• Tidak ada hasil yang ditemukan

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

110 BAB V

PENUTUP

Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai pihak yang menguasai segala-galanya tentu memiliki tanah yang sangat luas agar memperkuat legitimasi dan eksistensinya. Dibawah raja, terdapat kelompok para bangsawan/priyayi yang terdiri dari kerabat raja dan pejabat-pejabat pemerintahan yang seolah betindak sebagai raja-raja kecil di masing-masing wilayahnya. Lalu di tempat terbawah terdapat kawula (masyarakat kebanyakan) yang paling lemah posisinya karena tidak memiliki hak apapun dan yang bernasib paling buruk. Dalam struktur sosial tersebut menimbulkan hubungan yang bersifat paternalistik antar masing-masing kelas. Raja sebagai patron akan memberikan sumber daya berupa tanah kepada bawahannya (bangsawan/priyayi) untuk kepentingan menjaga loyalitas, stabilitas dan penguatan kekuasaannya. Sedangkan pihak bangsawan/priyayi akan mendapat keuntungan berupa perlindungan dari patron. Selain itu juga mendapat nilai dan fungsi tanah, juga legitimasi kekuasaan yang diperoleh dari masyarakat yang berada dibawah pemerintahannya.

Sebagai representasi kekuasaan Jawa, Kraton Kasultanan Yogyakarta tetap kukuh bertahan hingga kini, bahkan kepala DIY merupakan Sultan yang bertahta. Hal ini mengindikasikan bahwa kuasa kerajaan masih bertahan, ditambah dengan adanya penerapan kebijakan mengenai pertanahan yang bernama serat kekancingan. Serat kekancingan sesungguhnya sudah dilaksanakan sejak lama, namun kraton baru gencar mengatur tanahnya melalui serat kekancingan sekitar dua tahun lalu, yaitu saat UUK DIY disahkan. Penerapan serat kekancingan ini berdasarkan pada hak atas tanah Kasultanan Yogyakarta yang di dapat dari adanya palihan nagari yang tertuang pada perjanjian Giyanti lalu diatur melalui Rijksblaad Kasultanan No. 16 tahun 1918 yang menjadi dasar hukum awal (old platform) yang jelas yang lalu mengalami berbagai perkembangan dan perubahan hingga yang terakhir berupa UUK DIY pada tahun 2012 (sebagai new platform)

(2)

111 yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan status sultan ground (SG).

Serat kekancingan merupakan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang berstatus tanah bukan keprabon milik Kasultanan kepada masyarakat atau lembaga tertentu yang bertujuan untuk mengontrol pemakaian tanah-tanah Kasultanan agar dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang dilakukan berbagai macam pihak atau oknum yang menyalahgunakan ijin pemakaian tanah Kasultanan. Panitikismo merupakan salah satu tepas milik kraton yang berwenang mengeluarkan dan mengelola serat-seratkekancingan beserta tanah-tanah Kasultanan. Serat kekancingan ini ditujukan untuk berbagai macam pihak yang memakai tanah -tanah Kasultanan melalui berbagai macam hak yang telah ditetapkan oleh kraton seperti hak magersari, ngindung, anganggo, dan anggaduh.

Dalam konteks operasionalisasi serat kekancingan di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, serat kekancingan terbagi dalam hak magersari, hak ngindung, dan juga hak wewengkon yang terbagi dalam tiga subyek hak yaitu para abdi dalem, masyarakat biasa, dan juga para waris ndalem – ndalem milik pangeran yang disebut tanah kasentanan. Masa berlaku untuk serat kekancingan adalah 10 tahun terhitung sejak serat kekancingan tersebut jadi. Hak magersari yang berada di berbagai daerah, seluruhnya diatur oleh Panitikismo mengenai peruntukan, perolehan serta pengelolaannya. Tanah magersari ini berada di luar wilayah yang termasuk ndalem ndalem kasentanan. Pada mulanya yang bisa bermukim di tanah magersari haruslah seorang abdi dalem yang karena jasanya diperbolehkan untuk menempati sultan ground yang belum di manfaatkan, meski pada perkembangannya yang bermukim disini banyak justru masyarakat biasa yang tidak berstatus sebagai abdi dalem, terlebih masyarakat luar terbilang sudah banyak.

Selain magersari, target serat kekancingan juga untuk pengindung. Pengindung adalah orang-orang yang tinggal di tanah milik Kasultanan yang sudah digunakan sebelumnya, artinya bahwa pengindung ini menempel tinggal

(3)

112 kepada orang yang memegang hak yang lebih tinggi. Orang yang memiliki hak lebih tinggi tersebut merupakan para waris ndalem-ndalem kepangeranan (ndalem kasentanan) yang tergolong kaum bangsawan karena masih kerabat dalem. Pengurusan serat kekancingan antara warga magersari dengan pengindung memiliki cara yag berbeda. Warga magersari harus mengajukan permohonan serat kekancingan kepada Panitikismo, sedangkan pengindung mengajukan serat kekancingan bukan lagi ditujukan kepada panitikismo, namun kepada tuan tanahnya yang lalu tuan tanah inilah yang memberikan laporan kepada Panitikismo hingga keluar serat kekancingan yang menyatakan bahwa pengindung menempel tinggal di ndalem tuan tanah tersebut. Tuan tanah yang juga merupakan waris ndalem-ndalem Kasentanan juga merupakan salah satu target seratkekancingan melalui pemberian hak wewengkon. Status hak wewengkon ini berada diatas serat kekancingan milik masyarakat umum karena status pemiliknya juga lebih tinggi. Masa berlaku hak wewengkon tersebut hingga seterusnya, artinya satu surat hak wewengkon berlaku juga hingga anak keturunan dari pangeran pemilik hak tersebut. Sehingga tidak perlu diberbaharui dalam jangka waktu tertentu, sedangkan seratkekancingan milik masyarakat memiliki batas waktu meski pada kenyatannya serat kekancingan masyarakat dapat diperbaharui hingga massa yang tidak terbatas sehingga batas waktu pun bisa dibilang tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh operasionalisasi seratkekancingan di Kelurahan Kadipaten dapat dibilang belum efektif karena belum terlaksana secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya subyek hak yang belum mengurus serat kekancingan dengan berbagai macam alasan.

Operasionalisasi serat kekancingan yang belum terlaksana secara optimal mengakibatkan berbagai dampak negatif dan juga positif baik yang dirasakan masing-masing subyek hak maupun pihak kraton sebagai pelaksana. Terdapat dua sebab utama dampak negatif dari penerapan serat kekancingan, yaitu peruntukan serat kekancingan yang sudah melenceng jauh dari perjanjian awal. Yang pada mulanya serat kekancingan dibuat untuk para pedagang yang berjualan di kios-kios suvenir sebagai bukti memakai tanah Kasultanan secara legal pada

(4)

113 perkembangannya kios-kios suvenir berubah fungsi menjadi rumah-rumah. Sebab lainnya adalah adanya kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan. Dua sebab utama tersebut masing-masing menimbulkan perkembangan dampak-dampak negatif. Sebab melencengnya peruntukan serat kekancingan melahirkan perkembangan dampak negatif berupa kepadatan penduduk, kepadatan bangunan-bangunan yang banyak berstatus ilegal, maraknya kasus jual – beli dan sewa – menyewa secara ilegal, dan juga tersingkirnya abdi dalem kraton sebagai warga asli. Sedangkan kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan berdampak pada kepadatan penduduk dan kepadatan rumah yang membuat jarak antar rumah sangat sempit. Sedangkan dampak negatif dari operasionalisasi serat kekancingan pada Kasultanan adalah imej yang menjadi buruk karena bagi sebagian masyarakat, serat kekancingan merupakan penghambat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tergolong ekonomi bawah.

Meski menuai banyak dampak negatif dari operasionalisasi seratkekancingan, tetap masih terdapat dampak positifnya. Sebagai bukti legal dari pemakaian tanah yang berstatus sultan ground, subyek hak yang memiliki seratkekancingan akan memiliki posisi yang lebih kuat. Serat kekancingan yang dimiliki para subyek hak ini membuat mereka tidak akan bisa digusur seenaknya oleh kraton dari tanah yang telah menjadi haknya, kraton tidak bisa begitu saja mengambil kembali tanahnya. Sedangkan bagi kraton dampak positifnya adalah dengan adanya data mengenai pihak-pihak yang memakai tanah sultan ground yang valid, kraton dapat mengontrol dan mengawasi tanah-tanahnya dengan lebih mudah.

Masalah penguasaan tanah bukanlah hal yang sederhana, karena hal tersebut menyangkut bukan hanya hubungan manusia dengan dengan tanah, melainkan juga dan terutama menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Dalam konteks penguasaan tanah yang kini dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta melalui serat kekancingan, hubungan antar masing-masing subyek dengan pihak Kasultanan menghasilkan perbedaan. Terdapat hubungan tradisional yang tetap terjaga, namun juga terdapat pergeseran hubungan pada pihak lain.

(5)

114 Hubungan sosial yang tetap utuh terjaga dapat dilihat melalui sikap yang ditunjukkan antara abdi dalem dengan Kasultanan yang bersifat vertikal dan tegas sebagaimana layaknya hubungan antara abdi dengan tuannya. Hubungan ini tergambarkan dari sikap sendika dhawuh yang tertanam kuat dalam diri masing-masing individu abdi dalem. Hal ini bisa bertahan karena abdi dalem tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional sebagai dasar bersikap sebagaimana abdi dengan tuannya.

Sementara itu pergeseran hubungan terjadi antara Kasultanan dengan warga magersari. Hubungan sosial antara masyarakat biasa warga magersari dengan pihak Kasultanan kini berbeda jauh dengan hubungan konsep kekuasaan Jawa antara Kasultanan dengan kawula pada masa dulu yang hierarkis. Tidak lagi bersifat vertikal secara tegas, namun sudah bergeser menjadi vertikal dengan garis putus-putus. Artinya adalah meskipun masyarakat masih mengakui kedudukan Kasultanan, namun jika terdapat hal yang dianggap menghalangi atau bertentangan dengan kepentingan mereka, maka mereka tidak akan segan menentangnya. Ideologi bahwa Sultan merupakan pemilik segalanya dengan kekuasaan yang hebat sudah jauh memudar. Pergeseran inilah yang menjadi salah satu faktor adanya dampak negatif yang banyak terjadi pada warga magersari. Masyarakat sudah tidak lagi segan untuk menabrak aturan-aturan yang ada demi bisa memenuhi kepentingannya. Pilihan rasional masyarakat membuat mereka melakukan hal demikian. Penghambaan yang ditujukan kepada rajanya dari seorang kawula nyatanya tidak terjadi lagi pada masa kini. Seiring dengan berkembangnya jaman, tuntutan akan kebutuhan semakin meningkat, sehingga rasionalitas yang berjalan pada masyarakat adalah tercapainya kepentingan-kepentingannya.

Serat kekancingan yang telah diterapkan oleh Kasultanan untuk menjaga aset-asetnya agar dapat mempertahankan kekuasaannya dapat diibaratkan sebagai dua mata pedang. Di satu sisi serat kekancingan menjamin kemakmuran dengan cara pemberian bukti hak-hak penggunaan tanah Kasultanan secara legal kepada masyarakat. Namun di sisi lain karena perkembangan waktu sehingga kebutuhan dan kepentingan semakin meningkat masyarakat banyak yang menabrak peraturan

(6)

115 yang sudah ditetapkan oleh Panitikismo. Berbagai pelanggaran-pelanggaran terjadi di sana – sini. Panitikismo sebagai pihak yang berwenang nyatanya tidak bersikap apa-apa untuk menindak pihak-pihak yang melanggar dengan alasan yang cenderung aneh, yaitu takut akan mendapat perlawanan dari masyarakat sehingga bukan menjadi hal yang mengagetkan jika masalah-masalah yang timbul akan semakin banyak. Sekarang yang terjadi bukan lagi raja yang tergambarkan sebagai gung binathara, bau dhendha nyakrawati namun sudah bergeser menjadi kawula yang memiliki kekuatan. Serat kekancingan akan menjadi bom waktu yang semakin lama seiring berjalannya waktu sumbu yang masih sangat awal ini perlahan akan semakin mendekati titik ledaknya.

Referensi

Dokumen terkait

Beradasarkan analisis secara deskriptif dan juga analisis inferensi bahwa nilai skor kemampuan komunikasi mahasiswa PGSD dengan menggunakan proses pembelajaran

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Dam tipe gravitasi dari beton dapat direkomendasikan untuk Dam Ayung dilihat dari penyediaan bahan-bahan bangunan karena bahan-bahan bangunan yang dibutuhkan hampir satu

Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Industri rumah tangga batu bata memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga

Once upon a time, Roro Anteng and Joko Seger lived on the foot of Mount Bromo.. After six years of marriage, they had not had

Pengamatan terumbu karang dilakukan menggunakan metode LIT ( Line Intercept Transect ) yang diletakkan pada kedalaman 5 meter dengan panjang transek 50 meter. Pengukuran

Pada Tabel 5.8 sampai Tabel 5.10 dapat dilihat hasil perhitungan total biaya maintenance dan kerugian yang dikeluarkan serta keandalan yang dicapai dari tiap mesin dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat (usulan) konsep desain interior yang sesuai untuk ruang tetapi autis berdasarkan metode dan literatur yang dijadikan