50
TAHUN 2012 – 2013
Pernikahan merupakan akad yang istimewa dari pada akad-akad lainnya seperti jual-beli atau gadai. Akad nikah dianggap oleh ulama sebagai hal yang harus ditangani dengan hati-hati (aqd khatir) karena akan berimplikasi kepada anak dan hal-hal lain yang ditimbulkan karena pernikahan seperti hak warisan. Proses pendaftaran nikah di Kantor Urusan Agama bagi seorang yang akan melangsungkan pernikahan harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan. Dalam keadaan apapun bagi seorang yang akan melangsungkan pernikahan harus ada wali nikah.
Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disebut KUA Kecamatan, berdasarkan keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor : 517 Tahun 2001 KUA memiliki kedudukan sebagai pelaksana sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dibidang Urusan Agama Islam di wilayah kecamatan.
Tugas KUA meliputi melaksanakan pelayanan Nikah dan Rujuk, Kemasjidan,
Ibadah sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah dan Kependudukan.1
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa salah satu tugas dan fungsi pokok KUA yaitu sebagai pelayan masyarakat dalam bidang pernikahan, Peran Penghulu sangat strategis ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, kritis dan tuntutan
1
pelayanan yang semakin meningkat, sehingga sikap profesionalisme sangatlah
dibutuhkan, khususnya dalam hal pelayanan Nikah dan Rujuk.2
Kaitannya dengan bidang pernikahan, dari jumlah peristiwa nikah yang tercatat di KUA Kecamatan Wonopringgo tidak semuanya berjalan lancar, ada beberapa peristiwa nikah yang pada awalnya terdapat kendala-kendala hukum yang membutuhkan kearifan dan kejelian para penghulu untuk menyelesaikannya. Apalagi pelayanan masyarakat di bidang pernikahan membutuhkan pelayanan yang tepat, cepat dan sesuai dengan aturan hukum yang ada. Belum lagi tuntutan pelayanan yang harus sesuai dengan kehendak masyarakat dan adat istiadat yang mereka yakini termasuk masalah waktu pelaksanaan.
Salah satu kendala yang mengakibatkan tidak lancarnya pernikahan tersebut adalah ketika menentukan wali nikah. Menentukan siapa yang berhak menjadi wali nikah adalah hal yang sangat penting bagi sebuah perkawinan mengingat wali merupakan salah satu rukun nikah, oleh karenanya dalam hal penentuan wali nikah ini, dibutuhkan kejelian dan kehati-hatian para penghulu
untuk menentukan wali nikah.3
Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa yang lebih berhak menjadi wali nikah adalah wali nasab, namun apabila terdapat alasan-alasan tertentu boleh berpindah kepada wali hakim. Perpindahan hak wali nikah ini dalam term fiqh dikenal dengan intiqal wali nikah.
Di KUA Kecamatan Wonopringgo terdapat kasus-kasus perpindahan wali nikah dari wali nasab ke wali hakim. Pada tahun 2012 tercatat ada 462 peristiwa
2 Laporan Tahunan KUA Kec. Wonopringgo Tahun 2012
3 Abdul Ghoni, Kepala KUA Kec. Wonopringgo, Wawancara pribadi, Pekalongan, 28 November 2014
nikah. Dari 462 peristiwa tersebut, 17 peristiwa diantaranya menggunakan wali hakim. Dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 514 peristiwa dengan 17 peristiwa
menggunakan wali hakim.4 Dengan demikian dapat diketahui dari tahun 2012
sampai 2013 terdapat 34 kasus wali hakim dari 976 peristiwa nikah.
Sebagai contoh kasus-kasus intiqal wali nikah yang terjadi di KUA Kecamatan Wonopringgo antara lain sebagai berikut :
Kasus yang pertama, yaitu pasangan IA dan R. Pada dasarnya yang paling berhak menjadi wali nikah pasangan ini adalah wali nasab dari kelompok pertama terlebih dahulu yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas. Ayah R beserta kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas sudah tidak ada (meninggal dunia), kemudian beralih pada kelompok kedua yaitu kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Pada kelompok kedua ini, R tidak memiliki saudara laki-laki kandung, dan R juga tidak mempunyai saudara dari kelompok ketiga yaitu kelompok kerabat paman, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Maka dari itu setelah wali nasab ditelusuri sudah habis semua, maka walinya otomatis berpindah kepada wali hakim.
Kasus yang kedua, yaitu: pasangan RH dan DA, walaupun sebenarnya ayah DA yang bertindak sebagai wali nasab masih ada, pasangan ini menikah dengan wali hakim sebab DA (calon pengantin wanita) adalah anak hasil dari
hubungan luar nikah.5 Menurut penjelasan dari Pegawai Pencatat Nikah jarak
antara pernikahan orang tua DA dengan lahirnya DA hanya 5 bulan 14 hari.
4 Laporan Tahunan KUA Kecamatan Wonopringgo Tahun 2012-2013
5Mustholeh, P3N Desa Wonopringgo Kec. Wonopringgo, Wawancara pribadi, Pekalongan, 1 Desember 2014
Keputusan menentukan wali hakim terhadap pasangan tersebut, tidak semata-mata ditentukan oleh penghulu, namun penentuan tersebut diambil setelah melalui proses pemeriksaan berkas administrasi kehendak nikah dari calon istri dan wali nikah. PPN/Penghulu tidak hanya memeniksa berkas administrasi semata. Pemeriksaan juga dilakukan kepada calon pengantin dan wali nikahnya. Setelah dilakukan pemeriksaan baik secara administrasi maupun secara individual,
maka PPN baru bisa menentukan siapa wali nikah dari calon pengantin tersebut.6
Penentuan DA adalah anak hasil nikah hamil kedua orangnya pada waktu itu adalah pekerjaan yang sulit. Hal ini dikarenakan tidak ada catatan khusus dalam Kutipan Akta Nikah yang menunjukkan bahwa orang tua DA menikah dalam keadaan hamil. Bahkan dalam register nikahpun tidak tertulis peristiwa tersebut. Disamping itu orang tua DA pasti akan merasa malu bila peristiwa terdahulu diungkit-ungkit lagi.
Untuk mengetahui DA adalah anak hasil luar nikah, dengan cara mencocokkan antara tahun kelahiran DA yang tertera pada Akta Kelahiran dengan tahun menikahnya orang tua DA yang tertera pada Kutipan Akta Nikah. Ditambah dari proses pemeriksaan pasangan RH dan DA beserta wali yang datang ke KUA saat mendaftar untuk melakukan pernikahan yang dilakukan dengan cara mewawancarainya.
Berbeda dengan kasus yang ketiga, yaitu pasangan D dan SB menikah menggunakan wali hakim sebab wali nasab mafqud (hilang/tidak diketahui keberadaanya). Pada dasarnya yang paling berhak menjadi wali nikah pasangan D
6
Baroroh, Staff KUA Kec. Wonopringgo, wawancara pribadi, pekalongan, 2 Desember 2014
dan SB ini adalah wali nasab dari kelompok pertama terlebih dahulu yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas. Ayah SB beserta kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas sudah tidak ada (meninggal dunia), kemudian beralih pada kelompok kedua yaitu kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Pada kelompok kedua ini, SB tidak memiliki saudara kandung karena anak tunggal. Akan tetapi SB masih mempunyai saudara laki-laki seayah dari ibu yang berbeda yaitu K. Maka dalam pernikahan pasangan D dan SB yang berhak menjadi wali adalah K. Sedangkan K
sendiri setelah dicari keberadaannya tidak ada yang mengetahui (mafqud).7
Sedangkan kasus yang terakhir sebut saja W dan NA, pasangan tersebut melakukan pernikahan dengan wali hakim walaupun sebenarnya wali nasabnya masih ada. Karena faktor tidak direstui oleh walinya (dalam hal ini yang menjadi wali adalah kakak kandung NA karena ayah kandung NA sudah meninggal dunia), sehingga mereka nekat nikah tanpa menggunakan wali nasab. Keadaan inilah yang memaksa kedua pasangan tersebut (W dan NA) untuk melaksanakan pernikahan karena mereka sudah saling mencintai dan sudah hidup bersama dalam
satu rumah.8
Pada waktu itu W sudah berusaha membujuk kakak kandung NA agar mau melamar W. Dan W sempat melamar NA, akan tetapi kakak kandung NA menolak dengan alasan W sering menikah (dalam bahasa jawa disebut tukang kawin). Waktu itu W tidak begitu saja merasa putus asa dengan ditolaknya
7 A. Yani, P3N Desa Rowokembu Kec. Wonopringgo, Wawancara pribadi, Pekalongan, 1 Desember 2014
8 Munaseh, P3N Desa Surobayan Kec. Wonopringgo, Wawancara pribadi, Pekalongan, 1 Desember 2014
lamaran dari kakak kandung NA, sebab menurut W bahwa NA masih memiliki adik yang bisa menjadi wali apabila kakak kandung NA tidak mau menikahkan.
Kemudian W meminta kepada adik NA untuk menjadi wali dalam pernikahannya. Awalnya adik NA bersedia menjadi wali, namun karena diancam oleh kakak kandung NA, maka adik NA pun juga menolak untuk menjadi wali nikah NA.
Dari ketiga kasus peristiwa nikah di atas, dapat diketahui bahwa pernikahan harus menggunakan wali sebab keberadaan wali dalam suatu pernikahan merupakan hal yang sangat penting. Dan dari ketiga kasus tersebut sebenarnya keberadaan wali nasab yang notabene lebih berhak menjadi wali masih ada, tetapi dalam pelaksanaan pernikahan berpindah mengunakan wali hakim.
Padahal telah jelas jumhur ulama mempersyaratkan urutan orang yang berhak menjadi wali nikah adalah wali nasab, dan wali hakim tidak dapat menjadi
wali nikah selama masih ada wali nasab.9
Adapun kasus-kasus peristiwa nikah yang menggunakan wali hakim di KUA Kecamatan Wonopringgo Tahun 2012 – 2013 adalah sebagai berikut:
No
Tanggal Pelaksanaan
Nikah
Nama No Akta Nikah Sebab/Alasan
1 07/02/2012 M. Mukhlisin
Anik Afifah 029/09/II/2012
Kurang 6 bulan
2 09/03/2012 Haristyawan
Eka Yuliyanti 073/13/III/2012
Wali nasab habis
3 26/04/2012 Adi Winarto
Isrotun Nisa 101/06/IV/2012 Mafqud
9
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
4 15/05/2012 Murdiyanto
Riskiyah 131/27/V/2012
Wali nasab habis
5 29/05/2012 M. Zidna Zidan
Dewi Kurniasih 141/37/V/2012 Mafqud
6 30/05/2012 Dayoso
Mujenah 142/38/V/2012
Wali nasab habis
7 17/06/2012 Sukatno
Arina Hidayah 162/20/VI/2012 Mafqud
8 26/06/2012 Winto
Tia Kurniawati 183/41/VI/2012
Wali nasab habis
9 02/07/2012 Rosadi
Yatimul Maulida 189/02/VII/2012
Wali nasab habis
10 18/07/2012 Subaidi
Eka Lestari 209/22/VII/2012
Kurang 6 bulan
11 30/08/2012 M. Nasikhun
Ani Santiani 294/82/VIII/2012
Kurang 6 bulan
12 30/08/2012 M. Zainul
Wimarasih 297/85/VIII/2012 Mafqud
13 30/08/2012 Darmanto
Nur Istiqomah 304/92/VIII/2012
Wali nasab habis
14 30/08/2012 Sugono
Winda Prasetian 315/103/VIII/2012
Kurang 6 bulan
15 09/11/2012 Bukit Nirmala
Titin Setyowati 432/47/XI/2012
Wali nasab habis
16 14/11/2012 Wahyudin
Nur Azizah 446/61/XI/2012 Adhol
17 23/12/2012 Maulana
Ervina 457/09/XII/2012
Wali nasab habis
18 06/03/2013 Daryanto
Sri Baitin 097/06/III/2013 Mafqud
19 08/03/2013 M. Samsul Huda
Imroatul Azizah 102/11/III/2013
Kurang 6 bulan
20 08/04/2013 Palal
Kasturah 123/04/IV/2013 Mafqud
21 30/04/2013 Samiri Sakdiyah 165/46/IV/2013 Wali nasab habis 22 12/05/2013 Kasdiyono Siti Khulaiyah 176/09/V/2013 Wali nasab habis 23 04/06/2013 Ikhsan Ahyadi Rokhmawati 215/12/VI/2013 Wali nasab habis 24 17/06/2013 Khusaini
Dewi Purnawati 227/24/VI/2013
Wali nasab habis 25 15/08/2013 Hadi Purwanto Umaroh 315/68/VIII/2013 Kurang 6 bulan
Yuni Marystuti habis
27 25/08/2013 Dwi Agus Kurnia
Dewi endang puspa 349/102/VIII/2013
Wali nasab habis 28 29/08/2013 Waryani Murni 360/113/VIII/2013 Wali nasab habis 29 16/10/2013 Eko Susilo Susi Wijayanti 400/26/X/2013 Kurang 6 bulan 30 22/10/2013 Agus Musyafak Yatimah 430/56/X/2013 Wali nasab habis 31 30/10/2013 Wahyudin Rochana Aprilia 467/93/X/2013 Wali nasab habis 32 21/12/2013 Rosyi Maula
Diaun Nurfinda 494/16/XII/2013
Kurang 6 bulan
33 31/12/2013 Dedi Harwanto
Dwi Anggraini 506/28/XII/2013
Kurang 6 bulan 34 31/12/2013 Madrois Muamalah 514/36/XII/2013 Wali nasab habis
Data diatas menunjukan bahwa pernikahan yang menggunakan wali hakim di KUA Kecamatan Wonopringgo tahun 2012 – 2013 terdapat 34 kasus. Dari 34 kasus tersebut dapat diketahui ada 4 sebab/alasan yang menjadikan berpindahnya wali nasab ke wali hakim. Yaitu kasus yang pertama sebab wali habis/tidak ada, kasus yang kedua sebab anak yang lahir kurang dari 6 bulan dari pernikahan orang tuanya, kasus yang ketiga sebab wali mafqud (wali hilang/tidak diketahui keberadaanya), dan kasus yang ke empat sebab wali adhol (wali mogok/enggan). Dari 4 sebab/alasan menggunakan wali hakim tersebut kasus yang paling tinggi adalah sebab wali nasab habis yaitu sejumlah18 kasus. Kemudian disusul dengan kasus sebab anak yang lahir kurang dari 6 bulan yaitu sebanyak 9 kasus. Adapun sebab wali mafqud hanya ada 6 kasus, dan yang paling terendah yaitu kasus wali adhol yang berjumlah hanya 1 kasus saja.