BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembahasan pada bab II tentang kajian pustaka ini meliputi beberapa bagian sebagai berikut: 2.1. Manajemen Tempat Uji Kompetensi, 2.2. Uji Kompetensi Dalam Perspektif Pendidikan, 2.3. Evaluasi Program, 2.4.Model-Model Evaluasi, 2.5. Hasil Peneitian Relevan, 2.6. Kerangka Berfikir Penelitian.
2.1. Manajemen Tempat Uji Kompetensi
Konsep pemahaman tentang Tempat Uji Kompetensi (TUK) secara garis besar dideskripsikan sebagai sarana dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan uji kompetensi. Tempat Uji Kompetensi (TUK) adalah ‘tempat kerja dan atau lembaga yang dapat memberikan fasilitas pelaksanaan uji kompetensi, yang telah diverifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi (BNSP, 2007). Definisi tersebut memberikan gambaran bahwapenyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebagai sebuah kebijakan terhadap mutu, sasaran mutu dan hubungannya dengan tujuan organisasi agar selalu memenuhi harapan masyarakat.
Mengingat perkembangan pengetahuan, teknologi dan pasar yang dinamis, manajemen akan selalu meninjau sistem mutu dan operasinya agar selalu dapat mengikuti perkembangan dan bertahan terhadap persaingan pasar (Pidarta, 2004). Sehubungan dengan hal ini, Tempat Uji Kompetensi (TUK) harus mementingkan perbaikan yang berlanjut pada semua kegiatannya. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi tingkat kesalahan dalam pelayananserta perbaikan hubungan dengan masyarakat untuk mengenal lebih baik harapan masyarakat.
Melalui pertimbangan tersebut, maka terkait dengan penyelenggaraan sertefikasi maka perlu menyiapkan sarana dan prasarana untuk tempat uji kompetensi. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai potensi untuk menyelenggarakan TUK. Hal tersebut dikarenakan TUK memiliki fungsi sebagai tempat penyelenggaraan uji kompetensi atau asesmen, melakukan pemeliharaan serta evaluasi terhadap penerapan standar kompetensi pada uji kompetensi. Adapun dalam hal ini, TUK mempunyai tugas sebagai berikut: 1). Membuat usulan Materi Uji Kompetensi kepada LSP; 2). Menyiapkan tempat uji kompetensi yang sesuai tempat kerja; 3). Mengkoordinasikan persyaratan administratif untuk pelaksanaan kegiatan uji kompetensi termasuk pengusulan penugasan asesor; 4). Mengkaji ulang pelaksanaan uji kompetensi di TUK; 5). Melakukan penerimaan pendaftaran calon peserta uji kompetensi untuk disampaikan kepada LSP. (Direktrorat Pembinaan SMK, 2007). Berdasarkan ketentuan tugas diatas, maka dapat dipahami bahwa secara umum TUK merupakan salah satu lembaga yang memiliki suatu kewenangan yang sah untuk menyelenggarakan uji kompetensi. Selain memiliki tugas, juga terdapat kewenangan TUK sebagai berikut: 1). Mengusulkan kebutuhan biaya pelaksanaan uji kompetensi di TUK kepada Lembaga
Sertifikasi Profesi; 2). Mempromosikan uji kompetensi di wilayah kerjanya; 3). Mempromosikan organisasinya sebagai TUK yang diverifikasi; 4). Mengusulkan hasil evaluasi penerapan standar kompetensi dalam pelaksanaan uji kompetensi.
Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan kegiatan uji kompetensi, seyogyanya TUK harus mampu untuk memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah khususnya dalam penyelenggaraan kegiatan uji kompetensi. Selain itu, dalam menyelenggarakan kegiatan uji kompetensi TUK tidak bisa terlepas dari konsep-konsep fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Keterkaitan antara fungsi manajemen dengan penyelenggaraan program, akan menjadi salah satu kunci untuk meneliti program tempat uji kompetensi.
Dengan demikian bahwa tempat uji kompetensi sebagai salah satu lembaga penyelenggara kegiatan uji kompetensi, perlu memperhatikan beberapa aspek dalam fungsi manajemen khususnya fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Oleh karena itu, keempat fungsi manajemen tersebut menjadi sebuah pilar penting bagi tempat uji kompetensi dalam hal ini di SMK Negeri 2 Salatiga sebagai lembaga pendidikan yang memperoleh satu kepercayaan dari pemerintah untuk menyelenggarakan program uji kompetensi.
2.2. Uji Kompetensi dalam Perspektif Pendidikan
Pemahaman mengenai konsep uji kompetensi tidak bisa terlepas dari pemahaman tentang kompetensi itu sendiri. Sedangkan Kompetensi dimaknai sebagai sebuah kemampuan, kekuasaan, kewenangan dan keterampilan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas tertentu (Ghozali, 2004: 65). Melalui definisi diatas memberikan suatu pemahaman bahwa kompetensi dimaknai sebagai sebuah skill atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Kompetensi juga dipahami sebagai perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Mulyasa, 2004: 38). Point penting dalam pendapat Mulyasa, tidak hanya menekankan kompetensi pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja, namun juga pada aspek nilai dan sikapnya.
Merujuk pada pendapat beberapa tokoh diatas, maka dapat dikutip beberapa poin penting bahwa kompetensi merupakan sebuah keterampilan, kemampuan, kekuasaan, kewenangan serta aspek sikap dan nilai yang dimiliki oleh seseorang (Ghozali, 2004; Mulyasa, 2004). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan suatu keterampilan atau kemampuan yang dimiliki seseorang baik berupa kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor. Uji kompetensi keahlian pada sekolah menengah kejuruan merupakan bagian dari ujian nasional yang terdiri dari ujian teori kejuruan dan ujian praktik kejuruan. Penyelenggaraan uji
kompetensi keahlian diatur oleh Direktorat Pembinaan SMK dengan bekerja sama dengan DU/DI atau asosiasi profesi.
Selain itu, uji kompetensi juga dimaknai sebagai sebuah penilaian mengenai kemampuan atau kompetensi seseorang terhadap suatu bidang keahlian.Secara khusus bahwa pelaksanaan uji kompetensi dilakukan oleh penguji atau asesor uji kompetensi untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi hasil belajar peserta didik kursus dan satuan pendidikan nonformal lainnya, serta warga masyarakat yang belajar mandiri pada suatu jenis dan tingkat pendidikan tertentu (Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Uji kompe-tensi juga dimaksudkan untuk menilai keterampilan kerja yang dimilik oleh seseorang. Lebih lanjut ditekankan bahwa melalu uji kompetensi maka indikator-indikator kompetensi yang dimiliki seseorang akan dapat terpenuhi dan dikembangkan lebih lanjut UNESCO (2003).
Penekanan tentang konsep uji kompetensi oleh UNESCO maupun Departemen Pendidikan Nasional tidak hanya terbatas pada pendidikan formal saja, namun juga mencakup pendidikan non formal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan dari uji kompetensi adalah untuk meningkatkan
skill atau kemampuan seseorang, terkait dengan bidang
tertentu. Peningkatan kemampuan seeorang melalui kegiatan uji kompetensi secara khusus dibuktikan melalui sertefikat kompetensi. Sertifikat kompetensi diberikanpenyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi
untuk pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas).
2.3. Evaluasi Program
Kebijakan mengenai tindak lanjut penyelenggaraan suatu program, tidak dapat terlepas dari pengumpulan informasi melalui kegiatan evaluasi.Evaluasi meupakan salah satu komponen yang yang turut menentukan keberhasilan suatu program. Melalui kegiatan evaluasi dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan program dan ketercapaian tujuan program yang diinginkan.
Secara terminologi, hakikat dari konsep evaluasi dapat dipahami melalui pendapat para ahli. Menurut Ralph Tyler (1950: 39) menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Pendapat Tyler diatas memberikan sebuah gambaran bahwa evaluasi dipahami sebagai sebuah pengumpulan informasi guna melihat ketercapaian.
Pendapat senada dari Rose & Nyre (1977: 34) evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh sekelompok ahli yang professional terhadap suatu program guna menentukan tindakan berikutnya. Rose & Nyre dalam hal ini juga memberikan penekanan bahwa evaluasi sebagai sebuah kegiatan mengumpulkan informasi untuk menentukan kebijakan. Sedangkan menurut Stufflebeam dan Anthony J.
Shinkfield (1985) secara singkat merumuskan evaluasi sebagai sistem penilaian tentang suatu harga atau jasa beberapa objek. Pendapat Stufflebeam tersebut, memberikan suatu gambaran pemahaman evaluasi sebagai sebuah sistem penilaian.
Menurut Miller didalam Sukiman (2012 : 3), evaluasi diartikan sebagai “a qualitative judgment that uses measurement results from test and assessment information to assign grades”. (suatu pertimbangan kualitatif yang menggunakan hasil pengukuran lewat informasi tes dan asesmen untuk menentukan kualitas. Dari uraian pendapat yang telah disampaikan, bias diambil kesimpulan bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang suatu program yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan program berjalan dan tujuan program tersebut tercapai.
Menurut Arikunto (2009: 23) evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Menurut kamus makna program adalah rencana, dan ada pula yang menulis bahwa program adalah kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Sehingga evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksud untuk mengetahui berapa tingkat keberhasilan dari kegiatan yang telah direncanakan. Evaluasi berguna untuk membantu mengukur kinerja; apa yang perlu ditingkatkan, diperbaiki, ataupun dipertahankan berdasarkan bukti yang
diperoleh dan berguna untuk mengetahui berapa nilai dari kinerja penyelenggara program yang dilaksanakan.
Mengenai pendapat beberapa ahli diatas tentang definisi evaluasi, maka konsep evaluasi dipahami sebagai sebuah proses pengumpulan data (Tyler, 1950; Nyere & Rose, 1977); sistem penilaian Stufflebeam& A.J. Shinkfield (1985); pengukuran (Miller, 2012); suatu rangkaian kegiatan (Arikunto, 2009). Berdasarkan uraian tentang definisi evaluasi, dapat disimpulkan bahwasanya evaluasi merupakan suatu kegiatan mengumpulkan informasi atau data untuk mengukur ketercapaian program dan mengambil langkah kebijakan berikutnya terhadap penyelenggaraan suatu program.
2.4 Model-Model Evaluasi
Dalam menyelenggarakan suatu kegiatan evaluasi, bahwa tingkat keberhasilan kegiatan evaluasi sesuai dengan model evaluasi yang digunakan. Adanya model evaluasi bertujuan untuk mempermudah dalam mengumpulkan data-data dan atau informasi berkaitan dengan program yang akan dievaluasi. Melalui kegiatan evaluasi akan mampu menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana (Wiarawan, 2012: 78).
Ada beberapa model evaluasi yang bisa digunakan dalam melakukan kegiatan evaluasi pada suatu program (Arikunto, 2010: 52) diantaranya :
1. Goal Oriented Evaluation Model
Fokus nya adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan, pelaksanaan evaluasi dilakukan secara berkesinambung dan atau terus-menerus dan melakukan pengecekan sejauh mana program terlaksana.
2. Goal Free Evaluation Model
Model dari evaluasi ini tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, tapi fokus dari model ini ialah melihat kinerja dari program dan hal hal yang terjadi baik hal yang positif maupun negative di dalam pelaksanaan program.
3. Formatif-Sumatif Evaliuation Model
Model evaluasi yang menunjuk adanya tahapan dan lingkungan dari obyek yang dievaluasi. Model ini dilakukan ketika program masih berjalan (Formatif) dan ketika program sudah selesai dijalankan (Sumatif).
4. CSE-UCLA Evaluation Model
Center for the Study of Evaluation University of California in Los Angeles. Pelaksanaan dari model evaluasi ini, terdiri dari empat tahapan yakni 1). Needs Assessment, 2). Program Planning, 3). Formative Evaluation, 4). Sumative Evaluation.
5. CIPP Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam dkk pada tahun 1967. Model CIPP melakukan tindakan evaluasi yang mencakup empat sasaran yakni konteks, input, proses dan produk.
6. Descrepancy Evaluation Model
Dikembangkan oleh Malcon Provus, substansi evaluasi model ini mencakup pada design, instalation, process, product, cost and benefit analysis.
Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk kegiatan evaluasi agar kegiatan evaluasi lebih mudah dilaksanakan. Dilihat dari beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya untuk melihat beberapa hal yang melatar belakangi penyelenggaraan program, desain perencanaan, pelaksanaan dan produk yang dihasilkan dari program.
Selain dari keempat substansi tersebut, pada akhirnya evaluasi akan memberikan rekomendasi terhadap keberadaan sebuah program. sehingan dari beberapa substansi yang ada,
tidak semua model evaluasi cocok digunakan sebagai model evaluasi program tersebut.
Terkait dengan kegiatan evaluasi yang dilakukan terhadap Program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga, tentu membutuhkan sebuah model untuk mengevaluasi program yang diselenggarakan. Apabila ditinjau secara teoritis bahwa penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi tersebut, diselenggarakan sejak tahun 2007. Selain itu pengelenggaraan Program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Bandan Nasional Sertefikasi Profesi. Peraturan telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan Tempat Uji Kompetensi.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, terdapat berbagai model yang dapat digunakan untuk mempermudah dalam melakukan evaluasi. Penyelenggaraan tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatiga, secara nyata didasarkan atas kebutuhan masyarakat untuk memperoleh lisensi sertifikasi profesi.
Selain itu tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatigatelah mampu menghasilkan produk berupa lulusan yang telah memngikuti uji kompetensi khususnya di bidang teknisi otomotif. Melalui gambaran tersebut, secara tidak langsung bahwa penyelenggaraan tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatigadapat dilihat dari identifikasi kebutuhan sampai degan hasil lulusan.
Oleh karena itu, model evaluasi yang sesuai digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi terhadap tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatiga adalah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam melakukan kegiatan evaluasi terhadap tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatigaberupaya melihat sejauh mana efektifitas pelaksanaan program tersebut berjalan serta menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan selanjutnya.
2.5. Hasil Penelitian Relevan
Beberap penelitian yang relevan terkait dengan kegiatan evaluasi Tempat Uji Kompetensi dilakukan oleh Nuryake (2012) dengan judul ‘Evaluasi Pelaksanaan Teaching Factory SMK di Surakarta. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pelaksanaan Teaching Factory SMK di Surakarta dari segi pembelajaran dan pelatihan berjalan sangat baik, hal tersebut dikarenakan bahwa proses pembelajaran praktik dilaksanakan sesuai dengan prosedur kerja yang sesungguhnya. Secara garis besar bahwa uraian hasil penelitian diatas, memberikan sebuah gambaran bahwa untuk mewujudkan pelaksanaan tempat uji kompetensi maka perlunya pelaksanaan Standart Operational Procedure (SOP) dengan benar. Hasil penelitian ini lebih menekankan bahwa SOP menjadi pedoman utama dalam melaksanakan sebuah program agar dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
Penelitian lain terkait dengan penyelenggaraan evaluasi Tempat Uji Kompetensi juga dilakukan oleh Sudjarwo (2008)
dengan judul Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV Pada Balai Diklat Keagamaan Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa status kinerja input kurang, status kinerja proses baik sedang status kinerjaoutput sedang. Kurang kinerja inputdisebabkan oleh rendahnya komitmenterhadap penyediaan faktor sumber pelayanan. Uraian dari hasil penelitian Sudjarwo memberikan sebuah deskripsi bahwa dari segi proses penyelenggaraan masuk dalam kategori baik. Berdasarkan kedua uraian hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryake dan Sudjawo diatas, memberikan satu gambaran substansi bahwa penyelenggaraan suatu tempat pelatihan maupun uji kompetensi perlu dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang sebenarnya.
Hasil penelitian relevan terkait dengan evaluasi uji kompetensi juga dilakukan oleh Irwanti dan Sudira (2014) dengan judul Evaluasi Uji Kompetensi Siswa Keahlian Multimedia di SMK Se Kota Yogyakarta. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ditinjau dari aspek 1). context masuk dalam kategori sangat sesuai, 2). Aspek input masuk dalam kategori sangat sesuai, 3). Aspek process masuk dalam kategori sangat baik 4). Aspek product masuk dalam kategori sangat baik. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari segi aspek input bahwa kelayakan tempat uji kompetensi dan kelengkapan sarana dan prasarana menjadi indikator yang sangat sesuai terhadap penyelenggaraan uji kompetensi tersebut.
Ketiga hasil penelitian diatas yang terkait dengan penyelenggaraan tempat uji kompetensi secara garis besar memberikan kesimpulan yang sangat baik dalam penyelenggaraannya. Namun demikian kesimpulan dari ketiga hasil penelitian tersebut, melihat hasil penilaian dari perspektif yang berbeda. Hal tersebut ditunjukkan dalam hasil penelitian Nuryake terfokus pada pelaksanaan Standar Opetional
Procedure penyelenggaraan program uji kompetensi,
sedangkan hasil penelitian juga Sudjarwo menitik beratkan pada substansi penyelenggaraan program khususnya pelaksanaan sesuai prosedur. Sedangkan hasil peneltian Sudira dan Irwanti lebih menekankan pada kualitas sarana dan prasarana.
Berbeda dengan hasil penelitian diatas, hasil penelitian terkait dengan evaluasi tempat uji kompetensi juga dilakukan oleh I Nyoman, dkk (2014) Evaluasi Manajemen Teaching Factory Pada Unit Produksi Training Hotel SMK Kridawisata. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pengelolaan Teaching Factory Pada Unit Produksi Jurusan Perhotelan SMK Kridawisata Bandar Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1). manajemen belum menerapkan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, budaya industry dan managemen perhotelan belum diadopsi dengan baik oleh para siswa. (2) Perencanaan dan persiapan masih kurang dari Rencana Kerja maksimum yang diperlukan dalam program teaching factory Sekolah. (3) Kualitas kegiatan teaching factory dapat menciptakan budaya industri di sekolah
dan bias menjadi salah satu sumber pendanaan sekolah. Hasil penelitian ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pengelolaan Teaching Factory Pada Unit Produksi Training Hotel SMK Kridawisata, masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan dengan tujuan yang telah dirancang.
Selain itu, hasil penelitian lain terkait dengan evaluasi tempat uji kompetensi juga dilakukan oleh Pan Wei Rong (2009) Analysis of Teaching Factory Model of Nanyang Polytechnic. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan Teaching FactoryNanyang Polytechnic telah mengintegrasikan teori kedalam praktek, serta mampu mengintegrasikan materi pengajaran kedalam sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Secara umum bahwa hasil penelitian ini lebih menekankan pada relevansi pengajaran Teaching Factorysesuai dengan kebutuhan dunia Industri. Penelitian Teaching FactoryNanyang Polytechnictelah menunjukkan bahwa pengelolaan Teaching Factorytelah dilakukan secara baik. Senada dengan hasil penelitian Pan Wei Rong, hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Mao Cai Sheng (2009) Educational Feature of Singapore’s Teaching Factory and Its Implication. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana implikasi pengelolaan Teaching Factory mampu menjadi basis produksi dan praktek yang baik bagi perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan Teaching Factory telah mampu dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan melalui
adanya Teaching Factory sebagai sebuah pusat pengembangan dan pembelajaran sebelum memasuki dunia industri.
Melalui beberapa hasil penelitian diatas secara tidak langsung menunjukkan bahwa pengelolaan Teaching Factory belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Namun beberapa hasil penelitian juga telah menunjukkan bahwa pengelolaan Teaching Factory telah sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Oleh karena itu, penelitian tempat uji kompetensi teknisi otomotif di SMKN 2 Salatiga, berupaya menilai apakah pengelolaan tempat uji kompetensi teknisi otomotif telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau belum.
2.6. Kerangka Berfikir Penelitian
Penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMKN 2 Salatiga bertujuan untuk memfasilitasi para siswa, alumni, DU/DI serta masyarakat guna meningkatkan kompetensi keahliannya. Program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMKN 2 Salatiga diselenggarkan dengan mengacu pada Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
SMK Negeri 2 Salatiga merupakan salah satu sekolah di kota Salatiga yang telah memperoleh ijin dari pemerintah untuk menyelenggarakan tempat uji kompetensi, secara khusus di bidang teknisi otomotif. Tempat Uji Kompetensi
Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga di bentuk pada tahun 2007 dan telah memberikan layanan sebagai tempat uji kompetensi teknisi otomotif lebih dari 10 tahun.
Sebagai sebuah Lembaga Penyedia Sertifikasi (LPS) Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga, telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadahi sebagai penunjang kegiatan uji kompetensi teknisi otomotif. Bantuan dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah kepada Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga meliputi bantuan yang berwujud fisik maupun berupa diklat manajerial Tempat Uji Kompetensi.
Penyelenggaraan program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga apabila ditinjau dari segi perencanaan, telah sesuai dengan tujuan penyelengaraan. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam perencanaan program. Melalui perencanaan dan dukungan tersebut, diharapkan program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga dapat menghasilkan out put yang berkualitas.
Namun demikian, keberhasilan SMK Negeri 2 Salatiga dalam merencanakan program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut secara khusus nampak pada proses pelaksanaan dan out put yang dihasilkan dari penyelenggaraan program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif. Secara teoritis bahwa
dalam penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga telah terdapat kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan yang senyatanya. Sedangkan dari sisi penyelenggaraan, program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga belum pernah dilakukan kegiatan evaluasi secara menyeluruh, sehingga tidak diketahui sejauh mana efektivitas penyelenggaraan program tersebut.
Melalui hasil temuan tersebut, dapat dipahami bahwa penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga sudah barang tentu menemui kendala dan permasalahan dalam pengelolaanya. Oleh karena itu, guna mengetahui kendala dan permasalahan pada penyelenggaraan program tersebut, maka perlu dilakukan sebuah kegiatan evaluasi terhadap penyelenggaraan program Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga.
Penelitian evaluasi ini berupaya untuk mengetahui sejauh mana Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga telah terlaksana dan permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan program tersebut. Sedangkan dari segi aspek pelaksanaan, penelitian evaluasi ini ditinjau dari segi contex, input, process dan product terhadap keberlangsungan penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga. Melalui kegiatan evaluasi yang ditinjau dari keempat aspek tersebut, diharapkan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan terhadap penyelenggaraan
Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotifdi SMK Negeri 2 Salatiga.
Kerangka Berfikir Penelitian Gambar 2.1
UU No 13 Tahun 2003, UU No 20 Tahun 2003, PP No 23 Tahun 2004
Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di SMKN 2 Salatiga
Evaluasi Context: Evaluasi terhadap Identifikasi rencana penyelenggaraan
Program TUK
Evaluasi Input: perencanaan dan mekanisme dalam penyelenggaraan Program
TUK Evaluasi Process: Evaluasi
terhadap Pelaksanaan Program TUK Teknisi Otomotif SMK Negeri 2
Evaluasi Product: Evaluasi terhadap Program TUK
Teknisi Otomotif SMK Negeri 2
Rekomendasi Kebijakan Penyelenggaraan Tempat Uji Kompetensi Teknisi Otomotif di
SMK Negeri 2 Salatiga