• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PEMACUAN KINERJA PERSONEL DENGAN PENGELOLAAN KINERJA TERPADU BERBASIS BALANCED SCORECARD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALTERNATIF PEMACUAN KINERJA PERSONEL DENGAN PENGELOLAAN KINERJA TERPADU BERBASIS BALANCED SCORECARD"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ALTERNATIF PEMACUAN KINERJA PERSONEL

DENGAN PENGELOLAAN KINERJA TERPADU

BERBASIS BALANCED SCORECARD

Oleh:

Mulyadi

Fakultas Ekonomi UGM

Abstract

In this article I discussed a radical change in managing personnel performance. If in the past, performances were measured only at responsibility center level and the performance measures used were limited to financial measures, in this article I discussed how to desain integrated performance management system for responsibility centers and personnel as well, using Balanced Scorecard as a basis. In this article, first I discussed the limitation of executive performance measurement in traditional management. Then I explained expectancy theory created by Porter-Lawler to provide a conceptual framework in designing Balanced Scorecard based integrated performance management. In this article I discussed Balanced Scorecard based integrated performance management as an alternative for driving personnel performance in building company’s competitive advantage. At the end of this article I presented a summary of differences between performance measurement in traditional management and that in modern management. Keywords: pengelolaan kinerja terpadu; balanced scorecard; kinerja

PENDAHULUAN

Meskipun Balanced Scorecard telah sekitar lima belas tahun dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja, namun sampai dengan tahun 2003, masih banyak buku teks dan buku profesional yang membahas pengukuran kinerja pusat pertanggungjawaban dengan fokus di perspektif keuangan. Dipandang dari perannya dalam pencapaian kinerja keuangan, pusat pertanggungjawaban dikelompokkan ke dalam empat tipe: pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi. Pengelompokan pusat pertanggungjawaban dengan cara ini menunjukkan dominannya peran informasi keuangan (biaya, pendapatan, laba, dan investasi) sebagai pengukur kinerja pusat pertanggungjawaban. Konsep Balanced Scorecard yang diciptakan untuk memperluas ukuran kinerja eksekutif agar tidak hanya terbatas pada ukuran kinerja di perspektif keuangan rupanya belum berhasil mengubah secara radikal sistem pengukuran kinerja pusat pertanggungjawaban.

Artikel ini membahas perombakan secara radikal pengelolaan kinerja personel. Jika di masa lalu kinerja hanya diukur sampai dengan tingkat pusat pertanggungjawaban dan ukuran kinerja yang digunakan masih terbatas pada perspektif keuangan, dalam artikel ini dibahas pendesainan sistem pengelolaan secara terpadu kinerja pusat pertanggungjawaban dan personel dengan menggunakan Balanced Scorecard sebagai basis. Dalam artikel ini pertama kali dibahas keterbatasan pengukuran kinerja eksekutif dalam manajemen tradisional. Kemudian diuraikan expectancy theory yang dibuat oleh Porter-Lawler untuk

(2)

memberikan rerangka konseptual dalam pendesainan pengelolaan kinerja terpadu dengan Balanced Scorecard sebagai basisnya. Artikel ini membahas pengelolaan kinerja terpadu berbasis Balanced Scorecard sebagai alternatif pemacuan kinerja personel dalam membangun daya saing perusahaan. Pada akhir artikel ini disajikan ringkasan perbedaan pengukuran kinerja dalam manajemen tradisional dan pengelolaan kinerja dalam manajemen modern.

PENGUKURAN KINERJA PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN

DALAM MANAJEMEN TRADISIONAL

Kinerja pusat pertanggungjawaban dalam manajemen tradisional hanya diukur, dinilai, dan kemudian diberi penghargaan. Lima langkah utama yang ditempuh dalam pengukuran kinerja pusat pertanggungjawaban adalah: (1) penetapan peran pusat pertanggungjawaban, (2) penetapan ukuran kinerja, (3) perencanaan kinerja, (4) pengukuran dan penilaian kinerja, (5) pendistribusian penghargaan berbasis posisi (position-based reward).

Penetapan Peran Pusat Pertanggungjawaban

Pengukuran kinerja dimulai dengan penetapan peran pusat pertanggungjawaban dalam pencapaian visi organisasi. Dalam manajemen tradisional, pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya dalam pencapaian kinerja keuangan. Oleh karena itu, pusat pertanggungjawaban dikelompokkan ke dalam empat golongan (Anthony dan Govindarajan, 2003; hal. 151, Young, 2003; hal. 244-247, Hoque, 2003; hal. pp. 143-144, Mores, Davis & Hartgraves, 2003; hal. 521-523):

1. Pusat biaya—pusat pertanggungjawaban yang diberi peran untuk mengendalikan biaya.

2. Pusat pendapatan—pusat pertanggungjawaban yang diberi peran untuk memperoleh pendapatan.

3. Pusat laba—pusat pertanggungjawaban yang diberi peran untuk memperoleh laba (yang merupakan selisih pendapatan dengan biaya).

4. Pusat investasi—pusat pertanggungjawaban yang diberi peran untuk memperoleh pendapatan, mengendalikan biaya, dan memanfaatkan investasi.

Penetapan Ukuran Kinerja Pusat Pertanggungjawaban

Dalam manajemen tradisional, eksekutif diukur kinerja mereka sesuai dengan peran mereka dalam menghasilkan kinerja keuangan. Ukuran kinerja keuangan yang umumnya digunakan untuk mengukur kinerja eksekutif adalah rentabilitas (indikator kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba), likuiditas (kemampuan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya), dan solvabilitas (kemampuan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya).

Kinerja pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan diukur sesuai dengan peran pusat pertanggungjawaban dalam menghasilkan kinerja keuangan. Gambar 1 melukiskan pusat pertanggungjawaban dan ukuran kinerja keuangan yang bersangkutan.

(3)

PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN UKURAN KINERJA Pusat biaya teknik (engineered expense

center)

Efisiensi (ratio keluaran dengan masukan) Pusat biaya kebijakan (discretionary

expense center)

Kemampuan pusat pertanggungjawaban dalam melaksanakan program-program yang direncanakan dengan batas biaya yang dianggarkan.

Pusat pendapatan • Pertumbuhan pendapatan (revenue

growth)

• Pangsa pasar (market share)

Pusat laba Profitabilitas (pendapatan dikurangi biaya)

Pusat investasi Rentabilitas (ratio laba dengan investasi)

Gambar 1 Pusat Pertanggungjawaban dan Ukuran Kinerjanya

Perencanaan Kinerja Pusat Pertanggungjawaban

Dalam manajemen tradisional, kinerja pusat pertanggungjawaban direncanakan dalam proses penyusunan anggaran. Oleh karena organisasi dalam manajemen tradisional berjenjang dan fungsional, kinerja pusat pertanggungjawaban direncanakan melalui functional-based budgeting—anggaran yang disusun menurut organisasi fungsional berjenjang. Setiap manajer pusat pertanggungjawaban diberi wewenang untuk menetapkan kinerja keuangan dengan menyusun anggaran sesuai dengan tipe pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan (pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi)

Pengukuran dan Penilaian Kinerja Pusat Pertanggungjawaban

Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) merupakan sistem informasi yang digunakan dalam manajemen tradisional dalam mengukur kinerja keuangan pusat pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban mengumpulkan informasi biaya yang dikeluarkan oleh setiap pusat pertanggungjawaban dan menyajikannya dalam bentuk laporan pertanggungjawaban, yang berisi perbandingan antara biaya sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan oleh setiap pusat pertanggungjawaban. Di samping itu, untuk pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi, akuntansi pertanggungjawaban mengumpulkan informasi pendapatan yang diperoleh pusat pertanggungjawaban tersebut dalam periode tertentu dan menyajikannya dalam laporan pertanggungjawaban dalam bentuk perbandingan antara pendapatan sesungguhnya dengan pendapatan yang dianggarkan (untuk pusat pendapatan) dan pendapatan dan biaya sesungguhnya dengan pendapatan dan biaya yang dianggarkan (untuk pusat laba dan pusat investasi).

Atas dasar perbandingan biaya, pendapatan, atau pendapatan dan biaya sesungguhnya dengan biaya, pendapatan, atau pendapatan dan biaya yang dianggarkan inilah manajer pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi dinilai kinerjanya. Hasil penilaian atas kinerja manajer pusat pertanggungjawaban kemudian

(4)

dipakai sebagai basis untuk memberikan penghargaan kepada manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan.

Pendistribusian Penghargaan

Oleh karena organisasi dalam manajemen tradisional didesain berjenjang dan fungsional, penghargaan didistribusikan kepada manajer pusat pertanggungjawaban berbasis posisi— manajer dalam jenjang organisasi menerima penghargaan berdasarkan posisi yang dipegangnya. Dalam manajemen tradisional, karyawan tidak diperhitungkan dalam sistem penghargaan, karena secara sederhana, mereka tidak tercantum dalam struktur organisasi perusahaan.

KETERBATASAN PENETAPAN PERAN PUSAT

PERTANGGUNGJAWABAN DALAM MANAJEMEN TRADISIONAL

Untuk menghadapi lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, penetapan peran pusat pertanggungjawaban dalam menghasilkan kinerja keuangan dan penggolongan pusat pertanggungjawaban menurut peran tersebut memiliki keterbatasan berikut ini:

1. Penetapan peran pusat pertanggungjawaban berdasarkan pencapaian kinerja keuangan dan penggolongan pusat pertanggungjawaban ke dalam pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi menyebabkan setiap manajer pusat pertanggungjawaban hanya berfokus ke kepentingan pusat pertanggungjawabannya masing-masing. Kepentingan perusahaan secara keseluruhan dalam penyediaan nilai bagi customer terabaikan.

2. Penetapan peran suatu pusat pertanggungjawaban sebagai pusat biaya merendahkan peran manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan, karena manajer pusat biaya dipandang oleh manajemen puncak dan manajer lain (manajer pusat laba, manajer pusat investasi, dan manajer pusat pendapatan) hanya sebagai revenue eater. 3. Penetapan peran suatu pusat pertanggungjawaban sebagai pusat pendapatan

memberikan dampak psikologis bagi manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan, seolah manajer tersebut tidak bertanggung jawab atas efektivitas biaya yang dikeluarkannya. Padahal efektivitas biaya pusat pendapatan berdampak signifikan terhadap pemerolehan pendapatan.

4. Penetapan peran pusat pertanggungjawaban sebagai pusat laba dan pusat investasi meningkatkan persaingan intern antarpusat laba dan pusat investasi dalam memperebutkan bagian laba yang menjadi tujuan pusat laba dan pusat investasi yang bersangkutan. Persaingan intern ini memperlemah usaha perusahaan secara keseluruhan untuk memenangkan pilihan customer. Di samping itu, pembentukan pusat laba dan pusat investasi menimbulkan problem penetapan harga transfer yang tidak pernah terselesaikan1.

1 Dalam transfer pricing, pusat laba penjual dan pusat laba pembeli berebut bagian laba yang menjadi hak pusat laba

masing-masing. Oleh karena dalam transfer pricing tidak ada basis yang dapat dipakai sebagai dasar yang objektif untuk pembagian laba di antara pusat laba yang terkait, maka transfer pricing menimbulkan masalah pembagian laba yang tidak pernah dapat diselesaikan secara tuntas. Transfer pricing ibarat pedang bermata dua; keputusan yang menguntungkan pusat laba penjual akan mengurangi hak laba pusat laba pembeli sedangkan keputusan yang menguntungkan pusat laba pembeli akan mengurangi hak laba pusat laba penjual.

(5)

5. Penetapan peran pusat pertanggungjawaban sebagai pusat laba dan pusat investasi mengakibatkan kecenderungan manajemen puncak untuk memilih in-house sourcing dalam sourcing decision, meskipun pusat laba dan pusat investasi penjual tidak memiliki kompetensi inti yang diperlukan untuk menghasilkan produk/jasa yang dibutuhkan oleh pusat laba atau pusat investasi pembeli.

KETERBATASAN UKURAN KINERJA KEUANGAN

Untuk menghadapi lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, ukuran keuangan sebagai pengukur kinerja eksekutif dan manajer pusat pertanggungjawaban memiliki keterbatasan berikut ini (Niven, 2002, 117):

1. Ukuran kinerja keuangan tidak cocok dengan kondisi lingkungan bisnis sekarang, yang di dalamnya kinerja keuangan terutama lebih banyak dihasilkan dari intangible assets, bukan dari aktiva yang tampak dalam neraca (tangible assets).

2. Ukuran kinerja keuangan lebih mencerminkan apa yang telah terjadi di masa lalu, sehingga dalam perjalanan organisasi menuju ke masa depan, ukuran tersebut ibarat kaca spion mobil untuk melihat ke belakang, yang tidak memiliki daya prediksi ke masa depan.

3. Konsolidasi informasi keuangan cenderung mendorong terpisah-pisahnya antarfungsi. 4. Ukuran kinerja keuangan seringkali menghambat aktivitas penciptaan nilai secara

berkesinambungan karena aktivitas tersebut baru dapat menghasilkan kinerja keuangan beberapa tahun ke depan, padahal ukuran kinerja keuangan menggunakan periode akuntansi sebagai basis pengukurannya (umumnya mencakup periode satu tahun kalender).

5. Hampir semua ukuran kinerja keuangan tingkat tinggi (seperti return on investment, pertumbuhan volume penjualan) hanya sedikit memberikan panduan bagi karyawan tingkat bawah dalam aktivitas harian mereka.

KINERJA TIDAK CUKUP HANYA DIUKUR NAMUN PERLU

DIKELOLA SECARA TERPADU

Jika diterapkan dalam lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, pengukuran kinerja sebagaimana yang dilaksanakan dalam manajemen tradisional tidak lagi memadai. Dalam manajemen modern, kinerja personel (manajer dan karyawan) tidak hanya cukup diukur, namun perlu dikelola—direncanakan secara strategik, diukur dan dinilai, serta diberi penghargaan berbasis kinerja.

PENGELOLAAN KINERJA TERPADU BERBASIS BALANCED

SCORECARD (BALANCED SCORECARD BASED

INTEGRATED PERFORMANCE MANAGEMENT)

Karena pemangku kepentingan kunci dalam bisnis modern adalah customer, tuntutan customer telah memainkan peran menentukan dalam mendefinisikan ukuran kinerja yang digunakan oleh organisasi. Perusahaan perlu mengembangkan customer-driven performance management systems—sistem pengelolaan kinerja yang dipacu oleh pemuasan kebutuhan customer, sehingga seluruh perhatian, pemikiran, dan usaha personel diarahkan untuk memenangkan pilihan customer.

(6)

Dalam manajemen modern, kinerja tidak hanya diharapkan dari manajer pusat pertanggungjawaban, namun diharapkan pula dari karyawan2. Di samping itu, kinerja personel (manajer dan karyawan) tidak cukup hanya diukur, namun perlu dikelola melalui pengelolaan kinerja terpadu. Ukuran kinerja pun tidak hanya terbatas pada ukuran keuangan yang bersifat jangka pendek, namun mencakup pula ukuran kinerja nonkeuangan yang bersifat jangka panjang.

Pengelolaan kinerja terpadu didesain untuk memfokuskan kinerja personel dalam menghasilkan the best customer value (customer-driven performance management system). Oleh karena itu, pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan ditetapkan perannya dalam menghasilkan value bagi customer, sehingga dikelompokkan ke dalam dua golongan: (1) mission center dan (2) service center.

Mission center adalah unit organisasi dalam perusahaan yang bertanggung jawab atas penyediaan value bagi customer. Dalam perusahaan manufaktur, departemen penjualan dan departemen produksi merupakan mission center. Service center adalah unit organisasi dalam perusahaan yang bertanggung jawab atas penyediaan layanan bagi mission center dalam rangka penyediaan value bagi customer. Dalam perusahaan manufaktur, departemen teknik, departemen logistik, departemen keuangan, dan departemen sumber daya manusia merupakan contoh service center. Manajer mission center, manajer service center, dan karyawan diukur kinerja mereka dengan menggunakan ukuran kinerja komprehensif yang mencakup empat perspektif: keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Penetapan peran pusat pertanggungjawaban ke dalam mission center dan service center memiliki keunggulan berikut ini:

1. Pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya jauh lebih luas daripada sekadar untuk mewujudkan kinerja keuangan. Mission center ditetapkan perannya dalam penyediaan produk dan jasa untuk memuasi kebutuhan customer. Service center ditetapkan perannya dalam memberikan layanan bagi mission center untuk memampukan mission center dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer. Dengan demikian, baik mission center maupun service center diberi peran untuk memuasi kebutuhan customer. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif3, penetapan peran pusat pertanggungjawaban seperti itu menjanjikan peningkatan daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan customer.

2. Baik mission center maupun service center dituntut untuk mengidentifikasi kebutuhan yang dipenuhi oleh pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan dan mengidentifikasi customer yang dilayani. Mission center berperan untuk memenuhi kebutuhan customer luar dan service center berperan untuk memenuhi kebutuhan customer internal (mission center). Identifikasi kebutuhan yang dipenuhi dan identifikasi customer yang bersangkutan menjadi basis bagi mission center dan service

2 Oleh karena teknologi informasi telah mengubah pekerjaan menjadi pekerjaan berbasis pengetahuan (knowledge-based

work), maka pekerja yang dominan dalam manajemen modern adalah pekerja pengetahuan (knowledge worker). Dengan personal computer, pekerja pengetahuan dapat melakukan akses langsung ke shared database, sehingga mereka mampu mengambil keputusan berbasis informasi (informed judgment) atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, manajemen modern menempuh pemberdayaan karyawan (employee empowerment) dan memberikan penghargaan berbasis kinerja kepada pekerja pengetahuan.

3 Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif terdapat banyak pesaing yang berlomba memperebutkan pilihan customer.

Keberhasilan perusahaan dalam mengerahkan dan mengarahkan perhatian, pemikiran, dan usaha seluruh personel organisasi dalam penyediaan value bagi customer menjanjikan peningkatan daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan customer.

(7)

center untuk membangun kompetensi inti dalam penyediaan produk dan jasa bagi customer. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif4, pembangunan kompetensi inti pusat pertanggungjawaban ini menjanjikan meningkatnya daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan customer.

3. Pengelompokan pusat pertanggungjawaban ke dalam mission center mendorong kerja sama lintas fungsional dalam memenuhi kebutuhan customer, sehingga customer dapat memperoleh layanan kompleks dalam waktu yang cepat. Dalam perusahaan manufaktur, pusat pertanggungjawaban yang termasuk dalam kelompok mission center adalah departemen pemasaran dan departemen produksi. Dalam manajemen modern, kedua departemen tersebut dikelompokkan ke dalam mission center untuk bekerja sama lintas fungsi dalam memenuhi kebutuhan customer. Kerja sama lintas fungsi inilah yang menjadikan organisasi kohesif dalam menyediakan value bagi customer. Dalam manajemen tradisional, kedua departemen tersebut dipisahkan ke dalam pusat biaya (departemen produksi) dan pusat pendapatan (departemen pemasaran). Keterpisahan inilah yang menyebabkan berkurangnya kerja sama kedua departemen tersebut dalam menyediakan layanan bagi customer.

Model Porter-Lawler

Model Porter-Lawler memberikan panduan untuk mendesain pengelolaan kinerja terpadu. Gambar 2 melukiskan model Porter-Lawler (Porter dan Lawler, 1968; hal.17).

Nilai penghar-gaan Kemampuan dan bakat Kemungkin-an kinerja akKemungkin-an diberi peng-hargaan Persepsi terhadap peran Kinerja Usaha Penghargaan Penghargaan yang dirasa pantas Kepuasan 1 2 4 6 5 8 7 9 3

Gambar 2 Model Porter-Lawler

4 Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan hanya mampu bertahan hidup dan bertumbuh jika memiliki

keunggulan kompetitif (competitive advantage) tertentu. Persaingan tajam menuntut perusahaan untuk secara terus menerus menemukan kembali keunggulan kompetitifnya (constant reinvention of advantage) dan membangun kompetensi inti—kompetensi yang sulit ditandingi oleh pesaing dalam menghasilkan value bagi customer.

(8)

Kinerja personel (kotak #6) ditentukan oleh tiga faktor: 1. Bakat dan kemampuan (kotak #4)

2. Persepsi tentang peran (kotak #5) 3. Usaha (kotak #3)

Usaha (effort) untuk menghasilkan kinerja ditentukan oleh apakah kinerja personel akan digunakan sebagai basis untuk memberikan penghargaan (kotak #7). Oleh karena itu garis yang menghubungkan antara kinerja (kotak #6) dan penghargaan (kotak #7) berupa garis bergelombang (wavy line), bukan garis lurus (straight line), karena belum tentu kinerja akan diberi penghargaan.

Tinggi atau rendahnya usaha personel dalam menghasilkan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor:

1. Kemungkinan kinerja akan diberi penghargaan (kotak #2) 2. Nilai penghargaan (kotak #1)

Jika kinerja personel diberi penghargaan maka kemungkinan kinerja diberi penghargaan akan tinggi, sehingga hal ini menyebabkan tingginya usaha personel untuk menghasilkan kinerja. Jika kinerja personel tidak diberi penghargaan, maka kemungkinan kinerja diberi penghargaan akan rendah, sehingga hal ini menyebabkan rendahnya usaha personel untuk menghasilkan kinerja.

Jika kinerja personel diberi penghargaan maka dampaknya terhadap usaha personel dalam menghasilkan kinerja ditentukan pula oleh apakah penghargaan dirasa pantas oleh personel (kotak # 8). Jika penghargaan yang diberikan kepada personel dirasa pantas oleh personel, penghargaan tersebut akan menimbulkan kepuasan (kotak #9). Kepuasan personel atas penghargaan yang mereka terima akan meningkatkan nilai penghargaan (kotak #1) dan pada gilirannya tingginya nilai penghargaan akan meningkatkan usaha personel dalam menghasilkan kinerja. Sebaliknya ketidakpuasan personel atas penghargaan yang mereka terima akan menurunkan nilai penghargaan dan pada gilirannya rendahnya nilai penghargaan akan menurunkan usaha personel dalam menghasilkan kinerja.

Tahap-tahap Pengelolaan Kinerja Terpadu Berbasis Balanced Scorecard

Berdasarkan model Porter-Lawler, pengelolaan kinerja terpadu dilaksanakan melalui lima tahap berikut ini:

1. Penetapan kinerja yang hendak dicapai (kotak #6);

2. Penetapan peran (kotak #5) dan penentuan kompetensi inti (kotak #4) untuk mewujudkan peran;

3. Peningkatan usaha (kotak #3) dengan pendesainan sistem penghargaan berbasis kinerja (kotak #7) untuk meningkatkan kepastian bahwa kinerja akan diberi penghargaan (kotak #2);

4. Pengukuran dan penilaian kinerja (kotak #6);

5. Pendistribusian penghargaan berbasis kinerja untuk meningkatkan nilai penghargaan bagi personel (kotak #1) melalui kepuasan personel terhadap penghargaan (kotak #9) dan penilaian personel atas kepantasan penghargaan yang mereka terima (kotak #8).

(9)

Penetapan kinerja yang hendak dicapai. Tahap pertama pengelolaan kinerja personel adalah penetapan kinerja yang hendak dicapai. Kinerja yang hendak dicapai oleh personel ditetapkan berdasarkan sasaran strategik (strategic objective) yang hendak dicapai oleh perusahaan. Ketercapaian sasaran strategik merupakan kinerja yang dihasilkan oleh personel. Oleh karena itu, ketercapaian sasaran strategik perlu ditentukan ukurannya (disebut ukuran hasil atau outcome measure atau lag indicator) dan ditentukan targetnya.

Sasaran strategik dirumuskan melalui penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam company scorecard. Company scorecard memberikan arah ke mana sasaran strategik perusahaan secara keseluruhan ditujukan. Gambar 3 melukiskan rerangka (framework) penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran strategik di empat perspektif: keuangan (K), customer (C), proses (P), serta pembelajaran dan pertumbuhan (PP).

Visi, Tujuan, dan Strategi

Sasaran Strategik

Misi, Keyakinan Dasar,

dan Nilai Dasar Strategi

Diterjemahkan Diterjemahkan Diterjemahkan

K C P PP Inisiatif Strategik C P PP SWOT Analysis PERUMUSAN STRATEGI PERENCANAAN STRATEGIK Hasil Trendwatching

Gambar 3 Penerjemahan Misi, Visi, Keyakinan Dasar, Nilai Dasar, dan Strategi Gambar 4 melukiskan format company scorecard yang menggambarkan kinerja yang hendak diwujudkan oleh perusahaan.

Penetapan Peran dan Penentuan Kompetensi Inti untuk Mewujudkan Peran

Setelah kinerja perusahaan secara keseluruhan ditetapkan dalam company scorecard, langkah selanjutnya dalam pengelolaan kinerja personel adalah penetapan peran dan penentuan kompetensi inti untuk mewujudkan peran.

(10)

STRATEGY MAP SCORECARDBALANCED ACTION PLAN Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan Perspektif Proses Perspektif Customer Perspektif Keuangan

PERSPEKTIF STRATEGY MAP STRATEGIKSASARAN INDCTLAG LEAD INDCT TARGET STRATEGIKINISIATIF

Perspektif Keuangan Perspektif Customer Perspektif Proses Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan

Gambar 4 Company Scorecard

Kinerja setiap manajer pusat pertanggungjawaban dan karyawan secara individual dinilai berdasarkan kontribusi mereka dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik perusahaan secara keseluruhan yang ditetapkan dalam company scorecard. Melalui cascading process5, setiap manajer pusat pertanggungjawaban yang tergolong dalam mission center bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang ditetapkan dalam company scorecard. Di samping itu, melalui cascading process, setiap manajer service center bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik mission center. Perencanaan kinerja tidak hanya terbatas pada tingkat pusat pertanggungjawaban, namun mencakup pula perencanaan kinerja personel secara individual yang bekerja dalam pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan. Melalui cascading process, setiap personel secara individual membuat personal scorecard berdasarkan mission center scorecard (bagi personel yang bekerja dalam mission center)

5 Cascading adalah proses penyusunan scorecard di setiap jenjang organisasi oleh manajer jenjang organisasi yang

bersangkutan, dengan menggunakan scorecard jenjang organisasi yang lebih tinggi sebagai basis. Dengan demikian proses cascading ditentukan oleh desain struktur organisasi yang dipakai oleh organisasi dalam menjalankan bisnis.

(11)

atau berdasarkan service center scorecard (bagi personel yang bekerja dalam service center). Gambar 5 melukiskan proses cascading company scorecard ke mission center scorecard, cascading mission center scorecard ke service center scorecard, dan cascading mission center dan service center scorecard ke team and personal scorecard.

Company Scorecard

Mission Center Scorecard

Service Center Scorecard

Personal Scorecard (1)

(2) (3)

(4)

Gambar 5 Cascading Process

Dengan demikian penetapan peran dalam mewujudkan kinerja yang ditetapkan dalam company scorecard dan penentuan kompetensi inti dalam mewujudkan peran dilaksanakan melalui tiga tahap berikut ini:

1. Cascading company scorecard ke dalam mission center scorecard 2. Cascading mission center scorecard ke dalam service center scorecard6

3. Cascading mission center scorecard dan service center scorecard ke dalam team and personal scorecard.

Gambar 6 melukiskan empat tahap cascading company scorecard.

Melalui proses cascading, setiap manajer pusat pertanggungjawaban harus menjawab pertanyaan berikut ini: “Kontribusi signifikan7 apakah yang harus kami berikan

6 Alternatif lain dalam penyusunan service center scorecard adalah melalui perundingan antara service center dengan

mission center untuk menentukan tingkat layanan yang disediakan oleh service center bagi mission center. Hasil perundingan ini dituangkan dalam service-level agreements (SLAs). Lihat Niven, 2003; 212.

7 Kata signifikan di sini mengandung arti bahwa kontribusi yang diberikan oleh suatu mission center dalam pencapaian

sasaran strategik perusahaan harus berasal dari bakat dan kemampuan personel mission center tersebut, yang sesuai dengan tuntutan peran mission center yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhan customer. Mission center hanya dapat memberikan kontribusi signifikan bila personelnya memiliki kompetensi inti dalam mewujudkan peran mereka.

(12)

dalam mewujudkan sasaran strategik yang ditetapkan dalam company scorecard.” Kontribusi signifikan yang harus diberikan oleh pusat pertanggungjawaban merupakan misi pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan, karena misi menjawab empat pertanyaan mendasar berikut ini:

1. Kebutuhan apa yang dipenuhi oleh pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan? 2. Siapa customer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan?

3. Dalam bisnis apa pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan beroperasi?

4. Apa yang terbaik harus dilakukan oleh pusat pertanggungjawaban tersebut untuk dapat memberikan kontribusi signifikan dalam perwujudan sasaran strategik perusahaan?

Misi, Visi, Tujuan, Keyakinan Dasar, Nilai Dasar, dan Strategi

COMPANY SCORECARD

KEUANGAN CUSTOMER PROSES PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN S U T I S U T I S U T I S U T I

TEAM AND PERSONAL SCORECARD

MISSION CENTER SCORECARD

KEUANGAN CUSTOMER PROSES PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN S U T I S U T I S U T I S U T I

SERVICE CENTER SCORECARD

KEUANGAN CUSTOMER PROSES PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN S U T I S U T I S U T I S U T I

(13)

Gambar 6 Cascading Company Scorecard8

Dengan demikian, dalam pengelolaan kinerja, proses cascading company scorecard ini mempunyai dua sasaran:

1. Terumuskannya peran pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran strategik perusahaan (jawaban atas pertanyaan ke satu sampai ketiga)

2. Terumuskannya kompetensi inti pusat pertanggungjawaban yang diperlukan untuk menjalankan peran mereka (jawaban atas pertanyaan keempat)

Gambar 7 melukiskan personal scorecard hasil proses cascading. PERSONAL SCORECARD

PERSPEKTIF STRATEGIKSASARAN UKURAN

HASIL BOBOT THRESHOLD MIDPOINT STRETCH

INISIATIF STRATEGIK KEUANGAN CUSTOMER PROSES PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN TARGET UKURAN

Gambar 7 Personal Scorecard

8Gambar ini hanya bersifat deskriptif, bukan preskriptif. Proses cascading company scorecard dilukiskan di gambar

tersebut dengan cascading sasaran strategik, ukuran, target, dan inisiatif strategik perspektif tertentu (keuangan misalnya) dalam company scorecard ke sasaran strategik, ukuran, target, dan inisiatif strategik di perspektif yang sama (keuangan) di dalam mission center scorecard. Dalam kenyataannya, sasaran strategik di perspektif customer dalam company scorecard dapat di cascade ke sasaran strategik di perspektif proses atau perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam mission center scorecard, tergantung kontribusi signifikan yang dapat diberikan oleh mission center yang bersangkutan.

(14)

Peningkatan Usaha (Effort) dengan Pendesainan Sistem Penghargaan Berbasis Kinerja

Setelah kinerja dan peran untuk mewujudkan kinerja ditetapkan, serta kompetensi inti untuk mewujudkan peran ditentukan, langkah selanjutnya dalam pengelolaan kinerja terpadu adalah mendesain sistem penghargaan berbasis kinerja dengan dua tujuan: (1) untuk meningkatkan kepastian bagi personel bahwa kinerja mereka akan diberi penghargaan, dan (2) untuk meningkatkan kepuasan personel terhadap penghargaan sehingga meningkatkan nilai penghargaan bagi personel. Kepastian suatu kinerja diberi penghargaan dan tingginya nilai penghargaan bagi personel inilah yang menjadi pemacu usaha personel dalam menggunakan kompetensi inti melalui peran mereka untuk menghasilkan kinerja.

Sistem penghargaan didesain melalui empat langkah berikut ini:

1. Menetapkan bobot (weight) untuk setiap perspektif yang dicakup sasaran strategik. 2. Menetapkan bobot untuk setiap sasaran strategik dalam setiap perspektif.

3. Menetapkan tipe target yang akan dipakai sebagai basis pendistribusian penghargaan (threshold, midpoint, dan stretch)

4. Menetapkan penghargaan untuk setiap pencapaian target (threshold, midpoint, dan stretch) oleh manajer pusat pertanggungjawaban, tim, dan karyawan.

Contoh keluaran yang dihasilkan dari langkah ke-1 sampai dengan ke-3 dapat dilihat pada Gambar 8. Target yang diusulkan oleh personel dipakai sebagai basis untuk menyusun sistem penghargaan.

(15)

MANAJER DEPARTEMEN—BALANCED SCORECARD PRIBADI

PERSPEKTIF SASARAN

STRATEGIK UKURAN HASIL BOBOT MIDPOINT STRETCH

PROGRAM PENGEMBANG AN PRIBADI KEUANGAN 25% CUSTOMER 25% PROSES 25% PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN 25% Meningkatnya Pendapatan Berkurangnya Biaya Kesetiaan customer Keretan Hubungan dengan Customer Cost Effectiveness Produktivitas Meningkatnya keterampilan karyawan Meningkatnya Komitmen Karyawan Kenaikan Pendapatan Penjualan Penurunan Biaya Kenaikan Customer Retention Indeks Hubungan Cycle effectiveness Pelaksanaan audit pabrik Penyelesaian program pengembangan pribadi Tingkat komitmen departemen 55% 45% 40% 60% 50% 50% 15% 15% Anggaran Anggaran kurang 1% Anggaran kurang 2% naik 5% naik 10% naik 25%

10 15 20 20 30 50 60% 65% 70% 25 40 45 80% 90% 100% 75 80 85 TARGET Mengikuti pelatihan ABC System AMBANG Mengikuti Pelatihan Customer Relationship Management Business Process Reengineering Mengganti Teknologi Proses Mendidik dan Melatih Meningkatkan Kualitas Kehidupan Kerja

Gambar 8 Contoh Isi Personal Scorecard

Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Pengukuran kinerja dilaksanakan dengan mengukur keberhasilan setiap mission center dan service center dalam mencapai sasaran strategik yang tercantum dalam mission center scorecard dan service center scorecard yang bersangkutan. Hasil pengukuran kinerja mission center dan service center kemudian dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam scorecard-nya masing-masing. Hasil pembandingan ini dinilai untuk menetapkan penghargaan yang akan diberikan kepada manajer mission center dan manajer service center berdasarkan sistem penghargaan yang telah ditetapkan.

Pengukuran kinerja juga dilaksanakan dengan mengukur keberhasilan setiap tim dan karyawan dalam mencapai sasaran strategik yang tercantum dalam team scorecard atau personal scorecard yang bersangkutan. Hasil pengukuran kinerja tim dan karyawan kemudian dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam scorecard-nya

(16)

masing-masing. Hasil pembandingan ini dinilai untuk menetapkan penghargaan yang akan diberikan kepada tim dan karyawan berdasarkan sistem penghargaan yang telah ditetapkan.

Kinerja mission center, service center, tim, dan karyawan diukur secara komprehensif, tidak hanya terbatas pada kinerja di perspektif keuangan, namun meluas ke kinerja di perspektif customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan demikian manajer dan karyawan dipacu untuk berpikir jangka panjang dalam menghasilkan kinerja jangka pendek.

Sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk mengukur kinerja tidak hanya mengumpulkan kinerja pusat pertanggungjawaban dan personel yang bersifat keuangan, namun juga mengumpulkan informasi nonkeuangan. Sistem informasi akuntansi menyediakan informasi kinerja mission center, service center, tim, dan karyawan di keempat perspektif dengan membandingkan kinerja sesungguhnya dengan kinerja yang ditargetkan dalam scorecard.

Pendistribusian Penghargaan Berbasis Kinerja

Penghargaan didistribusikan kepada personel dengan basis kinerja yang telah diukur dan dikumpulkan informasinya melalui sistem informasi akuntansi. Distribusi penghargaan kepada personel dimaksudkan untuk menegaskan bahwa kinerja personel dipastikan memperoleh penghargaan. Jenis dan nilai penghargaan direncanakan untuk menghasilkan kepuasan bagi personel, agar meningkatkan nilai penghargaan bagi personel, sehingga meningkatnya nilai penghargaan ini berdampak pada peningkatan usaha personel dalam menghasilkan kinerja.

KETERTERAPAN MODEL PENGELOLAAN KINERJA TERPADU

BERBASIS BALANCED SCORECARD DI ORGANISASI SEKTOR

PUBLIK DAN NIRLABA

Balanced Scorecard pada awalnya merupakan eksperimen untuk memperbaiki pengukuran kinerja eksekutif di perusahaan bermotif laba. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, Balanced Scorecard diterapkan secara efektif sebagai inti sistem manajemen strategik di tipe organisasi apa saja: organisasi bermotif laba, organisasi sektor publik, dan organisasi nirlaba.

Model pengelolaan kinerja terpadu berbasis Balanced Scorecard sebagaimana yang telah dibahas di atas juga dapat diterapkan secara efektif di organisasi sektor publik dan organisasi nirlaba. Mengapa demikian?

1. Semua organisasi didirikan dengan misi tertentu untuk mewujudkan visi tertentu. Untuk mewujudkan visi melalui misinya, organisasi memerlukan strategi untuk mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber dayanya. Misi, visi, dan strategi organisasi kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran dan inisiatif strategik untuk menghasilkan action plans.

2. Semua organisasi dituntut untuk menghasilkan kinerja—yang berupa keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan.

3. Semua organisasi membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban yang diberi peran untuk mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan.

(17)

4. Sesuai perannya dalam mewujudkan misi organisasi, pusat pertanggungjawaban dalam semua organisasi dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan: mission center dan service center.

Agar efektif, penerapan model pengelolaan kinerja terpadu berbasis Balanced Scorecard di organisasi bermotif laba, organisasi sektor publik, dan organisasi nirlaba harus mematuhi kaidah berikut ini:

1. Kinerja pusat pertanggungjawaban dan personel harus ditetapkan secara komprehensif dalam perwujudan sasaran strategik organisasi. Pusat pertanggungjawaban diukur kinerjanya secara strategik. Leverage pengukuran kinerja diletakkan pada intangible assets.

2. Pusat pertanggungjawaban ditentukan perannya dalam menyediakan value bagi customer (baik customer eksternal maupun internal). Oleh karena itu, pusat pertanggungjawaban dalam organisasi dikelompokkan ke dalam dua golongan: (1) mission center dan (2) service center.

3. Kinerja mission center dan service center diukur secara komprehensif di empat perspektif: keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

4. Peran dan kompetensi inti mission center, service center, dan team and personal ditetapkan melalui proses cascading company scorecard ke mission center scorecard, cascading mission center scorecard ke service center scorecard, cascading mission center scorecard dan service center scorecard ke team and personal scorecard.

5. Sistem penghargaan didesain berbasis kinerja sebagai dasar untuk mendistribusikan penghargaan kepada manajer dan karyawan. Penghargaan ditentukan secara adil untuk membangun kepuasan manajer dan karyawan atas penghargaan, sehingga meningkatkan usaha personel dalam menghasilkan kinerja.

6. Penghargaan didistribusikan kepada manajer dan karyawan untuk menegaskan kepastian bahwa kinerja personel diberi penghargaan berbasis kinerja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan usaha personel dalam menghasilkan kinerja.

7. Pengukuran kinerja digunakan untuk memastikan bahwa setiap pusat pertanggungjawaban dan personel melakukan alignment berkelanjutan terhadap misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi organisasi secara keseluruhan.

RANGKUMAN

Telah dibahas dalam artikel ini keterbatasan pengukuran kinerja dalam manajemen tradisional untuk menghadapi lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Telah dibahas pula alternatif pengelolaan kinerja terpadu dengan basis Balanced Scorecard yang didesain untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompetitif. Model pengelolaan kinerja terpadu dengan Balanced Scorecard ini dapat diterapkan secara efektif di semua tipe organisasi.

Secara ringkas perbedaan pengukuran kinerja dalam manajemen tradisional dan pengelolaan kinerja terpadu dalam manajemen modern disajikan pada Gambar 9.

(18)

KOMPONEN PERBEDAAN

PENGUKURAN KINERJA DALAM

MANAJEMEN TRADISIONAL

PENGELOLAAN KINERJA DALAM MANAJEMEN MODERN

CARA Kinerja diukur Kinerja dikelola

ORIENTASI

UKURAN KINERJA

Kepentingan internal Kepentingan customer

PENETAPAN PERAN

Pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya dalam pencapaian kinerja keuangan (pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi)

Pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya dalam perwujudan misi

organisasi (pusat misi atau mission center dan pusat layanan atau service center)

DAMPAK PENETAPAN PERAN

Penetapan peran pusat

pertanggungjawaban berdasarkan pencapaian kinerja keuangan menyebabkan pusat

pertanggungjawaban terpecah-pecah dalam penyediaan value bagi customer.

Penetapan peran pusat

pertanggungjawaban dalam perwujudan misi organisasi mendorong kerja sama lintas fungsional dalam penyediaan value bagi customer.

LINGKUP KINERJA

Kinerja keuangan • Kinerja nonkeuangan • Kinerja keuangan

SIFAT UKURAN KINERJA

Taktis dan operasional Strategik

LINGKUP PERSONEL

Manajer pusat pertanggungjawaban • Manajer pusat pertanggungjawaban • Karyawan

BASIS

PENDISTRIBUSIAN PENGHARGAAN

Penghargaan didistribusikan berbasis posisi (position-based reward)

Penghargaan didistribusikan berbasis kinerja (performance-based reward)

Gambar 9 Perbedaan Pengukuran Kinerja dalam Manajemen Tradisional dengan Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen Modern

END NOTES

Anthony Robert N., Vijay Govindarajan, 2003. Management Control Systems. Eleventh Edition. Boston: McGraw-Hill/Irwin.

Morse, Wayne J., James R. Davis, and Al L. Hartgraves, 2003. Management Accounting: A Strategic Approach. Third Edition. Mason: South-Western,

Niven, Paul R., 2002. Balanced Scorecard Step by Step: Maximizing Performance and Maintaining Results. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Porter, Lyman W. dan Edward E. Lawler, 1968. Managerial Attitude and Performance. Homewood: Richard D. Irwin, Inc.

Young, David W., 2003. Management Accounting in Health Care Organizations, San Francisco: Jossey-Bass.

Gambar

Gambar 1 Pusat Pertanggungjawaban dan Ukuran Kinerjanya  Perencanaan Kinerja Pusat Pertanggungjawaban
Gambar 2 melukiskan model Porter-Lawler (Porter dan Lawler, 1968; hal.17).
Gambar  3  melukiskan  rerangka  (framework)  penerjemahan  misi,  visi,  keyakinan  dasar,  nilai  dasar,  dan  strategi  ke  dalam  sasaran  strategik  di  empat  perspektif:  keuangan  (K),  customer (C), proses (P), serta pembelajaran dan pertumbuhan (
Gambar 4 Company Scorecard
+5

Referensi

Dokumen terkait

a) Untuk Fr = 1, aliran adalah kritis. Pada aliran ini tidak terben- tuk loncatan. b) Untuk Fr = l sampai dengan 1,7 terjadi ombak pada permu- kaan air, dan loncatan yang

Dalam penulisan skripsi ini, saya berusaha menyelesaikan dan menjelaskan apa yang saya kerjakan selama membuat skripsi dan merupakan aplikasi dari apa yang telah saya dapat di

Penentuan responden tersebut berdasarkan alasan bahwa pemilik usaha, pekerja, dan pengelola di bidang ekowisata merupakan masyarakat yang terlibat dalam

kan Savaşından bir süre önce Kâmil Paşa Kabinesinde Harbiye Nazırı olan Nazım Paşa da, Tosunpaşazade Mustafa Paşanın yakın dostu olduğu için, onu kendi yanına emir

Hubungan yang bermakna antara kuesioner CAT dan SGRQ dengan indeks BODE dalam menilai kualitas hidup dan prognosis pasien PPOK, pada penelitian ini didapatkan nilai r = 0,495

Ada indikasi bahwa penggunaan tepung cangkang rajungan (sebagai sumber kitin) da- pat dimanfaatkan dalam ransum pakan tikus pada tingkat optimal untuk meningkatkan bobot badan

Pondok Modern Darussalam Gontor telah memiliki ciri khas budaya organisasinya tersendiri, yakni budaya perwakafan diri yang dilakukan oleh para pengajar dan pengurus

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Sumber daya manusia teknologi informasi untuk SIMRS