• Tidak ada hasil yang ditemukan

PBL BLOK 5 kram otot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PBL BLOK 5 kram otot"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Mekanisme Terjadinya Kram Pada Otot dan Faktor

Penyebabnya

Eifraimdio Paisthalozie 10-2011-384 Kelompok C7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi :

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : eternaldoom_10@yahoo.co.id Tahun Ajaran 2011/2012

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki berbagai macam organ-organ dengan struktur kompleks dan sebagian besar anatomi tubuhnya disusun oleh tulang dan otot. Kedua hal tersebut, yakni tulang dan otot memegang peranan penting dalam seluruh aktivitas yang dilakukan oleh manusia, tentu saja tanpa mengesampingkan fungsi sistem susunan saraf pusat atau otak sebagai pemegang kendali atas seluruh aktivitas tersebut. Mulai dari bangun tidur, makan, sekolah, bekerja hingga seorang manusia kembali tidur, tulang dan otot bekerja untuk memberikan pergerakan bagi manusia tersebut. Tulang merupakan tempat melekatnya otot, sedangkan otot merupakan penggerak bagi tulang yang dilekatinya[ (otot somatik yang saya maksud). Di samping tulang dan otot, manusia pun juga diberkahi dengan sistem saraf, yang merupakan sistem penting untuk menyalurkan kegiatan apa yang diinginkan oleh otak, selanjutnya impuls yang dikirimkan dari otak ini akan sampai ke otot yang bersangkutan agar dapat terjadi pergerakan. Mekanisme pergerakan pada otot terbagi menjadi 2 jenis, yaitu kontraksi dan relaksasi. Kedua jenis mekanisme ini bersama-sama menghasilkan pergerakan otot yang normal. Maka dari itu, apabila kontraksi berlangsung terus-menerus tanpa diikuti oleh relaksasi, terjadi lah kejadian yang disebut sebagai kejang (tetanus). Seringkali kejang dipicu oleh kelelahan otot yang berlebihan, aktivitas otot yang terlalu dipaksakan memiliki resiko untuk mengalami kejang lebih besar.

1.2 Rumusan Masalah

Seorang anak laki-laki yang berusia 15 tahun sedang melakukan latihan renang, lalu tiba-tiba ia mengalami kram pada betis kanannya.

1.3 Hipotesis

Kram pada betis kanannya disebabkan oleh kontraksi otot yang berlangsung terus menerus dan tidak diikuti dengan aktivitas relaksasi.

1.4 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana sebenarnya mekanisme otot manusia terjadi, sekaligus menyingkap penyebab dari kram pada betis kanan yang dialami oleh anak laki-laki tersebut.

(3)

3 BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jaringan Otot Pada Manusia

Jaringan otot pada manusia merupakan jaringan yang jumlahnya dapat mencapai 40% hingga 50% massa tubuh manusia. Jaringan ini juga sekaligus merupakan jaringan tunggal yang terbesar di dalam tubuh manusia. Otot berfungsi sebagai

transducer atau mesin yang dapat mengubah energi potensial (kimiawi) menjadi

energi kinetik (mekanis). Otot secara umum memiliki tiga fungsi , antara lain (a) fungsi pergerakan yaitu untuk menghasilkan pergerakan pada tulang dimana otot tersebut melekat dan bergerak di dalam bagian-bagian organ internal tubuh, (b) untuk menopang tubuh dan mempertahankan postur tubuh manusia baik saat duduk maupun di saat berdiri, dan (c) untuk memproduksi panas yang digunakan untuk mempertahankan kestabilan suhu tubuh normal manusia. Selain memiliki fungsi-fungsi tersebut di atas, otot juga memiliki ciri-ciri khusus, yaitu (1) kontraktilitas yang berarti serabut otot dapat berkontraksi dan menegang yang melibatkan atau mungkin saja tidak melibatkan pemendekan otot, (2) eksitabilitas yang berarti serabut otot dapat merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf, (3) ekstensibilitas yang berarti serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks, dan (4) elastisitas yang berarti serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah melakukan kontraksi atau meregang.1,2

Secara umum, otot pada manusia terbagi menjadi 3 tipe, yaitu (1) otot polos yang bekerja di luar kesadaran (involunter), (2) otot lurik yang bekerja di bawah kesadaran (volunter) umumnya terdapat pada dinding organ dalam yang berlumen, dan (3) otot jantung yang memiliki struktur seperti otot lurik namun memiliki kerja seperti otot polos, yaitu di luar kesadaran (involunter), otot jantung juga hanya dapat ditemukan di jantung sehingga sifatnya sangat khusus dan didesain untuk mendukung fungsi jantung sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh. Untuk makalah saya kali ini, saya akan membahas lebih dalam mengenai otot lurik/rangka. Otot lurik merupakan sel-sel serabut otot yang memiliki banyak inti atau multinukleus yang dikelilingi oleh membran plasma yang dapat dirangsang oleh listrik, dan biasa disebut sarkolema. Masing-masing serat dari otot lurik ini merupakan berkas miofibril yang tersusun secara sejajar yang terbenam dalam cairan intrasel yang biasa disebut sarkoplasma.

(4)

4 Di dalam sarkoplasma inilah, akan ditemukan berbagai macam zat, seperti (a) glikogen, (b) ATP dan keratin-fosfat, dan (c) enzim-enzim glikolisis. Otot rangka disebut juga otot lurik karena susunan beraturan miofilamennya membentuk pola berulang pita yang terang dan pita yang gelap. Masing-masing unit berulang itulah yang disebut sebagai sarkomer dan merupakan unit fungsional yang bekerja saat otot melakukan kontraksi maupun relaksasi.2

Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa miofibril masih terbagi lagi menjadi 2 bagian filamen, yaitu filamen tebal dan filamen tipis. Filamen tebal dari miofibril mengandung protein otot yang disebut miosin, sedangkan filamen tipisnya mengandung beberapa protein otot, yaitu aktin, troponin, dan tropomiosin (berbentuk fibrous). Keempat protein otot inilah yang membentuk struktur miofibril secara keseluruhan dan berperan dalam proses terjadinya kontraksi dan relaksasi. Selain filamen tebal dan filament tipis, kita juga dapat melihat adanya daerah H, pita I, pita A, garis M, dan garis Z. Pita A merupakan pita yang terlihat gelap, sedangkan pita I merupakan pita yang terlihat terang, kedua pita ini bersama-sama membentuk penampakan gelap-terang pada otot rangka, sehinga terlihat berlurik-lurik. Daerah H

(5)

5 membagi pita A menjadi 2 bagian, sedangkan yang disebut sebagai 1 sarkomer merupakan regio yang ada di antara garis Z yang sangat padat dan sempit. Kontraksi akan terjadi apabila filamen tipis melakukan penyisipan ke filamen yang tebal akibat pengaruh daerah H dan pita I yang memendek. Proses penyisipan ini disebut juga sebagai proses sliding. Selama proses penyisipan ini, tidak terjadi perubahan panjang baik pada filamen tebal maupun pada filamen tipis, karena kedua filamen hanya saling bertumpang tindih satu sama lain Sebelum membahas lebih lanjut mengenai mekanisme kontraksi otot, ada baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu komponen-komponen dari filamen tebal dan filamen tipis secara lebih mendetil. Filamen tipis mengandung aktin, troponin, dan tropomiosin. Aktin, memiliki monomer yang disebut G-aktin dan berbentuk globuler, monomer-monomer ini kemudian akan berpolimerisasi menjadi F-aktin yang berbentuk filamen, F-aktin inilah yang selanjutnya akan berikatan dengan miosin untuk melaksanakan kontraksi. Selain aktin, pada filamen tipis juga terdapat troponin dan tropomiosin. Troponin bersifat unik bagi otot lurik karena terdiri atas tiga macam polipeptida dan ketiganya berbentuk globuler, yaitu (1) Troponin T atau TpT yang berfungsi untuk mengikat tropomiosin dan 2 komponen troponin lainnya, (2) Troponin I atau TpI yang berfungsi sebagai inhibitor untuk menghambat terjadinya ikatan antara F-aktin dan miosin dan juga mengikat komponen-komponen troponin lainnya, dan (3) Troponin C atau TpC yang berfungsi sebagai polipeptida pengikat kalsium dan mampu mengikat sampai 4 molekul ion kalsium. Filamen tebal, seperti yang sudah saya sebutkan di bagian yang lebih atas, terdiri atas miosin. Miosin membentuk 55% protein berdasarkan beratnya. Struktur miosin ialah sebagai berikut, memiliki 1 ekor fibrosa yang terdiri dari 2 heliks yang saling menggulung. Masing-masing heliks memiliki sebuah bagian kepala yang globular. Miosin apabila dicerna oleh enzim tripsin akan menghasilkan dua bagian miosin yang disebut meromiosin. Meromiosin ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu meromiosin ringan (light meromyosin) dan meromisoin berat (heavy meromyosin). Meromiosin ringan berbentuk serabut heliks dan tidak dapat larut. Pada meromiosin ringan ini, tidak ditemukan adanya aktivitas katalitik, yaitu ATPase dan tidak mengikat F-aktin. Meromiosin berat, terdiri atas 2 bagian, bagian 1 yang berbentuk globuler dan bagian lainnya yang berbentuk serabut heliks. Meromiosin berat apabila dicerna lebih lanjut oleh enzim papain, maka akan terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen S-1 yang merupakan bagian globulernya dan fragmen S-2 yang merupakan bagian serabut heliksnya. Fragmen S-1 inilah yang

(6)

6 menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan akan berikatan dengan F-aktin, sedangkan fragmen S-2 tidak menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan juga tidak dapat berikatan dengan F-aktin. Kontraksi pada otot, pada dasarnya merupakan mekanisme

perlekatan dan pembebasan ikatan antara kepala S-1 miosin yang globuler dengan filamen milik F-aktin. Perlekatan dan pembebasan tersebut dilakukan dalam bentuk jembatan silang (cross-bridge). F-aktin memiliki tempat pengikatan jembatan silang untuk selanjutnya berikatan dengan kepala dari fragmen S-1 miosin. Jembatan silang inilah yang terlihat ketika pengamat mengamati bentangan antara filamen tebal dengan filamen tipis dengan mikroskop elektron. Jembatan silang yang terjadi kemudian memicu munculnya kayuhan bertenaga (power stroke) yang imbasnya, menarik filamen tipis ke arah dalam, sehingga filamen tipis menyisip dan bertumpang tindih dengan filamen tebal. Untuk menciptakan sebuah power stroke, tentu saja dibutuhkan energi, dan energi itu didapatkan dari hasil hidrolisis ATP. Lebih jelasnya, saya akan menjelaskannya secara bertahap. Tahap pertama, kepala S-1 dari miosin berikatan dengan ATP dan menghidrolisis ATP menjadi ADP dan P, namun produk hasil hidrolisis ini tidak dapat dilepaskan oleh miosin, selain itu produk ini juga sudah diperkuat oleh miosin sehingga menjadi konfigurasi yang berenergi tinggi. Tahap kedua, ketika otot menerima stimulus atau respon, ion Ca2+ dibebaskan dari retikulum sarkoplasmik, dan membuka jalan agar kepala S-1 miosin dapat berikatan dengan F-aktin. Semula, tempat terbentuknnya jembatan silang ditutupi oleh kompleks troponin-tropomiosin, tetapi ketika ion Ca2+ dibebaskan maka ion ini berfungsi untuk menarik kompleks tersebut agar tempat pengikatan jembatan silang antara kepala S-1 miosin dengan F-aktin dapat terbuka. Akibatnya, aktin dapat diakses dan terjadi lah ikatan antara aktin-miosin-ADP-P. Tahap ketiga, kompleks ikatan antara aktin dan miosin yang terbentuk sekaligus mendorong pembebasan P hasil hidrolisis ATP sebagai sumber energi untuk melakukan power stroke. Hal ini pun sekaligus juga melepaskan ikatan ADP dari ikatan aktin-miosin. Power stroke

(7)

7 yang terjadi menarik aktin ke arah pusat sarkomer, sehingga filamen tipis dengan filamen tebal saling bertumpang tindih, pada kondisi ini dapat dikatakan otot sedang melakukan kontraksi. Tahap keempat, ketika ADP sudah terlepas maka kepala S-1 dari miosin akan mengikat ATP lain sehingga terjadi ikatan antara aktin-miosin-ATP. Kompleks miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap aktin sehingga aktin terlepas dan di dalam kondisi inilah, terjadi relaksasi. Keberadaan ATP berfungsi untuk melepaskan ikatan aktin dengan miosin, sehingga pada kasus rigor mortis (kaku mayat), kekakuan terjadi karena tubuh sudah tidak memproduksi ATP lagi, dan ketidakberadaan ATP di dalam tubuh mengakibatkan ikatan aktin-miosin tetap berlangsung, akibatnya kontraksi terus berlangsung dan sekujur tubuh mengalami kekakuan permanen.1,5

Otot rangka hanya akan memberikan respon apabila dirangsang dengan neuron motoris. Ketika dalam fase relaksasi, tempat untuk pengikatan miosin pada molekul aktin ditutupi protein regulasi tropomiosin seperti yang sudah saya bahas di atas sebelumnya. Dalam kondisi inilah, peran ion Ca2+ sangat besar dalam menimbulkan kontraksi, tanpa adanya ion ini maka kontraksi tidak dapat dilangsungkan, karena ion ini berfungsi sebagai “pembuka jalan”. Maka dari itu, regulasi dari ion Ca2+

sangatlah penting. Konsentrasi kalsium dalam sitoplasma sel diatur oleh retikulum sarkoplasmik, yaitu retikulum endoplasmik yang telah mengalami spesialisasi. Retikulum ini memiliki bentuk seperti jala dan merupakan sebuah jalinan dari kantung-katung bermembran yang halus. Membrannya secara aktif mengangkut kalsium dari sitoplasma bagian dalam retikulum tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa membran retikulum ini merupakan gudang bagi ion kalsium intraseluler. Tambahan lagi, di dalam retikulum ini, terdapat protein spesifik yang mengikat ion kalsium yang disebut kalsekuestrin. Retikulum sarkoplasma akan bekerja melepaskan ion kalsium di dalamnya apabila ada impuls listrik yang menandakan dimulainya proses kontraksi, lalu bagaimana dengan relaksasi? Dalam kondisi relaksasi, dimana aktivitas listrik lokal telah terhenti, maka retikulum sarkoplasma akan menggiatkan molekul khususnya untuk membawa kembali ion kalsium yang telah digunakan, kembali ke gudangnya. Retikulum sarkoplasma memiliki molekul pembawa, yaitu pompa Ca2+-ATPase yang memerlukan energi

untuk bekerja dan secara aktif akan mengangkut ion kalsium dari sitosol untuk memekatkannya di kantung lateral. Ketika konsentrasi kalsium di sitosol berkurang, maka dengan segera kompleks troponin-tropomiosin akan menduduki kembali tempat

(8)

8 pengikatan aktin dengan miosin dan memicu terjadinya relaksasi. Dapat disimpulkan, bahwa regulasi ion kalsium sangatlah menentukan apakah suatu kontraksi atau relaksasi akan terjadi.1,5,6

2.2 Jaringan Otot, Dilihat dari Aspek Histologis7-10

Jaringan otot merupakan jaringan yang mampu melangsungkan kerja mekanik dengan jalan kontraksi dan relaksasi sel atau serabutnya. Jaringan otot terdiri atas susunan sel-sel yang panjang tanpa komponen lain. Sel-sel khusus jaringan otot memiliki bangun khusus yang dikaitkan dengan aktivitas kontraksi. Bentuknya memanjang membentuk serabut. Berdasarkan bentuk serta bangunnya, sel otot disebut serabut otot. Tetapi serabut otot tentu berbeda dengan serabut jaringan ikat karena serabut jaringan ikat bersifat ekstraseluler. Serabut otot tersusun dalam berkas, sumbunya paralel dengan arah kontraksi.

Dalam serabut otot banyak terdapat fibroprotein dalam sarkoplasma yang mudah menyerap zat warna untuk sitoplasma. Terdapat tiga jenis otot yaitu: otot polos yang merupakan bagian kontraktil dinding alat jeroan, otot skelet (otot rangka) yang melekat pada tubuh, berorigo dan berinsersio pada bungkul tulang, dan otot jantung yang merupakan dinding jantung.

Dengan gambaran mikroskopik, pada sayatan memanjang otot kerangka dan otot jantung pada myofibrilnya terdapat garis-garis melintang yang khas sedangkan pada otot polos tidak.

Peranan otot yang utama ialah sebagai penggerak alat tubuh, yaitu tulang. Hal ini disebabkan oleh sifat otot yang mampu berkontraksi, sedangkan kontraksi dapat berlangsung bila ada rangsangan (stimulus) baik oleh pengaruh saraf atau oleh pengaruh lain. Kontraksi dapat terjadi karena adanya energi kimia berupa ATP yang terbentuk pada sel otot. Kontraksi terjadi sangat dipengaruhi oleh dua jenis protein yaitu aktin dan miosin. Interaksi dari 2 protein tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot. Kedua protein ini menyusun myofilamen dari otot.

Adanya fibril serta pola susunannya maka otot dibedakan menurut morfologinya, yakni:

- Otot polos ( Smooth muscle)

- Otot serat melintang (Striated muscle), meliputi:

A. Otot kerangka (Skeletal muscle), yang dibagi menjadi: a. Otot pucat (White muscle)

(9)

9 b. Otot merah (Red muscle)

B. Otot jantung (Cardiac muscle)

Otot polos dan otot jantung mendapat inervasi dari susunan saraf otonom, karena aktivitasnya bersifat involunter, dan sering disebut sebagai otot tidak sadar. Sedangkan otot kerangka mendapat inervasi dari susunan saraf pusat (serebrospinal), aktivitasnya bersifat volunter, disebut otot sadar. Tapi pada pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada pembahasan otot rangka.

 Otot kerangka

Satuan otot kerangka (skelet) umumnya disebut “serabut” (fibers) dan bukan sel. Bentuk serabut silindris dan memiliki banyak inti sel yang terletak di tepi, berbatasan dengan sarkolema. Pada manusia panjang serabut berkisar antara 3-4 cm.

 Bangun Histologi Sarkolema:

Pengamatan dengan mokroskop cahaya tampak sebagai selaput tipis dan tembus cahaya (transparan), tetapi dengan mikroskop elektron tampak adanya selaput ganda (double membrane).

Selaput luar mirip membrane basal epitel yang dibalut serabut retikuler. Selaput dalam (plasmalemma) terdiri dari dua lapis protein yang ditengahnya diisi lemak (lipid). Secara umum sarkolema bersifat transparan, kenyal dan resisten terhadap asam dan alkali. Serabut-serabut otot kerangka yang bergabung membentuk berkas serabut otot primer disebut fasikulus, yang dibalut oleh jaringan ikat kolagen pekat (endomisium). Ada 5 sel utama yang dijumpai dalam fasikulus yaitu: serabut otot, sel endotel, perisit, fibroblast dan miosatelit.

(10)

10 Sarkoplasma:

Sarkoplasma (Cytoplasmic matrix) mengandung Organoida, antara lain: mitokondria (sarcosomes)-ribosom, Apparatus golgi-myofibril, dan Endoplasmik reticulum. Paraplasma, antara lain: lipid - glikogen - myoglobin

Selain itu terdapat pula enzim sitokrom oksidatif. Mitokondria terdapat berbatasan dengan sarkolema dan dekat inti di antara myofibril. Sarkoplasmik retikulum bersifat agranuler (Smooth ER.), karena ribosom pada otot kerangka terdapat bebas dari matriks. Sisterna pada sarkolasmik retikulum terjalin pararel dengan myofibril, yang pada interval tertentu membentuk pertemuan dengan jalinan transversal, disebut

triade. Penelitian pada otot salamander (Amblistoma punctatum), triade ini terdapat

mengitari garis Z (Zwischenschreibe). Pada hewan lain dan manusia tiap sarkomer memiliki dua triade di daerah pertemuan garis A (anisotrop) dan garis I (isotrop). Organoida ini berfungsi menyalurkan impuls dari permukaan otot kerangka ke dalam serabut yang lebih dalam letaknya.

Miofibril:

Dengan mikroskop cahaya myofibril tampak memiliki bagian cerah (cakram I) dan gelap (caktam A), bila menggunakan pewarnaan hematoksilin besi (Heidenheia). Inilah yang memberikan aspek bergaris melintang baik pada otot kerangka maupun otot jantung. Garis melintang ini dapat diamati pada otot kerangka yang masih hidup, otot segar tanpa menggunakan pewarnaan, dan otot setelah mengalami fiksasi dan di warnai.

(11)

11 Pada satu serabut otot kerangka terdapat ribuan myofibril, sedangkan tiap myofibril memiliki ratusan myofilamen yang bersifat submikroskopis.

Miofilamen terdiri dari 2 macam yaitu: Filamen Miosin

Sering disebut filament kasar (coarse filaments), berdiameter 100 Angstrom dan panjangnya 1,5 µ. Filamen ini membentuk daerah A atau cakram A. Filamen ini tersusun pararel dan berenang bebas dalam matriks. Bagian tengah agak tebal dari bagian tepi. Fungsi dari myosin adalah sebagai enzim katalisator yang berperanan memecah ATP menjadi ADP + energi, dan energi ini digunakan untuk kontraksi.

Filamen Aktin

Panjangnya 1µ dan diameternya 50 Angstrom, terpancang antara 2 garis Z. Bagian tengahnya langsing dan elastis. Filamen ini membentuk cakram I, meskipun sebagian masuk ke dalam cakram A. Aktin dan myosin tersusun sejajar dengan sumbu memanjang serabut otot skelet.

Pada sediaan histologi yang baik selain cakram I dan A, tampak pula garis Z dan H bahkan garis M. Garis Z (Zwischenschreibe) atau intermediate disc berupa garis tipis dan gelap yang membagi cakram I sama rata. Daerah antara 2 garis Z disebut “sarkomer” yang panjangnya sekitar 1,5µ. Garis H (Helleschreibe) terdapat dalam cakram A, merupakan bagian agak cerah di kanan-kiri garis M, yang bebas dari unsur aktin. Garis M (Mittelschreibe) dimana inti dalam satu serabut otot kerangka terdapat banyak inti, dapat ratusan. Pada mamalia bentuk inti memanjang, terletak langsung di bawah sarkolema pada otot pucat, sedangkan pada otot merah letaknya lebih dalam lagi. Secara umum pada mamalia posisi inti di tepi, tetapi pada insekta dan vertebrata tingkat rendah posisi inti terletak di tengah, seperti halnya otot jantung.

Pada otot kerangka dikenal dua bentuk otot, yaitu: a. Otot merah (Tipe I)

Otot merah memiliki miofibril relatif sedikit, tetapi sarkoplasma dan mitokondria relatif banyak serta mioglobin dengan jumlah yang banyak bila dibandingkan dengan otot pucat. Miofibril membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field), mengelompok dengan batas yang jelas. Dalam sarkoplasma banyak butir-butir lemak halus sehingga berasfek seperti lumpur.

(12)

12 Otot pucat memiliki miofibril banyak dan sarkoplasma dan mitokondria relatif sedikit. Miofibril tidak membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field) seperti pada otot merah. Otot jenis ini memiliki kandungan mioglobin lebih sedikit dari pada otot merah. Posisi inti lebih superficial langsung di bawah sarkolema. Otot pucat bekerja cepat dan kuat, tetapi cepat lelah.

 Susunan Otot

Susunan serabut otot kerangka dalam membentuk muskulus ditunjang oleh jaringan ikat. Tiap serabur dikelilingi oleh endomisium, suatu jaringan ikat halus dengan serabut retikuler dan kapiler. Sejumlah serabut otot dibungkus oleh jaringan ikat pekat dengan banyak serabut kolagen disebut fasikulus, sedangkan pembungkusnya disebut perimisium.

Di luar perimisium diisi oleh jaringan ikat longgar yang memberikan kelonggaran bagi vasikulus untuk bergerak. Beberapa fasikulus bergabung membentuk muskulus dan dibalut oleh jaringan ikat pekat disebut epimisium, sedangkan fasia terdapat disekitarnya.

Sebelum otot bertaut pada bungkul tulang baik pada origo dan lebih-lebih pada insersio, terdapat tendon. Di daerah peralihan antara otot dan tendon endomisium, perimisium berangsur-angsur menebal untuk kemudian membentuk serabut tendon. Pada daerah peralihan ini terdapat tendon spindle yang memiliki ujung saraf.

2.3 Anatomi Betis Kanan Manusia

Tibalah saya pada sub-bab saya yang ketiga, pada sub-bab saya yang ketiga ini, saya akan memberikan paparan mengenai anatomi dari betis kanan manusia, beserta nama-nama otot yang berperan dalam menggerakkan tungkai bawah kita. Berikut ini adalah gambar dari

otot tungkai bawah manusia beserta tabel untuk membantu memahami otot apa saja yang terdapat di tungkai bawah.

(13)

13 Otot – Otot Fascia Anterior Tungkai Bawah2,11

Tabel 1. Otot-otot fascia anterior tungkai bawah2,11

Nama otot Origo Insertio Fungsi

M. tibialis anterior Facies lateralis corpus tibia dan membrana

interossea

Cuneiforme mediale dan basis os metatarsale 1

Ekstensi kaki pada sendi pergelangan kaki, inversi kaki pada articulatio subtalaris dan articulatio tarsotransversus

mempertahankan arcus longitudilais medialis kaki M. extensor digitorum

longus

Facies anterior corpus fibula

Expansi extensor keempat jari kaki

yang lateral

Ekstensi jari – jari kaki ekstensi kaki pada sendi

pergelangan kaki M. peroneus tertius Facies anterior corpus

fibula

Basis metatarsale 5 Ekstensi jari kaki pada sendi pergelangan kaki eversi kaki pada articulatio subtalaris dan

articulatio tarso transversus M. extensor hallucis longus Facies anterior corpus

fibula

Basis phalanges distal ibbu jari kaki

Ekstensi ibu jari kai

M. ekstensor digitorum brevis

calcaneum Oleh empat tendo ke phalanx proximal

ibu jari kaki dan tendo – tendo extensor panjang jari kaki 2,3 dan 4

Ekstensi jari

Otot – Otot Fascia Lateral Tungkai Bawah2,11 Tabel 2. Otot-otot Fascia Lateral Tungkai Bawah2,11

Nama otot Origo Insertio Fungsi

M. peroneus lo- ngus

Facies lateralis corpus fibulae

Basis ossis meta- tarsal I dan cu-neiforme me diate

Plantar fleksi kaki pada articulatio talocruralis dan eversi kaki pada articulatio

subtalaris dan articulatio tarso transversus; menyokong arcus longitudinalis lateralis

(14)

14

M. peroneus bre- vis

Facies lateralis corpus fibulae

Basis ossis meta- tarsal V

Plantar fleksi kaki pada articulatio talocruralis dan eversi kaki pada articulatio

subtalaris dan articulatio tarso transversus; menyokong arcus longitudinalis lateralis

Otot – Otot Fascia Posterior Tungkai Bawah2,11 Tabel 3. Otot-otot Fascia Posterior Tungkai Bawah2,11

Nama otot Origo Insertio Fungsi

Kelompok Superficial

M: gastrocnemius. Caput laterale dari condylus latera- lis

femoris dan caput medial dari proximal condy- lus

medialis

Melalui tendo cal- caneus ke facies posterior calca- neus

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang- an kaki dan fleksi articulatio genus

M. Plantaris Crista supracon- dylars femoris

lateralis

Facies posterior calcaneus

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang an kaki dan fleksi - articulatio genus

M. Soleus Corpus tibiae dan fibulae

Melalui tendo cal- caneus ke facies posterior calca- neus

Secara bersama-sama dengan m. gastroc- nemius dan m. plan- taris berfungsi sebagai plantar fleksor yang kuat sendi pergelangan kaki; memberikan tenaga untuk gerak maju

pada waktu berjalan dan berlari

Kelompok Profunda

M. Popliteus Facies lateralis condylus late- ralis

femoris

Facies posterior corpus tibiae di atas linea mus- culi solei

Fleksi tungkai pada articulatio genus; membuka articulatio genus dengan rotasi lateral femur pada tibia dan mengendur kan

ligamenta sendi - M. flexor digitorum longus Facies posterior corpus tibiae Basis phalanges distal empat jari kaki

lateral

Fleksi phalanges dis- tal empat jari kaki lateral (II s/d V); plantar fleksi kaki• pada sendi perge- langan kaki; menyo- kong arcus

longitu- dinalis medialis dan lateralis kaki M. Flexor hallucis

longus

Facies posterior corpus fibulae

Basis phalanges distal ibujari kaki

Fleksi phalanges dis- tal ibu jari; plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki; menyokong arcus longitudinalis medialis

(15)

15 2.4 Kram Sebagai Akibat Kelelahan dan Meningkatnya Tegangan pada Otot

Setelah membahas mengenai jaringan otot dan struktur anatomi betis kanan pada manusia, maka pada sub-bab ini, saya akan membahas mengenai kram yang merupakan inti permasalahan dari kasus yang saya dapat. Kram merupakan spasme otot (definisi spasme: kontraksi involuntar otot atau sekelompok otot secara mendadak dan keras yang disertai nyeri dan gangguan fungsi, menghasilkan gerakan involuntar dan distorsi) yang disertai dengan rasa nyeri. Istilah kram sendiri merupakan istilah yang umum digunakan oleh pasien. Menurut Joekes, kram merupakan kontraksi yang irrasional atau tidak masuk akal, volunteer (disadari) dan menimbulkan nyeri dari otot vountar dan membandingkannya dengan tetani yang adalah kontaksi involunter tetapi tidak sakit dan disebabkan oleh konsentrasi plasma yang merendah seperti hipokalsemia. Menurut Joekes lagi, terdapat empat kelompok kram yaitu (1) disebabkan oleh upaya dan mungkin tidak terwujud- nyatakan sampai istirahat beberapa jam kemudian, (2) selama tidur, sering terjadi pada orang tua dan mungkin disebabkan oleh hilangnya neuron motorik atas, (3) akibat penyakit, seperti akibat hilangnya cairan atau akibat infeksi tetanus karena toksin sudah mencapai korda spinalis dan mengakibatkan spasme yang parah, dan (4) akibat terapi diuretik karena hilangnya cairan. Namun, saya lebih banyak mencurigai adanya faktor kelelahan otot pada betis kanan anak tersebut sebagai penyebab kramnya, karena otot dipaksa untuk terus berkontraksi, maka dari itu terdapat mekanisme yang tidak normal pada otot sehingga kontraksi justru terus berlangsung dan tidak diimbangi oleh relaksasi.12

Kelelahan otot merupakan suatu fenomena dimana otot mengalami penurunan kemampuan untuk bekerja. Otot yang semula mampu mengangkat 20 kg beban, namun karena mengalami kelelahan maka otot hanya mampu mengangkat 10 kg beban, sekitar setengah dari beban awal yang dapat diangkat otot yang masih segar. Lalu apakah penyebab kelelahan otot? Seperti kita tahu bahwa otot berkontraksi

M. tibialis posterior Facies posterior cor- pus tibiae dan fi- bulae dan mem- brana interossea

Tuberositas ossis naviculare dan . tulang-tulang di

dekatnya

Plantar fleksi kaki pa- da sendi pergelang- an kaki; inversio kaki pada articulatio subtalaris dan arti- culatio tarso trans- versus; menyokong arc-- longitudinalis

(16)

16 membutuhkan energi dalam bentuk ATP. ATP ini dapat diambil dari hasil glikolisis atau pemecahan glukosa yang menghasilkan 38 ATP. Glikolisis yang menghasilkan 38 ATP, sayangnya hanya dapat berlangsung ketika suplai oksigen terpenuhi, dengan kata lain glikolisis tersebut berlangsung dalam suasana aerobik. Bila ATP yang dihasilkan begitu banyak, lalu dari mana kah sumber kelelahan otot itu? Perlu kita ingat, bahwa glikolisis aerobik hanya dapat berlangsung apabila suplai oksigen terpenuhi seperti saat seseorang melakukan kerja ringa atau pun sedang, sedangkan saat seseorang melakukan kerja berat, seringkali frekuensi bernapas menjadi lebih cepat untuk menghirup lebih banyak oksigen. Inilah fenomena yang terjadi pada kelelahan otot. Otot yang melakukan kerja berat umumnya bekerja dalam suasana anaerobik, yang sialnya hanya dapat memproduksi 2 ATP, jumlah yang sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah ATP yang dihasilkan dari glikolisis aerobik. Sehingga, apabila glukosa yang siap pakai habis, maka glikogen atau gula yang disimpan di dalam otot lah yang berperan menyediakan energi atau istilahnya merupakan bahan cadangan mana kala glukosa telah habis terpakai. Sumber energi untuk otot sebenarnya ada beberapa sumber tidak hanya dari glukosa, salah satunya ialah kreatin fosfat. Namun sayangnya, kreatin fosfat cepat lah habis bila digunakan sehingga mau tidak mau glikogen lah yang harus digunakan. Glikolisis anaerobik merupakan proses glikolisis yang harus ditempuh ketika otot melakukan kerja maksimalnya Glikolisis anaerobik nantinya akan menghasilkan asam laktat dan juga CO2. Asam laktat dan karbondioksida ini lah yang berperan penting dalam

menimbulkan kelelahan pada otot. Apabila ada seseorang yang merasa pegal linu pada persendiannya setelah melakukan olahraga cukup berat, dapat dipastikan bahwa asam laktat telah menumpuk di dalam tubuhnya. Sedikit kembali ke bagian atas, apabila glikolisis aerobik mampu menghasilkan 38 ATP, lalu mengapa glikolisis anaerobik hanya 2 ATP? Kemana kah sisa 36 ATP yang lain? Jawaban tepatnya, sisa 36 ATP tersebut disimpan dalam bentuk lain, yaitu asam laktat. Asam laktat ini sebenarnya dapat di-recycle di hati menjadi glukosa kembali namun hal tersebut membutuhkan jumlah oksigen yang banyak. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menghilangkan pegal linu dari persendian hanyalah dengan beristirahat dan menghirup banyak gas oksigen. Kelelahan pada otot tentu akan mempengaruhi kinerja otot sekaligus metabolisme otot secara normal. Maka dapat disimpulkan, resiko untuk mengalami kram akan menjadi lebih besar mana kala otot berada dalam kondisi yang tidak fit.1,13,14

(17)

17 Selain melihat dari segi kelelahan otot, ternyata kekejangan dapat terjadi apabila regulasi ion kalsium intrasel tidak berjalan dengan baik akibat dari rangsangan potensial aksi yang terus-menerus. Seperti yang telah saya bahas di sub-bab yang sebelumnya bahwa ketika ada rangsangan berupa ptensial aksi, maka retikulum sarkoplasma akan memompakan ion kalsium ke sitosol sehingga dapat terjadi kontraksi. Namun, bagaimana ceritanya apabila potensial aksi yang diberikan berlangsung terus-menerus dan tidak ada jeda antara kontraksi pertama dengan kontraksi kedua? Sedikit review, kadar ion kalsium intrasel sedikit banyak memperngaruhi berapa banyak jembatan silang yang dapat terbentuk, dan hal itu pun lagi-lagi juga sudah saya bahas di sub-bab sebelumnya. Apabila waktu antara kontraksi pertama dengan kontraksi kedua terbilang cukup jauh, maka segala sesuatunya akan berjalan dengan baik, karena dengan demikian ion kalsium pun juga diberikan waktru untuk kembali ke “rumahnya”. Masalah akan timbul, apabila saat ion kalsium dari kontraksi pertama belum dipompakan seluruhnya ke dalam retikulum sarkoplasma, namun rangsangan untuk kontraksi kedua sudah datang. Maka, yang terjadi adalah konsentrasi ion kalsium di sitosol akan sangat tinggi, Tentu saja tinggi, karena merupakan penjumlahan dari ion kalsium yang masih tersisa di sitosol dari kontraksi pertama dan ion kalsium baru yang dipompakan masuk oleh retikulum sarkoplasma ke sitosol. Kadar ion kalsium yang tinggi akan memicu terbentuknya jembatan silang yang lebih banyak, imbasnya ialah maka akan lebih sering kontraksi terjadi, sehingga tegangan pada otot akan terus bertambah. Bila kondisi ini terus berlanjut, maka kadar ion kalsium di dalam sitosol akan terus bertambah tinggi, sampai akhirnya jumlah maksimum jembatan silang yang dapat terbentuk tercapai dan otot menghasilkan kontraksi tetanik maksimal. Pada kondisi ini lah, kram terjadi. Otot mencapai ketegangan puncaknya dan timbul rasa nyeri akibat otot tidak mampu ber-relaksasi. Kekejangan lah jawaban atas pertanyaan yang telah saya lontarkan di awal-awal. Kontraksi yang baik ialah kontraksi yang diikuti dengan jeda pelemasan otot hingga otot melemas sempurna, namun pada kasus, justru kontraksi yang pertama dengan kontraksi yang seterusnya tidak memiliki rehat atau otot tidak diberikan waktu untuk beristirahat sehingga tentu saja terjadi kekejangan yang berkepanjangan. Hal ini sudah cukup menjelaskan mengapa anak tersebut mengalami kram. Mungkin saja, ia terlalu memaksakan dirinya untuk terus berlatih tanpa mempertimbangkan batas maksimal kekuatan otot yang dapat dicapai. Sekilas mengenai pendorongan telapak kaki kanannya ke arah dorsal, hal ini merupakan salah satu cara untuk memicu

(18)

18 terjadinya relaksasi. Semua hal yang bersifat elastis memiliki batas pemanjangan, seperti karet gelang bila terus ditarik hingga melewati batas pemanjangannya, maka akan putus, begitu juga dengan serabut otot, apabila terus menerus diregangkan maka lama-kelamaan akan putus. Untunglah, Tuhan memberikan mekanisme kepada manusia untuk mengendalikan fungsi ototnya sehingga putusnya serabut otot setidaknya dapat dihindari. Apabila otot terus diregangkan hingga melebihi batas peregangannya, otot justru akan merespon dengan melakukan aktivitas relaksasi. Inilah yang mendasari pendorongan telapak kaki ke arah dorsal, karena pendorongan ke arah dorsal akan menambah regangan pada otot dan memicu relaksasi sehingga otot yang semula kejang akan rileks kembali dan dapat melakukan fungsinya seperti sedia kala.5 Seperti itulah yang dapat saya berikan pada makalah saya kali ini. Sekian dan terima kasih.

(19)

19 BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipotesis diterima. Kram pada betis kanan anak tersebut disebabkan karena kontraksi otot yang terus-menerus dan tidak diikuti dengan aktivitas relaksasi. Otot yang terus berkontraksi tanpa diberikan waktu untuk beristirahat sangat berisiko mengalami kekejangan yang berkepanjangan.

(20)

20

Daftar Pustaka

1. Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Editor: Wulandari N, Rendy L, Dwijayanthi L, liena, Danny F, Rachman LY. Biokimia Harper. Edisi ke – 27. Jakarta: EGC; 2009.h.158,582-9.

2. Sloane E. Editor: Widyastuti P. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003.

3. Struktur otot lurik. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2012 dari http://wordbiology.files.wordpress.com/2009/01/image286.gif?w=466&h=440

4. Skema protein penyusun filamen. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2012 dari http://arubuertos.blog.unsoed.ac.id/files/2011/10/untitled1111111111.gif

5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Editor: Pendit BU. Jakarta: EGC; 2001.

6. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi Jilid 3. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga;2007.h.255-261.

7. Junqueira, Carlos L. Editor: Dany F. Histologi dasar: teks dan atlas. Jakarta: EGC; 2007.

8. Histology of Bone. Diunduh tanggal 15 Maret 2012 dari http://emedicine.medscape.com/article/1254517-overview

9. Eroschenko, Victor P. Editor: Anggraini D. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Jakarta: EGC; 2003.

10. Subowo. Histologi Umum. 1st Ed. Jakarta: Bumi Aksara; 2002.

11. Sobotta. Editor: Putz R, Pabst R, Gmbh E, Munich. Atlas anatomi manusia jilid 2. Edisi: 22. Jakarta: EGC; 2007.

12. Thomson H. Editor: Sumawinata N. Oklusi. Ed ke-2. Jakarta: EGC;2007.h.59.

13. Wahyuningsih YW. Pengaruh suplai oksigen murni terhadap pemulihan asam laktat darah setelah latihan fisik. JKK Oktober 2007;39(4):1909-12.

14. Mihardja L. Sistem energi dan zat gizi yang diperlukan pada olahraga aerobik dan anaerobik. Majalah GizMindo September 2004;9(3):9-11.

Gambar

Gambar 1. Struktur Otot Lurik 3
Gambar 2. Kondisi Filamen Tipis dan Filamen Tebal Saat Relaksasi (Kiri) dan Kontraksi (Kanan) 4
Gambar 3. Fasikulus 9
Gambar 4. Otot Rangka 8
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- Jumlah tenaga pendidik di sekolah kami tidak sama dengan jumlah rombel yang ada yakni 10 rombel - Sekolah kami memerlukan tenagan pendidik khusus untuk peserta didik yang

Hal ini sesuai dengan pendapat (Mujahidah, Nanning, dan Selle: 2015) bahwasanya Strategi Pembelajaran Sinergetic Teaching ini pada dasarnya merupakan suatu aktivasa

Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung: Refika

“ Pengaruh Modal Kerja dan Diferensiasi Produk Terhadap Keberhasilan Usaha “ (Survey Pada Pengusaha Kerupuk Udang di Kabupaten Indramayu )” dibawah bimbingan

Aplikasi Game Caru Rsigana merupakan aplikasi game merangkai atau menyusun sesajen yang dibutuhkan pada Upacara Caru Rsigana yang sesuai dengan letak, arah mata

Ketika masalah Indonesia diterima masuk dalam agenda Dewan Keamanan PBB pada tanggal 30 Juli 1947, Australia menyerahkan rancangan resolusi' yang menyerukan agar semua

Pengendalian hayati terhadap patogen dengan menggunakan mikroorganisme antagonis dalam tanah memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan karena pengaruh negatif