i LAPORAN KASUS
NUTRISI PARENTERAL DI INTENSIVE CARE UNIT
Oleh:
Oleh :
dr. Putu Agus Surya Panji , Sp.An, KIC
DEPARTEMEN/KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Nutrisi Parenteral di Intensive Care Unit” ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Oktober 2019
iii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Nutrisi Parenteral ... 3
2.2 Tujuan Nutrisi Parenteral ... 4
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Nutrisi Parenteral ... 5
2.4 Sediaan Nutrisi Parenteral ... 7
2.5 Metode Pemberian Nutrisi Parenteral ... 9
2.6 Komplikasi Nutrisi Parenteral ... 9
BAB III LAPORAN KASUS ... 11
BAB IV DISKUSI KASUS ... 22
BAB V SIMPULAN ... 25
iv ABSTRAK
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh. Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang masuk ke rumah sakit. Pasien kritis dengan riwayat trauma berat, sepsis atau gagal napas mengakibatkan peningkatan metabolisme dan katabolisme sehingga dapat menimbulkan malnutrisi. Nutrisi yang optimal merupakan kunci utama untuk pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka. Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien kritis menyebabkan klinisi perlu mengetahui lebih lanjut tentang pemberian nutrisi perioperatif khususnya pada pasien dengan sakit kritis di Ruang Terapi Intensif.
Pada pasien ini, asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per 24 jam pada hari kelima rawat ICU, sementara untuk nutrisi parenteral pasien mendapat Kabiven 1440 ml. Pasien diberikan Ringer Laktat 500 ml setiap 24 jam selama di rawat di Ruang ICU. Penilaian nutrisi pasien menggunakan skor SGA. Skor SGA pasien adalah B yaitu Gizi Kurang hingga Sedang. Kebutuhan energi pasien berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah 1.169,55 kkal dengan protein sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan karbohidrat sebesar 175,4 gram.
1 BAB I PENDAHULUAN
Status nutrisi merupakan fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.1,2 Respon
hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Efek cedera atau penyakit berat terhadap metabolisme energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi.3 Pasien kritis dengan riwayat trauma berat, sepsis atau gagal nafas mengakibatkan peningkatan metabolisme dan katabolisme sehingga dapat menimbulkan malnutrisi. Kondisi malnutrisi dapat menyebabkan disfungsi organ, meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas perioperatif akibat perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjang dan peningkatan biaya perawatan. 2,3
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali. Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku masalah biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit.4
Nutrisi yang optimal sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka. Selain itu, pemberian dukungan nutrisi pada periode operatif tersebut dapat menurunkan komplikasi terutama infeksi berat pada pasien malnutrisi.4,6,7 Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien kritis menyebabkan klinisi perlu mengetahui lebih lanjut tentang pemberian nutrisi khususnya pada pasien dengan sakit kritis di Ruang Terapi Intensif. Melalui laporan
2
kasus ini diharapkan dapat membantu dalam memahami mengenai pemberian nutrisi pada pasien intensif. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam membantu membuat laporan ini menjadi lebih baik.
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrisi Parenteral
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh. Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh.1,2
Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan dan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi penderita dan keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus seperti gastrin, neurotensin enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus.4
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh
4
darah. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi.5
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.4
Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.9 Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas : 1) Nutrisi Parenteral Sentral
a) Diberikan melalui central venous bila konsentrasi > 10% glukosa. b) Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat
sampai < 4minggu.
c) Jika > 4 minggu diperlukan permanent cateter seperti implanted vascular access device.
2) Nutrisi Parenteral Perifer
a) Nutrisi Parenteral Perifer diberikan melalui peripheral vena.
b) Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk jangka waktu singkat 5 -7 hari dan ketika pasien perlu konsentrasi kecil dari karbohidrat dan protein.
c) Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk mengalirkan isotonic atau mild hypertonic solution. High hypertonic solution dapat menyebabkan sclerosis, phlebitis dan bengkak.
2.2 Tujuan Nutrisi Parenteral
Adapun tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah sebagai berikut:8,10
1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
5
2. Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat, pancreatitis, inflammatory bowel syndrome, inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute renal failure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan kanker.
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan katabolisme energy.
4. Mempertahankan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Pemberian dari nutrisi parenteral didasarkan atas beberapa dasar fisiologis, yakni:8 1. Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya, kekurangan
kalori dan nitrogen dapat terjadi.
2. Apabila terjadi defisiensi nutrisi, proses glukoneogenesis akan berlangsung dalam tubuh untuk mengubah protein menjadi karbohidrat.
3. Kebutuhan kalori kurang lebih 1500 kalor per hari,diperlukan rata-rata dewasa untuk mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.
4. Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit hipermetabolisme, demam, trauma membutuhkan kalori sampai dengan 10.000 kalori per hari.
5. Nutrisi parenteral menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam konsentrasi yang langsung ke dalam sistem intravena yang secara cepat terdilusi menjadi nutrisi yang tepat sesuai toleransi tubuh
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Nutrisi Parenteral Adapun indikasi nutrisi parenteral sebagai berikut:11
1. Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik, jika oral nasogastrik ini tidak efektif, tidak memungkinkan dan berbahaya. Nutrisi parenteral total digunakan dalam kondisi sebagai berikut: Pasien dengan muntah yang kronis, kanker, radioterapi, Anorexia nervosa
2. Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen (pasien dengan luka bakar, kanker metastatik, radiasi dan kemoterapi).
3. Mengistirahatkan gastrointestinal :
a) Gastrointestinal fistula, Extensive inflammatory bowel disease, Intestinal resection, Intestinal obstruction, multiple gastro intestinal
6
surgery, gastro intestinal trauma, intolerance enteral feeding yang berat.
b) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
c) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
d) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
e) Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-kondisi klinis sebagai berikut :11
a) Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi. b) Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
c) Pankreatitis akut ringan. d) Kolitis akut.
e) AIDS.
f) Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi. g) Luka bakar.
h) Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).
Hal-Hal yang perlu dihindari dalam pemberian nutrisi parenteral antara lain :4 a) Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat
Osmolritas plasma 300 mOsmol. Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol. Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan >900-1000 mOsm, seharusnya digunakan vena sentral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka
7
sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan osmolaritas cairan tersebut (tercatat disetiap botol cairan). Vena pada kaki tidak boleh digunakan karena sangat mudah menyebabkan deep vein trombosis dengan resiko teromboemboli yang tinggi.
b) Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup
Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi glukoneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak harus dicukupi terlebih dahulu. Diperlukan deksrose 6 gram/kgBB per hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar asam amino tersebut tidak dibakar menjadi energi (glukoneogenesis). Tiap gram nitrogen harus dilindungi 150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan (50 : 6,25) x 150 kkal = 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori. Tidak disarankan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.
c) Tidak melakukan perawatan aseptik
Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang atau infeksi. Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30%. Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus. 2.4 Sediaan Nutrisi Parenteral
Cairan nutrisi parenteral total disediakan dari cairan komersil yang tersedia dengan mencampur glukosa hipertonik dengan cairan asam amino. Natrium, kalium, fosfat, kalsium, magnesium, dan klorida ditambahkan ke cairan nutrisi parenteral total. Elemen trace seperti seng, tembaga, mangan, kromium, dan selenium juga harus ditambahkan jika kebutuhan terapi parenteral diperpanjang. Kebutuhan vitamin dapat meningkat, sehingga
8
menekankan perlunya penambahan sediaan multivitamin ke cairan TPN. Vitamin B12 dan asam folat dapat diberikan sebagai komponen dari sediaan multivitamin atau secara terpisah. Vitamin D harus dibatasi karena penyakit tulang metabolik dapat dihubungkan dengan penggunaan vitamin ini pada beberapa pasien dengan terapi nutrisi parenteral jangka panjang. Vitamin K dapat diberikan secara terpisah sekali seminggu. US Food and Drug Administration (FDA) melarang penambahan rutin vitamin K ke nutrisi parenteral total karena kekhawatiran efek sampingnya, dan pemberian rutin akan mengacaukan penggunaan antikoagulan seperti warfarin pada pasien yang membutuhkan terapi tersebut konsentrasi albumin serum biasanya meningkat dalam beberapa hari sampai minggu seiring respon stress mereda dan jika pasien menerima bantuan nutrisi yang adekuat. Pemberian suplemen albumin tidak diperlukan jika tidak ada gejala atau tanda-tanda hipoalbuminemia, yang biasanya tidak muncul sampai konsentrasi albumin serum kurang dari 2,4 g/dL.4
Emulsi lemak (Intralipid) dapat diberikan secara terpisah atau bersama-sama dengan glukosa dan asam amino untuk membentuk cairan nutrisi parenteral total 3-in-1, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi bakteri, cairan nutrisi parenteral totaldisiapkan secara aseptik dibawah penutup aluran udara yang berlapis-lapis, didinginkan, dan diberikan dalam 24 sampai 48 jam.12 Contoh sediaan nutrisi parenteral total :
a) Clinimix N9G15E
Larutan steril, non pirogenik untuk infus intravena. Dikemas dalam satu kantong dengan dua bagian: satu berisi larutan asam amino dengan elektrolit, bagian yang lain berisi glukosa dengan kalsium. Tersedia dalam ukuran 1 liter
b) Minofusin Paed
Larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan vitamin, terutama untuk anak-anak dan bayi. Bagian dari larutan nutrisi parenteral pada prematur dan bayi. Memberi protein pembangun, elektrolit, vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral tidak
9
cukup atau tidak memungkinkan, kasus di mana kebutuhan protein meningkat, defisiensi protein atau katabolisme protein.
Contoh sediaan nutrisi parenteral parsial : a) Cernevit
Preparat multivitamin yang larut dalam air maupun lemak (kecuali vitamin K) dikombinasi dengan mixed micelles (glycocholic acid dan lecithin). Mengingat kebutuhan vitamin tubuh yang mungkin berkurang karena berbagai situasi stress (trauma, bedah, luka bakar, infeksi) yang dapat memperlambat proses penyembuhan.
2.5 Metode Pemberian Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral parsial, pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat di penuhi melalui enteral. Cairan yang biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam amino. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi melalui cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung asam amino seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid. Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui vena antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna, dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer dapat dilakukan pada sebagian vena di daerah tangan dan kaki.8
2.6 Komplikasi
Penggunaan vena perifer hanya digunakan pada terapi nutrisi parenteral yang tidak melampaui waktu dua minggu. Setelah itu, pemberian nutrisi harus beralih kepada nutrisi enteral atau oral. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, pemberian nutrisi parenteral harus dilakukan lewat vena sentral seperti vena subklavia untuk mencegah flebitis atau thrombosis karena hipertonisitas larutan nutriennya. Pemasangan kateter vena sentral untuk pemberian nutrisi parenteral ini umumnya dikerjakan oleh dokter spesialis anestesi. Karena adanya kemungkinan komplikasi di atas, pasien-pasien yang mendapat NP harus selalu menjalani pemeriksaan
10
antropometrik dan laboratorium (Hb atau Ht, albumin, kolesterol maupun TG) untuk mengevaluasi status nutrisi, pemeriksaan klinis dan laboratorium lain seperti BSG, elektrolit, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT perlu dilakukan secara periodik. Pemeriksaan faal gastrointestinal juga harus dilaksanakan. Begitu fungsinya pulih kembali dan kontraindikasi pemberian nutrisi enteral tidak terdapat, saluran cena harus digunakan sebagai organ pemberian nutrisi. Jika pasien bersedia dan mampu makan, pemberian per oral merupakan pilihan; kalau tidak, pemakaian kateter lambung (NGT) diperlukan untuk menyalurkan nutrient kedalam saluran cerna (lambung atau duodenum). Saluran cerna yang tidak digunakan dalam waktu lama akan membawa akibat atrofi sel-sel usu karena pergantian brush-border usus yang terjadi tiap hari memerlukan glutamine yang ada dalam formula nutrisi enteral (isolate kedelai). Ketika pemberian nutrisi enteral sudah dimungkinkan, pemberian nutrisi parenteral harus dikurangi secara bertahap (tapering-off).5
11 BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ni Wayan Puri
No. RM : 19044897
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 80 tahun
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Banjar Cenggiling, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung Diagnosis : Peritonitis Generalisata et causa perforasi gaster dan sepsis
Tindakan : Laparotomi + repair gaster omental plaque + appendisektomi + cuci caecum abdomen
MRS : 1 Oktober 2019
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar keluarga dengan keluhan utama perut membesar. Pasien mengeluh perut membesar sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan sejak perutnya membesar pasien menjadi sedikit makan karena perut terasa cepat penuh. Keluhan terkadang dirasakan seperti perut kembung. Keluhan disertai mual namun tidak disertai muntah. Riwayat kehilangan berat badan yang signifikan disangkal pasien. Riwayat demam dan BAB hitam disangkal oleh pasien. Produksi kencing dikatakan normal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gejala serupa sebelumnya. Riwayat penyakit sistemik seperti kencing manis dan tekanan darah tinggi disangkal pasien. Pasien tidak mengonsumsi obat apapun.
12 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit sistemik di keluarga seperti kencing manis dan tekanan darah tinggi disangkal.
RIWAYAT SOSIAL DAN PRIBADI
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang dapat beraktivitas tanpa keluhan sebelum sakit. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum minuman beralkohol.
3.3 Pemeriksaan Fisik
BB : 60 kg, TB : 1650 cm, BMI : 22,05 kg/m2, Suhu aksila : 36,7oC, NRS diam: 1/10, NRS bergerak : 3/10
SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, pupil isokor 3 mm/3 mm, RC/RK +/+, ikterus -/-, anemis -/-
Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), SpO2 98%
KV : TD 100/60 mmHg, HR 84x/menit, bunyi jatung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
GIT : Bising usus menurun, ascites (-), nyeri tekan (+), perkusi hipertimpani (+)
UG : BAK spontan
MS : akral hangat + + , edema - - + + - - 3.4 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (03/10/2019) WBC 18,81 x 103 μL (4,0-10,0) HGB 10,89 gr/dL (13,0-18,0) HCT 34,74 % (40,0-54,0) PLT 201 x 103 / μL (150-400) Faal Hemostasis (02/10/2019) PT 19,7 detik (10,8-14,4)
13 APTT 30,8 detik (24-36) INR 1,42 (0,9-1,1) Kimia Klinik (03/10/2019) SGOT 24,8 U/L (0-37) SGPT 16,40 U/L (0-42) GDS 106 mg/dL (80-200) BUN 36,8 mg/dL (10-50) SC 1,0 mg/dL (0,3-1,2)
Analisa gas darah (03/10/2019) pH 7,28 (7,35-7,45) pCO2 48,5 mmHg (35,00-45,00) pO2 83,5 mmHg (80,00-100,00), Beecf -4,3 (-2-2) HCO3- 22,40 mmol/L (22,00-26,00), SO2c 95% (95%-100%) Elektrolit (03/10/2019) Na 143 mmol/l (136-145) K 4,16 mmol/l (3,5-5,1) Cl 115 mmol/l (94-110) Albumin 2,20 mmol/L (3,4 – 4,8)
3.5 Permasalahan dan Kesimpulan Permasalahan Aktual :
- Geriatri - Sepsis
- Peritonitis Generalisata et causa perforasi gaster Permasalahan Potensial : Infeksi, perdarahan Kesimpulan : Status Fisik ASA III
14 3.6 Persiapan Anestesi
Persiapan di Ruang Perawatan
• Evaluasi identitas penderita
• Persiapan psikis
− Anamnesis pasien
− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang operasi sampai di ruang pemulihan
• Persiapan fisik
− Puasa 8 jam sebelum operasi
− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang
− Memeriksa surat persetujuan operasi
− Memasang iv line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan 20 tetes per menit.
Persiapan di Ruang Persiapan
• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan
• Evaluasi ulang status present dan status fisik
• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi Persiapan di Kamar Operasi
• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
• Mempersiapkan obat dan alat anestesi
• Menyiapkan obat dan alat resusitasi
• Evaluasi ulang status present penderita 3.7 Manajemen Operasi
➢ Teknik Anestesi GA-OTT
Pre medikasi : Midazolam 2 mg iv
15 Analgetik : Fentanyl 100 mcg iv
Ketamin 30 mg iv Fasilitas intubasi : Roculac 30 mg iv
Maintenance : O2: Air 2:2 lpm, Sevoflurane Medikasi lain : Metronidazole 1000 mg iv
Ondansentron 4 mg IV
➢ Durante operasi
Hemodinamik : TD 110-100/ 80-70 mmHg, Nadi 70-80x/menit, RR 14-16x/menit, SpO2 99-100%
Cairan masuk : RL 1200 ml, darah tidak ada. Cairan keluar : Urin 400 ml, perdarahan 50 ml Lama operasi : 1 jam 33 menit
➢ Post Operasi
Perawatan : Rawat ICU
- Observasi tanda vital
- Manajemen nyeri pasca operasi 3.8 Manajemen Pasien
• Hari 1 (3 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - RL 500 ml/24 jam iv - Kabiven 720 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv Sedation : Midazolam iv titrasi
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
16
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 2 (4 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - RL 500 ml/24 jam iv - Kabiven 720 ml - Albumin 20% 100 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv - Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 3 (5 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
17
• Hari 4 (6 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 5 (7 Oktober 2019)
Feeding : E : Dextrose 5% 500ml per 24 jam P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 6 (8 Oktober 2019)
Feeding : E : Dextrose 5% 500ml per 24 jam P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg
18
Sedation : -
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
Penetapan Status Nutrisi
Pada pasien ini, asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per 24 jam, sementara untuk nutrisi parenteral pasien mendapat Kabiven 1440 ml. BMI pasien : 22,05 kg/m2
Kebutuhan Nutrisi : Energi sebanyak 1.169,55 kkal
Status Nutrisi pasien dinilai menggunakan Skor Subjective Global Assessment (SGA) dimana penilaian dengan menggunakan skor ini mempertimbangkan kebiasaan makan, kehilangan berat badan yang baru ataupun kronis, gangguan gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis yang dihubungkan dengan asupan yang buruk.
Deskripsi Jawaban
Skor SGA
A B C
1.Berat Badan/Perubahan Berat Badan (*) • BB Biasanya (kg) • BB Awal masuk RS (kg) BB : 60 kg Perubahan BB biasanya BB Biasanya – BB Sekarang x 100% BB Biasanya 1. Tidak ada 2. [ ] <5% 3. [ ] 5-10% 4. [ ] >10%
5. Berat Badan Turun (Pengakuan Pasien)
A A B C C 2.Asupan Makanan
19
• Ada perubahan ?
• Perubahan dan jumlah asupan
• Lamanya dan derajat perubahan asupan makanan
1. [ v ] ya 2. [ ] tidak
1. [ ] asupan cukup dan tidak ada perubahan
2. [ ] asupan menurun tapi tahap ringan dari pada sebelum sakit
3. [ v ] asupan tidak cukup dan menurun tahap berat daripada sebelum sakit.
1. [ ] < 2 minggu, sedikit atau tanpa perubahan
2. [ ] > 2 minggu , perubahan ringan sampai sedang
3. [ v ] tidak bisa makan, perubahan drastis A A B B C C
Deskripsi Lamanya Skor SGA
A B C 3.Gejala Gastrointestinal • Anoreksia • Mual • Muntah • Diare a. [ ] tidak pernah a. [ ] tidak pernah a. [ ] tidak pernah a. [ ] tidak pernah b. [ ] 1-3x/ minggu b. [ v ] 1-3x/ minggu b. [ v ] 1-3x/ minggu b. [ ] 1-3x/ minggu c.[ ] setiap hari c.[ ] setiap hari c.[ ] setiap hari c.[ ] setiap hari Keterangan :
1. Jika beberapa gejala, tidak ada gejala, sebentar-sebentar 2. Jika ada beberapa gejala > 2 minggu
3. Jika lebih dari satu atau semua gejala setiap hari/teratur > 2 minggu
A B
C
20 4. Kapasitas Fungsional
• Ada perubahan kekuatan/stamina tubuh ?
• Bila ada perubahan :
• Deskripsi keadaan fungsi tubuh :
1. [ v ] ya 2. [ ] tidak
1. [ ] meningkat 2. [ v ] menurun
1. [ ] aktivitas normal, tidak ada kelainan, kekuatan/stamina tetap
2. [ ] aktivitas ringan, mengalami hanya sedikit penurunan (tahap ringan) 3. [ v ] tanpa aktivitas/di tempat tidur,
penurunan kekuatan/stamina tahap buruk
A
B
C
5. Penyakit dan Hubungannya dengan Kebutuhan Gizi Klinik :
• Secara umum ada gangguan stress metabolik akut?
• Bila ada, kategorinya (Stress Metabolik Akut)
1. [ v] ya 2. [ ] tidak
1. [v ] rendah/sedang (mis: infeksi, penyakit jantung kongestif)
2. [ ] tinggi (mis: colitis ulseratif, diare, kanker)
A B C PEMERIKSAAN FISIK Deskripsi Jawaban Skor SGA
1. Kehilangan lemak subkutan (Bisep, Trisep, Subskapula, Suprailiaka) 2. Kehilangan massa otot pada (pelipis, tulang selangka, tulang belikat, tulang iga, betis, lutut)
a. [ ] tidak ada b. [ v] beberapa tempat b. [v ] beberapa tempat c. [ ] semua tempat c. [ ] semua tempat c. [ ] berat c. [ ] berat A A B B C C
21 3. Edema 4. Ascites a. [ ] tidak ada a. [ v] tidak ada a. [v ] tidak ada b. [ ] sedang b. [ ] sedang A A B B C C
Keseluruhan Skor SGA
A : Gizi Baik/Normal (Skor “A” pada >50% kategori atau ada peningkatan signifikan
B : Gizi Kurang –Sedang (tidak terindikasi jelas pada “A” atau “C”
C : Gizi Buruk (skor “C” pada >50% kategori, tanda-tanda fisik signifikan
B
Pemberian nutrisi bertahap untuk saat ini pasien dipuasakan. Koreksi kebutuhan energi perhari (kkal/hari) dihitung dari basal energy expenditure (BEE) x faktor stres dimana besarnya kebutuhan basal atau basal energy expenditure (BEE) pasien ini menurut rumus Harris Benedict adalah:
BEE = 655,1 + (9,56xBB dalam kg) + ((1,85xTB dalam cm) – (4,68 x usia) BEE = 655,1 + (9,56 x 60 kg) + ((1,85 x 165 cm) – (4,68 x 80 tahun))
= 1169,55 kcal dengan faktor stres yaitu post operasi (tanpa komplikasi) sebesar 1,0.
Jumlah kebutuhan karbohidrat, lemak dan protein pada pasien di ruang terapi intensif adalah :14
a. Jumlah karbohidrat adalah 60% dari BEE, dan 1 gram = 4 kkal sehingga pada pasien ini jumlah karbohidrat yang diperlukan adalah 175,4 gram per hari.
b. Jumlah kebutuhan lemak adalah 25% dari BEE, dan 1 gram = 9 kkal yaitu pada pasien ini jumlah kebutuhan lemaknya adalah 32,5 gram perhari. c. Jumlah kebutuhan protein adalah 15% dari BEE, dan 1 gram = 4 kkal yaitu
43,9 gram perhari.
22 BAB IV DISKUSI KASUS
Pasien perempuan usia 60 tahun dengan peritonitis generalisata oleh karena perforasi gaster dan sepsis yang telah dilakukan laparotomi dengan repair gaster omental plaque, appendisektomi, dan cuci caecum abdomen. Tindakan pembedahan ini memiliki risiko perdarahan tinggi. Oleh karena itu, memerlukan perhatian khusus, terutama dalam terapi nutrisi pada pasien sebelum, selama, dan sesudah operasi.1
Pada pasien ini memiliki status ASA III, dilakukan pemeriksaan fisik yaitu monitoring tekanan darah, nadi, suhu laju nafas dan pemeriksaaan fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi, berat, keadaan umum serta kesadaran umum.
Penilaian global subyektif (Subjective Global Assessment/SGA) digunakan sebagai penentuan status nutrisi pada pasien ini karena mempertimbangkan kebiasaan makan, kehilangan berat badan yang baru ataupun kronis, gangguan gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis yang dihubungkan dengan asupan yang buruk. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.1,2
Cara pemberian nutrisi pada pasien kritis ada 2 jalur yaitu enteral dan parenteral. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka nutrisi enteral harus dipertimbangkan, karena nutrisi enteral lebih fisiologis. Nutrisi enteral merupakan pilihan utama untuk pemberian nutrisi dan lebih direkomendasikan daripada nutrisi parenteral.2,10 Pasien kritis yang memerlukan nutrisi enteral biasanya memerlukan pemasangan selang makanan.2 Nutrisi enteral harus dimulai sedini mungkin pada semua pasien jika tidak ada kontraindikasi, sebaiknya dalam 24 jam pembedahan. Nutrisi parenteral dipertimbangkan sebagai suplemen pada pasien yang tidak bisa mencapai kebutuhan nutrisi penuh dengan nutrisi enteral.10 Pada pasien yang memerlukan nutrisi pasca-operatif, nutrisi enteral atau kombinasi enteral dan parenteral
23
suplemen adalah pilihan pertama.7 Nutrisi parenteral diberikan jika nutrisi enteral tidak terindikasi. Pada pasca operatif pemberian nutrisi enteral selalu harus dipertimbangkan lebih dahulu daripada parenteral dan selama tidak ada kontraindikasi sebaiknya diberikan dalam 24 jam pembedahan.8 Pada pasien ini, asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per 24 jam, sementara untuk nutrisi parenteral pasien mendapat Kabiven 1440 ml.
Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan síntesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial, dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin.12 Teori ini sesuai dengan pasien yang mengalami hipoalbumin yaitu dengan kadar albumin 2,20 g/dL yang dimana kadar normalnya berkisar antara 3,5 hingga 5,9 g/dL.6
Pasien merupakan pasien pasca operasi laparotomi yang dimana tindakan tersebut merupakan tindakan bedah mayor. Berdasarkan literatur menyatakan hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan lainnya, tetapi disebabkan oleh kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang disebabkan dilusi, penyakit, dan faktor distribusi.9
Nutrisi parenteral saat praoperatif diberikan sejak MRS. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa nutrisi parenteral diberikan sejak praoperatif untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, meskipun pasien dipuasakan untuk operasi.8 Sementara nutrisi enteral dan parenteral pasca operatif diberikan dalam 24 jam pembedahan dimana ini sesuai dengan sumber literature yang disebutkan bahwa pemberian nutrisi enteral sebaiknya 24 jam pembedahan selama tidak ada kontraindikasi, nutrisi parenteral diberikan sebagai suplemen pada pasien yang tidak bisa mencapai kebutuhan nutrisi penuh dengan nutrisi enteral.9
Kebutuhan energi pasien berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah
1.169,55 kkal dengan protein sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan karbohidrat sebesar 175,4 gram. Dalam literature disebutkan pemantauan terapi nutrisi pada penyakit kritis adalah bertujuan untuk memastikan bahwa dukungan
24
nutrisi yang tepat dipilih dan diberikan sesuai rencana dan resep, untuk memastikan bahwa perkiraan kebutuhan energi dan protein terpenuhi, untuk menghindari atau mendeteksi sejak dini segala kemungkinan komplikasi;untuk menilai respons terhadap pemberian makanan, untuk mendeteksi defisiensi elektrolit atau mikronutrien spesifik pada pasien yang berisiko akibat kehilangan khusus (misalnya saluran pembuangan, terapi penggantian ginjal), atau patologi (misalnya pada luka bakar mayor).10
25 BAB V SIMPULAN
Nutrisi parenteral adalah merupakan nutrisi yang dimasukkan melalui pembuluh darah dan tidak menggunakan sistem pencernaan. Nutrisi ini diberikan kepada orang yang tidak mampu menyerap nutrisi melalui saluran pencernaan karena muntah yang tidak terhenti, diare berat, atau adanya penyakit usus. Pasien akan diberikan formula gizi yang mengandung nutrisi seperti glukosa, asam amino, lipid dan vitamin ditambahkan dan mineral. Pasien merupakan perempuan berusia 60 tahun dengan peritonitis generalisata oleh karena perforasi gaster dan sepsis yang telah dilakukan laparotomi dengan repair gaster omental plaque, appendisektomi, dan cuci caecum abdomen. Pada pasien ini, penetapan status nutrisi menggunakan penilaian Subjective Global Assessment (SGA). Kebutuhan energi pasien berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah 1.169,55 kkal dengan protein sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan karbohidrat sebesar 175,4 gram.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G & Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. PT Indeks, 2018.
2. Morgan GE & Mikhail MS. Nutrition in perioperative & critical care. In: Clinical Anesthesiology, 5th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill Education, 2013, p. 1193-1198.
3. Wiryana, M. Nutrisi pada penderita sakit kritis. J Peny Dalam, 2007; 8(2): 176-186.
4. Cohen DA. Neoplastic Disease. In: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2nd ed. Wadsworth: Cengage Learning, 2010: p. 702-734.
5. Weimann A, Braga M, Carli F, Higashiguchi T, Hubner M, Klek S, Laviano A, Ljungqvist O, Lobo DN, Martindale R, Waitzberg DL, Bischoff SC, Sienger P. Espen guideline: clinical nutrition in surgey. Clinical nutrition, 2017; 36: 623-650.
6. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozzeti F. ESPEN guidelines on Parenteral Nutrition: Surgery. Clinical Nutrition, 2009; 28: 378-386.
7. Fukatsu K. Role of nutrition in gastroenterological surgery. Ann Gastroenterol Surg, 2019;3:160-168.
8. Hartono A. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Edisi 2. EGC, 2010.
9. Singer P, Berger MM, Berghe GV, Biolo G, Calder P, Forber A, et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Intensive Care. European Society for Clinical Nutrition and Metabolism, 2009.
10. Torgersen Z & Balters M. Perioperative nutrition. Surg Clin N Am, 2015; 95:255-267.
11. Marian M & Roberts S. Cancer cachexia. In: Clinical Nutrition for Oncology Patients. Jones and Bartlett Publishers, 2010.
12. Rahardjo E. Dukungan kombinasi Nutrisi parenteral, 4nd Symposium life support & critical care on trauma & emergency patients. Surabaya, 2008.