerintah khususnya pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan peraturan-peraturan dari Bupati mengenai cara berbicara dan cara berbusana, sehingga jarang ada orang yang berani mengubahnya maka sekarang timbul nilai baru dalam berbusana khususnya berbusana bagi pria sehingga terjadi pergeseran dalam pemakaian iket Sunda.

Penelitian mengenai iket Sunda di wilayah Parahyangan bertolak dari kajian senirupa yang didasarkan pada kajian transformasi budaya dan pergeseran sistem nilai, sejarah dan estetika untuk pemecahan masalahnya.

I.3 Pertanyaan Penelitian

Pokok-pokok pertanyaan dalam penelitian ini ingin mengungkapkan kembali iket Sunda sebagai benda yang hampir punah dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang meliputi:

a. Bagaimanakah gambaran pemakaian iket Sunda dewasa ini?

b. Bagaimana iket Sunda dapat berubah fungsi? dan faktor apa yang menyebabkan perubahan fungsi pada iket Sunda?

(5)

c. Bagaimana pergeseran nilai yang terjadi pada pemakaian iket Sunda?

Diharapkan pertanyaan-pertanyaan di atas dapat mengungkapkan dan menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

I.4 Batasan Penelitian

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada tutup kepala yang terbuat dari kain batik yang disebut iket atau totopong. Iket digunakan pria di wilayah Sunda Parahyangan untuk kesempatan berbusana sehari-hari dan kesempatan berbusana khusus. Iket dipakai dengan cara dilipat dan diikatkan pada kepala menurut bentuk tertentu dan dibentuk simpul sebagai ikatan penguat. Iket Sunda yang dimaksud adalah iket dari kain batik yang digunakan masyarakat Parahyangan khususnya pria.

Motif kain batik yang digunakan dibatasi pada kain batik yang digunakan masyarakat Sunda mulai dari waktu setelah adanya pengaruh kebudayaan Mataram ke wilayah Sunda sampai dengan waktu sekarang. Namun untuk bentuk iket Sunda dibatasi mulai dari masa Orde Baru sampai masa sekarang yaitu sekitar tahun 1968 sampai dengan tahun 2006. Kondisi pada masa ini, di Jawa Barat khususnya adanya upaya penggalian budaya asli yang banyak dilakukan generasi muda yang ditunjang dengan berkembangnya media informasi secara cepat sebagai sarana yang dapat memberikan kesempatan dan peluang kepada para pelaku seni untuk mengembangkan kreatifitasnya. Kondisi ini juga menjawab tantangan berkembangnya pengaruh budaya barat yang masuk melalui media informasi, seni dan budaya. Akibat kondisi ini muncul kesadaran dari generasi muda untuk mencari kembali identitas etnis khususnya etnis Sunda, salah satunya melalui pemakaian iket Sunda dalam kesempatan berbusana sehari-hari

Daerah yang menjadi sasaran penelitian adalah wilayah etnis Sunda khususnya wilayah Bandung dan Sumedang. Bandung merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat yang memiliki pengaruh yang besar kepada daerah lain di Jawa Barat khususnya dalam bidang budaya. Dalam hal kesejarahan Bandung memegang

(6)

peranan penting karena Bandung sebagai kota sejarah yang memasuki beberapa tahap sebagai kota kabupaten, keresidenan dan ibu kota propinsi. Sumedang adalah kota yang pernah memegang peranan penting dalam sejarah wilayah Parahyangan setelah Pajajaran runtuh tahun 1579. Sumedang dapat dikatakan sebagai kota penerus nilai-nilai etnis Sunda karena hubungan sejarahnya yang jelas. Sumedang di samping itu sampai saat ini masih menyimpan benda-benda budaya di antaranya busana daerah dan berbagai peralatan yang digunakan masyarakat Sunda yaitu di Museum Pangeran Geusan Ulun.

I. 5 Tujuan Penelitian

Iket Sunda semakin jarang digunakan oleh masyarakat Parahyangan dan adanya perubahan nilai yang menyebabkan perubahan fungsi iket Sunda maka keberadaan iket Sunda sebagai benda tradisional perlu dibahas dan diteliti.

Mengingat kondisi demikian, penelitian ini ingin:

a. Merevitalisasi model-model iket Sunda serta mempopulerkan kembali pemakaian iket Sunda sehingga iket Sunda dikenal dan dipakai kembali oleh pria baik untuk kesempatan berbusana sehari-hari maupun kesempatan berbusana khusus.

b. Menempatkan iket Sunda pada fungsinya yang benar yaitu sebagai pelindung kepala, pelengkap berbusana bagi pria dan sebagai identitas etnis Sunda. c. Menganalisis perubahan iket Sunda dari segi karakteristik bentuk fisik, fungsi,

warna, ragam hias, bahan, ukuran, cara pakai dan kesempatan pemakaian. Perubahan nilai yang terjadi di masyarakat Sunda khususnya terhadap desain iket Sunda diharapkan dapat mendorong kreasi baru desain iket Sunda yang bersumber pada desain iket Sunda yang asli.

(7)

1.6 Manfaat Penelitian

a. Merevitalisasi model-model iket Sunda. b. Menganalisis perkembangan model iket Sunda.

c. Mencari pengembangan pemakaian iket Sunda dalam busana tradisional Sunda khususnya dan pengembangan alternatif model tutup kepala umumnya. d. Perubahan nilai yang terjadi di masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi

iket Sunda diharapkan dapat mendorong terciptanya berbagai desain iket Sunda sehingga dapat menambah kekayaan desain iket Sunda.

1.7 Asumsi Dasar

a. Iket Sunda sudah jarang digunakan dalam kesempatan berbusana sehari-hari namun digunakan untuk kesempatan berbusana khusus seperti upacara adat dan pelengkap busana seni tari pertunjukan, kondisi ini diduga karena terjadi perubahan tata nilai dalam masyarakat Sunda.

b. Telah terjadi perubahan nilai pada masyarakat khususnya terhadap gaya dan cara berbusana bagi pria sehingga terjadi pula perubahan nilai dalam pemakaian iket Sunda.

I. 8 Metode Penelitian

Pembahasan mengenai busana daerah sangat erat kaitannya dengan budaya, sosial dan falsafah masyarakat setempat. Demikian pula permasalahan iket Sunda dengan sendirinya menekankan hal-hal yang bersifat kualitatif. Banyak faktor yang mengubah desain iket Sunda dan menggeser nilai pemakaiannya.

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian kebudayaan dengan pendekatan kualitatif dan berdasarkan analisis deskriptif. Kajian ini berkaitan erat dengan sejarah, estetika, perkembangan kebudayaan serta prilaku masyarakat pemakainya.

Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan teori transformasi budaya dan pergeseran sistem nilai, dengan pertimbangan bahwa iket Sunda dalam

(8)

pemakaiannya telah terjadi perubahan dalam segi makna, fungsi, dan bentuk serta dalam kesempatan pemakaiannya.

Analisis diawali dengan pengkajian kembali bentuk-bentuk asli iket Sunda untuk mengetahui bentuk asalnya. Selanjutnya dilakukan telaah terhadap perkembangan dan pengembangan penggunaannya dalam kesempatan berbusana sehari-hari dan kesempatan berbusana khusus.

Transformasi budaya dan pergeseran sistem nilai, seperti menurut Agus Sachari (2005:84) bahwa:

“model kajian transformasi budaya, secara garis besar merupakan pengamatan perubahan dan pergeseran fenomena desain dalam satu rentang waktu tertentu. Dalam rentang waktu tersebut dicatat dan diamati faktor-faktor desain yang menjadi ciri utama perubahan, serta proses akulturasi dan enkulturasi yang terjadi. Secara umum, transformasi budaya diawali oleh adanya unsur keterbukaan baik yang dipaksakan maupun yang dikarenakan oleh karakter khas kebudayaan tertentu yang mudah menerima kehadiran budaya asing. Pergeseran-pergeseran yang terjadi antara setiap subbudaya kerap berjalan tidak sejalan, ada yang secara ‘rupa’ sangat cepat, namun secara teknologis agak tertinggal, ada pula yang secara keseluruhan fisik telah bergeser jauh ke depan, tetapi secara mentalitas masih terbelakang”.

I.8.1 Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah iket Sunda sebagai salah satu pelengkap berbusana tradisional untuk pria di wilayah Sunda. Mengkaji busana daerah Sunda umumnya dan khususnya iket Sunda merupakan salah satu usaha yang mendukung pembinaan dan pengembangan budaya nasional yang berlandaskan budaya lama dan asli yang tumbuh sebagai puncak kebudayaan daerah. Iket Sunda dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya untuk memenuhi kebutuhan hidup antara lain sebagai pelindung, penghias tubuh dan sebagai ciri pengenal dalam kaitan pergaulan sosial dan mencerminkan kepribadian yang dilandasi nilai-nilai budaya, keindahan, dan pandangan hidup.

(9)

I.8.2 Pengumpulan Data

a. Studi literatur: data dikumpulkan melalui kajian pustaka dari buku-buku, yang dilakukan dengan tujuan memperoleh definisi, teori dan contoh-contoh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah busana, busana daerah Sunda, busana pria, dan pelengkap busana pria khususnya iket Sunda serta sejarah dan perkembangan iket Sunda.

b. Observasi lapangan: untuk memperoleh data-data berupa visualisasi tampilan karakter iket Sunda dalam kaitannya dengan desain, dan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat Sunda sehingga informasi dan data yang tepat dapat diperoleh. Proses pengamatan selanjutnya dilakukan dengan mendokumenkan iket Sunda.

c. Wawancara: wawancara dilakukan untuk melengkapi dan lebih memahami konsep desain iket Sunda. Proses wawancara ini ditujukan pada pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan masukan berupa data yang relevan. Penentuan narasumber awalnya dilakukan secara acak kemudian dipilih sebagai kunci sumber data.

(10)

I.9 Konsep Berfikir

Gambar I.1 Diagram Kerangka Berfikir F. Bihari (dahulu)

1579-1968 G. Kiwari (sekarang) 1968-2006

H. Transformasi Budaya dan perubahan sistem nilai

I. Penanda etnis iket Sunda Santana

Somah

D. Pemakai:

1. Sepuh (orang tua) 2. Nonoman (dewasa) 3. Murangkalih

(anak-anak)

A. Desain iket Sunda: 1. Karakteristik bentuk fisik 2. Fungsi 3. Warna 4. Ragam hias 5. Bahan 6. Ukuran 7. Cara pakai 8. Kesempatan pemakaian E.Folklor Sunda

Folklor sebagian Lisan (Partly verbal folklore) Folklor Bukan Lisan (Nonverbal folklore)

Folklor Lisan (Verbal folklore)

B. Status Sosial: Ménak C. Topografi Sunda:

1. Perbukitan di basisir (pesisir) pantai 2. Dataran tinggi untuk tatanén (bertani) 3. Dataran rendah untuk berdagang

(11)

Keterangan konsep berfikir :

A. Iket Sunda pada penelitian ini merupakan tutup kepala tradisional daerah Sunda yang dipakai sebagai pelengkap berbusana. Iket Sunda dibahas dalam penelitian ini meliputi karakteristik bentuk fisik, fungsi, warna, ragam hias, bahan, ukuran, cara pakai, dan kesempatan pemakaian.

B. Iket atau totopong biasanya dipakai oleh masyarakat Sunda dari kalangan Somah.

C. Secara topografi, iket Sunda dipakai oleh masyarakat di daerah perbukitan di basisir (pesisir) pantai, dataran tinggi untuk tatanén (bertani), dan dataran rendah untuk berdagang.

D. Pemakai iket Sunda merupakan pria dari berbagai kalangan usia baik sepuh (orang tua), nonoman (dewasa), dan murangkalih (anak-anak).

E. Secara adat istiadat tradisional Sunda, iket Sunda merupakan folklor bukan lisan (non verbal folklore) yang berupa materi.

F. Iket Sunda dahulu kala memiliki ciri, fungsi dan makna tertentu.

G. Berbeda dengan dahulu, sekarang ini iket Sunda memiliki ciri, fungsi dan makna yang lain dari sebelumnya.

H. Perbedaan iket Sunda dahulu dan sekarang terjadi karena adanya transformasi budaya dan perubahan sistem nilai pada masyarakat Sunda sejalan dengan perkembangan jaman yang terjadi di wilayah Sunda terutama berkaitan dengan tradisi, budaya, gaya hidup dan pandangan masyarakat Sunda dewasa ini.

I. Iket Sunda merupakan salah satu benda yang menjadi simbol yang menunjukkan identitas etnik Sunda. Dengan adanya perubahan nilai pada masyarakat, simbol identitas etnik Sunda pun mengalami perubahan.

(12)

I.10 Alur Penelitian

Gambar I.2 Diagram Alur Penelitian Studi pendahuluan

Merumuskan masalah 1. Iket Sunda semakin jarang digunakan

2. Adanya perubahan fungsi iket Sunda

3. Adanya perubahan nilai yang menyebabkan perubahan pemakaian iket Sunda.

Merumuskan anggapan dasar

Memilih pendekatan Mengumpulkan data Analisis data Menarik kesimpulan Menyusun laporan Memilih masalah

Desain iket Sunda di Bandung dan Sumedang periode tahun 1968-2006

Menyusun instrumen/ pedoman wawancara

(13)

I.11 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dasar, metode penelitian, konsep berpikir, dan alur penelitian serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM WILAYAH SUNDA PARAHYANGAN

Bab ini menguraikan secara umum tentang wilayah Sunda dari latar belakang sejarah, keadaan geografis, batas wilayah secara administrasi pemerintahan, bahasa, dan budaya. Selain itu menguraikan kehidupan masyarakat Sunda dari segi penduduknya, agama dan kepercayan, ekonomi, pendidikan, struktur masyarakat, dan folklor sebagai adat istiadat yang berkembang secara turun temurun.

BAB III TINJAUAN UMUM IKET SUNDA DI WILAYAH PARAHYANGAN

Bab ini menguraikan tinjauan umum tentang pengertian, sejarah, makna, fungsi, ragam hias, dan pandangan masyarakat Sunda terhadap iket Sunda sebagai pelengkap busana tradisional Sunda serta perkembangan iket Sunda.

BAB IV ANALISIS PERGESERAN DESAIN IKET SUNDA

Bab ini menguraikan analisis desain iket Sunda periode tahun 1968-2006 dari segi karakteristik bentuk fisik, fungsi, warna, ragam hias, bahan, ukuran, cara pakai, dan kesempatan pemakaian.

BAB V KESIMPULAN

Dalam bab ini menguraikan kesimpulan akhir antara lain berisi hasil yang diperoleh dari penelitian yang dirangkum dan dianggap cukup relevan dalam kasus penelitian ini.

Gambar

Gambar I.1 Diagram Kerangka Berfikir F. Bihari (dahulu)
Gambar I.2 Diagram Alur Penelitian Studi pendahuluan

Referensi

Dokumen terkait

Industry tersebut menerima laporan pendapat auditor tanggal 9 Mei 2019 pada tanggal tutup buku 31 Desember 2018, yang berarti tanggal tersebut telah melewati batasan waktu

Dalam Iklan Axe Black versi Chico Jericho, merupakan iklan parfum khusus bagi pria yang menggunakan figur pria sebagai sosok yang memperhatikan tubuhnya dan mampu mendominasi

Pendidikan memberikan kemungkinan pada peserta didik untuk mendapatkan kesempatan, harapan dan pengetahuan agar dapat hidup lebih baik selain itu, menjadi

Pendidikan memberikan kemungkinan pada peserta didik untuk memperoleh “kesempatan”,”harapan”, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan

Iklim kerja dan fasilitas kerja jika di katakan baik karyawannya dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman, dalam jangka waktu yang lama kesesuaian

Pada proses produksi tutup botol oli AHM biru terdapat beberapa pergerakan operator yang tidak menambah nilai pada produk sehingga menimbulkan waste motion pada

Dari identifikasi masalah di atas, penelitian ini akan dibatasi pada hal-hal berikut ini. 1) Penelitian bertumpu pada leksikon perkakas pertanian tradisional bahasa Sunda

Tujuan Umum Tujuan umum perencanaan bangunan museum ini adalah menciptakan fasilitas kepada masyarakat untuk lebih mengetahui macam macam alat musik tradisional sunda Tujuan Khusus