• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFEKSI CACING NEMATODA PADA SALURAN PENCERNAAN MONYET EKOR PANJANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INFEKSI CACING NEMATODA PADA SALURAN PENCERNAAN MONYET EKOR PANJANG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

INFEKSI CACING NEMATODA PADA SALURAN

PENCERNAAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) DI MATRAMAN, JAKARTA DAN TAMAN

WISATA ALAM TELAGA WARNA, BOGOR

MUHAMAD ABDUH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Cacing Nematoda pada Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Matraman, Jakarta dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013 Muhamad Abduh NIM G34090021

(4)

ABSTRAK

MUHAMAD ABDUH. Infeksi Cacing Nematoda pada Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Matraman, Jakarta dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan KANTHI ARUM WIDAYATI.

Nematoda merupakan parasit saluran pencernaan yang banyak ditemukan pada hewan berdarah panas, termasuk Macaca fascicularis. Transmisi infeksi nematoda parasit pada M. fascicularis dapat terjadi intraspesies maupun interspesies. Keberadaan monyet pada pemukiman penduduk di Matraman, Jakarta memungkinkan persebaran parasit dari monyet ke manusia, atau sebaliknya. Monyet yang hidup bebas di Kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui prevalensi infeksi nematoda parasit saluran pencernaan. Hasil identifikasi telur dan larva nematoda pada monyet di Matraman menghasilkan Strongyloides 66,67%, Trichostrongylus 58,33%, Oesophagostomum 50% dan hookworm sebesar 45,83%. Identifikasi telur dan larva nematoda pada monyet di Telaga Warna menghasilkan Strongyloides 14,29%, Oesophagostomum 19,05%, Trichostrongylus 19,05%, hookworm 14,29%, Trichuris 14,29% dan Ascaris 9,52%. Prevalensi infeksi total monyet di Matraman sebesar 80,95% sedangkan di Telaga Warna sebesar 52,38%. Prevalensi infeksi nematoda parasit pada M. fascicularis di daerah pemukiman penduduk lebih besar dari habitat alami.

Kata kunci: Macaca fascicularis, cacing nematoda, parasit saluran pencernaan.

ABSTRACT

MUHAMAD ABDUH. Nematode infections on long-tailed macaque’s (Macaca fascicularis) gastrointestinal in Matraman, Jakarta and Nature Recreational Park of Telaga Warna, Bogor. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and KANTHI ARUM WIDAYATI.

Gastrointestinal nematode are common parasite found in warm-blooded animals, including Macaca fascicularis. Infection transmission of parasitic nematode in M. fascicularis can occur intraspesies and interspesies. The existence of macaque in homesite at Matraman, Jakarta allowing the parasite transmission from monkeys to humans, or vice versa. Free-living macaque’s in Nature Recreational Park of Telaga Warna are used as a benchmark to determine the prevalence of gastrointestinal nematode infection. Identification results of nematode eggs and larvae in monkeys on Matraman showed Strongyloides 66.67%, Trichostrongylus 58.33% Oesophagostomum 50% and hookworm 45.83%. Identification of nematode eggs and larvae in monkeys at Telaga Warna showed Strongyloides 14.29%, Oesophagostomum 19.05%, Trichostrongylus 19.05%, hookworm 14.29%, Trichuris 14.29% and Ascaris 9.52%. Total prevalence of monkeys in Matraman was at 80.95% and in Telaga Warna 52, 38%. Infection prevalence of parasitic nematode in M.fascicularis seattlement area are bigger than the natural habitat.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

INFEKSI CACING NEMATODA PADA SALURAN

PENCERNAAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) DI MATRAMAN, JAKARTA DAN TAMAN

WISATA ALAM TELAGA WARNA, BOGOR

MUHAMAD ABDUH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Infeksi Cacing Nematoda pada Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Matraman, Jakarta dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor

Nama : Muhamad Abduh NIM : G34090021 Disetujui oleh Dr Achmad Farajallah Pembimbing I Dr Kanthi ArumWidayati Pembimbing II Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret ialah infeksi cacing nematoda, dengan judul Infeksi Cacing Nematoda pada Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Matraman, Jakarta dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Achmad farajallah dan Dr kanthi Arum Widayati selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tini sebagai laboran serta seluruh rekan kerja di laboratorium dan lapanganan yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Koleksi Feses ` 2

Metode Flotasi 2

Kultur Larva 2

Analisis Data 3

Identifikasi 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Deskripsi M. fascicularis di Tempat Pengambilan Sampel 3

Identifikasi Telur Cacing 3

Prevalensi 5

SIMPULAN 7

DAFTAR PUSTAKA 8

(10)

DAFTAR TABEL

1 Prevalensi infeksi nematoda berdasarkan tempat dan jenis infeksi ... 6

DAFTAR GAMBAR

1 Telur dan larva nematoda parasit... 5 2 Prevalensi infeksi nematoda berdasarkan tempat dan jenis cacing ... 7

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nematoda merupakan parasit saluran pencernaan yang banyak ditemukan pada hewan berdarah panas seperti ikan, burung, dan mamalia (Flynn 2007). Nematoda juga dilaporkan menginfeksi mamalia primata seperti Macaca fascicularis. Penularan nematoda dapat terjadi saat telur atau larva infektif tertelan oleh inang. Selain itu, larva nematoda seperti hookworm dan Strongyloides mampu melakukan penetrasi melalui kulit (Wakelin 1996).

Transmisi infeksi nematoda pada M. fascicularis dapat terjadi intraspesies maupun interspesies. Muller et al. (2007) menyatakan bahwa interaksi intraspesies seperti status sosial, jumlah, dan kepadatan populasi berkaitan dengan transmisi organisme yang berpotensi menjadi parasit. Machintos et al. (2012) menambahkan bahwa kontak fisik, seperti menelisik (grooming) dapat meningkatkan paparan infeksi antar individu. Engel et al. (2004) menyatakan bahwa interaksi antara monyet dan manusia berpotensi terhadap transmisi parasit interspesies.

Keberadaan M. fascicularis pada pemukiman penduduk di Matraman Jakarta memungkinkan persebaran parasit dari monyet ke manusia, atau sebaliknya. Sebagai landasan dalam mengevaluasi pola persebaran parasit nematoda dari monyet ke manusia atau sebaliknya maka dibutuhkan informasi dasar berkenaan dengan infeksi pada parasit M. fascicularis yang hidup di habitat alaminya. Beberapa nematoda yang sebelumnya pernah dilaporkan menginfeksi primata antara lain Oesophagostomum, Strongyloides (Bramantyo 2011), Trichiuris, Ascaris (Engel et al. 2004), Oxyurid (Monteiro et al. 2007), Anchilostoma duodenale, Necator americanus, dan Trichostrongylus colubiformis (Sato et al. 2011). Dalam penelitian ini, yang dipilih sebagai pembanding monyet di Jakarta adalah monyet di Kawasan Taman Wisata Telaga Warna karena dapat mewakili kehidupan alami dari M. fascicularis.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menghitung dan membandingkan prevalensi nematoda parasit gastrointestinal pada Macaca fascicularis di wilayah Matraman, Jakarta dan di Kawasan Taman Wisata Telaga Warna, Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan landasan dalam mengevaluasi pola persebaran berdasarkan prevalensi parasit yang menginfeksi M. fascicularis di Matraman, Jakarta dan Telaga Warna, Bogor.

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel feses dilakukan di Telaga Warna, Bogor dan di Matraman, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013 di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Koleksi Feses `

Koleksi feses dilakukan pada pagi hari saat aktivitas makan monyet sangat tinggi. Feses segar dikoleksi dan disimpan dalam tabung berisi formalin 10 %. Tabung lalu dikocok untuk memaksimalkan kontak antara sampel dan formalin. Koleksi feses segar tanpa formalin juga dilakukan untuk menumbuhkan telur cacing menjadi larva. Feses segar yang dikoleksi tanpa formalin segera disimpan dalam ice box (Gillespie 2006).

Metode Flotasi

Telur cacing dipisahkan dari feses dengan metode flotasi. Prinsip dari metode ini adalah memisahkan partikel berdasarkan masa jenis. Pemisahan menggunakan larutan dengan masa jenis yang lebih besar dari masa jenis telur sehingga telur akan mengapung. Material feses yang memiliki masa jenis lebih besar dari larutan akan tenggelam (Coffin 1945). Metode flotasi dilakukan dengan menimbang 1 gram feses dan dihomogenisasi dalam larutan NaCl jenuh. Homogenat didiamkan selama 5 menit kemudian telur dipipet ke dalam preparat Mc Master dan diamati dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x (Chrisnawati 2008). Panjang dan lebar telur cacing diukur menggunakan mikrometer yang telah dikalibrasi.

Kultur Larva

Sampel feses segar dipindahkan dalam gelas beaker ukuran 5 ml, kemudian dicampur dengan vermuculite dan aquades dengan perbandingan 1:1:2 untuk feses, vermiculite dan aquades secara berurutan (Gillespie 2006). Setelah itu gelas beaker dimasukkan ke dalam gelas beaker ukuran 10 ml kemudian kedalam gelas beaker ukuran 20 ml yang telah diisi aquades 1 ml. Kultur larva dilakukan selama dua minggu. Kelembaban dijaga dengan cara memercikkan aquades. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban dan gangguaan pertumbuhan cendawan. Larva yang tumbuh diambil menggunakan pipet dan diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x.

(13)

3 Analisis Data

Prevalensi menunjukkan jumlah individu yang terinfeksi (%) pada waktu tertentu. Nilai prevalensi dihitung sebagai berikut:

Perbedaan prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan pada M. fascicularis di Matraman dan Telaga Warna dianalisis menggunakan uji Chi Square (2). Berdasarkan jenisnya, infeksi parasit dibagi menjadi infeksi tunggal dan infeksi infeksi campuran. Infeksi tunggal adalah infeksi oleh satu jenis parasit pada satu individu. Infeksi campuran adalah infeksi oleh lebih dari satu jenis parasit pada satu individu. Prevalensi pada setiap jenis cacing juga dihitung untuk mengetahui tingkat persebaran cacing pada individu dalam populasi.

Identifikasi

Identifikasi telur cacing berdasarkan pada bentuk, panjang, dan lebar telur (Soulsby 1982). Selain itu, identifikasi larva berdasarkan pada bentuk kepala, ekor, dan selubung (sheat) (Hutchinson 2009). Identifikasi larva dilakukan untuk konfirmasi hasil identifikasi telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi M. fascicularis di Tempat Pengambilan Sampel

Kawasan Taman Wisata Telaga Warna terletak di Bogor, Jawa Barat. Kawasan ini dihuni satu kelompok M. fascicularis dengan jumlah populasi 44 individu (Komunikasi Pribadi Rahayu 2013). Pada Kawasan Pemukiman di Matraman, Jakarta terdapat M. fascicularis yang dipelihara dengan cara dikandangkan dengan jumlah populasi sekitar 100 indvidu. Monyet di kawasan ini hanya diberi ubi sebagai pakan. Seluruh anggota dari populasi monyet di Matraman adalah juvenil.

Identifikasi Telur Cacing

Sebanyak 21 sampel dari Telaga Warna, Bogor dan 24 sampel dari Matraman, Jakarta berhasil dikoleksi. Bobot tiga sampel dari feses monyet di Matraman tidak mencukupi sehingga tidak dapat dianalisis. Berdasarkan hasil identifikasi telur ditemukan 6 jenis nematoda, yaitu Strongyloides, Ascaris, Trichuris, Trichostrongylus, Oeophagostomum, dan hookworm. Berdasarkan identifikasi larva ditemukan 2 jenis nematoda, yaitu Strongyloides dan Oesophagostomum.

(14)

4

Oesophagostomum

Oesophagostomum merupakan anggota dari famili Trichonematidae. Oesopahgostomum memiliki telur dengan cangkang yang tipis, keluar bersama feses inang pada fase 8−16 sel (Soulsby 1982). Telur berbentuk elips dan belum terbentuk larva (Bezjian 2008). Panjang telur 73−89 µm dan lebar 34−45 µm (Gambar 1a). Larva Oesophagostomum memiliki sheat, ukuran oesophagus kurang dari seperempat panjang tubuh (Hutcinson 2009). Larva berbentuk fillariform dengan ekor yang tipis dan panjang (Bezjian 2008) (Gambar 1h).

Trichostrongylus

Trichostrongylus merupakan anggota dari famili Trichostrongyloidea dan berada dalam Ordo yang sama dengan hookworm dan Oesophagostomum yaitu Ordo Strongylida. Telur Trichostrongylus berbentuk oval, cangkang tipis dan bersegmen dengan 8−32 sel (Soulsby 1982). Salah satu ujung telur berukuran lebih kecil dari ujung lainnya (Bezjian 2008) (Gambar 1b). Telur Trichostrongylus memiliki panjang 70−118 µm dan lebar 39 −52 µm. Larva infektif tahap tiga terbentuk dalam 3−6 hari pada suhu 27oC (Soulsby 1982).

Hookworm

Hookworm merupakan sebutan bagi cacing dari famili Anchylostomadidae. Genus dari famili ini sulit dibedakan dari morfologi telur. Secara umum telur hookworm memiliki panjang 60− 75 µm dan lebar 36 − 40 µm. Hookworm memiliki karakteristik telur berbentuk oval dan cangkang yang tipis (Soulsby 1982) (Gambar 1c).

Ascaris

Ascaris merupakan anggota dari famili Ascarididae. Telur Ascaris fertil memiliki panjang 50−75 µm dan lebar 40−50 µm. Telur Ascaris fertil berdinding tebal, lapisan albumin nampak jelas, dan berwarna coklat kekuningan. Ascaris fertil memiliki karakteristik morfologi telur yang berbeda dari Ascaris infertil. Telur infertil memanjang, berbentuk irregular, dan cangkang sangat tipis berwarna kekuningan sampai coklat. Ukuran telur infertil dengan panjang 85−95 µm dan lebar 35−45 µm (Soulsby 1982) (Gambar 1d).

Strongyloides

Strongyloides merupakan anggota dari Famili Strongyloididae. Telur cacing Strongyloides memiliki cangkang yang tipis dengan kedua bagian ujung cangkang yang tumpul. Telur Strongyloides memiliki panjang 40−60 µm dan

(15)

5 lebar 20−25 µm. Bagian dalam cangkang sudah terbentuk embrio saat keluar bersama feses inang (Soulsby 1982). (Gambar 1e). Larva Strongyloides tidak memiliki sheat dan ukuran oesophagus setengah dari ukuran tubuh (Hutcinson 2009) (Gambar 1g).

Trichuris

Trichuris merupakan anggota dari famili Trichuridae. Telur Trichuris berbentuk seperti drum, berwarna coklat, memiliki cangkang yang tebal dan terdapat plug di kedua ujungnya. Telur ini memiliki panjang 70−80 µm dan lebar 30−42 µm (Soulsby 1982) (Gambar 1f).

Gambar 1 Telur dan larva nematoda parasit: (a) telur Oesophagostomum (b) telur Trichostrongylus (c) telur hookworm (d) telur Ascaris infertil (e) telur Strongyloides (f) telur Trichuris (g) larva Strongyloides (h) larva Oesophagostomum

Prevalensi

Telur nematoda ditemukan dalam 11 sampel dari 21 sampel feses M. fascicularis di Telaga Warna, Bogor. Hal ini berarti prevalensi infeksi yang ditemukan sebesar 52,38%. Sedangkan di Matraman Jakarta, nilai prevalensi ditemukan sebesar 80,95% (Tabel 1). Nilai prevalensi infeksi cacing nematoda pada monyet di Matraman lebih tinggi dari monyet di Telaga Warna (uji 2 P > 0.01). Hal ini mungkin disebabkan oleh pengandangan, dan sanitasi kandang. Mbora dan McPeek (2009) menyatakan bahwa kepadatan inang dan interaksi dengan manusia mampu meningkatkan prevalensi parasit. Selain itu, hewan yang dikandangkan (hewan yang dipelihara) dengan tidak memerhatikan sanitasi kandang akan meningkatkan potensi patogenensis dan penyebaran parasit (Sugiarti 2009).

(16)

6

Prevalensi infeksi tunggal pada monyet di Matraman sebesar 9,52% dan infeksi campuran sebesar 71,43% (Tabel 1). Infeksi tunggal yang terjadi pada monyet di Matraman disebabkan oleh Strongyloides dan Trichostrongylus Prevalensi infeksi tunggal monyet di Telaga Warna sebesar 19,05% dan prevalensi infeksi campuran sebesar 28,57% (Tabel 1). Infeksi tunggal yang terjadi pada monyet di Telaga Warna disebabkan oleh Trichostrongylus, Strongyloides, Ascaris, dan Trcihuris.

Tabel 1 Prevalensi infeksi nematoda pada Macaca fascicularis berdasarkan tempat dan jenis infeksi

Tempat Jumlah (ekor) Prevalensi Total (%) Prevalensi Tunggal (%) Prevalensi Campuran (%) Matraman 21 80,95 9,52 71,43 Telaga Warna 21 52,38 19,05 28,57

Berdasarkan hasil analisis pada monyet di Matraman diperoleh prevalensi infeksi tertinggi oleh Strongyloides dengan prevalensi 66,67%. Prevalensi Trichostrongylus sebesar 58,33% dan Oesophagostomum 50%. Prevalensi terendah oleh hookworm sebesar 45,83% (Gambar 2). Strongyloides memiliki siklus hidup yang lebih rumit dari sebagian besar nematoda dalam pergantian dari tahap parasitik ke tahap non-parasitik. Larva rhabditiform yang menetas dari telur segera tumbuh menjadi larva fillariform yang infektif (siklus homogenik) atau tumbuh menjadi cacing dewasa dan menghasilkan larva infektif (siklus heterogenik). Saat kondisi lingkungan menguntungkan, siklus heterogenik lebih sering terjadi tetapi saat kondisi lingkungan tidak menguntungkan siklus homogenik lebih sering terjadi (Soulsby 1982).

Prevalensi infeksi tertinggi pada monyet di Telaga Warna oleh Oesophagostomum dan Trichostrongylus dengan nilai prevalensi sebesar 19,05%. Strongyloides, hookworm, dan Trichuris masing masing memiliki nilai prevalensi sebesar 14,29%. Prevalensi terendah oleh Ascaris dengan nilai prevalensi sebesar 9,52% (Gambar 2). Siklus hidup Oesophagostomum, Trichostrongylus, dan Hookworm berlangsung tanpa inang perantara. Telur keluar dari saluran pencernaan bersama dengan feses pada awal tahap pembelahan. Larva tahap satu menetas dari telur dan memasuki tahap hidup bebas. Larva tahap satu memakan bakteri dan tumbuh menjadi larva tahap tiga yang infektif. Larva tahap tiga tidak lagi memakan bakteri dan mendapatkan makanan dari saluran pencernaan. Larva tahap ini tidak secara aktif menginfeksi inang sehingga akan mati bila tidak tertelan oleh inang dan kehabisan energi.Telur infektif Trichuris dapat bertahan di lingkungan yang sesuai selama beberapa tahun. Transmisi Trichuris dan Ascaris terjadi secara langsung yaitu inang secara tidak sengaja menelan telur infektif, kemudian larva akan menuju usus halus dan menjadi dewasa di usus besar (Soulsby 1982).

(17)

7

Gambar 2 Prevalensi infeksi nematoda pada Macaca fascicularis berdasarkan tempat dan jenis cacing

Meskipun tingkat prevalensi infeksi total di Matraman lebih besar dari Telaga Warna, namun nematoda yang yang menginfeksi monyet di Matraman kurang beragam. Keragaman yang lebih tinggi di Telaga Warna mungkin disebabkan oleh daya dukung lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang mampu menunjang berbagai nematoda untuk tumbuh. Selain itu, pemberian pakan berupa ubi tanpa variasi pakan maupun pakan penunjang pada monyet di Matraman mungkin mampu menjadi faktor seleksi terhadap keragaman nematoda yang mampu tumbuh dan berkembangbiak.

SIMPULAN

Macaca fascicularis di Matraman terinfeksi oleh cacing Strongyloides sebesar 66,67%, Oesophagostomum 50%, Trichostrongylus 58,33%, dan hookworm 45,83%. Sedangkan M. fascicularis di Telaga Warna terinfeksi oleh cacing Strongyloides sebesar 14,29%, Oesophagostomum 19,05%, Trichostrongylus 19,05%, hookworm 14,29%, Trichuris 14,29% dan Ascaris 9,52%. Prevalensi total nematoda pada monyet di Telaga Warna sebesar 52% dan di Matraman sebesar 80,95%. Prevalensi tunggal nematoda pada monyet di Telaga Warna sebesar 19,05% dan prevalensi campuran sebesar 28,57%. Prevalensi tunggal nematoda pada monyet di Matraman sebesar 9,52% dan prevalensi campuran sebesar 80,95%. Prevalensi infeksi nematoda parasit pada M. fascicularis di daerah pemukiman penduduk lebih besar dari habitat alami.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% Matraman Telaga Warna

(18)

8

DAFTAR PUSTAKA

Bezjian M. 2008. Coprogical evidence of gastrointestinal helminths of forest baboon Papio anubis in Kibale National Park Uganda. J. W. Diseases 44: 878-887. Bramantyo DP. 2011. Prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan pada Macaca

fascicularis di Kebun Binatang Surabaya dan Taman Safari Indonesia [Skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlanggga.

Chrisnawati D. 2008. Infeksi saluran pencernaan pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil [Skripsi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor. Coffin DL. 1945. Manual of Veterinary Clinical Pathology. New York (US):

Publishing Company.

Engel LS, Gregory AE, Schillaci KK, Jeffery F, Umar P, Randall CK. 2004. Prevalence of enteric parasites in pet macaques in Sulawesi, Indonesia. Am. J. Primatol 62: 71-82.

Flynn. 2007. Flynn’s Parasites of Laboratory Animal. Second Edition. Baker DG, editor. Iowa (ID): Blackwell Publishing Professional.

Gillespie TR. 2006. Noninvasive assasement of gastrointestinal parasite infection in free-ranging primates. Int. J. Primatol 27: 1129-1143.doi: 10.1007/s10764-006-9064-x

Hutchinson GW. 2009. Nematode Parasite of Small Ruminant, Camelids and diagnosis with Emphasis on Anthelmintic Efficacy and Resistance Testing. New South Wales (AU): Elizabeth Macarthur Agricultural Institute.

Machintos AJJ, Jacobs A, Garcia C, Shimizu K, Mouri K, Huffman MA, Hernandez AD. 2012. Monkeys in the middle: parasite transmission trough the social network of a wild primate. Plose One 7: 1-12.

Mbora DNM, McPeek MA. 2009. Host density and human activities mediate increase parasit prevalence and richness in primates threatened by habitat loss and fragmentation. J. Parasitol 78: 210-218. doi: 10.1111/j.1365-2656.2008.01481.x

Monteiro RV, Dietz JM, Beck BB, Baker AJ, Martins A, Jansen AN. 2007. Prevalence and intensity of intestinal helminths found in free ranging golden lion tamarin (Leontopithecus rosalia, Primates, Calltrichidae) from brazilian atlantic forest. Vet. Parasitology. 145:77-85.

Muller B. 2007. Determinant of diversity of parasite communities in sympatric New World Primates (Saguinus mystax, Saguinus fuscicollis, Callicebus cupreus) [Disertsasi]. Hannover (NL): Tierärztliche Hochschule.

Sato M, Yoonun T, Sanguangkiat S, Nuamtanong S, Pongvongsa T, Phimmayoi I, Phanhanan V, Boupha B, Moji K, Waikagul J. 2011. Short report: Human Trichostrongylus colubifirmis infection in arural vullages in Laos. Am. J. Trop. Med. Hyg. 84: 52–54

Sugiarti D. 2009. Kondisi bosekuriti pada tempat penjualan unggas hidup di pasar tradisional di kabupaten Tasikmalaya dan risikonya terhadap penyebaran avian influenza [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of Domesticated Animals. London (GB): Bailliere Tindal.

Wakelin. 1996. Medical Microbiology.4th edition. Baron S, editor. Galveston (US): University of Texas Medical Branch.

(19)

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Karnoto dan Sartiyah. Penulis lulus dari SMPN 84 pada tahun 2006 dan SMAN 110 Jakarta kemudian pada tahun 2009 melanjutkan kuliah di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa studi di IPB penulis aktif dalam berbagai organisasi. Tahun 2009 penulis aktif sebagai anggota dalam Uni Konservasi Fauna dan staff Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (PSDM BEM-TPB). Tahun 2010 penulis menjabat sebagai wakil ketua Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Biologi (BP-Himabio). Prestasi akademik penulis sebagai delegasi IPB dalam Lomba International Genetically Engineered Machine (i-GEM) di Hongkong pada tahun 2012.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Sistematika Tumbuhan Berpembuluh tahun 2012, Fungsi Hayati Hewan tahun 2013, dan Genetika Molekuler tahun 2013. Penulis telah melakukan Studi Lapangan pada bulan Juli tahun 2011 di Gunung Walat dengan judul Kelelawar di Gua Putih Hutan Pendidkan Gunung Walat. Penulis telah melakukan praktik lapangan pada bulan Agustus 2012 di PT. Barumun Agro Sentosa dengan judul Analisis Mutu Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) di Pabrik Kelapa Sawit Aek Sigala-gala. Selama studi penulis juga pernah meraih beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan beasiswa Tanoto Foundation.

Gambar

Tabel  1  Prevalensi  infeksi  nematoda  pada  Macaca  fascicularis  berdasarkan  tempat dan jenis infeksi

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan infeksi virus hepatitis B (VHB) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Mauritius pada tahun 2013 merupakan temuan baru yang menunjukan bahwa

Pemeriksaan terhadap 25 sampel feses nematoda gastrointestinal dan protozoa pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat di kawasan wisata Pulau

Penelitian bertujuan melakukan identifikasi tipe, menghitung tingkat kejadian dan derajat infeksi kecacingan nematoda gastrointestinal pada monyet ekor panjang di kandang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca

Sebagaimana disajikan pada Tabel 4, ukuran telur dari sampel tersebut Tabel 6 dan 8, jenis telur cacing ini terdapat pada kelompok monyet yang sering berada di

Prevalensi cacing nematoda saluran pencernaan pada kambing Peranakan Ettawa di Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur adalah sebesar 51,9%. Ada

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 sampel darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan yang hidup di Pura Luhur Uluwatu.. Monyet ekor

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan cacing nematoda yang menginfeksi saluran pencernaan anak babi yang dijual di pasar tradisional di wilayah