TUGAS AKHIR
PRARANCANGAN PABRIK
SABUN PADAT TRANSPARAN DARI REFINED
BLEACHED DEODORIZED PALM STEARIN (RBDPS)
DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 55.000 TON/TAHUN
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Disusun Oleh :
DIAN MAULINA 0904103010029 PUTRI ADE FATMA
0904103010070
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis telah menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.
Adapun laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan kurikulum di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, yang berjudul “ Prarancangan Pabrik Sabun
Padat Transparan dari Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) Dengan Kapasitas Produksi 55.000 Ton/Tahun”
Dalam melaksanakan penyusunan laporan Tugas Akhir, hingga selesainya laporan penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Izarul Machdar, M.Sc selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Unsyiah
2. Bapak Ir. Abubakar, M.Sc selaku Koordinator Tugas Akhir. 3. Ibu Zuhra, S.T, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I.
4. Ibu Dr. Ir. Mariana, M.Si selaku Dosen Pembimbing II.
5. Seluruh dosen dan staff akademika dikalangan jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah kuala .
6. Kedua Orang tua kami yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
7. Teman-teman angkatan 2009 lainnya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, untuk itu saran dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan Tugas Akhir ini. Akhirnya, penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Amin. Darussalam, Juli 2014 Penulis v
ABSTRAK
Prarancangan pabrik Sabun padat transparan ini menggunakan Refined
Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) sebagai bahan baku. Kapasitas
produksi pabrik sabun padat transparan ini adalah 55.000 Ton/Tahun dengan hari kerja 330 hari/tahun. Bentuk perusahaan yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan menggunakan metode struktur garis dan staf. Kebutuhan tenaga kerja untuk menjalankan perusahaan ini berjumlah 200 orang. Lokasi pabrik direncanakan didirikan di Seumantok, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh dengan luas tanah 26.400 m2. Sumber air pabrik sabun padat transparan ini berasal dari Sungai Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh dan untuk memenuhi kebutuhan listrik diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Generator .
Hasil analisa ekonomi yang diperoleh adalah :
a. Fixed Capital Investment = Rp. 218.316.741.463
b. Working Capital Investment = Rp. 37.790.875.306
c. Total Capital Investment = Rp. 256.107.616.769
d. Total Biaya Produksi = Rp. 1.567.815.914.593
e. Hasil Penjualan = Rp. 1.693.999.989.158
f. Laba Bersih = Rp. 86.451.178.119
g. Pay Out Time (POT) = 3 tahun 4 bulan h. Break even Point (BEP) = 34 %
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN JURUSAN ... i
LEMBARAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... ii
LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik ... I-1 1.2 Penentuan Kapasitas Pabrik ... I-3 1.2.1 Proyeksi Kebutuhan Produk Sabun Mandi ... I-3 1.2.2 Ketersediaan Bahan Baku ... I-5 1.3 Sabun ... I-8 1.3.1 Jenis-jenis Sabun ... I-11 1.3.2 Kegunaan sabun ... I-13 1.4 Sifat Fisika dan Kimia Bahan yang Digunakan dalam
Proses ... I-13 1.4.1 RBDPS ... I-13 1.4.2 Natrium Hidroksida (NaOH) ... I-14 1.4.3 Air ... I-15 1.4.4 Gliserin ... I-16 1.4.5 Asam Sitrat ... I-16 1.4.6 Glukosa ... I-17 1.4.7 Etanol ... I-17 1.4.8 Ethylene Diamine Tetra-acetic Acid (EDTA)……….. I-18 1.4.9 Triclosan (TCS) ... I-18
1.4.10 Pewangi ... I-19
BAB II PEMILIHAN DAN DESKRIPSI PROSES
2.1 Proses Pembuatan Sabun ... II-1 2.1.1 Netralisasi Asam Lemak ... II-1 2.1.2 Proses Saponifikasi Trigliserida Langsung ... II-2 2.1.3 Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak... II-4 2.2 Pemilihan Proses ... II-4 2.3 Tahapan Proses Pembuatan Sabun Padat Transparan... II-8 2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku ... II-8 2.3.2 Tahap Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida ... II-8 2.3.3 Tahap Pemisahan RBDPS recycle ... II-9 2.3.4 Tahap Proses Pencampuran Bahan ... II-9 2.3.5 Tahap Pencetakan dan Finishing Sabun ... II-10
BAB III LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK
3.1 Lokasi Pabrik ... III-1 3.2 Tata Letak Pabrik ... III-5 3.3 Layout Pabrik ... III-9
BAB IV ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN
4.1 Pendahuluan ... IV-1 4.2 Bentuk Hukum Organisasi Perusahaan ... IV-1 4.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... IV-2 4.4 Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IV-4 4.4.1 Pemegang Saham ... IV-4 4.4.2 Dewan Komisaris... ... IV-4
4.4.3 Fungsionaris Perusahaan ... IV-5 4.5 Pembagian Seksi-seksi dan Tugas ... IV-6 4.5.1 Kepala Bagian Produksi ... IV-6 4.5.2 Kepala Bagian Teknik ... IV-7 4.5.3 Kepala Bagian Umum ... IV-7
4.5.4 Kepala Bagian Pemasaran ... IV-7 4.5.5 Kepala Bagian Keuangan ... IV-7 4.6 Karyawan ... IV-8 4.6.1 Karyawan Tetap ... IV-8 4.6.2 Karyawan Harian ... IV-8 4.6.3 Karyawan Borongan ... IV-8 4.7 Sistem Gaji ... IV-8 4.8 Pengaturan Jam Kerja ... IV-8 4.9 Penggolongan Jabatan, Jumlah Karyawan dan Gaji ... IV-10 4.9.1 Penggolongan Jabatan ... IV-10 4.9.2 Jumlah Karyawan dan Gaji ... IV-11
BAB V NERACA MASSA DAN ENERGI
5.1 Neraca Massa ... V-1 5.1.1 Persamaan Neraca Massa ... V-1 5.1.2 Langkah-langkah Pembuatan Neraca Massa ... V-2 5.2 Neraca Energi ... V-3 5.3 Hasil Perhitungan Neraca Massa ... V-4 5.3.1 Oil Purifier (OP-101) ... V-4 5.3.2 Tangki NaOH (T-102) ... V-5 5.3.3 Reaktor Safonifikasi (R-101) ... V-6 5.3.4 Dekanter Sentrifugal (DK-101) ... V-7 5.3.5 Tangki Pelarutan Bahan Aditif (T-105) ... V-7 5.3.6 Mixer I (M-101) ... V-9 5.3.7 Mixer II (M-101) ... V-10 5.4 Hasil Perhitungan Neraca Energi ... V-12 5.4.1 Tangki Pemanas RBDPS (T-101) ... V-12 5.4.2 Reaktor Safonifikasi (R-101) ... V-13 5.4.3 Mixer I (M-101) ... V-14 5.4.4 Cooler (CO-101) ... V-15
BAB VI SPESIFIKASI PERALATAN
BAB VII INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA
7.1 Insturmentasi ... VII-1 7.1.1 Pemilihan Instrumentasi ... VII-2 7.1.2 Tujuan Sistem Pengontrolan ... VII-2 7.1.3 Pengelompokan Sistem Kontrol ... VII-3 7.1.4 Elemen-elemen Sistem Kontrol ... VII-4 7-1.5 Instrumentasi Alat pada Prarancangan... VII-4 7.2 Teknik Keselamatan Kerja ... VII-5 7.2.1 Penanggulangan Preventif ... VII-5 7.2.2 Penanggulangan Curative ... VII-7
BAB VIII UTILITAS
8.1 Unit Pengadaan Air ... VIII-1 8.1.1 Kebutuhan Air... VIII-1 8.2 Pengolahan Air ... VIII-4 8.2.1 Screening ... VIII-6 8.2.2 Klarifikasi ... VIII-6 8.2.3 Filtrasi ... VIII-7 8.2.4 Demineralisasi ... VIII-7 8.2.5 Deaerasi ... VIII-9 8.3 Kebutuhan Uap (Steam) ... VIII-9 8.4 Kebutuhan Bahan Kimia ... VIII-10 8.5 Kebutuhan Listrik ... VIII-10 8.6 Kebutuhan Bahan Bakar ... VIII-11 8.7 Unit Pengolahan Limbah ... VIII-11 8.7.1 Limbah Cair ... VIII-12 8.7.2 Limbah Padat ... VIII-15 8.8 Laboratorium ... VIII-15 8.8.1 Peran Laboratorium ... VIII-15 8.8.2 Program Laboratorium ... VIII-15
8.9 Spesifikasi Peralatan Utilitas ... VIII-16
BAB IX ANALISA EKONOMI
9.1 Modal yang di Investasikan (Capital Investment) ... IX-1 9.2 Biaya Produksi (Production Cost) ... IX-1 9.3 Analisa Keuntungan dan Kerugian ... IX-2 9.3.1 Laba Kotor dan Bersih ... IX-2 9.3.2 Internal Rate Of Return (IRR) ... IX-3 9.3.3 Pay Out Time (POT) ... IX-3 9.3.4 Break Event Point (BEP) ... IX-3 9.4 Hasil Perhitungan Analisa Ekonomi ... IX-3
BAB X KESIMPULAN ... X-1
DAFTAR PUSTAKA ... XI-1 LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ... A-1
LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA ENERGI ... B-1
LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI
PERALATAN PROSES... C-1
LAMPIRAN D PERHITUNGAN SPESIFIKASI
PERALATAN UTILITAS ... D-1
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Grafik Regresi Linear Kebutuhan Sabun Dalam Negeri ... I-4
Gambar 1.2 Buah Kelapa Sawit dan Minyak Sawit ... I-6 Gambar 1.3 RBDP Stearin (Palm Stearin) ... I-7 Gambar 2.1 Diagram Proses Saponifikasi Trigliserida ... II-11 Gambar 3.1 Peta Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh ... III-1
Gambar 3.2 Layout Pabrik Sabun Padat Transparan dari Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin (RBDPS) ... III-9 Gambar 5.1 Blok Diagram Oil Purifier (OP – 101) ... V-5 Gambar 5.2 Blok Diagram Tangki NaOH (T-102) ... V-5 Gambar 5.3 Blok Diagram Reaktor Saponifikasi (R101) ... V-6 Gambar 5.4 Blok Diagram Dekanter Sentrifugal (DK-101) ... V-7 Gambar 5.5 Blok Diagram Tangki Pelarutan (T-105) ... V-8 Gambar 5.6 Blok Diagram Mixer I (M-101) ... V-9 Gambar 5.7 Blok Diagram Mixer II (M-102) ... V-10
Gambar 5.9 Blok Diagram Neraca Energi Tangki Pemanas
RBDPS (T-101) ... V-12
Gambar 5.10 Blok Diagram Neraca Energi Reaktor Saponifikasi
(R-101) ... V-13 Gambar 5.11 Blok Diagram Neraca Energi Mixer I (M-101) ... V-14 Gambar 5. 12 Blok Diagram Neraca Energi Cooler (CO-101) ... V-15 Gambar 9.1 Kurva Break Event Point Metode Cash Flow ... IX-4 Gambar A.1 Blok Diagram Oil Purifier (OP – 101) ... A-2 Gambar A.2 Blok Diagram Tangki NaOH (T-102) ... A-4 Gambar A.3 Blok Diagram Reaktor Saponifikasi (R101) ... A-5 Gambar A.4 Blok Diagram Dekanter Sentrifugal (DK-101) ... A-9 Gambar A.5 Blok Diagram Tangki Pelarutan (T-105) ... A-11 Gambar A.6 Blok Diagram Mixer I (M-101) ... A-13 Gambar A.7 Blok Diagram Mixer II (M-102) ... A-16
Gambar B.1 Blok Diagram Neraca Energi Tangki Pemanas
RBDPS (T-101) ... B-4
Gambar B.2 Blok Diagram Neraca Energi Reaktor Saponifikasi
(R-101) ... B-7 Gambar B.3 Blok Diagram Neraca Energi Mixer I (M-101) ... B-13 Gambar B.4 Blok Diagram Neraca Energi Cooler (CO-101) ... B-26
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Data Kebutuhan Sabun Dalam Negeri Indonesia ... I-5
Tabel 1.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak
Inti Kelapa Sawit ... I-7 Tabel 1.3 Spesifikasi Mutu Sabun dari bahan Baku RBDPS ... I-10
Tabel 2.1 Perbandingan Proses Saponifikasi Langsung Trigliserida
dengan Saponifikasi Asam Lemak ... II-6 Tabel 3.1 Perincian Luas Lahan Pabrik Sabun padat transaparan ... III-8 Tabel 4.1 Jam Kerja Karyawan Non Shift ... IV-9 Tabel 4.2 Jam Istirahat Karyawan Non Shift ... IV-9 Tabel 4.3 Jadwal Kerja Karyawan Shift ... IV-9 Tabel 4.4 Siklus Pergantian Shift Selama 1 Bulan ... IV-9 Tabel 4.5 Penggolongan Jabatan... IV-10 Tabel 4.6 Perincian Jumlah Karyawan ... IV-12 Tabel 4.7 Perincian Golongan dan Gaji ... IV-13 Tabel 5.1 Neraca Massa pada Oil Purifier (OP-101) ... V-5 Tabel 5.2 Neraca Massa pada Tangki pelarutan NaOH (T-102) ... V-6 Tabel 5.3 Neraca Massa pada Reaktor Saponifikasi (R-101) ... V-6 Tabel 5.4 Neraca Massa pada Dekanter Sentrifugal (DK-101) ... V-7 Tabel 5.5 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan Bahan Aditif (T-105) .... V-8 Tabel 5.6 Neraca Massa pada Mixer I (M-101) ... V-10 Tabel 5.7 Neraca Massa pada Mixer II (M-102) ... V-11
Tabel 5.9 Hasil Perhitungan Neraca Energi Tangki Pemanas
RBDPS (T-101) ... V-13 Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Neraca Energi Reaktor
Saponifikasi (R-101) ... V-14 Tabel 5.11 Hasil Perhitungan Neraca Energi pada Mixer I (M-101)
pada Tkeluar = 81 oC V-15
Tabel 8.1 Total Kebutuhan Air Proses ... VIII-3 Tabel 8.2 Total Kebutuhan Air untuk Steam 110oC ... VIII-4 Tabel 8.3 Total Kebutuhan Air untuk Air Pendingin ... VIII-4 Tabel 8.4 Total Air untuk Steam 110oC yang Dimanfaatkan Kembali .... VIII-4 Tabel 8.5 Total Air pendingin bekas yang Dimanfaatkan Kembali ... VIII-5
Tabel 8.6 Kualitas Air Sungai Krueng Tamiang di Kabupaten
Aceh Tamiang ... VIII-6 Tabel 8.7 Karakteristik Kimia Fisika Resin Dowex Marathon ... VIII-10
Tabel 8.8 Karakteristik Limbah Cair ... VIII-14
Tabel A.1 Neraca Massa pada Oil Purifier (OP-101) ... A-3 Tabel A.2 Neraca Massa pada Tangki pelarutan NaOH (T-102) ... A-4 Tabel A.3 Neraca Massa pada Reaktor Saponifikasi (R-101) ... A-9 Tabel A.4 Neraca Massa pada Dekanter Sentrifugal (DK-101) ... A-10 Tabel A.5 Neraca Massa pada Tangki Pelarutan Bahan Aditif (T-105) ... A-12 Tabel A.6 Neraca Massa pada Mixer I (M-101) ... A-15 Tabel A.7 Neraca Massa pada Mixer II (M-102) ... A-1 Tabel B.1 Data Berat Molekul Masing-Masing Komponen ... B-3
Tabel B.2 Data Kapasitas Panas (Cp) Masing-Masing Komponen ... B-3
Tabel B.3 Data Kapasitas Panas (Cp) Masing-Masing Komponen ... B-3
Tabel B.4 Hasil integrasi kapasitas panas (Cp) masing-masing komponen B-4
Tabel B.5 Hasil Perhitungan Neraca Energi Tangki Pemanas
RBDPS (T-101) ... B.6
Tabel B.6 Hasil Perhitungan Neraca Energi Reaktor
Saponifikasi (R-101) ... B-13
Tabel B.7 Hasil Perhitungan Neraca Energi pada Mixer I (M-101)
pada Tkeluar = 81 oC B-19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan
pembangunan pada segala bidang, dan juga merupakan negara yang memiliki berbagai potensi, baik potensi sumber daya alam dan energi, maupun sumber daya manusia. Salah satu bidang pembangunan yang paling diharapkan adalah bidang ekonomi dan salah satu sektor dalam bidang ekonomi adalah sektor industri.
Salah satu sub sektor industri adalah sub sektor industri kimia, yang diharapkan dapat berkembang pesat guna mengimbangi kebutuhan yang semakin berkembang dan meningkat sesuai dengan kemajuan perekonomian bangsa. Di Indonesia masih sedikit terdapat industri yang menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku yang diproses untuk menghasilkan suatu produk. Minyak kelapa sawit dapat dipergunakan dalam industri melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined Bleached and
Deodorized Palm Oil).
Produk turunan CPO, didominasi industri produk pangan yakni minyak goreng, margarin, cocoa butter substitube (CBS), es krim dan lain-lain. CPO juga bisa menghasilkan produk unggulan eksport non pangan dengan nilai tambah yang tinggi seperti industri Oleochemicals, produk farmasi, kosmetik, plastik, minyak pelumas dan sumber energi alternatif untuk bahan bakar diesel. Melalui reaksi hidrolisa dengan cara kimia ataupun enzimatis, CPO dapat dikonversi menjadi asam lemak dan gliserin. Kemudian, asam lemak yang terbentuk
dihidrogenasi dan difraksinasi untuk menghasilkan asam-asam lemak yang lebih murni yang banyak digunakan untuk industri pembuatan deterjen, sabun,
shampoo, kosmetik, pasta gigi, industri karet dan ban, industri cat dan tinta, serta minyak diesel.
Sabun adalah salah satu produk olahan CPO yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data PT. CIC tahun 2007 menunjukan bahwa perkembangan industri sabun meliputi industri sabun mandi dan sabun cuci. Pada umumnya industri ini terintegrasi dengan deterjen dan industri gliserin. Sebagian besar industri sabun terletak di pulau Jawa mencapai 33 industri berkapasitas 335.848 ton, terdiri dari industri sabun mandi berkapasitas 278.230 ton dan industri sabun cuci berkapasitas 57.618 ton. Di Sumatera Utara sebanyak 8 industri terdiri dari 2 industri sabun mandi dan 6 industri sabun cuci. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat mulai membuka home industri sabun untuk menambah pangsa dipasaran (Afifuddin,2007).
Sabun merupakan salah satu produk turunan dalam industri kimia yang sangat dibutuhkan masyarakat konsumen Indonesia sebagai kebutuhan primer. Setiap manusia membutuhkan sabun dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Selain itu, sabun juga dipakai dalam dunia industri seperti : dalam mesin pengolahan bijih tambang dan pembuatan minyak gemuk untuk mesin-mesin. Oleh karena itu, kebutuhan pasar bagi dunia industri sabun sangat luas sekali, hal ini tentu akan sangat menguntungkan bagi negara yang memiliki sumber daya alam berbahan baku sabun.Salah satu pembuatan sabun yaitu dengan saponifikasi minyak kelapa sawit dengan NaOH .Beberapa jenis bahan baku pembuatan sabun yaitu tallow, lard, palm oil (minyak sawit), coconut oil (minyak kelapa), palm
kernel oil (minyak inti kelapa sawit), palm oil stearine, marine oil, castor oil, olive oil, dan RBDPS (Saepul, 2009). Pada prarancangan pabrik sabun padat
transparan ini, bahan baku yang digunakan adalah RBDPS (Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin). RBDPS yang akan digunakan sudah murni sehingga
tidak perlu di dilakukan proses pemurnian. Diagram proses refinery CPO dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.
(PT.Wilmar 2009)
Gambar 1.1 Diagram proses Refinery CPO menjadi ROL dan RBDPS Kebutuhan sabun terus meningkat setiap tahunnya seiring bertambahnya jumlah penduduk dan Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa sawit terbesar, yang merupakan bahan baku pembuatan sabun padat transaparan,
sehingga pendirian pabrik sabun padat transaparan di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik.
1.2. Penentuan Kapasitas Pabrik
1.2.1 Proyeksi kebutuhan Sabun padat transaparan
Konsumsi masyarakat Indonesia akan sabun meningkat dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan sabun pada masa mendatang juga akan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sebanyak 70% kebutuhan sabun mandi dipenuhi oleh 5 perusahaan besar di Indonesia dan sisanya dipenuhi oleh pasar luar negeri dan home industri di Indonesia.
Tabel 1.1 merupakan data kebutuhan sabun dalam negeri, pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan sabun dalam negeri di Indonesia setiap tahunnya cenderung meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri.
Tabel 1.1 Data Kebutuhan Sabun Dalam Negeri Indonesia
Tahun Kebutuhan Sabun Dalam Negeri (Ton)
2007 1.198.678
2008 1.230.497
2009 1.254.247
2010 1.377.997
Sumber : Badan Pusat Statistik NAD, 2013
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat dibuat prediksi kebutuhan sabun mandi di Indonesia hingga tahun 2018 dengan menggunakan pendekatan regresi linear. Metode regresi linear dengan menggunakan persamaan garis lurus:
y = ax + b (1.1)
dimana:
x = Tahun produksi a = Slope
b = Intersep
Maka diperoleh persamaan laju kebutuhan sabun dalam negeri seperti yang terlihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Grafik Regresi Linear Kebutuhan Sabun Dalam Negeri Dengan menggunakan persamaan kurva regresi linear pada Gambar 1.1, maka dapat diproyeksikan jumlah kebutuhan sabun dalam negeri untuk tahun 2018, yaitu:
y = 72.723,80 x – 144.806.899
Untuk tahun (x) 2018, maka diperoleh jumlah kebutuhan sabun dalam negeri (y) sebesar 1.949.729 ton/tahun.
Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimal output yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu. Pabrik yang dirikan harus
mempunyai kapasitas produksi yang optimal yaitu jumlah dan jenis produk yang dihasilkan harus dapat menghasilkan laba yang maksimal dengan biaya minimal.
Berdasarkan hasil regresi jumlah impor sabun dalam negeri untuk tahun 2018 adalah 1.949.729 Ton/tahun. Hasil prediksi kebutuhan sabun
menggambarkan kondisi sebenarnya, tetapi karena 70 % ketersediaan sabun di Indonesia sudah dicukupi oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia. Sebanyak 30% kebutuhan sabun dicukupi oleh pasar luar negeri (impor), Pabrik yang didirikan ditargetkan dapat memenuhi 10 % dari total yang diimpor, maka kapasitas produksi sabun pada pabrik ini adalah 55.000 ton/tahun dan ini dapat memenuhi kebutuhan sabun dari total impor.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia menggantikan Malaysia dengan kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) telah mencapai 19 juta ton. Lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini tersebar di 16 propinsi dan 52 kabupaten dengan luas lahan sekitar 5,5 juta Ha (GAPKI 2008 di dalam Rismawati 2009). Areal penanaman kelapa sawit Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi yakni Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Areal penanaman terbesar terdapat di Sumatera Utara (dengan sentra produksi di Labuhan Batu, Langkat, dan Simalungun) dan Riau.
Berbeda dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang kedua-duanya bisa diproses dan diolah menjadi aneka jenis produk turunannya. daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil,CPO) dan inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil, CPKO). Minyak sawit berpotensi untuk digunakan dalam berbagai aplikasi yang sangat luas dan beragam baik sebagai pangan, maupun untuk keperluan nonpangan. Dalam bidang pangan, minyak sawit banyak digunakan sebagai minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, cocoa butter substitutes, dan berbagai komposisi pangan lainnya. Aplikasi dalam bidang non-pangan juga terus berkembang, terutama sebagai oleokimia, biodiesel, dan berbagai ingridien untuk berbagai industri non-pangan, misalnya untuk industri farmasi.
Minyak sawit dengan mudah difraksinasi menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Palm olein (olein sawit) bersifat cair pada suhu ruang dengan pemakaian utama sebagai minyak goreng, jika diperlukan, olein sawit ini bisa dicampur (blend) dengan berbagai minyak makan lainnya. Palm Stearin (stearin sawit) bersifat padat pada suhu ruang, sering dianggap sebagai “hasil-samping” dari olein sawit. Karena itu stearin sawit umumnya mempunyai harga yang lebih rendah dibandingkan harga olein atau pun minyak sawit itu sendiri. Stearin sawit merupakan komposisi penting sebagai komponen lemak keras (hard
fat) untuk berbagai produk seperti shortening, pastry, margarin daan produk sabun
Gambar 1.2 Buah Kelapa Sawit dan Minyak Sawit
Minyak sawit dapat digolongkan ke dalam minyak serbaguna. Hampir 90% minyak sawit di dunia diperdagangkan untuk kebutuhan pangan, digunakan sebagai sebagai minyak goreng dan sabun. Selebihnya untuk industri minyak pelumas, kosmetik dan sabun. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit
aa Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit
Asam Kaplirat C7H17COOH - 3 – 4
Asam Kaplorat C5H11COOH - 3 – 7
Asam Laurat C11H23COOH - 46 – 52
Asam Miristat C13H27COOH 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam Palmitat C15H31COOH 40 – 46 6,5 – 9
Asam Stearat C17H35COOH 3,6 – 4,7 1 - 2,5
Asam Oleat C17H33COOH 39 – 45 13 – 19
Asam Linoleat C17H31COOH 7 – 11 0,5 – 2
(Sumber : Ketaren, 1986).
Pada pra rancangan Pabrik bahan baku yang digunakan adalah RBDPS. RBDPS adalah fraksi dari minyak kelapa sawit yang banyak mengandung asam lemak sehingga cenderung berbentuk padat atau keras pada suhu kamar seperti yang terlihat pada Gambar 1.3. Rentang nilai komposisi asam lemak stearin lebih lebar dari olein. RBDP-stearin merupakan hasil refinasi lengkap dari minyak kelapa sawit. RBDPS pada suhu kamar berbentuk padat dengan kadar FFA sebesar 0,2 %, bilangan penyabunan 195-210, bilangan iodium 34-47, impuritis 0,15%, berwarna kuning dengan kandungan asam palmitat mencapai 57-61%, asam miristat maksimal 2% dan asam stearat 3-7% (Anonymous, 2013).
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah penghasil minyak Nabati (Bahan Bakar Nabati/BBN) dan Crude Palm Oil (CPO/minyak kelapa sawit), dan memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terbesar di Indonesia. Produksi CPO di Indonesia diperuntukan sebagai berikut:
1. Ekspor = 52 % 2. Industri Stearin = 37 % 3. Industri Margarin = 3 % 4. Industri Sabun = 3 % 5. Oleochemical = 5 % (Anonymous, 2013) Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 37 % dari total produksi CPO (produksi nasional) diolah menjadi RBDP-Stearin yang bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.
1.3 Sabun
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah Kalium Hidroksida (KOH), Natrium Hidroksida (NaOH), dan Amonium Hidroksida (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai
Sabun pertama kali dibuat dari lemak yang dipanaskan dengan abu. Pabrik sabun pertama kali berdiri pada abad ke-7 di negara Eropa (Italia, Spanyol, dan Perancis). Sabun pertama kali dipatenkan pada tahun 1791 oleh seorang kimiawan dari Perancis yang bernama Nicholas Leblanc, dimana pada saat itu Leblance membuat sabun dari soda abu dan garam. Setelah itu seorang ahli kimia berke
bangsaan Belgia, bernama Ernest Solvay membuat sabun secara modern dengan proses amonia. (Perdana, 2009).
Pada prinsipnya proses produksi sabun (reaksi saponifikasi) adalah sama, hal yang membedakan adalah komposisi bahan baku terutamanya yaitu minyak dan lemak serta zat-zat aditif lainnya. Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah proses saponifikasi yang merupakan reaksi pemutusan rantai triglesireda melalui reaksi dengan caustic soda (NaOH). Berikut reaksinya (Diha, 2011):
Gambar 1.4 Reaksi Pemutusan Rantai Trigliserida. Sifat – sifat sabun :
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan
buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
4. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Sifat lain yang sangat penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk emulsi. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan (kain) (Fessenden dan Fesseden, 1992).
Sabun padat transparan adalah sabun mandi yang berbentuk batangan dengan tampilan transparan, Sabun padat transparan sering disebut juga sebagai sabun gliserin. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan sabun padat transparan ditambahkan sekitar 10-15% gliserin. Jenis sabun ini memiliki tampilan yang transparan dan lebih berkilau dibandingkan jenis sabun lainnya serta mampu membersihkan kotoran karena mengandung bahan aktif dan memberikan efek pembusaan yang halus dan lebih lembut di kulit. Sabun padat transparan memiliki keunggulan khusus diantaranya dapat menghaluskan, melembutkan dan melembabkan kulit.
Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif dan ion negatif. Spesifikasi mutu sabun dari bahan baku RBDPS dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1.3 Spesifikasi Mutu sabun dari bahan baku RBDPS
Komponen / Parameter Nilai
Asam Lemak 99,88 %
Impuritis 0,02 % (maks) Titer ⁰C 40 Bilangan Iodine 55 Bilangan Asam 255- 270 Bilangan Saponifikasi 190-202 Color,gardner,max 1 ( PT. Palmina Belawan, 2013) 1.3.1 Jenis-Jenis Sabun
1. Sabun transparan (Transparant Soap)
Sabun tembus pandang ini tampilannya jernih dan cenderung memiliki kadar yang ringan. Sabun ini mudah sekali larut karena mempunyai sifat sukar
mengering.
2. Castile Soap
Sabun yang memakai nama suatu daerah di Spanyol ini memakai olive oil untuk formulanya. Sabun ini aman dikonsumsi karena tidak memakai lemak hewani sama sekali.
3. Deodorant Soap
Sabun ini bersifat sangat aktif digunakan untuk menghilang aroma tak sedap pada bagian tubuh. Tidak dianjurkan digunakan untuk kulit wajah karena
memiliki kandungan yang cukup keras yang dapat menyebabkan kulit teriritasi. 4. Acne Soap.
Sabun ini dikhususkan untuk membunuh bakteri-bakteri pada jerawat. Seringkali sabun jerawat ini mengakibatkan kulit kering bila pemakaiannya dibarengi dengan penggunaan produk anti-acne lain. Maka kulit akan sangat teriritasi, sehingga akan lebih baik jika memberi pelembab atau clarning lotion setelah menggunakan Acne Soap.
5. Cosmetic Soap atau Bar Cleanser.
Sabun ini biasanya dijual di gerai kecantikan. Harganya jauh lebih mahal dari sabun biasanya, karena di dalamnya terdapat formula khusus seperti pemutih. Sabun kosmetik biasanya fokus kepada whitening facial soap.
6. Supperfatted Soap
Sabun memiliki kandungan minyak dan lemak lebih banyak sehingga membuat terasa lembut dan kenyal. Sabun ini sangat cocok untuk kulit kering karena didalamnya terdapat kandungan gliserin, petroleum dan beeswax yang dapat mencegah kulit kering dan iritasi jerawat.
Hasil penelitian, mengatakan bahwa sabun yang terbuat dari gandum ini mempunyai kandungan anti iritasi. Dibandingkan sabun lain, sabun gandum ini lebih baik dalam menyerap minyak menghaluskan kulit kering dan sensitif. 8. Natural Soap.
Sabun alami ini memiliki formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah, minyak nabati, ekstrak bunga, aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua jenis kulit dan kemungkinan membahayakan kulit sangat kecil
1.3.2 Kegunaan Sabun
Kegunaan sabun yang kita gunakan sehari-hari adalah untuk mengemulsikan kotoran-kotoran sehingga dapat dibuang melalui pembilasan. Sabun dapat memiliki kemampuan untuk mengemulsi karena memiliki sifat : 1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam non-polar seperti
tetesan-tetesan minyak
2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak –menolak antara tetes sabun – minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi (Fessenden dan Fesseden, 1992)
Berdasarkan kegunaannya, sabun dapat dikelompokkan menjadi sabun kecantikan dan sabun kesehatan. Sabun kecantikan mengandung berbagai bahan aditif yang menunjang kecantikan dan keindahan kulit sedangkan sabun kesehatan mengandung bahan aditif yang dapat menekan pertumbuhan bakteri seperti zat antiseptik. Sabun deodorant termasuk dalam sabun kesehatan sedangkan sabun jerawat termasuk ke dalam sabun kecantikan. Selain sebagai pembersih kulit dan wajah, sabun juga digunakan sebagai pembersih dalam industri. Sabun yang mudah larut seperti kalium dapat digunakan dalam industri tekstil karena sifat emulsinya yang dapat ditingkatkan sehingga berguna dalam proses pembersihan serat dan penghilangan lemak pada bahan yang terbuat dari kulit.
Sabun juga digunakan untuk bermacam jenis produk kosmetik dan mengemulsi polimer.
( Panindoan, 2008).
1.4 Sifat Fisika dan Kimia Bahan yang Digunakan dalam Proses
Bahan baku yang dipakai untuk proses pembuatan sabun padat transparan meliputi bahan baku utama dan bahan pendukung. Bahan baku utama yaitu Palm
Oil Stearin dan sodium hidroksida (NaOH), Glukosa dan Etanol sedangkan yang
termasuk bahan pendukung yaitu air, EDTA, TCS,Asam Sitrat,gliserin,dan pewangi. Adapun spesifikasi bahan baku dan pendukung yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1.4.1 RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm stearin)
Sifat-sifat fisika RBDPS
1. Rumus Molekul : C3H5(C18H35O2)3
2. Berat molekul : 891,48 gr/mol
3. Titik leleh : 72 – 75 oC
4. Titik didih : 260 oC
(Product Chemical Properties, 2007)
5. Heat capacity (CP) : 1.912,23 kJ/kmol K (0,5126 kkal/kg oC)
6. ΔHf 25oC RBDPS : -468.318,1100 kkal/kmol
(Perry, 1997)
7. Densitas pada 80 oC : 0,862 g/cm3 8. Berbentuk padatan
9. Berwarna putih kekuningan
(annonimous, 2013)
Sifat-sifat kimia Palm Stearin
1. Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, sangat larut dalam alkohol panas, dan eter.
2. Dengan alkohol membentuk ester asam lemak menurut reaksi esterifikasi biasa.
3. Ikatan karbon tak jenuh dapat dihidrogenasi membentuk ikatan jenuh. 4. Ikatan karbon tak jenuh mudah teroksidasi oleh oksigen diudara.
5. Bersifat asam dalam air, dengan air membentuk ion H3O+ dan apabila bereaksi dengan basa makan akan membentuk garam.
1.4.2 Sodium Hidroksida (NaOH)
NaOH berguna sebagai sumber ion Na+ (reaktan) dalam molekul sabun pada reaksi penyabunan dengan asam lemak. Sifat – sifat fisika dan kimia
sodium hidroksida adalah sebagai berikut :
Sifat-sifat fisika :
1. Bentuk : Padatan
2. Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (200C)
3. Kelarutan dalam gliserol : larut
4. Berat molekul, gr/mol : 40
5. Titik lebur pada 1 atm, 0C : 318,4
6. Titik didih pada 1 atm, 0C : 139
7. Densitas, gr/cm3 : 2,130
8. ∆H0f kristal. KJ/mol : -426,73
6. Kapasitas panas 00C, J/K.mol : 80,3
(Sumber : Perry, 1997 )
Sifat-sifat kimia :
1. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air 2. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan air 3. Bereaksi dengan asam membentuk garam
4. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam air 5. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halida 6. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserol 7. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol
(Kirk dan Othmer, 1976)
1.4.3 Air (H2O)
Air digunakan untuk melarutkan bahan-bahan yang dibuthkan dalam proses, mengurangi viskositas sabun yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat – sifat fisika dan kimia air adalah sebagai berikut :
Sifat – sifat fisika :
1. Berat Molekul, gr/ mol : 18
2. Titik Beku pada 1 atm , (0C) : 0
3. Titik Didih Normal 1 atm, (0C) : 100
4. Densitas pada 30 0C, (kg/m3) : 995,68
5. Viskositas pada 30 0C dan 1 atm, mP : 8,949
6. ∆H0f , ( kkal/mol, 25 0C) : -57,8
8. Panas spesifik pada 250C, (J/g0C) : 4,179
(Parker, 1982 ; Perry, 1997 )
Sifat kimia :
1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, monoksida membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara )
2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam – logam reaktif lain
membebaskan H2
3. Air dapat mengoksidasi logam
4. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol (reaksi hidrolisis trigliserida)
5. Air dapat berfungsi sebagai media reaksi dan atau katalis, misalnya dalam reaksi substitusi garam – garam padat dan perkaratan permukaan logam – logam
(Kirk dan Othmer, 1976)
1.4.4 Gliserin
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan (additive) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab (moisturizer) pada sabun. Sifat – sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut :
Sifat Fisika :
1. Berat molekul, (gr / mol) : 92
2. Titik leleh pada 1 atm, (0C) : 17,9
3. Titik didih pada 1 atm, (0C) : 290
4. Densitas, gr / cm3 : 1,26
5. ∆H0f (kcal / mol) : 139,8
6. Cp pada 300C : 2,406 kj/kg. K
(Perry, 1997 ; Reklaitis, 1942 ) Sifat – sifat kimia :
1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis 2. Larut dalam air dan alkohol dengan semua perbandingan 3. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat
4. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab 5. Bereaksi dengan kalsium bisulfat membentuk akrolein
(Kirk dan Othmer, 1976 ; Riegel’s, 1985)
1.4.5 Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang berfungsi sebagai antioksidan, pengelat (pengikat ion-ion logam pemicu oksidasi, sehingga mampu mencegah terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan) dan mencegah sabun menjadi tengik. Adapun sifat fisika dan kimia asam sitrat :
Sifat Fisika :
1. Rumus Molekul : C6H8O7
2. Berat molekul : 192,1 gr/mol
3. Melting Point : 153 oC
4. Boiling Point : Dekomposisi
5. Densitas : 1,665 x 103 kg/m3
6. Berbentuk padatan putih Sifat Kimia :
1. Pada pemanasan 175⁰C, asam sitrat berubah menjadi aconitic acid. Aconitic
acid jika ditambah dengan hidrogen berubah menjadi tricarballylic acid.
2. Pada pemanasan 175⁰C, asam sitrat jika dieliminasi dengan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida berubah menjadi acetonedicarboxylic acid.
Acetonedicarboxylic acid jika diuapkan karbon dioksidanya berubah menjadi acetone.
3. Pada pemanasan 175⁰C, asam sitrat jika dihilangkan karbon dioksida berubah menjadi itaconic acid.
4. Larutan asam sitrat bila dicampur dengan asam sulfat atau oksidasi dengan larutan potassium permanganate menghasilkan asam acetonedicarboxylic. 5.
1.4.6. Glukosa
Glukosa berfungsi sebagai transparent agent dan disinfektan. Sifat fisika dan kimia :
1. Berat molekul : 180,18 gr/mol
2. Spesific gravity : 1,544
3. Suhu lebur : 146°C
4. Kelarutan dalam air : 82 gr/100 ml (17,5°C)
5. Tidak mudah atau sedikit larut dalam alkohol. 6. Pada bentuk kristal monohidratnya berwarna putih.
1.4.7. Etanol
Etanol berfungsi sebagai pembentuk tekstur transparan, selain itu penggabungan etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi.Adapun sifat fisika dan kimia dari etanol adalah sebagai berikut :
Sifat fisika dan kimia :
1. Berat Molekul : 46,07 g/mol
2. Densitas : 0,789 g/cm3
3. Titik Didih : 78,4 ºC
4. Titik Leleh : −114,3 ºC
5. Keasaman (pKa) : 15,9
6. Viskositas : 1,200 cP (20 °C)
7. Merupakan cairan tidak berwarna dan memiliki bau yang khas 8. Dapat larut dalam air dan eter.
(Perry, 1997 )
1.4.8 EDTA (Ethylene Diamine Tetra-acetic Acid)
EDTA Merupakan surface active agent yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menghasilkan busa sabun lebih banyak dan menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang
terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O). (Riegel’s 1985).
Sifat -sifat kimia :
1. Bersifat sebagai antioksidan, mencegah oksidasi berkataliskan ion logam 2. Larut dalam air
(Kirk dan Othmer, 1976)
Sifat – sifat fisika :
1. Zat cair bening pada suhu kamar 2. Berat molekul, gr / mol : 118 3. Titik lebur pada 1 atm, 0C : 11 4. Titik didih pada 1 atm, 0C : 117 5. Densitas, gr / cm3 : 0,919
(Perry, 1997)
1.4.9 Triclosan (TCS)
TCS (Triclosan) berfungsi sebagai antimikrobial agent. Antimicrobial
agent dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk menghilangkan bau yang
disebabkan adanya pertumbuhan bakteri serta menjaga kulit dari kuman, sehingga kulit tubuh bebas dari kuman.
1. Rumus Molekul : C12H7Cl3O2
2. Berat molekul : 289,5 gr/mol
3. Melting Point : 55 - 57 oC
4. Boiling Point : 120 oC
5. Berbentuk padatan
(Merck Chemicals Indonesia, 2007)
6. Heat Capacity : 0,3071 kkal/kg oC
7. Densitas : 1538 kg/m3
(Perry, 2008)
1.4.10. Pewangi
Pewangi adalah bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan untuk menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,7 – 1,5% untuk campuran sabun (Kirk dan Othmer,1998). Pewangi yang dipakai adalah Esenstial Oil dengan aroma jasmine.
Sifat kimia :
- Tidak larut dalam air
Sifat – sifat fisikanya : - Spesific gravity : 0,992
- Vapor density : lebih besar dari udara ( >1)
- Flash point : 230 0C
BAB II
PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES
2.1 Proses Pembuatan Sabun
Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun maka sampai saat ini telah dikenal tiga macam proses pembuatan sabun, yaitu proses saponifikasi trigliserida, netralisasi asam lemak dan proses saponifikasi metil ester asam lemak.
Perbedaan antara ketiga proses ini terutama disebabkan oleh senyawa impuritis yang ikut dihasilkan pada reaksi pembentukan sabun. Senyawa impuritis ini harus dihilangkan untuk memperoleh sabun yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan. Karena perbedaan sifat dari masing – masing proses, maka unit operasi yang terlibat dalam pemurnian ini pun berbeda pula.
2.1.1 Netralisasi Asam Lemak
Proses ini disebut proses netralisasi asam lemak karena pada proses ini menggunakan asam lemak sebagai bahan baku disamping kaustik soda. Baik asam lemak jenuh maupun tidak keduanya digunakan untuk memproduksi sabun. Dalam industri, asam lemak yang telah dipisahkan dari gliserida di dalam kolom
splitting, diumpankan ke multi heat exchanger, menggunakan pompa piston, dan
dipanaskan sampai suhu 110-1200C dengan menggunakan steam. Disamping itu kaustik soda juga dipanaskan dan diumpankan melalui pompa piston yang sama namun pada head yang berbeda. Perbandingan antara kaustik soda dan asam lemak dinyatakan dengan bilangan asam dari asam lemak umpan. Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan ke dalam reaksi untuk mengontrol viskositas larutan. Garam NaCl adalah larutan elektrolit yang biasa digunakan untuk mempertahankan viskositas sabun tetap rendah. Ketiga komponen ini diumpankan ke turbodisperser yaitu mixer, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisasi merupakan bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam turbodisperser yang dilengkapi pengaduk. Kualitas campuran
dipengaruhi oleh pengadukan. Dari turbodisperser campuran sabun, asam lemak dan kaustik soda dialirkan ke dalam mixer yang dilengkapi dengan jaket pendingin melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda yang tidak bereaksi kemudian akan dikeluarkan lagi dari saluran di bagian samping mixer untuk diumpankan kembali ke turbodisperser dengan bantuan pompa sirkulasi. Selanjutnya dilakukan sistem kontrol netralisasi, sabun yang masuk ke mixer diteruskan ke holding mixer. Sistem pengontrol ini digunakan oleh Mazzoni (Spitz, 1995).
Dari Holding Mixer, sabun yang telah terbentuk dikeringkan. Pada hasil akhir akan diperoleh 58-60 % asam lemak dalam produk sabun yang dihasilkan. Mazzoni memperkenalkan sistem yang lain pada proses pembuatan sabun melalui netralisasi asam lemak, yaitu dengan menggunakan Na2CO3 akan membentuk CO2 menurut persamaan reaksi sebagai berikut :
2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O (Winarno,1991)
Gas CO2 yang terbentuk dipisahkan dengan gas separator dimana gas CO2 dihilangkan dengan steam. Disamping memisahkan CO2, gas separator juga dapat memisahkan senyawa-senyawa volatile lain yang terdapat pada sabun, sehingga dihasilkan sabun yang lebih murni. Proses netralisasi asam lemak dengan Na2CO3 dan NaOH ini dikenal dengan nama Mazzoni CC, sedangkan proses yang terdahulu yakni netralisasi asam lemak dengan menggunakan NaOH dengan nama
Mazzoni. Secara keseluruhan proses netralisasi asam lemak ini dinyatakan dalam
persamaan reaksi sebagai berikut :
RCO2H + NaOH RCO2Na + H2O Asam lemak Natrium Hidroksida Sabun Air
(Ketaren,1950)
2.1.2 Proses Saponifikasi Trigliserida Langsung
Proses ini merupakan proses yang banyak digunakan dalam industri, karena bahan baku untuk proses ini sangat mudah diperoleh dan produk samping yang dihasilkan memiliki nilai jual yang tinggi. Dahulu digunakan lemak hewan
dan sekarang telah digunakan pula minyak nabati. Pada saat ini, telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinyu sebagai ganti proses saponifikasi trigliserida sistem batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :
RCO– OCH2 CH2 - OH RCO – OCH + 3NaOH 3RCOONa + CH - OH RCO – OCH2 CH2 - OH Trigliserida Sabun Gliserin (Riegel’s, 1985)
Tahap pertama dari proses saponifikasi trigliserida ini adalah mereaksikan trigliserida dengan basa alkali (NaOH, KOH atau NH4OH) untuk membentuk sabun dan gliserol serta impurities. Lebih dari 99,5 % lemak / minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini (Spitz,1996). Kemudian hasil reaksi dipompakan ke unit pemisah statis (separator) yang berkerja dengan prinsip perbedaan densitas. Pada unit ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan sabun pada bagian atas dan lapisan recycle pada bagian bawah. Recycle terdiri dari gliserin, sisa alkali, sodium klorida, impurities, air yang secara keseluruhan membentuk lapisan yang lebih berat dari sabun sehingga berada pada lapisan bagian bawah didalam pemisah statis.
Proses selanjutnya adalah penambahan aditif dan pengeringan sabun dalam unit pengeringan (dryer). Zat aditif yang ditambahkan adalah gliserol, yang berfungsi sebagai pelembut dan pelembab pada kulit, EDTA yang berfungsi sebagai surfaktan pada sabun (pembersih dan pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit. Dan gliserin (additive) yang berfungsi sebagai pelembab (moisturizer) pada sabun. Zat tambahan ini dicampurkan dalam tangki pencampur yang dilengkapi oleh jaket pemanas untuk menjaga sabun tetap cair (suhu tetap). Jumlah aditif yang ditambahkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang diinginkan. Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun. Kandungan air dalam sabun biasanya diturunkan dari 30 – 35% ke 8 – 18% (Riegel, 1985).
2.1.3 Proses Saponifikasi Metil Ester Asam Lemak
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan basa menggunakan katalis untuk menghasilkan sabun dan methanol. Tahap awal metil ester asam lemak dihasilkan dari reaksi inter-esterifikasi trigliserida dengan metanol dengan bantuan katalis tertentu. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Trigliserida RCOOMe + Gliserin
(Riegel’s, 1985)
Reaksi saponifikasi metil ester asam lemak dengan basa NaOH menghasilkan sabun dan metanol. Reaksi ini berlangsung dalam reactor dengan air turbular pada suhu 1200C tekanan 1 atm dengan konversi reaksi yang cukup tinggi. Metanol yang terdapat dalam campuran reaksi dipisahkan dengan menggunakan flash drum, dan kemudian campuran sabun ini dimasukkan kembali ke reaktor aliran turbular kedua untuk menyempurnakan reaksi penyabunan. Sabun yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam pengeringan vakum.
Proses ini hampir sama dengan proses saponifikasi asam lemak, perbedaannya terletak pada produk samping yang dihasilkan, yaitu : air pada proses netralisasi asam lemak dan metanol pada proses metil ester asam lemak. Reaksi penyabunan metil ester adalah sebagai berikut :
RCOOMe + NaOH RCOONa + MeOH
(Riegel’s,1985)
2.2 Pemilihan Proses
Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
batch dan continue. Kedua proses ini hanya untuk menghasilkan sabun murni,
yang selanjutnya diolah kembali menjadi berbagai bentuk seperti batang, bubuk, cair dan pasta.
Dalam proses pembuatan sabun padat transparan dipilih proses kontinyu menggunakan metode saponifikasi trigliserida langsung. Proses saponifikasi
Methanol Catalyst
adalah suatu proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan gliserin dan sabun berupa garam karboksilat. Perbandingan ketiga proses saponifikasi dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Keuntungan yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida langsung adalah :
a. Penanganan operasinya lebih mudah karena hanya menggunakan beberapa tangki, seperti tangki saponifikasi, tangki mixing, tangki bahan baku dan tangki produk.
b. Tidak membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi c. Pemeliharaan lebih murah
d. Proses yang digunakan tidak rumit
Dalam semua proses pembuatan sabun, umumnya variabel-variabel proses utama yang cukup menentukan tingkat keberhasilan proses saponifikasi dalam reaktor adalah sebagai berikut :
1. Suhu Operasi
Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan prosesnya sangat cepat sehingga sesuai untuk produksi skala besar. Pada proses industri, suhu reaksi saponifikasi dipilih berada diatas titik cair bahan baku dan biasanya berada dibawah titik didih air (tekanan operasi 1atm). Hal ini bertujuan untuk :
a. Memudahkan pencampuran antar reaktan.
b. Daya pengadukan dapat direduksi menjadi lebih kecil.
c. Jika suhu berada diatas titik didih air maka tekanan dalam reaktor lebih besar dari 1 atm untuk menghindari penguapan air.
Tabel 2.1 Perbandingan ketiga proses saponifikasi berdasarkan keunggulan dan kelemahan masing- masing proses.
Jenis Proses Keunggulan Kelemahan
Netralisasi Asam
Lemak (Fatty Acid Neutralization Process)
1. Asam lemak langsung digunakan tanpa proses. 2. Tidak ada Limbah. 3. Konversi reaksi 97 % 4. Tidak menggunakan katalis
(Othmer,1967)
1. Tidak ada gliserol terlibat dalam proses. 2.Temperatur dan tekanan yang digunakan tinggi untuk proses fat
splitting ( T= 1200C, P= 2 atm). 2. Biaya pemeliharaan mahal. 3. Prosesnya rumit Saponifikasi Trigliserida
Langsung (Neutral Fat Saponification)
1. Adanya gliserol terlibat dalam proses.
2. Asam lemak langsung digunakan tanpa proses. 3. Temperatur dan tekanan yang digunakan rendah (T = 800C, P = 1 atm). 4. Tidak ada Limbah 5. Biaya pemeliharaan lebih murah.
6. Prosesnya sederhana 7. Tidak ada katalis
Konversi reaksi 95 % (Spitz, 1995)
Saponifikasi Metil
Ester Asam Lemak ( Fatty Methyl Ester Process )
1. Adanya gliserol terlibat dalam proses.
2.Temperatur dan tekanan yang dibutuhkan tidak begitu tinggi. (T = 600C, P = 1 atm) 3. Konversi reaksi 98 % (Othmer, 1967). 1. Adanya proses pendahuluan yaitu reaksi inter-esterifikasi. 2. Biaya pemeliharaan mahal. 3. Prosesnya rumit 4. Ada limbah 5. Manggunakan katalis
Suhu operasi reaksi penyabunan yang umum diterapkan adalah berkisar antara 80 – 950C (Riegel’s, 1985), walaupun ada sampai 1200C pada tekanan ketel 2 atm.
2. Konsentrasi reaktan
Dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung paling cepat adalah pada saat awal reaksi, dimana masih terdapat banyak reaktan dan sedikit produk. Karena air merupakan produk reaksi, maka menurut prinsip kesetimbangan akan menghambat pembentukan sabun dan membuat laju reaksi semakin kecil. Untuk menghindari hal ini maka seharusnya tidak digunakan air yang berlebihan dalam umpan (larutan NaOH dan NaCl) dengan cara membuat konsentrasi larutan ini sepekat mungkin. Dalam praktek umumnya digunakan NaOH 50% dan larutan NaCl jenuh (Spitz,
1995) untuk mempercepat laju reaksi penyabunan.
Proses yang dipilih dalam pra rancangan ini adalah proses saponifikasi trigliserida langsung dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari dua proses yang lain sehingga lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih sederhana.
2. Proses lebih sederhana dibandingkan dua proses yang lain
3. Bahan baku tersedia dari proses pengolahan sawit menjadi minyak sawit.
4. Diharapkan konversi reaksi dapat mencapai 99,5% sehingga secara ekonomis proses ini sangat layak didirikan dalam skala pabrik.
5. Sabun yang dihasilkan mudah dimurnikan dan memiliki kemurnian tinggi.
2.3 Tahapan Proses Pembuatan Sabun Padat Transparan
Proses saponifikasi trigliserida yang digunakan berdasarkan literatur Kirk dan Othmer (1976) ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap proses, yaitu: 1. Tahap persiapan bahan baku
2. Tahap reaksi saponifikasi trigliserida 3. Tahap pemisahan gliserol
4. Tahap pencampuran bahan
5. Tahap pencetakan dan finishing sabun
2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku
Umpan terdiri dari RBDPs (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dan NaOH. RBDPs terlebih dahulu dimasukkan kedalam tangki penampungan (T-101) yang dilengkapi dengan pemanas, dipanaskan terlebih dahulu menggunakan
steam sampai suhu 900C sebelum dipompa dengan pompa (P-101A/B) ke dalam
reactor (R-101). Sedangkan NaOH dilarutkan dalam air proses yang bersuhu 300C sampai konsentrasi masing-masing 50 % massa. RBDPs dan campuran larutan NaOH kemudian dipompakan dengan pompa (P-102A/B) ke dalam reactor (R-101).
2.3.2 Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida
RBDPs dan larutan NaOH dipompakan kedalam reaktor (tangki saponifikasi) dengan menginjeksikan steam 3,5 kg serta kondisi suhu tetap dijaga 900C pada tekanan 1 atm. Reaksi yang terbentuk pada tangki saponifikasi membentuk sabun dan gliserol beserta impurities. Reaksi didalam reaktor:
(C17 H35 COO)3 C3 H5+ 3 NaOH 3 C17 H35 COONa + C3 H5 (OH)3
Gliseril tristearate Caustic soda Sabun Na-stearate Glycerine (Riegel’s, 1985)
Lebih dari 99,5% lemak/minyak berhasil disaponifikasi pada proses ini dengan waktu tinggal 2 jam (Spitz,1995).
2.3.3 Tahap Pemisahan RBDPS recycle
RBDPS yang tidak habis bereaksi dipisahkan pada temperatur rendah karena larutan sabun yang merupakan produk memiliki densitas lebih ringan daripada RBDPS, sehingga didapatkan produk sabun yang lebih banyak.
Unit separator (DK-101) bekerja dengan prinsip perbedaan densitas yang memanfaatkan gravitasi bumi. Pada unit ini, akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan effluent adalah sabun sedangkan pada bottom adalah lapisan impuritis berupa gliserol yang merupakan by product dan akan dimanfaatkan kembali sebagai bahan adiktif di unit Mixer I (M-201). RBDPS yang dihasilkan dari unit separator (DK-101) selanjutnya dipompakan menggunggunakan dikembalikan ke Reaktor.
2.3.4 Tahap Pencampuran Bahan
Produk sabun dalam pH normal 7 akan ditambahkan bahan adiktif untuk mendukung kesehatan kulit. Pada unit Mixer I (M-201) ditambahkan zat aditif gliserin (SL-204), yang berfungsi sebagai pelembut dan pelembab pada kulit, EDTA (SL-202) yang berfungsi sebagai surfaktan pada sabun (pembersih dan pemutih) yang dapat mengangkat kotoran pada kulit, asam stearate (SL-201) berfungsi sebagai agent pengelat (chelating agent) yaitu pengikat on-ion logam pemicu oksidasi, sehingga mampu mencegah terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan. Asam stearate juga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet dan pengatur pH. TCS (SL-203) (Triclosan) berfungsi sebagai disinfektan, yang dapat mematikan kuman, sehingga kulit tubuh bebas dari kuman dan pewangi (Essential) yang berfungsi untuk memberikan kesegaran dan keharuman pada sabun. Semua bahan yang ditambahkan pada Mixer I menggunakan BC-201 dan BE-201 ini selanjutnya dipompakan menggunakan pompa P-201 ke Mixer II (M-202).
Pada unit Mixer II (M-202) ditambahkan Etanol 96% sebanyak 19 % yang berfungsi untuk menjernihkan larutan sabun. lalu ditambahkan pewangi dari tangki (T-201) dikarenakan bahan tersebut memiliki fraksi yang lebih ringan sehingga lebih volatile. Khusus untuk bahan pewangi, penambahan bahan-bahan
tersebut dilakukan pada suhu 30oC dan tekanan 1 atm. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan pewangi menguap saat dituangkan sehingga kehilangan pewangi yang cukup besar akan terjadi. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar mengingat harga bahan pewangi sangat mahal. Kemudian diaduk secara kontinyu selama 30 menit untuk menghasilkan sabun yang homogen (Hambali, 2005).
2.3.5 Tahap Pencetakan dan Finishing Sabun
Output dari Mixer II (M-202) berupa Slury yang apabila didiamkan pada suhu kamar akan mengeras menjadi sabun padat transparan setengah jadi. Dari unit pengeringan ini sabun yang dihasilkan berupa serpihan (flake) dan dengan bantuan Conveyor (BC-201) dikirim ke unit finishing yang terdiri dari mesin pembentukan sabun batang dan disebut Bar Soap Finishing Machine (BSFM) pada suhu 40oC dengan tekanan 1 atm setelah dicetak sabun transparan didinginkan pada suhu kamar.Dari unit ini sabun transparan yang sudah jadi dikemas dan ditransfer ke unit penyimpanan dengan bantuan Conveyor (BC-201) untuk penimbunan sementara sebelum dijual.
Ga mbar 2. 1 Dia gr am P ros es Ali ra n S aponif ikas i Kontiny u P embuata n S abun (K ir Othme r 4th ed, 1976 )
BAB III
LOKASI DAN TATA LETAK
3.1 Lokasi Pabrik
Penentuan lokasi pabrik mempunyai efek penting bagi kemajuan serta kelangsungan operasi dari suatu pabrik, baik pada masa berproduksi, maupun pada masa yang akan datang, karena hal ini berpengaruh terhadap faktor produksi dan distribusi dari pabrik yang didirikan. Pemborosan yang terjadi seringkali disebabkan oleh penentuan lokasi pabrik yang tidak tepat, sehingga dapat menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Berdasarkan hal inilah pabrik ditempatkan pada lokasi yang tepat, sehingga biaya produksi yang minimum dapat diperoleh.
Pra rancangan pabrik Sabun Mandi Padat Transparan dari Refined
Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) ini direncanakan akan didirikan di Seumantok, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, provinsi Aceh. Gambar berikut merupakan peta lokasi perencanaan pabrik Sabun Mandi
Cair dari Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS).
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh (BRR, 2009) Pabrik
Sabun Padat Transparan
Dalam hal menentukan lokasi pabrik perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor utama dan faktor pendukung, yaitu:
1. Penyediaan bahan baku dan air
Lokasi bahan baku merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan dan penempatan lokasi pabrik. Penempatan lokasi pabrik yang berdekatan dengan sumber bahan baku akan menurunkan biaya transportasi dan penyimpanan. Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan sabun adalah RBDPS yang direncanakan akan didatangkan dari Medan, Sumatera Utara.
Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi industri kimia. Jika kebutuhan air cukup besar, maka pengambilan langsung dari sumbernya akan lebih ekonomis. Kebutuhan air untuk proses, sarana utilitas dan domestik dapat dipasok dari sungai Tamiang yang merupakan salah satu sungai besar di daerah Aceh Tamiang.
Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut disediakan sebuah unit pengolahan air. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian sumber air tersebut adalah:
1. Berapa lama sumber air tersebut dapat memenuhi kebutuhan pabrik; 2. Pengaruh musim terhadap penyediaan air;
3. Kualitas air; dan
4. Jarak antara sumber air dari lokasi pabrik.
2. Penyediaan listrik dan bahan bakar
Dalam pendirian suatu pabrik, tenaga listrik dan bahan bakar adalah faktor penunjang yang paling penting. Kebutuhan tenaga listrik diperoleh dari mesin generator listrik milik PLN cabang setempat. Pemilihan pabrik yang dekat dengan sumber bahan bakar dapat menghemat biaya utilitas pabrik.
3. Transportasi
Transportasi diperlukan sebagai sarana penyediaan bahan baku dan untuk pemasaran produk. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah transportasi adalah:
1. Tersedianya jalan raya yang dapat dilewati mobil, truk dan kendaraan darat lainnya; dan
2. Tersedianya jalur laut untuk dilewati kapal yang mengangkut bahan yang diperlukan.
Lokasi yang dipilih dalam rancangan pabrik ini merupakan kawasan perluasan industri, baik industri kecil dan menengah serta industri rumah tangga. Transportasi darat untuk angkutan barang dari kota Medan saat ini terdapat ratusan truk yang setiap hari melintasi perbatasan Provinsi Aceh–Sumatera Utara. Selain itu, dalam pembuatan kebijakan transportasi, Pemerintah daerah melibatkan pihak swasta untuk mengoperasikan angkutan umum, baik di wilayah Aceh Tamiang sendiri maupun yang mencapai luar wilayah Aceh Tamiang. Untuk pemasaran di dalam negeri dilakukan melalui jalur darat, sedangkan untuk tujuan ekspor-import dapat dilakukan melalui jalur laut.
4. Tenaga Kerja
Sebagai kawasan yang memiliki beberapa jenis industri, daerah ini merupakan salah satu tujuan para pencari kerja. Pemilihan tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting untuk menyaring SDM yang mampu mengolah SDA dengan baik dan benar. Pemilihan tenaga kerja harus memperhatikan beberapa faktor penting yaitu tenaga kerja yang produktif dan terampil.
5. Buangan/limbah industri
Pada pabrik ini dihasilkan limbah cair dan padat yang berasal dari unit proses, laboratorium, kantor dan lain-lain yang selanjutnya akan diolah di unit pengolahan limbah.
6. Keadaan geografis dan iklim
Secara geografis, Kabupaten Aceh Tamiang terletak antara 03° 53 - 04° 32' LU sampai 97° 44'- 98° 18' BT. Di sebelah utara berbatasan dengan dengan Kota Langsa dan Selat Malaka, di sebelah timur dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, di sebelah selatan dengan Kabupaten Langkat Sumatera Utara, dan di sebelah barat dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Timur. Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang memiliki luas 1.956,72 km2 atau 195.672 Hektar. Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, wilayah Tamiang tergolong dalam tipe yang relatif kering sampai basah. Namun, di sisi lain curah hujannya terdistribusi merata sepanjang tahun dengan curah hujan rata-rata 8,0/hari dan suhu udara berkisar antara 22ºC sampai 30ºC.
Secara administratif, Kabupaten Aceh Tamiang terbagi dalam 12 kecamatan, 27 kemukiman, 1 kelurahan, 212 desa dan 701 dusun. Keduabelas kecamatan yang ada di Aceh Tamiang adalah: Bendahara, Karang Baru, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang, Manyak Payed, Rantau, Seruway, Tamiang Hulu, Bandar Pusaka, Banda Mulia, Tenggulun dan Sekrak. Kecamatan Karang baru merupakan lokasi yang direncanakan untuk pendirian pabrik ini.
7. Keadaan masyarakat
Hingga tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang adalah 258.135 jiwa dengan rasio penduduk 101 jiwa/km2. Komposisi penduduk terdiri dari 149.479 jiwa laki-laki dan 168.656 jiwa perempuan. Pendekatan terhadap sistem yang berlaku didalam masyarakat setempat dipandang perlu untuk ditelusuri sebelum lokasi pabrik ditetapkan, dimana mungkin terdapat beberapa peraturan atau adat istiadat setempat yang berbeda dengan daerah lainnya.
Sikap masyarakat diperkirakan akan mendukung pendirian pabrik ini, karena selain akan menyediakan lapangan kerja bagi mereka juga diperkirakan tidak akan mengganggu keselamatan dan keamanan masyarakat di sekitarnya.
8. Undang-undang dan Peraturan Daerah
Peraturan daerah setempat perlu dipelajari terlebih dahulu guna mengetahui persyaratan serta aturan yang berlaku di daerah tersebut. Selain itu, Pajak yang rendah merupakan daya tarik bagi pembangunan suatu pabrik. Begitu juga dengan proses pengolahan limbah yang direncanakan sesuai peraturan tentang nilai ambang batas yang diperkenankan untuk bangunan industri. Keselamatan dan keamanan dalam masyarakat perlu dijaga dengan baik meskipun hal ini menambah beban biaya bagi pabrik.
9. Energi dan Bahan Bakar
Faktor penyediaan bahan bakar juga sangat mempengaruhi kelangsungan pabrik. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, pabrik ini menyediakan unit pembangkit tenaga listrik. Penyediaan bahan bakar langsung di suplai dari Pertamina DOH-NAD Rantau.
3.2 Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik mempunyai peranan yang penting dalam menentukan biaya konstruksi, biaya produksi, serta efisiensi dan keselamatan kerja. Tata letak pabrik merupakan suatu perencanaan dan pengintegrasian aliran dari komponen-komponen produksi suatu pabrik, sehingga diperoleh suatu hubungan yang efisien dan efektif antara operator, peralatan dan gerakan material dari bahan baku menjadi produk. Oleh karena itu, tata letak pabrik harus disusun secara cermat untuk menghindari kesulitan dikemudian hari.
Dalam merancang tata letak suatu pabrik maka harus mencakup penyusunan area penyimpanan, area proses dan area pemindahan hasil
produksi dalam koordinasi yang efisien dengan memperhatikan beberapa fakor berikut:
1. pengembangan lokasi baru atau penambahan/perluasan lokasi yang telah ada sebelumnya;