• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan infrastruktur, pembangunan ekonomi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan infrastruktur, pembangunan ekonomi,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan infrastruktur, pembangunan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan industrialisasi (Kigundu, 2012). Pariwisata merupakan salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat secara internasional dengan tujuan tidak hanya di negara industri tetapi juga di negara kurang berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara (Bauer, 2000). Pada negara-negara berkembang pariwisata diharapkan dapat menjadi katalisator untuk mengembangkan pembangunan sektor lainnya secara bertahap. (Yoeti, 2000). Perkembangan pariwisata dapat memberikan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut diantaranya memberikan perubahan pada aspek sosial ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan. Pengaruh pariwisata terhadap aspek sosial ekonomi diantaranya adalah (1) penerimaan devisa Negara, (2) pendapatan masyarakat, (3) kesempatan kerja. Pada aspek sosial budaya memberikan dampak terhadap (1) perubahan demografis, (2) perubahan mata pencaharian, (3) perubahan tradisi, keagamaan dan bahasa, (4) perubahan nilai moral. Pada aspek lingkungan dapat memberikan dampak gejala perubahan lingkungan kawasan pariwisata. (Pitana, 2005. Spanou, 2007. Gwalema, 2011)

Daerah yang merupakan tujuan wisata di Indonesia adalah Provinsi Bali. Pariwisata dan Bali tidak dapat dipisahkan karena Bali merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki keindahan alam serta keunikan seni budayanya. Bali dianugerahkan memiliki alam yang indah dan bervariatif mulai pantai, danau, dan gunung. Objek wisata yang tidak kalah menarik yaitu budaya masyarakatnya. Kehidupan masyarakat Bali sangat erat dengan agama Hindu sehingga setiap upacara keagamaan merupakan objek yang sangat khas. Pura merupakan tempat ibadah umat Hindu yang menarik tersebar di seluruh pelosok Bali. Pada tahun 2014 wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bali sebesar 3.766.638 jiwa dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebesar 6,24% menjadi 4.001.835 jiwa (Provinsi Bali dalam angka, 2016).

(2)

2 Pariwisata berdampak positif terhadap perekonomian di daerah Bali. Pariwisata ternyata berperan besar dalam menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, sebagai sumber penghasil devisa, mendorong ekspor khususnya barang-barang industri kerajinan, dan mampu mengubah struktur ekonomi daerah Bali ke arah yang lebih seimbang. Oleh karena itu, sektor pariwisata menjadi pemimpin bagi pembangunan ekonomi daerah Bali. Hal ini dapat dilihat terutama dengan pesatnya perkembangan kepariwisataan di daerah Bali. Perkembangan pariwisata juga dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas kebudayaan Bali serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang telah terbukti mampu menopang integritas masyarakat Bali (Erawan, 1993). Kebudayaan Bali telah mengalami erosi, yang dapat dilihat dari : (1) munculnya efek demonstrasi, yaitu adanya kecenderungan penduduk lokal yang meniru gaya hidup wisatawan tanpa mempertimbangkan kebudayaan sendiri; (2) terjadinya komodifikasi terhadap kebudayaan; (3) terjadinya penurunan kualitas kesenian; (4) profanisasi kesenian sakral, kegiatan ritual dan tempat suci; dan (5) menurunnya kemauan masyarakat Bali untuk mempertahankan identitas kebudayaannya (picard dan Wood dalam Pitana, 2005).

Kabupaten Badung merupakan salah satu Kabupaten di Bali yang memiliki berbagai potensi Pariwisata, dan hampir seluruh daerahnya telah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata. Potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Badung juga tidak kalah dengan daerah lain dalam menarik minat wisatawan dalam berkunjung. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Badung dapat dilihat pada tabel 1.1.

(3)

3 Tabel 1.1 Data Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Badung

No Bulan Jumlah 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Januari 139.872 164.643 168.923 202.660 248.289 207.677 277.123 285.792 2 Februari 153.465 139.370 187.781 201.320 219.475 219.379 266.779 331.278 3 Maret 153.216 161.169 194.482 201.833 227.846 224.597 266.574 293.058 4 April 147.515 179.879 178.549 221.014 219.984 229.639 270.211 309.207 5 Mei 159.877 181.983 196.719 204.489 215.868 242.205 283.327 287.308 6 Juni 170.994 190.617 219.574 240.154 238.296 272.548 327.429 356.343 7 Juli 183.122 224.636 247.778 278.041 258.781 294.651 356.849 380.318 8 Agustus 187.584 222.441 236.080 250.835 254.020 305.620 334.713 322.573 9 September 181.033 208.185 229.573 251.737 243.722 305.667 348.619 382.439 10 Oktober 180.944 210.935 223.643 241.370 255.709 262.440 337.183 365.043 11 November 141.841 163.531 194.152 216.402 241.985 293.826 273.323 259.997 12 Desember 166.855 182.556 215.804 246.880 268.044 290.194 339.212 361.028 Jumlah 1.966.318 2.229.945 2.493.058 2.756.579 2.892.019 3.148.443 3.681.342 3.934.384

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Tahun 2016

Berdasarkan data dari Tabel 1.1 dapat disebutkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Badung meningkat di setiap tahunnya, hal ini dikarenakan potensi kepariwisataan yang ada di Kabupaten Badung sangat kuat sehingga menarik motivasi wisatawan untuk berkunjung. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh Kabupaten Badung salah satunya adalah wisata pantai. Pantai di Kabupaten Badung memiliki keindahan panorama dan kegiatan masyarakat yang masih kental dengan budaya pesisirnya (Murvianti, 2015). Bagi masyarakat Bali, pantai tidak hanya sebagai lokasi tujuan wisata namun juga memegang peranan penting bagi kehidupan beragama. Banyak Pura dan ritual yang dilakukan masyarakat di pantai seperti misalnya Melasti, Melukat, Nganyut (membuang abu jenazah) dan Nyegara-gunung. Melasti merupakan ritual upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Nyepi oleh seluruh umat Hindu di Bali. Kegiatan Melasti merupakan ritual dengan lingkup peserta terbesar yaitu desa. Sedangkan ritual lainnya seperti Melukat, Nganyut, dan Nyegara Gunung dilakukan dengan lingkup pribadi atau keluarga.

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali no. 16 tahun 2009 tentang rencana tata ruang Provinsi Bali tahun 2009-2029, Pura disebut kawasan tempat suci sedangkan kawasan di sempadan pantai yang digunakan untuk aktivitas keagamaan disebut kawasan suci pantai. Tujuan penetapan kawasan tersebut adalah sebagai strategi pelestarian dan peningkatan nilai sosial budaya daerah Bali

(4)

4 dengan cara mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan.

Salah satu wilayah pesisir di Kabupaten Badung yang memiliki kawasan tempat suci dan kawasan suci pantai di dalamnya adalah wilayah pesisir Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara. Wilayah pesisir Desa Canggu memiliki nilai wilayah tinggi yang dapat dilihat dari tingginya minat berbagai pihak untuk memanfaatkan ruang kawasan tersebut. Masyarakat memanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian dan lokasi kegiatan keagamaan, wisatawan memanfaatkan wilayah pesisir Desa Canggu untuk berwisata, investor memanfaatkan wilayah pesisir Desa Canggu untuk tempat usaha dan pemerintah memanfaatkan wilayah pesisir Desa Canggu sebagai sumber pajak.

Perubahan yang terjadi di wilayah pesisir Desa Canggu akibat pariwisata dapat dilihat berdasarkan dinamika kependudukan dan pemanfaatan ruang. Peningkatan kedatangan wisatawan berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan fasilitas pariwisata sehingga mempengaruhi pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu. Perubahan yang terjadi akibat kegiatan pariwisata dapat diamati melalui proses rekonstruksi jenis pekerjaan masyarakat dan pemanfaatan ruang dari tahun ke tahun.

Adanya keterbatasan ruang akibat perkembangan wilayah pesisir Desa Canggu menyebabkan adanya pemanfaatan ruang bersama antara kegiatan adat keagamaan dengan kegiatan pariwisata. Berbagai kegiatan yang dilakukan di wilayah pesisir Desa Canggu diharapkan tidak akan merugikan antara kegiatan adat keagamaan dan kegiatan pariwisata. Pemanfaatan ruang bersama ini tentunya harus dilengkapi dengan adanya peraturan zonasi baik peruntukan lahannya dan kegiatan di dalamnya untuk mencegah terjadinya konflik pemanfaatan ruang.

Strategi yang diperlukan untuk menjamin pemanfaatan sumber daya lahan pesisir secara berkelanjutan adalah perencanaan penggunaan lahan terpadu dengan partisipasi aktif lembaga negara, organisasi sektor swasta dan masyarakat setempat. Lahan pesisir harus dibuatkan strategi pemanfaatan termasuk perubahan mendasar di Kebijakan pariwisata, hukum pariwisata, dan peringkat prioritas yang ditetapkan untuk konservasi. (Bandara, 2015. Mantinan, 2010)

(5)

5

1.2 Rumusan Masalah

Perkembangan suatu wilayah, baik yang menyangkut kuantitas maupun kualitas yang dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk, sosial budaya dan sosial ekonomi menyebabkan kebutuhan ruang terus bertambah. Ruang merupakan wujud fisik wilayah yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya. Ruang merupakan sebuah wilayah fisik yang jumlahnya terbatas (Tisnaadmidjaja dalam Warlan 1997). Adanya fenomena perkembangan wilayah yang terjadi saat ini menyebabkan kebutuhan akan ruang terus meningkat. Sehingga strategi-strategi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ruang terus dilaksanakan seperti pelaksanaan strategi pemanfaatan ruang bersama. Pemanfaatan ruang bersama merupakan penggabungan antara berbagai tata guna lahan (Procos, 1976. Bahadure 2012). Strategi pemanfaatan ruang bersama ini salah satunya telah diterapkan di wilayah pesisir Desa Canggu dengan menggabungkan kawasan pariwisata dengan kegiatan kawasan keagamaan.

Strategi tersebut telah dituangkan ke dalam peraturan daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah pasal 42 ayat 1 disebutkan bahwa wilayah pesisir Desa Canggu ditetapkan sebagai daerah daya tarik wisata (DTW) Kabupaten Badung. Sedangkan pada pasal 26 ayat 5, wilayah pesisir Desa Canggu ditetapkan sebagai kawasan suci pantai. Penetapan wilayah pesisir Desa Canggu sebagai DTW karena memiliki potensi pemandangan pantai yang indah dengan warna laut yang biru dan ombak yang tidak terlalu besar sehingga pantai ini banyak digunakan oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara untuk belajar surfing. Selain itu wilayah pesisir Desa Canggu memiliki warna pasir putih kecoklatan ditambah dengan keindahan sunset yang dimiliki. Sedangkan dilihat penetapan kawasan suci pantai di wilayah pesisir Desa Canggu karena digunakan sebagai lokasi ritual keagamaan di sepanjang pantai dan terdapat Pura Batu Bolong dan Pura Batu Mejan. Pada saat-saat tertentu di wilayah pesisir Desa Canggu sering dijumpai prosesi upacara melasti oleh semua masyarakat terutama beragama Hindu yang berada di seputaran Badung, Denpasar, Tabanan dan sekitarnya. (Permilasi dan Arida, 2014)

(6)

6 Adanya pemanfaatan ruang bersama antara kawasan suci pantai sebagai kawasan lindung dan kawasan pariwisata sebagai kawasan budidaya di lokasi penelitian menyebabkan adanya potensi konflik pemanfaatan ruang. Potensi

konflik pemanfaatan ruang yang terjadi adalah konflik pembangunan fisik dan konflik kegiatan manusia. Potensi konflik pembangunan fisik yang terjadi

adalah pembangunan komponen-komponen pariwisata seperti hotel, restaurant dan lain-lain yang masih berada di radius kesucian kawasan suci. Potensi konflik kegiatan manusia yang terjadi adalah kegiatan yang dilakukan wisatawan seperti berjemur, konsumsi minuman keras dan lain-lain yang tidak sesuai dengan kegiatan ritual keagamaan. Peningkatan aktivitas pariwisata yang tidak sesuai dengan kegiatan di kawasan suci pantai wilayah pesisir Desa Canggu berpotensi menurunkan kesakralan kegiatan upacara keagamaan hingga hilangnya adat dan budaya wilayah setempat. Berdasarkan potensi permasalahan yang terjadi maka diperlukan upaya untuk mengatur pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu berdasarkan peruntukan lahan dan kegiatan di dalamnya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka disusun pertanyaan penelitian. Penelitian ini terdiri dari tiga pertanyaan umum yang didetailkan kembali menjadi delapan pertanyaan khusus. Pertanyaan penelitian tersebut antara lain, adalah:

a. Bagaimana karakteristik wilayah pesisir Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara ?

1) Bagaimana penggunaan lahan di wilayah pesisir Desa Canggu ?

2) Bagaimana pelaksanaan kegiatan adat, budaya dan keagamaan masyarakat pesisir Desa Canggu ?

3) Bagaimana peraturan pemanfaatan ruang di kawasan suci pantai pesisir Desa Canggu ?

b. Bagaimana dampak kegiatan pariwisata terhadap pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu ?

(7)

7 1) Bagaimana pengaruh perkembangan jumlah kunjungan wisatawan

terhadap perkembangan jumlah fasilitas pariwisata di pesisir Desa Canggu pada tahun 2003-2016 ?

2) Bagaimana perkembangan jenis pekerjaan masyarakat di pesisir Desa Canggu pada tahun 2003-2016 ?

3) Bagaimana prosentase perubahan pemanfaatan ruang di pesisir Desa Canggu pada tahun 2003-2016 ?

c. Bagaimana konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu berdasarkan ruang dan waktu ?

1) Bagaimana konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu saat adanya ritual adat dan keagamaan ?

2) Bagaimana konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu saat tidak adanya ritual adat dan keagamaan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang, rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian maka disusun tujuan penelitian. Penelitian ini terdiri dari tiga tujuan umum yang didetailkan kembali menjadi delapan tujuan khusus. Tujuan penelitian tersebut antara lain, adalah:

a. Menganalisis karakteristik wilayah pesisir Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara

1) Menganalisis penggunaan lahan di wilayah pesisir Desa Canggu 2) Menganalisis pelaksanaan kegiatan adat, budaya dan keagamaan

masyarakat pesisir Desa Canggu

3) Menganalisis peraturan pemanfaatan ruang di kawasan suci pantai pesisir Desa Canggu

b. Menganalisis dampak kegiatan pariwisata terhadap pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu

1) Menilai pengaruh perkembangan jumlah kunjungan wisatawan terhadap perkembangan jumlah fasilitas pariwisata di pesisir Desa Canggu pada tahun 2003-2016

(8)

8 2) Merekonstruksi perkembangan jenis pekerjaan masyarakat di pesisir

Desa Canggu pada tahun 2003-2016

3) Merekonstruksi prosentase perubahan pemanfaatan ruang di pesisir Desa Canggu pada tahun 2003-2016

c. Menganalisis konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu berdasarkan ruang dan waktu

1) Menampilkan konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu saat adanya ritual adat dan keagamaan

2) Menampilkan konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Desa Canggu saat tidak adanya ritual adat dan keagamaan

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat teoritis dan praktis yang akan dicapai adalah sebagai berikut.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam hal (1) mengemukakan konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir, (2) upaya melakukaan penataan ruang wilayah pesisir berbasis kearifan lokal.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan pada pemerintah dalam hal (1) perencanaan dan perancangan zonasi wilayah pesisir Desa Canggu sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh pariwisata bisa diminimalisir., (2) Sedangkan untuk masyarakat Kecamatan Kuta Utara, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat akan pentingnya eksistensi dan peran serta masyarakat dalam menjaga keberlanjutan Kawasan Pesisir.

1.6 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada wilayah pesisir Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara Provinsi Bali yang difokuskan pada kawasan suci pantai dan kawasan

(9)

9 tempat suci. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat konflik pemanfaatan ruang yang terjadi antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan adat dan keagamaan. Hasil dari pengamatan konflik pemanfaatan ruang yang terjadi akan dirumuskan sebuah strategi peraturan zonasi yang mengatur peruntukan dan kegiatan pada lahan tersebut.

1.7 Keaslian Penelitian

Penelitian dengan tema penataan ruang wilayah pesisir sudah banyak dilakukan. Perbedaan mendasar dari penelitian ini adalah pada konteks kajian yang melakukan penataan ruang wilayah pesisir berdasarkan kearifan lokal wilayah setempat. Perbedaan lainnya adalah penelitian ini melakukan identifikasi budaya lokal di wilayah pesisir yang terancam keberlangsungannya akibat perkembangan pariwisata. Selain itu penelitian ini juga melakukan rekonstruksi perubahan fisik dan sosial selama kurun waktu 15 tahun akibat perkembangan pariwisata yang menimbulkan potensi konflik pemanfaatan ruang. Di samping itu perbedaan lainnya adalah waktu penelitian dan lokasi yang berbeda dengan penelitian relevan lainnya.

Dalam penelitian ini, di ambil beberapa penelitian dalam tulisan tesis, desertasi, maupun jurnal ilmiah yang berkaitan dengan studi pengendalian pemanfaatan lahan dan perkembangan kawasan pesisir, sesuai dengan topik penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Adapun penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah penelitian Sidarta (2002), Pramudiya (2008), Rumata (2012), dan Budiasih (2013).

Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Tagel Sidarta di tahun 2002 yang berjudul “Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Kondisi Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Masyarakat Studi Kasus Kawasan Pariwisata Sanur, Denpasar, Bali”. Latar belakang penelitian ini adalah adanya perkembangan kunjungan wisatawan yang menyebabkan perubahan dalam hal aspek sosial dan ekonomi meliputi perubahan pekerjaan dan pendapatan, pola pembagian kerja, kesempatan kerja dan berusaha. Pada aspek lingkungan berdampak pada perubahan tata guna lahan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan

(10)

10 perencanaan pengelolaan di kawasan pariwisata Sanur. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan persyaratan tertentu (Purposive sampling). Jumlah sampel adalah sebanyak 100 kepala rumah tangga yang diambil secara proporsional. Pengambilan data dilakukan melalui pengedaran daftar pertanyaan dan wawancara dengan responden. Metode analisis yang digunakan yaitu deskriptif analisis.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1) dampak terhadap sosial dan ekonomi yaitu (a) perubahan pekerjaan dari jenis pekerjaan non pariwisata ke pekerjaan yang berhubungan dengan sektor pariwisata, (b) pola pembagian kerja dalam mencari nafkah, mengelola usaha, mengurus rumah tangga dan keterlibatan dalam kegiatan adat, (c) kesempatan kerja dan berusaha, di mana kesempatan kerja yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah hotel, losmen, dan penginapan lainnya. Dalam bidang usaha yang memberikan kesempatan adalah kios cenderamata, warung/kafe, bar/restoran dan toko. Sedangkan dalam jasa adalah perahu layar tradisional, speed boat, dan penyewaan kano dan alat-alat renang. Semuanya memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. 2) Damapk terhadap penggunaan lahan yaitu berubahnya fungsi lahan dari persawahan, tegalan, perkebunan, dan pekarangan menjadi permukiman, hotel, restoran/rumah makandan fasilitas pariwisata yang berakibat berubahnya fungsi ekologis kawasan dalam kurun waktu dasa warsa terakhir. 3) Berdasarkan pendekatan the seven magic of planning, maka pengelolaan dilakukan untuk tujuan menjaga dan memelihara daya tarik dan obyek wisata. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia secara kualitas dalam rangka peningkatan pelayanan dan profesionalisme. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan ini dapat dijadikan referensi dalam melihat pengaruh kegiatan pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi suatu wilayah dan dampak perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada wilayah pesisir.

Penelitian kedua dilakukan oleh Asrul Pramudiya pada tahun 2008 yang berjudul ”Kajian Pengelolaan Daratan Pesisir Berbasis Zonasi di Provinsi Jambi”. Latar belakang penelitian ini adalah banyaknya penyimpangan pemanfaatan lahan

(11)

11 di kawasan pesisir Provinsi Jambi karena belum adanya pengelolaan pesisir secara terpadu. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan zona-zona wilayah pesisir berdasarkan fungsi dan peran serta kesesuaian lahan dalam menunjang keberlanjutan pengelolaan wilayah pesisir dengan tetap memperhatikan aspek pelibatan masyarakat sehingga tercipta upaya pengelolaan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Provinsi Jambi dipandang sangat perlu membuat zona-zona pemanfaatan sebagai langkah awal dalam penerapan pola pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Zonasi final yang diperoleh dari hasil analisis terbagi dalam empat zona yaitu zona pemanfaatan, zona khusus, zona pemanfaatan terbatas dan zona konservasi. Dalam rekomendasi zonasi ini terdapat 3 kawasan khusus yaitu 2 untuk pelabuhan (Kuala Tungkal dan kecamatan Muara Sabak), dan Taman Nasional berbak yang dilindungi pemerintah (rekomendasi RTRWP) sehingga tidak boleh ada pemanfaatan lain selain yang dikhususkan. Penelitian ini sangat berguna bagi penelitian kawasan Pantai Batu Mejan, terutama dalam melihat penyimpangan pemanfaatan lahan di kawasan pesisir dan merencanakan zonasi kawasan pesisir.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Asrul Pramudiya pada tahun 2008 yang berjudul ”Pengabaian Kearifan Lokal dan Eksploitasi Sumber Daya Hayati Pesisir Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Pulau-Pulau Gorom”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebab pengabaian kearifan lokal dalam melindungi sumberdaya hayati pesisir, serta terjadinya eksploitasi sumberdaya hayati pesisir pulau-pulau kecil pada desa-desa adat di Kecamatan Pulau-Pulau Gorom.

Pengamatan penelitian pada tiga desa adat yang telah mengabaikan adat sasi, yaitu Desa Kataloka, Desa Ondor dan Desa Kilkoda yang terletak di Pulau Gorom. Pulau Gorom merupakan salah satu pulau-pulau kecil yang memiliki budaya sendiri dalam mengkonservasi lingkungan pesisir, keanekaragaman hayati pesisir yang melimpah, serta merupakan pulau kecil dengan keterbatasan daya dukung lingkungan. Hasil penelitian menemukan bahwa pengabaian kearifan lokal terjadi akibat beberapa faktor, yaitu: (1) lunturnya nilai-nilai leluhur dalam mengkonservasi wilayah pesisir, (2) wilayah pesisir yang terabaikan, (3)

(12)

12 melemahnya tatanan adat, (4) Eksploitasi sumberdaya hayati pesisir, dan (5) rusaknya lingkungan pesisir pulau-pulau kecil. Pentingnya lembaga adat dalam mengontrol pemanfaatan wilayah pesisir, akan meminimalisir akibat pengabaian kearifan lokal yang berpengaruh terhadap kerentanan wilayah pesisir yang mengancam keberadaan pulau-pulau kecil. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pengendalian tatanan adat dengan menciptakan kondisi lembaga yang kondusif untuk akan mengontrol pemanfaatan wilayah pesisir, menjaga keberadaan ekosistem pesisir, serta perlahan-lahan dapat memulihkan kondisi lingkungan pesisir Pulau Gorom

Penelitian keempat dilakukan oleh Ni Gusti Nyoman Budiasih di tahun 2013 yang berjudul “Profanisasi Pemanfaatan Warisan Budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara”. Penelitian ini membahas tentang profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung di tengah cepatnya perkembangan sektor pariwisata. Pura Petitenget sebagai warisan budaya, saat ini mengalami eksploitasi budaya. Daya tariknya sebagai objek wisata budaya, menarik perhatian pengunjung/wisatawan, namun berbagai macam persoalan terjadi dan perlu mendapatkan perhatian dan kajian.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang (1) bentuk profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan, (2) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan, serta (3) dampak dan makna profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teori yaitu (1) teori praktik, (2) teori dekonstruksi, dan (3) teori komodifikasi. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pura Petitenget sebagai warisan budaya telah mengalami profanisasi atas pemanfaatannya sebagai objek wisata budaya di Desa Adat kerobokan sehingga menggeser makna utamanya sebagai tempat suci akibat komersialisasi tempat suci yang difungsikan sebagai objek

(13)

13 wisata cagar budaya dalam perkembangan industri pariwisata budaya di Bali yang mengakibatkan penurunan kualitas kesucian/religiusitas tempat suci ini. Hal itu dapat dilihat dari bentuk profanisasi jeroan dan jaba tengah Pura Petitenget, wisatawan asing bisa leluasa masuk hingga ke halaman tersuci (jeroan) pura. Profanisasi pemanfaatan wantilan Pura Petitenget bagi masyarakat umum, dan profanisasi pemanfaatan jaba Pura Petitenget sebagai areal halaman parkir kendaraan dengan motif ekonomi untuk pelestarian sumber daya budaya ini.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor meliputi (1) faktor daya tarik Pura Petitenget sebagai daya tarik wisata cagar budaya dalam pariwisata budaya Bali, (2) faktor perkembangan industri pariwisata dengan semakin terkenalnya pantai di sekitar Pura Petitenget akibat perkembangan pariwisata Bali, dan (3) faktor kebutuhan ekonomi dalam pengelolaan Pura Petitenget untuk meningkatkan kesejahteraan. Sementara dampak profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat Kerobokan meliputi (1) dampak ekonomi, terjadi penambahan pendapatan untuk pembiayaan pura, (2) dampak lingkungan, dilakukan pengembangan sarana/fasilitas kepariwisataan, (3) dampak sosial, adanya perubahan pola pikir dan mata pencaharian penduduk setempat ke sektor pariwisata, dan (4) dampak budaya, terjadinya penurunan kualitas nilai kesucian Pura Petitenget akibat komersialisasi tempat suci. Sementara makna profanisasi pemanfaatan warisan budaya Pura Petitenget di Desa Adat kerobokan mengalami pergeseran akibat budaya global yang masuk di dalamnya, meliputi (1) makna kesucian pura, (2) makna ritual, (3) makna susila/etika, dan (4) makna kesejahteraan.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan Badan Narkotika Nasional Daerah yang selanjutnya akan disingkat dengan BNND dalam melakukan proses pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang yang

Adapun judul PTK yang penulis laporkan adalah “Penerapan Metode Talking Stick untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas I SD Negeri 1 Katong,

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa kerangka hukum perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan dengan tenaga kerja apabila dilihat dari segi hukum perdata

Pada Gambar 3.5 dijelaskan proses untuk menghitung distance dalam bentuk diagram alir... Gambar 3.5 Diagram Alir

Untuk menentukan Prioritas SubKriteria dilakukan dengan cara yang sama seperti menentukan Prioritas Kriteria perbedaannya untuk menentukan Prioritas SubKriteria

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh biaya promosi yang terdiri dari biaya periklanan, biaya penjualan pribadi, biaya promosi penjualan, biaya

Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar,

PEDOMAN PENILAIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PERDESAAN SWADAYA BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,c. Menimbang