• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASlL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASlL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

HASlL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bogor rnerniliki beberapa arti kata, nalnun keseluruhannya berrnakna terkait dengan pohon kawung atau pohon enau. Dalarn bahasa Sunda urnum rnenurut Coolsrna, L "Bogor" berarti "droogetaple kawoeng" (pohon enau yang telah habis disadap) atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon tak berdaun dan tak bercabang). Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg yang berarti Kota tanpa kesibukan. Saat pernerintahan Gubernur Jenderal Baron van lmhoff tahun 1740 dibangun ternpat peristirahatan yang bernarna Buitenzorg di lokasi lstana Bogor saat ini. Pada tahun 1808 Bogor diresrnikan sebagai pusat kedudukan dan kediarnan resrni Gubernur Jenderal. Letak Karnpung Bogor awalnya di dalarn Kebun Raya Bogor (lokasi tanarnan kaktus).

Berdasarkan UU Nornor 16 Tahun 1960 Kota Bogor ditetapkan menjadi kota besar dan kota praja yang terbagi dalarn 2 wilayah kecarnatan, 22 kelurahan, 5 kecarnatan, dan 1 perwakilan kecamatan. Berdasarkan PP Nomor 44 tahun 1992, rnenyebutkan bahwa perwakilan kecarnatan Tanah Sareal ditingkatkan statusnya rnenjadi kecarnatan.

Pernerintahan di Kota Bogor dipirnpin oleh seorang Walikota dengan masa kepernirnpinan 5 tahun. Wilayah Kota Bogor terbagi rnenjadi 6 kecamatan, yaitu kecarnatan Tanah Sareal, Bogor Selatan, Bogor Tirnur, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Bogor Barat. Masing-masing kecarnatan terdiri dari kelurahanldesa, seluruhnya terrnasuk dalarn klasifikasi desa swadaya dan swakarya. Jumlah kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun 2005 rnencapai 68 buah (Larnpiran 1).

Letak Geografis

Kota Bogor rnerniliki luas 118 50 krn2, secara administratif wilayah ini terletak antara koordinat 30'30 Lintang Selatan hingga 6"51'00" Lintang Selatan dan 106"43'30° Bujur Tirnur serta 106"51'00" Bujur Tirnur, berada di tengah- tengah Kabupaten Bogor dan diantara jalur PuncakICianjur serta jarak yang dekat dengan lbukota Jakarta yaitu kurang lebih 60 kilometer. Oleh karena itu Bogor rnerniliki potensi yang strategis untuk perkernbangan wilayah dan perturnbuhan kegiatan ekonorni.

Peta Kota Bogor dapat dilihat pada Larnpiran 2, sedangkan batas Kota Bogor adalah sebagai berikut :

(2)

Sebelah Utara : Kecamatan Sukaraja, Bojong Gede, dan Kernang Kabupaten Bogor.

Sebelah Selatan : Kecarnatan Cijeruk dan Caringin Kabupaten Bogor. Sebelah Tirnur : Kecarnatan Sukaraja dan Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Barat : Kecarnatan Kernang dan Drarnaga Kabupaten Bogor.

Kemiringan sebagian besar wilayah Kota Bogor berkisar antara 0-15 persen. Perbukitan bergelornbang di Kota Bogor bervariasi dengan ketinggian 0 hingga >350 rn. Jenis tanah latosil coklat kernerahan harnpir terdapat di seluruh wilayah dengan tekstur tanah yang halus dan agak peka terhadap erosi. Secara umum wilayah Kota Bogor ditutupi batuan vulkanik dari endapan Gunung Pangrango dan Gunung Salak di bagian dalarn, sedangkan endapan permukaan tersusun tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan.

Keadaan cuaca dan udara di Kota Bogor sangat sejuk. Hal ini disebabkan karena Kota Bogor terletak pada ketinggian rata-rata antara 190-350 rn dari perrnukaan laut, suhu rata-rata 26'C dan kelernbaban udara

c

70 persen. Rata- rata curah hujan di Kota Bogor rnencapai 390 rnrnlbulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Nopernber. Tekanan udara rata-rata Kota Bogor 990 Nbs dengan tekanan udara tertinggi pada bulan Juni dan terendah pada bulan November. Wilayah Kota Bogor dialiri oleh 2 (dua) sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dengan anak sungai Cipakancilan, Cipaku. Cibalok, Cidepit dan Ciparigi. Letak permukaan air sungai tersebut jauh di perrnukaan sehingga Kota Bogor arnan dari bahaya banjir. Secara keseluruhan anak-anak sungai yang ada rnernbentuk pola aliran paralel sub paralel sehingga rnempercepat waktu rnencapai debit puncak (time to peak) pada kedua sungai besar tersebut. Pada umurnnya aliran sungai tersebut dirnanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor sebagai saran MCK (Mandi Cuci Kakus) dan usaha perikanan kararnba serta sumber air baku bagi PDAM (Perusahaan Daerah Air Minurn). Selain beberapa aliran sungai yang rnengalir di wilayah Kota Bogor, terdapat juga beberapa rnata air yang urnurnnya

dirnanfaatkan oleh rnasyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari.

Kernunculan mata air tersebut umurnnya terjadi karena pernotongan bentuk lahan atau topografi, sehungga secara otornatis aliran air tanah tersebut terpotong. Kondisis tersebut dapat dilihat diantaranya di tebing jalan to1 Jagorawi, pinggiran Sungai Ciliwung di Karnpung Lebak Kantin, Babakan Sirna dan Bantar Jati dengan besaran debit bervariasi. Pernanfaatan potensi surnber air baku (raw

(3)

water) yang dikelola oleh PDAM Kota Bogor selain rnernanfaatkan Sungai Cisadane juga rnernanfaatkan mata air yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Kapasitas air bersih PDAM 1 045.10 literldetik yang berasal dari sumber Mata air Kota Batu, Bantar Karnbing, Tangkil, Dekeng dan Cipaku. Cakupan air bersih yang berasal dari PDAM adalah 67 522 pelanggan dengan konsumsi rata-rata 23 706.416 rn31bulan. Bagi rnasyarakat yang belurn terjangkau oleh pipanisasi PDAM, pernerintah mernbangun layanan air bersih yang berasal dari rnata air di sekitar yang dapat dirnanfaatkan penduduk dengan debit mencapai 8,5 literldetik dari 7 mata air.

Penggunaan Lahan

Prinsip penataan ruang suatu wilayah pada dasarnya rnerupakan pengaturan terhadap pengunaan lahan yang ada di wilayah tersebut. Selain itu penggunaan lahan yang ada dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penataan guna lahan selanjutnya. Berdasarkan kondisi eksisting guna lahan di Kota Bogor tahun 1999, sebagian besar pengunaan lahan di wilayah ini adalah diperuntukkan bagi pernukiman yaitu seluas 8 296.63 Ha atau 70.01 persen dari luas keseluruhan. Penggunaan lahan untuk pertanian rnenernpati urutan kedua dengan presentase 10.87. Jurnlah terendah penggunaan lahan di Kota Bogor diperuntukkan bagi kolarn oksidasi (Instalasi Pembuangan Air Lirnbah atau IPAL) yaitu seluas 1.5 Ha. Presentase luasan penggunaan lahan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Persentase luasan penggunaan lahan Kota Bogor

Jenis Penggunaan Eksisting Tahun 1999

Luas (Ha) Persentase (%)

Permukiman 8 296.63 70.01

Terminal Agrobisnis Kolam oksidasi IPAL Pertanian

Kebun Campuran lndustri

Perdagangan dan jasa Perkantoranlpemerintahan Hutan Kota TarnanlLapangan Olahraga Kuburan Sungailsituldanau Ja!an

Terminal dan Sub terminal

Stasiun kereta api 5.60 0.05

Jumlah 11 850.00 100.00

(4)

Kebun Raya Bogor selain menjadi ternpat wisata dan pendidikan juga rnerupakan hutan Kota seluas 141.5 hektar yang terletak ditengah-tengah kota mernberikan kontribusi kesejukan pada rnasyarakat Kota Bogor rnerniliki koleksi tanarnan hutan tropis paling lengkap.

Selain itu kawasan yang tidak direncanakan oleh pernerintah tetapi terbentuk karena adanya arus urbanisasi adalah kawasan kurnuh, yaitu kawasan dengan perrnukaan yang tidak rnernenuhi persyaratan kesehatan, umurnnya berada pada lokasi di sepanjang bantaran sungai, tepian re1 kereta api, sekitar areal pusat perdagangan, sekitar areal transisi (pinggiran Kota), sekitar areal rawan banjir dan longsor serta areal kantong-kantong pernukirnan yang tertata terjepit (enclove) diantara rumah-rumah rnewah. Luas kawasan kurnuh di Kota Bogor pada tahun 2005 adalah 1.8 persen dari seluruh luas wilayah atau rnencapai 213.3 Ha yang tersebar di 6 kecamatan.

Penduduk

Jurnlah penduduk Kota Bogor Tahun 2005 rnenurut BPS (2006) adalah 855 085 jiwa yang terdiri dari 431 826 jiwa laki-laki dan 423 223 jiwa perernpuan. Sex Ratio penduduk adalah 102 yang artinya setiap 102 penduduk laki-laki berbanding dengan 100 penduduk perernpuan.

Dengan laju pertumbuhan penduduk 2.35 persen, jumlah penduduk Kota Bogor selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan pula dengan pertarnbahan penduduk dari tahun 2001 sebanyak 760 329 jiwa rnenjadi 789 423 jiwa pada tahun 2002, 820 707 jiwa pada tahun 2003 dan 831 571 jiwa pada tahun 2004 rnenjadi 855 085 jiwa pada tahun 2005.

Apabila dibandingkan dengan luas.wilayah Kota Bogor, maka rata-rata kepadatan penduduk tahun 2005 adalah 7 216 jiwa/krn2. Kecarnatan yang paling padat penduduknya adalah wilayah Bogor Tengah dengan kepadatan penduduk 12 691 jiwa/km2. Kepadatan penduduk berpotensi untuk mernudahkan penularan penyakit seperti pneumonia, dernarn berdarah dan TBC. Oleh karena itu program pemberantasan penyakit rnenular dikonsentrasikan di wilayah ini.

Data rnobilitas penduduk tidak dapat disajikan, karena hingga saat ini data ernigrasi dan irnigrasi penduduk belurn ada. Sebaran jurnlah penduduk di Kota Bogor secara lengkap terdapat pada Tabel 6.

(5)

Tabel 6 Sebaran jurnlah dan kepadatan penduduk Kota Bogor tahun 2005 Kecamatan Rumahtangga Penduduk Luas Wipyah Kepadatan

(jiwa) (Km ) Penduduk Bogor Selatan 39 050 166 745 30.81 5 412 Bogor Timur 18 594 86 978 10.15 8 569 Bogor Utara 35 187 149 578 17.71 8 441 Bogor Tengah 24 256 103 176 8.13 12 691 Bogor Barat 41 753 190 421 32.85 5 797 Tanah Sareal 35 517 158 187 18.84 8 396 Kota Bogor 194 357 855 085 118.50 7 216 Sumber: BPS 2006

Angka ketergantungan penduduk tidak produktif (urnur 0-4 tahun dan 65 tahun lebih) terhadap penduduk produktif usia 15 sarnpai 64 tahun adalah 46.79 yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 47 penduduk tidak produktif. Keadaan ini rnengindikasikan kondisi yang cukup baik dengan asumsi secara rata-rata seorang yang tidak produktif ditanggung oleh dua orang penduduk yang produktif. Angka rasio ketergantungan penduduk rnuda di Bogor Tengah (33.27) paling rendah dibanding wilayah lain karena jurnlah penduduk urnur 0 sarnpai 14 tahun lebih rendah dibanding kecamatan lainnya. Jurnlah penduduk rnenurut rasio ketergantungan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jurnlah penduduk rnenurut rasio ketergantungan

Rasio Rasio ketergantungan Rasio Kecamatan Ketergantungan Penduduk muda ketergantungan

penduduk tua Bogor Selatan 51.92 46.32 5.59 Bogor Tirnur 46.74 41.54 5.20 Bogor Utara 46.13 42.18 3.95 Bogor Tengah 40.40 33.27 7.13 Bogor Barat 45.24 40.17 5.07 Tanah Sareal 48.50 43.51 4.98 Kota Bogor 46.79 41.56 5.23

Sumber: BPS Kota Bogor 2006

Tabel 8 menunjukan struktur penduduk terbanyak adalah urnur 15 sarnpai 44 tahun berarti kornposisi penduduk Kota Bogor bergeser ke level yang lebih tinggi tingkatannya yaitu mengalarni transisi urnur penduduk rnuda ke tua. Pada tahun 2004 kornposisi penduduk usia anak-anak dan remaja (usia di bawah 20 tahun) sebesar 37.93 persen bergeser rnenjadi 38 persen pada tahun 2005. Jurnlah penduduk yang berusia 0 sarnpai 4 tahun paling banyak terdapat di Bogor Barat (18 379 anak) dan paling rendah di Bogor Tengah (8 294 anak).

(6)

Tabel 8 Penduduk per kecarnatan rnenurut kelompok umur

Kecamatan Kelompok Umur

0- 4 5-14 15

-

44 45 - 65 65 + Bogor Selatan 17 041 34 252 88 097 21284 6145 Bogor Timur 8 379 16 243 47 565 11 303 3 064 Bogor Utara 14 771 28 404 84 063 17 604 4 041 Bogor Tengah 8 294 16 152 56 577 15510 5243 Bogor Barat 18 370 34 294 102 154 24 964 6 652

ana ah

Sareal 15 894 30 457 82 307 19216 5310 Total 83 109 159 802 457 322 109 881 30 455

Sumber: BPS Kota Bogor 2005

Angka Melek Huruf

Angka rnelek huruf (AMH) adalah indikator yang rnenggarnbarkan rnutu surnber daya rnanusia yang diukur dalam aspek pendidikan yaitu dilihat dari kemarnpuan rnernbaca dan rnenulis. Dengan kernarnpuan baca tulis rnaka inforrnasi dapat lebih rnudah diterirna penduduk. AMH Kota Bogor selalu rneningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 adalah 98.92 yang berarti sekitar 98 dari 100 penduduk usia 10 tahun keatas sudah dapat rnembaca dan menulis. Hal ini ditunjukkan bahwa kernarnpuan penduduk Kota Bogor dalarn ha1 rnembaca dan rnenulis sudah sangat baik dilihat angka rnelek huruf yang telah rnencapai lebih dari 98 persen di seluruh kecarnatan. Pada Tabel 9 dapat dilihat AMH di masing-masing kecarnatan. Kecarnatan Bogor Tengah rnernpunyai AMH tertinggi dibanding kecarnatan lainnya yaitu 99.48, ha1 ini ditunjang oleh banyaknya fasilitas sekolah .

Tabel 9 Angka rnelek huruf per kecamatan

Kecamatan Melek Huruf Buta Huruf

2003 2004 2005 2005 Bogor Selatan 97.31 98.11 98.52 1.48 Bogor Tirnur 97.93 98.74 99.16 0.82 Bogor Utara 97.44 98.25 98.65 1.35 Bogor Tengah 98.25 99.07 99.48 0.52 Bogor Barat 98.07 98.89 99.30 0.70 Tanah Sareal 97.38 98.19 98.60 1.40

Surnber: BPS Kota Bogor 2006

Angka rnelek huruf di Kota Bogor sudah baik namun tidak diikuti dengan kualitas pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Menurut data BPS tahun 2005, tersedia sarana pendidikan negeri rnaupun swasta sebanyak 312 sekolah dasar, 103 sekolah menengah pertama, 48 sekolah menengah atas, 56 sekolah rnenengah atas kejuruan dan 9 perguruan tinggi. Pendidikan formal yang telah diternpuh penduduk dapat dilihat dari ijazah tertinggi yang dirniliki. Jumlah penduduk yang berumur 10 tahun ke atas sarnpai tahun 2005 rnasih banyak

(7)

yang berpendidikan SLTA ke bawah, terlihat dari persentase penduduk yang rnernpunyai ijazah SD sebanyak 31.20 persen, SLTP 19.31 persen dan SLTA 18.24 persen sedangkan yang terendah adalah penduduk yang rnemiiliki ijazah

52 yaitu hanya 0.34 persen. Hal ini disebabkan karena penduduk yang berpendidikan di atas SLTA banyak yang tinggal di Kabupaten Bogor. Penduduk 10 tahun ke atas dan ijazah yang dirniliki dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Penduduk 10 tahun ke atas dan ijazah yang dirniliki

ljazah tertinggi yang dirniliki N O h

Tidak punya ijazah 126 965 16.33

SDIMl sederajat 242 360 32.20

SLTPIMTs sederajat kejuruan 150 084 19.31

SMUIMAISederajat 141 746 18.24 SM Kejuruan 68 559 8.82 D IID II 6 064 0.78 D IIIISarjana Muda 12 886 1.66 D IVI Sarjana 25 772 3.32 S21S3 2 633 0.34

Surnber: BPS Kota Bogor 2006

Jenis Pekerjaan

Sektor tenaga kerja merupakan salah satu sektor penting pembangunan ekonomi khususnya dalarn upaya pernerintah untuk menanggulangi kerniskinan. Tenaga kerja merupakan modal bagi geraknya roda pernbangunan. Perkembangan jurnlah tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan perturnbuhan lapangan pekerjaan akan rnenyebabkan tingkat kesernpatan kerja atau penyerapan tenaga kerja cenderung rnenurun. Jurnlah pengangguran penduduk Kota Bogor yang berusia lebih dari 15 tahun mencapai 29 798 jiwa sedangkan jurnlah lowongan kerja yang terdaftar di Kota Bogor tersedia bagi 3 143 orang atau hanya 2.4 persen dari lapangan pekerjaan yang dibutuhkan. Jurnlah pencari kerja yang terdaftar 9 666 orang dengan tingkat pendidikan beragarn, jurnlah pencari kerja terbanyak (10%) berada di tingkat SLTA yaitu 3.097 orang, 8.8 persen berpendidikan sarjana dan 6.9 persen berpendidikan sekolah rnenengah kejuruan. Lowongan pekerjaan yang tersedia sudah terisi sebanyak 2 702 orang atau 28 persen dari pencari kerja yang terdaftar.

Kota Bogor yang merupakan kota perdagangan, industri dan jasa ditunjukkan dengan sebagian besar rnata pencaharian penduduk pada ketiga bidang tersebut. Perdagangan merupakan bidang pekerjaan yang terbanyak dilakukan oleh penduduk Kota Bogor yaitu 75 482 jiwa (27.70%), kemudian industri 70 312 jiwa (25.80%) dan jasa 54 285 jiwa (19.90%). Bidang pekerjaan listrik, gas dan air merupakan bidang pekerjaan yang paling sedikit dilakukan

(8)

oleh penduduk yaitu hanya 0.38 persen. Bidang pekerjaan penduduk Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 11

Tabel 11 Bidang pekerjaan penduduk Kota Bogor

Bidang Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total Persentase

Pertanian 4 136

Pertambangan 1551

lndustri 55 319

Listrik, gas, air 517

Konstruksi 21 197

Perdagangan 54 802

Angkutan 25 850

Keuangan 11 891

Jasa 32 571

Sumber: Dinas Kesehatan (2006)

Ketersediaan Pangan

Produksi. Ketersediaan pangan yang dibutuhkan penduduk Kota Bogor sebagian besar tidak dapat dipenuhi oleh produksi sendiri, melainkan disuplai dari luar wilayah seperti Kabupaten Bogor. Walaupun Kota Bogor rnerupakan bukan daerah pertanian, rnasalah pertanian rnasih diupayakan dalarn jajaran Pemerintah Daerah Kota Bogor rnelalui Dinas Agribisnis karena rnasih ada lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Sektor pertanian meliputi sub sektor Tanaman Bahan Makanan (TABAMA), Peternakan dan Perikanan.

Yang termasuk dalarn sub sektor TABAMA adalah tanaman bahan makanan (padi-padian, jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan), sayur- sayuran (bayam, buncis, cabe, kacang panjang, kangkung, ketimun, tornat, dan terung), buah-buahan (alpukat, belirnbing, duku, durian, jambu biji, jeruk, mangga, manggis, nangkalcempedak, nenas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, sirsak, sukun, petai, melinjo, dan jambu air), juga tanaman hias (anggrek, anthurium, gladiol, anyelir, pisang-pisangan, krisan, rnawar, kenanga, melati, palem dan sedap malam),

Produksi tanaman bahan makanan di Kota Bogor yang berasal dari seluruh kecamatan yang ada pada tahun 2004 yaitu tanarnan padi sawah sebanyak 5 788.16 ton, jagung 1 424.28.ton, kacang tanah 59 ton, ubi kayu 5 530 ton, ubi jalar 1 219 ton, total produksi sayuran 6 332 ton dengan hasil terbanyak diperoleh dari produksi ketimun sebesar 1 700 ton dan terung sebesar 1 620 ton, total produksi buah-buahan 487.90 ton sebagian besar yang disumbang oleh produksi pepaya 80.30 ton dan rarnbutan sebesar 55.80 ton. Produksi beras berasal dari padi sawah. Selama periode tahun 2002 sampai

(9)

2005 produksi padi rnengalarni peningkatan. Pada tahun 2002 produksi padi sebesar 4 035 ton, tahun 2003 menjadi 9 953.28 ton, tahun 2004 sebesar 5 788.16 ton dan pada tahun 2005 rnenjadi 7 185.18 ton. Peningkatan produksi ternyata tidak rnarnpu rnernenuhi kebutuhan pangan yang semakin bertambah.

Tanaman palawija yang dihasilkan Kota Bogor antara lain jagung dan ubi kayu, ubi jalar dan talas yang produksinya cenderung rnenurun. Pada tahun 2002 produksi palawija 7 224 ton, pada tahun 2003 kernudian naik hampir dua kali lipat rnenjadi 12 317.5 ton, tahun 2004 turun rnenjadi 9 200.88 ton kernudian turun kernbali pada tahun 2005 rnenjadi 8 250.05 ton. Selain tanaman bahan rnakanan terdapat juga produksi tanarnan hias. Tota1,produksi tanarnan hias 12 381.30 ton dengan prirnadona bunga sedap rnalarn 2 400.4 tangkai dan anggrek 2 054.4 tangkai.

Peternakan yang diutarnakan adalah ternak besar (sapi potong, sapi perah dan kuda), ternak kecil (karnbing dan dornba) dan unggas (ayarn kampung, ayam ras petelur dan ayarn ras potong). Jurnlah ternak besar yang ada 1 988 ekor dengan populasi terbanyak adalah sapi perah 1 612 ekor. Sernentara kuda (64 ekor) dibudidayakan untuk alat transportasi sebagai penarik sadoldelman. Jumlah ternak kecil 18 947 ekor, yang lebih banyak dipelihara adalah domba sebanyak 12 554 ekor. Tidak ada satupun babi yang diternakan oleh penduduk Kota Bogor. Untuk unggas rnasih didominasi ayarn kampung sebesar 720 727 ekor.

Pengembangan usaha perikanan konsumsi di kolarn baik deras rnaupun tenang lebih banyak diarahkan untuk penyediaan jenis ikan yang menghasilkan produk yang dapat diserap pasar lokal dan sekaligus untuk penyediaan kecukupan gizi rnasyarakat, sedangkan budidaya ikan hias diarahkan untuk rnernenuhi kebutuhan pasar lokal, regional dan ekspor dalarn rangka rneningkatkan pendapatan usaha rnasyarakat. lkan yang dihasilkan adalah ikan air tawar yang berasal dari kolarn pernbesaran air tenang, air deras, sawah dan kararnba dengan total produksi 2 718.04 ton dengan produk tertinggi dari ikan hasil kolarn air tenang 1 489.92 ton (54.8%). Potensi perikanan yang dirniliki Kota Bogor selain kolam juga terdapat beberapa situ yang berpotensi untuk dikembangkan budidaya dan konservasi yaitu Situ Gede seluas 4 Ha, Situ Leutik seluas 1 Ha dan Situ Panjang seluas 1.5 Ha yang berada di kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat. Selain berfungsi sebagai lahan budidaya juga sebagai areal irigasi adan konservasi hutan. Selain itu terdapat situ-situ yang dikuasai

(10)

oleh pengembang perurnahan seperti Situ Curug (Bogor Barat), Situ Bogor Raya (Bogor Timur) dan Situ Anggalena (Bogor Utara).

Kota Bogor rnerupakan salah satu sentra ikan hias dan telah bekerjasarna dengan pelaku usaha ikan hias daerah lain yang berdekatan. Pemasaran ikan hias telah rnenguasai beberapa negara Asia, Arnerika Serikat, Eropa dan negara lain seperti Bahrain dan Turki. Volume ekspor ikan hias pada tahun 2004 sebanyak 6 000 000 ekor yang setara dengan nilai 4 rnilyar rupiah.

Berdasarkan Neraca Bahan Makanan (2005) dapat diketahui bahwa pangan yang tersedia untuk dikonsumsi, bila dikonversikan ke dalarn bentuk energi sebesar 2 766.27 kkallkapitalhari dan protein sebanyak 80.92 grlkapitalhari. Ketersediaan ini telah rnelarnpaui ketersediaan energi dan protein yang direkornendasikan dalarn Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional yaitu energi 2 200 kkallkapitalhari dan protein 55 grlkapitalhari). Sedangkan penyediaan protein masih didorninasi oleh protein nabati sebesar 75.39 grlkapitalhari atau 93.2 persen. Ketersediaan energi dan protein tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel I 2 Ketersediaan energi dan protein tahun 2005

Uraian Ketersediaan WKNPG 2004 Persentase (%)

Energi (kkallkaplhari) 2 766. 2 200 125.70

Protein (grlkaplhari) 80.92 57 141.96

Hewani 5.53 6.8

Nabati 75.39 93.2

Sumber: NBM Kota Bogor tahun 2005 (diolah)

Impor. lmpor pangan terjadi pada sernua jenis komoditi kecuali buah jarnbu batu yang mernpunyai produktifitas tinggi dan rnencukupi kebutuhan konsurnsi penduduk, pada tahun 2005 telah diekspor sebanyak 913 ton ke DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Kebutuhan bahan rnakanan penduduk Kota Bogor cukup tinggi dan hanya sekitar 0.38 sampai 62.90 persen rnerupakan produksi lokal. Sebagai contoh prediksi kebutuhan pangan penduduk Kota Bogor pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa kebutuhan beras, urnbi- urnbian, kacang tanah dan buah-buahan lebih dari 90 persen didapat dari irnpor. Beras biasanya didatangkan dari Cianjur, Sukaburni dan Karawang. Palawija yang diirnpor adalah ubi kayu, ubi jalar dan talas. Penyediaan kacang-kacangan, yang didorninasi kacang tanah dan kedelai harnpir seluruhnya impor karena produksi lokal relatif sedikit. Untuk kelornpok sayuran, keseluruhan komoditi berupa impor sedangkan produksi lokal yang tinggi hanya kangkung, terong dan daun singkong rnuda. Jenis bahan makanan kelompok daging yang diirnpor

(11)

sebagian besar berupa daging sapi dan ayam ras. Penyediaan telur seluruhnya diperoleh dari impor. Pada kelompok susu masih diimpor dari luar daerah terutama susu bubuk walaupun kebutuhan susu lebih dari separuh dipenuhi dari produksi susu segar lokal. Penyediaan untuk kelornpok pangan ikan bersumber dari suplai dari luar daerah yang didominasi ikan jenis air tawar seperti ikan mas, rnujair dan carnpuran.

Tabel I 3 Prediksi kebutuhan konsumsi bahan pangan penduduk

Jenis Bahan Konsumsi Kebutuhan Pernenuhan Suplai Luar daerah Makanan (kglkaplth) Pangan Masyarakat (ton) produksi lokal (ton) (Ton) Padi-padian

Beras 109.71 91 822.66 6 290.05 (6.38%) 92226.35 (93.61%)

h u n g 2.83 2 368.99 2 620.80 (13.88%) 16261.51(86.12%)

Palawijalumbi- urnbian

Ubi kayu, ubi 17.80 14 897.85 1 523.26 (2.48%) 59885.30 (97.52%)

jalar dan Talas Kacang- kacangan Kacang tanah 8.31 6 995.15 51.66 (0.38%) 13 658.53(99.62%) dan kacang kedelai Sayuran 50.73 42 458.88 8 295.78 (15.38%) 45 641.95(84.62%) Buah-buahan 29.41 24 614.93 3 100.00 (6.29%) 46 158.20(93.71%) Daging sapi, domba, ayam 5.97 4 996.63 3091.98 (37.30%) 5 199.82 (61 31%) Telur 5.24 3 858.56

-

3 858.56 (100.0%) Susu 1.23 1 029.45 2148.50 (62.9%) 1 859.42 (37.13%) lkan 18.75 15 692.96 2247.18 (10.6%) 18.90154 (89.37%)

Surnber: Dinas Pertanian Kota Bogor 2004

Cadangan Pangan. Salah satu kebijakan dalam aspek ketersediaan pangan pada Program Ketahanan Pangan dari Departemen Pertanian adalah menjamin produksi pangan utamanya dari produksi dalarn negeri. Produksi pangan pokok dalam ha1 ini yaitu beras di Kota Bogor tidak rnencukupi kebutuhan konsurnsi penduduk. Untuk meningkatkan kapasitas produksi tidak mungkin dilakukan karena lahan yang tidak tersedia. Kekurangan produksi beras dipenuhi impor dari daerah lain seperti Cianjur, Karawang dan Sukaburni.

Cadangan pangan (peubah stok) merupakan salah satu komponen ketersediaan pangan yang penting. Dikaitkan dengan peran pernerintah daerah, pengelolaan cadangan pangan yang baik oleh pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat secara luas dapat rneminimalkan terjadinya kasus-kasus kerawanan dan kekurangan pangan di daerah. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengernbangkan cadangan pangan tertentu yang bersifat pangan pokok sesuai dengan pola pangan pokok seternpat. Dengan demikian,

(12)

apabila terjadi kasus kekurangan pangan di suatu wilayah dapat segera ditanggulangi oleh pernerintah daerah seternpat tanpa harus rnenunggu kebijakan pernerintah pusat (Basuki 2004). Cadangan beras yang disimpan pernerintah yang ada adalah di Depot Logistik Divisi Regional (Dolog Divre) Cianjur, Bogor dan Sukaburni. Beras yang dikelola oleh instansi ini adalah penyaluran raskin (beras miskin) yang keluar masuk setiap bulan, sedangkan cadangan beras untuk menanggulangi bencana baik alarn maupun sosial tidak ada. Stok akhir tahun 2005 tersedia 3 596 901 kg untuk raskin Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok (Herrnawan 2006). Rekapitulasi mutasi persediaan, pernasukan dan penyaluran fisik beras di Gudang Bulog Baru Bogor sub divre Cianjur tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Cadangan pangan paling besar ada di tingkat pedagang dibanding pernerintah maupun rumahtangga karena aktifitas ekonorni pangan di Indonesia secara prinsip dijalankan berdasarkan mekanisme pasar bebas. Data mengenai jumlah beras yang rnasuk dan keluar Kota Bogor tidak ada, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa cadangan beras yang ada di tingkat pedagang. Walaupun demikian dari hasil pengamatan, cadangan beras di tingkat pedagang rnasih baik, terlihat dari kegiatan bongkar rnuat beras di tingkat pedagang.

Konsumsi Normatif. Ketersediaan pangan yang utama merupakan

fungsi dari produksi pangan. Produksi dan impor merupakan aspek yang menunjukkan apakah wilayah tersebut dapat mernenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Komoditas yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah ketersediaan bersih beras dan jagung. Dilihat dari sisi produksi beras dan jagung ternyata kebutuhan pangan penduduk seluruh wilayah Kota Bogor tidak dapat dipenuhi oleh produksi setempat. Perhitungan tanpa memperhatikan kemungkinan adanya bencana alarn dan bencana sosial. Ratio konsumsi normatif dan produksi setara beras per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 14.

Ratio konsurnsi padi dan jagung dibanding produksi pada hampir kecamatan rnempunyal nilai lebih dari 1.5 kecuali Bogor Barat yang berarti defisit pangan sangat tinggi, berarti ketersediaan pangan penduduk terutarna beras sangat tergantung pada suplai dari luar daerah. Hal ini sangat riskan karena rnakanan pokok penduduk produsen beras juga beras, sehingga terjadi bencana alarn dan kegagalan produksi di wilayah produsen. Ekspor dari akan dilakukan bila terdapat kelebihan pasokan setelah konsumsi domestik terpenuhi. Selain itu

(13)

posisi dan tawar menawar pengimpor pangan tergantung pada kebijakan produsen.

Tabel 14 Ratio konsurnsi norrnatif dan produksi setara beras per kecamatan Kecarnatan Penduduk Jurnlah Konsumsi Normatif PSB Ratio

(a) (b) (c) (d) (c:d) Bogor Selatan 168 745 16 737.02 1835.412 9 ~ o g o r Timur 86 978 8 730.41 1730.726 5 Bogor Utara 149 578 15 013.89 9304.19 1.6 Bogor Tengah 103 176 10 356.20 27.858 371.7 Bogor Barat 190 421 19 113.50 19050.56 1 .O Tanah sareal 158 187 15 878.02 190.868 83

Surnber: Dinas Pertanian Kota Bogor tahun 2004 (diolah)

Jika dilihat dari sisi produksi pangan rnaka Kecarnatan Bogor Tengah, sebagai pusat kota mengalami defisit paling tinggi dibanding wilayah lain tetapi cadangan pangannya paling banyak dibanding daerah lain karena wilayah ini rnempunyai dua pasar utarna yang rnenyediakan berbagai keperluan penduduk terrnasuk pangan.

Distribusi Pangan

Distribusi pangan rnerupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting karena salah satu indikator ketidakpuasan rakyat terhadap penyelenggaraan pernerintahan diantaranya dapat diukur dengan baik buruknya distribusi pangan. Sedangkan rnasalah utarna dalarn distribusi pangan adalah masalah pengangkutan dan penyimpanan dalarn upaya menyeimbangkan

- berapa, kapan

dan dirnana

- produksi dan konsumsi.

Distribusi yang efektif dan efisien rnenjamin seluruh rurnahtangga dapat rnernperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dan harga yang terjangkau. Distribusi dipengaruhi oleh kondisi sarana dan prasarana, kelembagaan, dan perundang-undangan. Kunci keberhasilan kinerja subsistern distribusi terletak pada penjagaan kearnanan sepanjang jalur distribusi, pengaturan perdagangan yang kondusif, dan penegakan hukum (DKP 2006). Surat Kepala Pusat Pengembangan Distribusi Pangan nomor 0041PP.01011.310112005 tanggal 17 Januari 2005 kepada Kepala BadanIDinas yang rnenangani ketahanan pangan untuk rnelakukan pernantauan perkembangan harga pangan pokok strategis, pasokan beras, situasi luas panen, termasuk permasalahan dan tindak lanjut daerah dalarn penyediaan, kelancaran arus distribusi dan stabilitas harga di masing-masing wilayah (Pusat Pengembangan Distribusi Pangan DKP 2005).

(14)

Jalan raya adalah jalan besar atau main road yang rnenghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini rnernpunyai ciri-ciri berikut: (1) digunakan untuk kendaraan berrnotor (2) digunakan untuk orang awarn (3) dibiayai oleh pernerintah (4) penggunaannya taat kepada undang- undang atau peraturan pengangkutan.

Jalan raya dapat rneningkatkan kegiatan ekonorni di suatu wilayah karena dapat rnernbuka hubungan dan rneningkatkan kornunikasi dengan wilayah lain. Dengan adanya jalan raya, kornoditi dapat rnengalir ke luar daerah produksi dernikian juga sebaliknya. Selain itu, jalan raya juga rnernbentuk jalur ekonorni di sepanjang wilayah yang dilaluinya (Wikipedia 2008 ).

Stabilitas harga pangan merupakan petunjuk stabilitas pasokan sebagai salah satu elernen penting ketahanan pangan. Sernakin tinggi fluktuasi harga berarti sernakin tidak stabil harga kornoditas yang bersangkutan. Ketidakstabilan harga sangat dipengaruhi sifat kornoditas yang rnudah rusak dan belum terintegrasinya pengelolaan sistern produksi dengan permintaan pasar sehingga pola pasokan kurang sesuai dengan pergerakan perrnintaannya (Suryana 2004). Masalah yang sangat rnendasar dalarn ketahanan pangan ini adalah keterjangkauan pangan oleh rurnahtangga dan rnasalah kehandalan dan keberlanjutan dari penyediaan pangan. Keterjangkauan pangan oleh rurnahtangga ditentukan oleh kernarnpuan dan stabilitas produksi pangan dalam negeri dan kernarnpuan pernbiayaan untuk rnnegirnport serta keadaan penyediaan pangan di pasar internasional. Karena Indonesia adalah negara besar untuk memantapkan ketahanan pangan harus rnarnpu rnernproduksi beras sekitar 95 persen kebutuhannya (Kasryno 2004).

Akses Pangan secara Fisik. Lokasi sangat rnernpengaruhi besarnya biaya transportasi dan biaya produksi. Penernpatan lokasi produksi pertanian rnaupun pabrik serta gudang-gudang penyirnpanan pada lokasi yang tepat akan dapat rnenekan biaya transportasi rnaupun biaya produksi dari produk yang dihasilkan. Besarnya biaya transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh jauhnya jarak yang diternpuh, rnelainkan juga dipengaruhi oleh jenis barang yang diangkut, kondisi jalan yang dilalui dan juga alat angkut yang digunakan.

Prasarana perhubungan seperti jalan sangat diperlukan untuk rnobilitas penduduk untuk di dalarn, ke luar dan ke dalarn Kota Bogor. Keadaan jalan yang baik akan rnernperrnudah dan rnernpercepat penduduk untuk rnendapatkan segala kebutuhan maupun keperluan. Status jalan sebagian besar rnerupakan

(15)

jalan kabupatenlkota yang telah diaspal tetapi dengan kondisi yang sedang dengan klasifikasi jalan kelas Ill C. Dari pengamatan ternyata kerusakan jalan tidak hanya dalam wilayah kecamatan tetapi juga di jalan protokol seperti Jalan Suryakencana dan Jalan Merdeka yang merupakan urat nadi perdagangan (Lampiran 5).

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan adalah angkutan perkotaan sebanyak 3 316 buah dengan jurnlah rute 22 buah (Lampiran 6). Seluruh rute menghubungkan antar kecamatan, pemukiman, pasar dan pusat kota baik perdagangan, perkantoran rnaupun pendidikan. Rute yang paling banyak adalah Sukasari-Bubulak yang dilayani angkutan perkotaan sebanyak 660 buah atau sekitar 47.9 persen.

Secara urnurn kondisi Kota Bogor yang terjepit diantara Daerah Khusus lbukota dan daerah wisata Puncak rnenunjang distribusi masuk keluar bahan pangan dari luar wilayah. Prasarana jalan, kernudahan alat transportasi dan fasilitas pasar yang ada di sekitar wilayah Kota Bogor transportasi yang ada sangat membantu jalur distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke sentra konsumsi. Kota Bogor sendiri rnempunyai enam buah pasar besar yang dikelola langsung oleh pemerintah kota, satu buah di masing-masing kecamatan. Pasar ini telah mulai dari waktu dini hari hingga sore hari dan berlangsung setiap hari. Selain itu juga bermunculan pasar-pasar kecil dan pasar tumpah disekitar pernukirnan. Akses penduduk untuk mencapai pasar tidak sulit karena jalan yang ada rnendukung dan tersedia angkutan kota yang rnenghubungkan wilayah kecamatan dengan pasar besar. Di pemukirnan yang tertata juga banyak berjualan tukang sayur keliling ataupun warung yang menetap. Sarana penyimpanan pangan yang dikelola pemerintah belum diperlukan karena pangan disirnpan dan dikelola sendiri oleh pedagang. Pangan yang diperdagangkan baik di pasar maupun pedagang keliling cukup bervariasi rnernenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Biaya angkutan dapat ditekan yaitu dengan kernudahan transportasi sehingga biaya yang dibebankan pada harga jual pangan menjadi kompetitif. Hal ini menyebabkan pasokan dan harga pangan reiatif stabil. Perkembangan dan distribusi harga pangan di tingkat konsumen untuk beberapa macarn komoditas pangan strategis dilakukan monitoring setiap rninggu sekali yang bekerjasama dengan Kantor Pengelolaan Pasar Kota Bogor. Pada suasana normal harga jual pangan tidak berbeda antar pasar yang satu dengan lainnya.

(16)

Stabilitas Harga. Harga pangan pada hari-hari besar keagamaan akan rnengalami fluktuasi dan cenderung rnelonjak sebagai akibat dari meningkatnya perrnintaan untuk konsurnsi dan juga akibat perilaku pasar dan harapan pelaku pasar yang ingin mendapatkan harga dan pendapatan yang lebih tinggi. Lonjakan juga dapat disebabkan karena gangguan pada pasokan atau ketersediaan bahan pangan dan juga gangguan dalam distribusi (Departernen Perdagangan 2006).

Pemerintah rnemantau setiap minggu fluktuasi harga pangan strategis secara periodik, yang dilaporkan oleh Dinas Perdagangan dan lndustri dan koperasi sebagai upaya pengendalian untuk menjaga agar lonjakan harga pangan tidak terlalu tinggi. Kenaikan harga terutama beras akan rnemberikan kontribusi kebutuhan energi dan protein dalam pola pangan penduduk, karena beras rnerupakan pangan pokok. Harga pangan strategis selarna tahun 2004 relatif stabil kecuali pada hari-hari besar keagamaan seperti ldul Fitri, Natal dan Tahun Baru yang mengalami kenaikan harga pada kornoditas tertentu seperti daging sapi, telur ayam, ayam dan cabai. Walaupun demikian pergeseran harga tidak melebihi batas toleransi yang diperbolehkan yaitu 15 sampai 25 persen dari harga normal. Adapun hasil monitoring harga selarna tahun 2004 rnenunjukkan bahwa harga beras IR-64 menunjukkan kenaikan yang terendah (7.7%) dari harga Rp 2 600 menjadi Rp 2 900. Khusus untuk komoditas beras, studi yang dilakukan lkhsan (2001) rnenyimpulkan bahwa kenaikan harga beras meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Setiap kenaikan harga beras 10 persen rnengakibatkan dua juta penduduk jatuh miskin. Sementara kornoditas yang mengalami kenaikan harga yang tertinggi adalah daging sapi sebanyak 23.3 persen dari harga Rp 30 0001kg menjadi Rp 45 0001kg. Kenaikan harga karena dipacu oleh demand yang tinggi dari penduduk dalarn rnenghadapi hari raya keagarnaan. Harga akan mengalami penurunan seiring dengan berlalunya perayaan keagaaman tersebut. Perkembangan harga komoditas pertanian di Kota Bogor selarna tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 4.

Situasi Kerawanan Pangan Kerawanan Pangan Berdasarkan Akses pangan

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai bidang kehidupan. Pernahaman kemiskinan terutama adalah'gambaran kekurangan materi, yang

(17)

biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perurnahan, dan pelayanan kesehatan. Kerniskinan dalarn arti ini dipaharni sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar dan rnerupakan garnbaran tentang kurangnya penghasilan. Rurnahtangga rniskin di wilayah perKotaan rnernpunyai kesulitan untuk rnendapatkan pangan karena daya beli yang terbatas sernentara rnereka tidak rnernpuyai akses terhadap proses produksi pangan dengan terbatasnya kepernilikan lahan pertanian. Jadi rnereka sangat tergantung dukungan ketersediaan pangan di tingkat lokal rnaupun nasional.

Hasil pendataan yang dilakukan Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Bogor pada tahun 2003, 2004 dan 2005, terjadi penurunan jurnlah rurnahtangga rniskin walaupun pernah naik pada tahun 2003. Jumlah rurnahtangga rniskin Sejahtera I jauh lebih banyak dibanding dengan pra- sejahtera. Fluktuasi jurnlah rurnahtangga rniskin dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jurnlah rurnahtangga rniskin di Kota Bogor

Tahun Tahap kesejateraan

Pra-KS KS I

2002 2 314 45 120

2003 1 446 43 455

2004 1 952 46 933

2005 1 446 43 455

Surnber: BPS Kota Bogor tahun 2006

Secara urnurn persentase rurnahtangga rniskin karena alasan ekonorni pada tahun 2005 sebesar 23 persen dari total rurnahtangga yang ada di wilayah Kota Bogor. Keadaan ini terrnasuk dalarn daerah dengan risiko sedang untuk terjadinya rawan pangan dan gizi, narnun rentang jurnlah rumahtangga rniskin pada tiap kecarnatan berkisar antara 13 sarnpai 29.4 persen. Besar rnasalah kemiskinan di suatu wilayah yang digunakan untuk rnelihat situasi pangan dan gizi di Indonesia yang besarnya kurang dari 20 persen maka hanya ada satu wilayah kecarnatan yang rnerniliki risiko rawan pangan dan gizi yang rendah yaitu Bogor Utara sebesar 13 persen, sedangkan Bogor Tirnur merupakan wilayah yang tinggi rnasalah kerniskinannya yaitu 29.4 persen.

Persentase rumahtangga miskin. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli rurnahtangga. Daya beli yang rendah mernpengaruhi konsumsi energi dan protein. Persentase rurnahtangga rniskin per kecarnatan berkisar antara 13 sarnpai 29.4 persen. Bila dibandingkan dengan batas keberadaan rumahtangga rniskin di suatu wilayah yang besarnya lebih kecil dari 5 persen rnaka seluruh kecarnatan yang ada di Kota Bogor rnernpunyai rnasalah dengan kerniskinan (Tabel 16).

(18)

Tabel 16 Jurnlah rurnahtangga pra sejahtera dan sejahtera I per kecamatan

Total Jumlah

Pra Sejahtera I Kecamatan rumahtan Sejahtera

n Kategori gga Bogor Selatan 39 050 456 9287 9 743 25.0 2 Bogor Timur 18 594 9 5457 5 466 29.4 2 Bogor Utara 35 187 164 4 400 4 564 13.0 5 Bogor Tengah 24 256 7 034 7 034 29.0 2 Bogor Barat 41 753 353 8 969 9 322 22.3 3 Tanah Sareal 35 517 464 8 308 8 772 24.7 3

Sumber: BPS Kota Bogor tahun 2006

Persen rumahtangga dengan akses listrik. Daerah rawan pangan biasanya kurang fasilitas umurn seperti listrik. Listrik rnernberikan kernakrnuran bagi daerah karena rnasyarakat setempat dapat rnernanfaatkannya untuk kegiatan yang produktif. Persentase rumahtangga yang rnendapat fasilitas listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di seluruh kecarnatan rnasih di bawah angka yang diharapkan yaitu di atas 95 persen. Bogor Utara paling sedlkit rnendapat akses listrik hanya 83.6 persen dari total rurnahtangga sedangkan di Bogor Tengah listrik dapat dinikrnati 94.8 persen. Bila dibandingkan dengan batasan yang ada rnaka Bogor Tengah dan Tirnur terrnasuk kategori dua (2) artinya terrnasuk wilayah dengan fasilitas listrik tinggi (90 sampai 95%). Tabel 17 menujukkan jurnlah rurnahtangga yang rnendapat akses listrik per kecamatan Tabel 17 Jurnlah rurnahtangga yang akses ke fasilitas listrik per kecamatan

Kecamatan Rumahtangga rota1 Listrik

YO

Kategori

Bogor Selatan 39 050 34 580 88.6 3 Bogor Timur 18 594 16 932 91.1 2 Bogor Utara 35 187 . 29403 83.6 4 Bogor Tengah 24 256 23 004 94.8 2 Bogor Barat 41 753 35 833 85.8 3 Tanah Sareal 35 517 30 728 86.5 3

Sumber: BPS Kota Bogor tahun 2006

Pada Tabel 18 dapat dilihat peringkat kecarnatan berdasarkan persentase rumahtangga rniskin dan persentase rurnahtangga yang rnendapat sambungan listrik. Bila dilihat dari angka kerniskinan rnaka Kecarnatan Bogor Utara rnerupakan wilayah yang paling sejahtera dibanding keempat kecarnatan lainnya, sedangkan bila dilihat dari infrastruktur listrik rnaka Kecamatan Bogor Tengah paling baik.

(19)

Tabel 18 Peringkat kategori masing-masing indikator akses pangan per kecamatan

Kecarnatan Miskin (%) Uategori Listrik (%) Kategori

Bogor Selatan 25.0 2 88.6 3 Bogor Tirnur 29.4 2 91.1 2 Bogor Utara 13.0 5 83.6 4 Bogor Tengah 29.0 2 94.8 2 Bogor Barat 22.3 3 85.8 3 Tanah Sareal 24.7 2 86.5 3

Surnber: BPS Kota Bogor tahun 2006

Kerawanan Pangan Berdasarkan Kesehatan dan Gizi

Angka Harapan Hidup (AHH). Rata-rata Umur Harapan Hidup (AHH) tertinggi berada di Bogor Barat yaitu 72.40 tahun pada tahun 2004 sedangkan yang terendah di Bogor Selatan (68.62 tahun). Dibandingkan dengan rata-rata angka harapan hidup nasional yang besarnya 63 tahun pada tahun yang sama maka AHH di tiap kecarnatan di Kota Bogor sudah diatas angka rata-rata nasional (Tabel 19),

Tabel 19 Angka Harapan Hidup (AHH) per kecarnatan tahun 2000 - 2004 Kecarnatan 2000 2001 2002 2003 2004 Uategori Bogor Selatan 64.94 65.06 65.1 1 68.18 68.62 6 Bogor Tirnur 68.16 68.29 68.34 71.56 72.02 6 Bogor Utara 67.19 67.32 67.37 70.54 71.00 6 Bogor Tengah 65.23 65.36 65.40 67.48 69.93 6 Bogor Barat 68.52 68.65 68.70 71.94 72.40 6 Tanah Sareal 66.00 66.13 66.17 69.29 69.74 6 Surnber : BPS Kota Bogor tahun 2005

Prevalensi Balita Gizi Kurang. Status gizi merupakan muara akhir dari semua sistem pangan dan gizi yang mencerminkan baik buruknya program pangan dan gizi nasional. Pelaksanaan pemantauan perkembangan dan kecenderungan masalah pangan dan gizi dapat dilihat melalui analisa terhadap situasi pangan dan gizi yang terjadi pada wilayah tersebut. lnformasi yang dihasilkan dapat dijadikan dasar untuk intervensi yang akan dilakukan pada masa mendatang.

Keadaan gizi dan kesehatan yang baik dirnulai sejak dalam kandungan. Keadaan gizi dan kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan berpengaruh terhadap kesehatan janin yang dikandung. Bayi yang dikandung oleh ibu dengan kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk akan rnenyebabkan bayi yang dilahirkan mempunyai risiko berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2 500 gram. Kejadian ini banyak terjadi di negara berkembang. Dampak dari BBLR mengakibatkan, perawatan anak

(20)

rnenjadi lebih sulit, pertumbuhan anak yang kurang baik, kesehatan yang kurang, dan perkembangan yang terharnbat. Persentase BBLR di Kota Bogor sebesar 0.22 persen dari 16 935 kelahiran. Angka ini diperoleh dari seluruh puskesmas yang ada berdasarkan laporan cakupan neonatus, bayi dan BBLR. Data yang berasal dari ternpat pelayanan kesehatan lainnya tidak tercakup di dalamnya.

Status gizi balita sangat dipengaruhi oleh asupan bahan pangan yang dikonsumsi, yang ditentukan oleh kernampuan penyediaan dan pengelolaan konsurnsi pada masing-masing rumahtangga. Keragaan prevalensi balita gizi kurang secara keseluruhan Kota Bogor cenderung rnengalarni penurunan, pada tahun 2003 terdapat 9.8 persen balita rnenderita gizi kurang, tahun 2004 rnenjadi 9.2 persen dan tahun 2005 rnenjadi 8.7 persen. Penurunan ini disebabkan adanya upaya-upaya intervensi yang sudah dilaksanakan. Sedangkan persentase balita dengan status gizi buruk tidak banyak berubah, tahun 2003 sebanyak 0.5 persen, tahun 2004 rnenjadi 0.4 dan pada tahun 2005 menjadi 0.46 persen. Balita gizi buruk rnemerlukan penanganan medis yang intensif karena balita gizi buruk seringkali disertai penyakit penyerta. Walaupun demikian persentase balita gizi buruk masih lebih rendah dari prevalensi Jawa Barat yang besarnya 2.5 persen (Profil Jawa Barat tahun 2004) dan merniliki risiko rendah rawan pangan dan gizi.

Jika keragaan tersebut dilihat pada masing-masing kecamatan ternyata penurunan prevalensi balita gizi kurang tidak terjadi di semua kecarnatan. Pada periode tahun 2003-2004 ada dua kecarnatan yang mengalami peningkatan prevalensi gizi kurang yaitu Bogor Selatan dari 7.0 persen pada tahun 2003 rnenjadi 10.7 persen pada tahun 2004, dan Bogor Barat dari 8.9 persen pada tahun 2003 menjadi 12.1 persen. Hal ini disebabkan pemekaran wilayah Kota Bogor yang terjadi pada tahun 2002 (Tabel 20).

Tabel 20 Prevalensi balita gizi kurang dan buruk

Kurang Buruk Kecamatan 2003 2004 2005 2003 2004 2005 (%) (%) (%) (Yo) ( % ) ("A) Bogor Selatan 7.0 10.7 9.6 0.4 0.5 0.5 Bogor Timur 8.8 6.0 5.8 0.4 0.5 0.3 Bogor Utara 12.5 7.7 7.0 0.6 0.3 0.3 Bogor Tengah 9.8 7.8 7.7 0.4 0.7 1.1 Bogor Barat 8.9 12.1 9.7 0.4 0.6 0.6 Tanah Sareal 10.7 8.5 9.0 0.6 1.2 0.8 Kota Bogor 9.8 9.2 8.7 0.5 0.4 0.46

(21)

Gangguan pertumbuhan dari usia balita berlanjut pada saat rnasuk sekolah, ha1 ini dapat dilihat dari hasil pengukuran berat badan rnenurut umur terhadap anak yang baru rnasuk sekolah dasar yang dilakukan petugas kesehatan setiap tahun. Peningkatan rnurid dengan status gizi kurang terjadi pada antara tahun 2001 sarnpai ke 2002 yaitu sebesar 3.25 persen, persentase rnurid kelas I sekolah dasar yang berstatus gizi kurang tahun 2001 sebesar 5.75 persen rneningkat menjadi 8.9 persen pada tahun 2002. Antara tahun 2002 sarnpai 2003 terjadi penurunan sebesar 0.06 persen kernudian meningkat kernbali pada tahun 2004 sekitar 0.79 persen pada tahun 2005 (Tabel 21).

Tabel 21 Perkembangan status gizi rnurid kelas I

Tahun Gizi kurang Gizi Baik Gizi lebih

n % n % n YO 2001 2 185 5.8 16 930 83.4 2 189 10.7 2002 1714 8.9 16 784 86.9 825 4.3 2003 1 832 8.8 17 480 84.1 14 7.1 2004 2 026 9.6 18 510 81.7 1815 8.6 2005 1 852 9.0 16 484 80.1 2 235 10.7

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor 2005

Masalah gizi yang terjadi pada rnurid sekolah dasar tidak saja keadaan gizi kurang tetapi juga rnasalah gizi lebih berarti Kota Bogor rnernpunyai rnasalah gizi ganda yang rnulai terlihat dari besaran rnurid dengan status gizi lebih yang cenderung meningkat sejak tahun 2000. Berbeda dengan persentase gizi kurang yang berfluktuasi rnaka persentase gizi lebih pada murid sekolah dasar selalu rneningkat dari tahun ke tahun (Tabel 21).

Berdasarkan data tahun 2005, rnurid sekolah dasar kelas I dengan keadaan gizi kurang antara 2.37 persen sarnpai 15.95 persen tersebar di lirna kecarnatan. Persentase rnurid yang rnenderita gizi kurang paling rendah di Bogor Utara sebanyak 2.37 persen dan paling tinggi di Bogor Tengah sebanyak 15.94 persen sedangkan rnurid yang mengalami gizi lebih terbanyak di Bogor Utara yaitu 19.75 persen dan paling rendah di Tanah Sarea12.94 persen (Tabel 22). Tabel 22 Sebaran status gizi murid kelas I SD

Status Gizi

Kecamatan Kurang Baik Lebih

n % n

YO

n % Bogor Selatan 148 3.9 3 438 91.4 177 4.7 Bogor Timur 172 7.3 1 839 77.9 350 14.8 Bogor Utara 58 2.4 1,905 77.9 483 19.8 Bogor Tengah 922 15.9 3 987 68.9 876 15.1 Bogor Barat 376 11.3 2683 80.7 264 7.9 Tanah sareal 176 6.1 2 632 91 .O 85 2.9 Kota Bogor 1 852 9.0 16 484 80.1 2 235 10.7

(22)

Prevalensi balita yang rnenderita gizi kurang berkisar antara 6.1 sarnpai 10.3 persen, terendah di Bogor Tirnur dan tertinggi di Bogor Barat. Apabila dibandingkan dengan batas prevalensi gizi kurang yang besarnya kurang dari 15 persen rnaka seluruh kecarnatan terrnasuk kategori wilayah dengan prevalensi kurang gizi yang sangat rendah. Prevalensi balita gizi kurang per Kecarnatan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Prevalensi balita gizi kurang per Kecarnatan

Kecarnatan Gizi Kurang (%) Gizi Buruk (%) Total (%) Kategori

Bogor Selatan 9.6 0.5 10.1 6 Bogor Tirnur 5.8 0.3 6.1 6 Bogor Utara 7 .O 0.3 7.3 6 Bogor Tengah 7.7 1.1 8.8 6 Bogor Barat 9.7 0.6 10.3 6 Tanah Sareal 8.0 0.8 8.8 6

Surnber: Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2006

Rasio Jumlah Penduduk Per Dokter. Rasio jurnlah penduduk per dokter rnasih sangat tinggi. Kekurangan dokter terjadi di seluruh kecarnatan, terutarna di Bogor Barat, seorang dokter rnelayani 228 jiwa. Standar yang digunakan di Indonesia adalah seorang dokter rnelayani kurang dari 20 jiwa. Rasio jurnlah orang per dokter per kecarnatan dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Rasio jumlah orang per dokter per kecarnatan

No Kecarnatan Jurn'ah dokter' Jurn'ah Kepadatan ** Rasio

penduduk*' Kategori 1 Bogor Selatan 14 16 6745 5 828 204 1 2 Bogor Timur 11 86 978 8 569 92 2 3 Bogor Utara 12 149 578 8 442 147 1 4 Bogor Tengah 22 103 176 12 386 38 2 5 Bogor Barat 16 190 421 5 199 228 6 6 Tanah Sareal 23 158 187 7 505 92 5

Surnber : * Dinas kesehatan Kota Bogor. 2006; " BPS Kota Bogor tahun 2006

Persen Akses Air Bersih. Air bersih rnerupakan salah satu kebutuhan rnanusia untuk rnernenuhi standar kehidupan secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan rnenjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Ketersediaan air dapat rnenurunkan water borne disease sekaligus dapat rneningkatkan perekonornian rnasyarakat. Persediaan air bersih di Indonesia terutarna diperkotaan tergolong rendah, yang ditandai dengan pelayanan air bersih di perkotaan hanya rnarnpu rnernenuhii kurang dari 50 persen kebutuhan (Bank Dunia 2004).

Dalarn Water World Forum (WWF) kedua di The Haque, Belanda tahun 2000, telah dikeluarkan kesepakatan yang dikenal dengan sebutan Millenium Development Goals (MDG) 2015 di rnana salah satu target yang disepakati

(23)

adalah mengurangi sekitar setengah jumlah penduduk yang tidak merniliki akses terhadap "safe drinking water". Di sisi lain dalarn agenda KTT Bumi tahun 2002

Johannesburg, diharapkan pernerintah dapat meningkatkan cakupan pelayanan air minum rnenjadi 80 persen di perkotaan dan 40 persen di perdesaan.

Persentase penduduk akses air bersih di tiap kecarnatan sangat bervariasi. Wilayah yang sangat tinggi dalam menunjang kesehatan apabila jangkauan fasilitas air minum yang bersih dan aman lebih dari 90 persen rumahtangga. Air baersih dan aman ini dapat bersumber dari PDAM, sumur gali, sumur pantek maupun mata air. Setiap rumahtangga dapat memiliki lebih dari satu sumber air tergantung rnaksud penggunaan air tersebut apakah untuk mandi, mencuci, dan kakus (MCK) atau memasak.

Tabel 25 Persentase rumahtangga yang mempunyai akses air bersih per kecamatan

Kecarnatan Jurnlah rurnahtangga yang

Rumah rnenggunakan air bersih % Kategori tangga Bogor Selatan 39 050 20 046 51.3 3 Bogor Timur 18 594 12 764 68.6 4 Bogor Utara 35 187 25 105 71.3 4 Bogor Tengah 24 256 14 897 61.4 3 Bogor Barat 41 753 23 842 57.1 3 Tanah Sareal 35 517 26 505 74.6 4

Sumber: Profil Kesehatan Kota Bogor tahun 2005

Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa persentase rumahtangga yang mendapatkan air bersih di Tanah Sareal paling tinggi yaitu sebesar 74.6 persen. Dari persentase tersebut dapat dikategorikan bahwa Kecarnatan Bogor Selatan, Tengah dan Barat termasuk ke dalarn kategori agak rawan, sedangkan Kecamatan Bogor Timur, Utara dan Tanah Sareal terrnasuk ke dalarn kategori cukup tahan.

Persen Anak Tidak Imunisasi. lmunisasi merupakan suatu prosedur rutin yang akan rnenjaga kesehatan anak, untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya yang sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi tidak menyenangkan untuk bayi anda (karena biasanya akan mendapatkan suntikan), tapi rasa sakit yang sementara akibat suntikan ini adalah untuk kesehatan anak dalarn jangka waktu panjang. Memberikan suntikan imunisasi pada bayi tepat pada waktunya adalah faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. lmunisasi pada anak-anak membantu pengembangan ketahanan tubuh dalam rnengantisipasi timbulnya penyakit dan kematian.

(24)

Kernarnpuan untuk menyerap pangan juga tergantung pada sistem irnunitas pada tubuh rnanusia. Persentase anak yang tidak diimunisasi berkisar 0.5-8.5 persen. Di Bogor Timur balita yang tidak diimunisasi hanya 0.5 persen batas 2.5 persen berarti rnempunyai cakupan imunisasi paling tinggi, sedangkan yang paling rendah adalah Bogor Barat (8.5%) (Tabel 26).

Tabel 26 Persentase anak tidak diimunisasi per kecamatan

Kecarnatan % Anak tidak diirnunisasi Kategori

Bogor Selatan 7.7 4 Bogor Timur 0.5 6 Bogor Utara 8.4 4 Bogor Tengah 8.5 4 Bogor Barat 5.0 4 Tanah Sareal 5.4 4

Surnber: Dinas Kesehatan tahun 2005 (diolah)

Tingkat Konsurnsi Pangan. Analisis konsumsi pangan aktual penduduk didapatkan dari hasil Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) Kota Bogor tahun 2004 yang dilakukan Departemen Kesehatan. Rumahtangga yang menjadi responden sebanyak 800 rumahtangga yang tersebar di beberapa kecarnatan. Dengan menggunakan data komposisi penduduk yang menjadi responden pada kegiatan PKG diperoleh rata-rata Angka Kecukupan Energi sebesar 2 149 kkallkapitalhari.

Dari segi kuantitas rata-rata konsumsi energi aktual pada tahun 2004 baru mencapai 1 339 kkallkapitalhari dengan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) baru rnencapai 62.3 persen, sedangkan konsumsi protein sebesar 44.2 grlkapitalhari dengan tinggkat kecukupan protein sebesar 95.7 persen. Dengan menggunakan klasifikasi tingkat konsumsi pangan Depkes (1996) maka rata-rata konsumsi energi penduduk Kota Bogor berada pada defisit tingkat berat (<70% AKG) sementara tingkat konsumsi protein rnasuk kategori normal.

Dari segi kualitas indikator yang dipergunakan untuk menilai konsumsi pangan adalah skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsurnsi antar kelompok pangan. Skor PPH yang telah dicapai Kota Bogor pada tahun 2004 adalah 72.1. Kondisi tersebut masih jauh dari skor PPH ideal yaitu 100:Masih rendahnya skor PPH tersebut disebabkan oleh kornposisi pangan yang dikonsumsi penduduk belum berirnbang antar kelompok pangan. Kelompok bahan pangan yang belum mernenuhi skor PPH dan harus ditingkatkan konsumsinya adalah umbi-umbian, buahlbiji berminyak, gula, serta sayur dan buah (Tabel 27).

(25)

Tabel 27 Konsurnsi dan PPH penduduk Kota Bogor tahun 2004

Kelompok Konsumsi Skor Skor

Bahan Makanan Energi (kkal) Protein (gr) PPH maks

Padi-padian 891 17.0 25. 25.0 Urnbi-urnbian 12 0.2 0.5 2.5 Hewani 198 18.4 24. 24.0 MinyaklLernak 102 0.0 5.0 5.0 Kacang-kacangan 69 6.5 10. 1 .O BuahlBiji berminyak 11 0.1 0.4 10.0 Gula 16 0.0 0.7 2.5 SayuranlBuah 40 1.9 6.5 30.0 Jurnlah 1 339 44.2 72. 100

% Angka Kecukupan Gizi 62.3 95.7

Surnber: PKG Kota Bogor tahun 2004

Rata-rata konsurnsi energi(TKE) penduduk per kecarnatan tidak ada yang rnencapai angka kecukupan yang dianjurkan, seluruhnya berkisar antara 1 266 sarnpai 1 964 kkal atau 58.86 sarnpai 91.33 persen. TKE yang tertinggi adalah rata-rata konsurnsi penduduk Tanah Sareal yaitu 91.33 persen dan terendah di wilayah Bogor Timur (Tabel 28),

Tabel 28 Tingkat konsurnsi energi dan protein per kecarnatan Konsurnsi

Kecarnatan Energi Protein

kkallkaplhr "/o grlkaplhr %

AKG 2 000 100.00 50.0 100.00 Bogor Selatan 1 597 74.28 54.7 11 8.32 Bogor Tirnur 1 266 58.86 44.1 95.47 Bogor Utara 1 336 62.14 50.8 109.88 Bogor Tengah 1517 70.56 44.8 96.96 Bogor Barat 1 583 73.62 57.2 123.84 Tanah sareal 1 964 91.33 57.2 123.73 Kota Bogor 1 339 62.30 44.1 95.70

Surnber: PKG Kota Bogor tahun 2004

Apabila ditinjau dari tingkat kecukupan energi rurnahtangga, lebih dari separuh (68%) rnengalarni defisiensi energi tingkat berat yaitu rurnahtangga yang mernpunyai tingkat kecukupan energi di bawah 70 persen kecukupan energi, dan hanya 16.6 persen rurnahtangga yang dapat rnernenuhi kebutuhan energi anggota rurnahtangganya secara normal atau antara 80 sarnpai 119 persen. Walaupun dernikian terdapat 2.6 persen rurnahtangga dengan tingkat kecukupan energi lebih atau lebih besar atau sarna dengan 120 persen. Tingkat kecukupan protein sebagian besar penduduk Kota Bogor adalah normal, narnun defisit berat rnasih dijurnpai pada 27.1 persen responden dan berlebih sebanyak 25.5 persen (Tabel 29).

(26)
(27)

Tabel 31 Persentase rumahtangga rawan pangan per kecamatan Rawan Pangan

Kecarnatan (Tingkat Konsurnsi Energi <70%) Kategori

n % Bogor Selatan 67 72.0 1 Bogor Timur 120 91 -6 1 Bogor Utara 117 86.0 1 Bogor Tengah 84 61.8 1 Bogor Barat 104 61.5 1 Tanah Sareal 59 43.7 2

Mutu gizi dan keragaman pangan yang dikonsurnsi penduduk, terdapat empat kecarnatan yang memiliki skor PPH rnendekati pola pangan yang diharapkan. Tanah sareal merupakan wilayah yang rnerniliki Skor

PPH

terendah dibanding yang lainnya. Skor PPH untuk kelornpok bahan pangan padi-padian seluruh rumahtangga di setiap kecarnatan telah melewati batas ambang komposisi bahan pangan yang ideal. Konsurnsi urnbi-umbian pada wilayah Bogor Utara, Tengah, Barat dan Tanah Sareal belurn rnencapai angka yang ideal. Konsumsi pangan hewani sebagian wilayah telah rnelebihi batas angka ideal hewani, kecuali di Bogor Tengah. Konsurnsi kacang-kacangan dikonsumsi sangat jauh di atas angka ideal, sedangkan buahlbiji berminyak serta sayur- sayuran dan buah dikonsurnsi sangat kurang dari yang ideal (Tabel 32)

Tabel 32 Skor pola pangan harapan konsurnsi per kecarnatan

Kelompok Skor PPH

No. Bahan Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Tanah Makanan Ideal Selatan Timur Utara Tengah Barat Sareal I Padi-padian 25.0 25.67 26.23 26.46 31.82 29.60 33.62 II Umbi-umbian 2.5 2.49 2.63 2.07 1.74 1.56 1.79 Ill Hewani 24.0 27.78 33.82 37.04 22.64 26.74 24.86 IV Minyakllemak 5.0 8.31 9.86 9.98 5.90 6.38 4.52 V Kacang- 1.0 15.24 13.48 12.24 12.66 19.54 8.08 kacangan VI Buahlbiji 10.0 4.22 1.70 1.06 2.21 1.56 2.06 berminyak VII Gula 2.5 0.86 1:09 1.31 0.81 0.86 1.19 Vlll Sayur-sayuran 30.0 7.48 6.44 7.18 6.60 6.66 3.42 dan buah Total 100.0 92.05 95.25 97.34 84.38 92.90 79.54 Surnber: PKG Kota Bogor 2004, diolah

Sebagian besar konsurnsi pangan aktual masih di bawah konsurnsi harapan kecuali untuk kelornpok padi-padian. Konsurnsi kelornpok pangan umbi- umbian, surnber protein hewani dan sayur-sayuran dan buah rnasih cukup jauh di bawah anjuran. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsurnsi pangan masyarakat diperlukan upaya upaya selain penyediaan saja, tetapi harus upaya yan dapat rnempengaruhi perbaikan mutu gizi masyarakat diantaranya rnelalui peningkatan pendapatan dan daya beli yang diiringi dengan perbaikan

(28)

pengetahuan gizi dan perubahan perilaku. Hal ini disebabkan karena pangan yang defisit urnurnnya dari kelornpok pangan surnber hewani dan buah-buahan yang relatif rnahal harganya. Melalui peningkatan pengetahuan gizi, rnernungkinkan pengelolaan surnberdaya akan lebih baik, sehingga rnasyarakat dapat mernilih jenis-jenis pangan berrnutu gizi tinggi dengan harga terjangkau dan tidak tergantung pada makanan pokok tertentu saja (Tabel 33).

Tabel 33 Konsurnsi rnenurut berat bahan pangan

Kelornpok Bahan Berat (grlkapitalharo

Pang an Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Tanah

Idea' Selatan Timur Utara Tengah Barat Sareal Padi-padian 275 468.8 480.9 418.1 273.2 283.7 372.8 Urnbi-umbian 100 45.1 39.5 53.7 51.8 33.8 75.6 Hewani 150 115.5 96.2 121.2 76.1 101.5 100.4 MinyaklLemak 20 15.7 14.4 16.3 10.4 11.7 10.3 Kacang-kacangan 35 91.9 63.4 63.3 62.9 105.7 72.4 Buahlbhi berminyak 10 48.1 24.42 18.0 37.8 24.7 28.9 Gula 30 7.7 7.4 9.0 6.3 8.6 ~ ~ 12.5 ~

Sayur dan buah 250 136.3 84.4 98.3 88.4 96.1 74.9 Surnber: PKG Kota Bogor 2004, diolah

Tingkat Kerawanan Pangan

Tabel 34 rnenunjukkan bahwa hasil analisis dari dua kornponen yang terdiri dari delapan indikator yang dipergunakan untuk kerawanan pangan yaitu persentase penduduk rniskin, persentase rurnahtangga yanga akses listrik, AHH, persentase balita yang menderita gizi kurang, rasio penduduk per dokter, persentase rurnahtangga akses air bersih, persentase balita yang tidak diirnunisasi dan tingkat konsurnsi pangan rurnahtangga rnenunjukkan bahwa ernpat kecarnatan dari enarn kecarnatan yang ada di Kota Bogor rnasuk dalarn kategori cukup tahan yaitu kecarnatan Bogor Tirnur, Utara, Barat dan Tanah Sareal, sedangkan dua kecarnatan yaitu Bogor Selatan dan Tengah rnasuk dalarn kategori agak rawan.

Tabel 34 Peringkat kategori masing-masing indikator kerawanan pangan per kecarnatan

Kat~nnri

Kecamatan Akses Pangan Kesehatan dan Gizi Jmlh Kategori Gizi PddW Air lmnsi TKE

Miskin Listrik AHH kurang dokter bersih

Bogor Selatan 2 3 6 6 1 3 4 1 26 Agakrawan

Bogor Timur 2 2 6 6 2 4 6 1 29 Cukup tahan

Bogor Utara 5 4 6 6 1 4 4 1 31 Cukup tahan

Bogor Tengah 2 2 6 6 2 3 4 1 26 Agak rawan

Bogor Barat 3 3 6 6 6 3 4 1 32 C u k u ~ tahan

Tanah Sareal 3 3 6 6 5 4 4 2 33 Cukup tahan

(29)

Program Pencegahan dan Penanganan Kerawanan Pangan yang Telah Dilaksanakan Pemerintah

Dalarn Rencana Strategis Kota Bogor tahun 2005-2009, prioritas pembangunan daerah dan penanganan rnendasar tidak secara khusus rnenanggulangi rnasalah yang berkaitan dengan kerawanan pangan tetapi perrnasalahan yang berkaitan dengan rnasalah perkotaan rneliputi transportasi, pedagang kaki lirna, kebersihan kota dan lingkungan hidup, dan kerniskinan (Renstra Kota Bogor 2005).

Penanganan yang rnenjadi prioritas pertarna adalah rnasalah transportasi yang perlu ditangani adalah kernacetan lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya (3 506) angkutan kota dan 6 895 angkutan kota dari luar Kota Bogor dan 900 unit angkutan antar kotalprovinsi yang rnemenuhi jalan-jalan di Kota Bogor. Penyebab kernacetan pada umunya karena pelanggaran aturan lalu lintas oleh angkut dan pedagang kaki lirna (PKL) yang rnenggunakan badan jalan. Prioritas kedua adalah permasalahan PKL yang jurnlahnya rneningkat. Hasil pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor pada tahun 2002 terdapat 10 350 PKL dan pada tahun 2004 sebanyak 12 000 pedagang, 82 persen pedagang ini berasal dari luar Kota Bogor. Di satu sisi PKL sebagai sektor informal diberi hak yang sarna dengan pelaku ekonorni lainnya namun di sisi lain keberadaan PKL yang tersebar di pusat kota mengganggu kegiatan lainnya dikarenakan pada urnurnnya rnenggunakan ruang publik (fasilitas urnurnlhak publik seperti trotoar dan badan jalan). Disarnping itu ketentuan yang mengatur PKL, konsistensi dan ketegasan dalarn mengatur penertiban PKL oleh petugas, belum ada kajian tentang PKL, belum ada persepsi bahwa PKL rnerupakan rnasyarakat kecil Kota Bogor, yang secara ekonomis belum ada ruang untuk pedagang kecil dan PKL belum ada keterpaduan antara pedagang besar dan pedagang kecil atau PKL. Keberadaan PKL sulit dikendalikan sesuai dengan perencanaan dan penataan kota.

Pengentasan kemiskinan. Untuk rnenanggulangi kemiskinan, pemda Kota Bogor telah rnenyiapkan dana untuk program pengentasan kerniskinan rnelalui peningkatan daya beli, pendidikan dan kesehatan rurnahtangga miskin. Peningkatan daya beli dilaksanakan dalarn bentuk program Kelornpok Usaha Bersarna (KUBE), pelatihan ketrarnpilan dan pengembangan kemitraan usaha ekonorni rumahtangga rniskin. KUBE gakin adalah pinjarnan modal usaha sebesar Rp 300 000.00 per rurnahtangga rniskin tanpa agunan. Pengernbalian

(30)

pinjarnan dilakukan secara rnencicil selarna 10 bulan tanpa bunga. Pelatihan ketrampilan yang telah diberikan adalah rnontir motor dan pengembangan kemitraan yang diberikan adalah pendampingan dalam peningkatan pengetahuan rnengenai pengemasan rnakanan dan rninurnan bagi pedagang. Ketiga program ini dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial.

Program Raskin. Untuk menjamin ketersediaan pangan pokok di tingkat rurnahtangga rumahtangga miskin, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (deperindagkop) rneluncurkan program Raskin (Beras untuk rurnahtangga rniskin). Beras dijual dengan harga rnurah yaitu Rp 1000.00 per kg. Program raskin rnerupakan implernentasi dari kebijakan subsidi pangan terarah (targeted food subsidy) berupa transfer pendapatan dalarn bentuk barang diharapkan dapat rnernbantu rnengurangi beban pengeluaran rurnahtangga rniskin di Indonesia. Secara vertikal program raskin akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan ketahanan pangan rurnahtangga. Secara horizontal, program raskin rnerupakan bentuk transfer energi yang rnendukung program perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan akhirnya akan rneningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Tujuan dari program raskin adalah untuk rnernberikan perlindungan kepada rurnahtangga rniskin rnelalui bantuan beras bersubsidi guna rnernenuhi kebutuhan gizi dan rnengurangi beban pengeluaran rurnahtangga pada jurnlah yang telah ditentukan dan tingkat harga tertentu (Ditjen Pernberdayaan Masyarakat Desa, Departernen Dalam Negeri 2004).

Bantuan pendidikan. Untuk rnernbantu pendidikan anak rurnahtangga miskin yang masih duduk di sekolah dasar, pernerintah kota rnernberikan bantuan dalarn bentuk KBBS (Kartu Bebas Biaya Sekolah) yang norninalnya sebesar Rp 630 000.00 per tahun per anak. Untuk pendidikan anak yang duduk di Sekolah rnenengah pertama dan atas, pernerintah Jawa Barat rnernberikan bantuan berupa Kartu Bagus (Bantuan Gubernur untuk sekolah) yang besarnya Rp 500 000.00 per anak per tahun. Kedua bantuan ini diberikan langsung pada awal tahun rnelalui kelurahan ternpat tinggal rurnahtangga rniskin tersebut. Selain itu terdapat bantuan dari BAZ (Badan Arnil Zakat) yang juga memberikan biaya sekolah anak sekolah dari sekolah dasar hingga rnenengah atas yang diberikan langsung ke sekolah.

Kesehatan. Di bidang kesehatan, persebaran sarana kesehatan merata khususnya pusat kesehatan rnasyarakat (puskesrnas) yang melayani kesehatan

(31)

dasar. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan puskesrnas rujukan rawat inap (RRI), TT puskesrnas, puskesrnas pernbantu (pustu) dan puskesrnas keliling untuk wilayah yang luas cakupan penduduknya di tiap kecarnatan. Jumlah puskesrnas yang rnelayani pasien rawat inap sebanyak 23 buah dengan kapasitas ternpat tidur 49 buah. Jurnlah puskesmas, puskesrnas pernbantu dan puskesrnas keliling tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35 Jurnlah puskesrnas, puskesrnas pernbantu dan puskesmas keliling tahun 2005

Jumlah

Kecamatan Puskesmas TT Puskesmas Puskesmas

RI Puskesmas Pembantu Kel~ling

(1) (2) (3) (4) (5) Boaor Selatan 4 11 5 2 - ~ o g o r Timur 2 8 4 1 Bogor Utara 2 4 3 Bogor Tengah 5 6 4 Boaor Barat 5 7 3 ~ a i a h Sareal 5 13 2 Bogor 2004 23 49 21 3

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2005

Sarana pelayanan kesehatan dasar yang paling dekat dengan penduduk adalah pos pelayanan terpadu (posyandu). Jumlah posyandu di Kota Bogor 828 buah yang tersebar di enarn kecarnatan atau 68 desa (kelurahan). Setiap kelurahan terdapat 12 sarnpai 16 posyandu tergantung jurnlah penduduk dan lokasi. Setiap posyandu rnelayani 806.1 sarnpai 1196.6 penduduk. Jurnlah penduduk yang dilayani dan keberadaan sarana pelayanan kesehatan ini di pemukirnan menjadikan posyandu sebagai sarana untuk rneningkatkan pengetahuan penduduk rnelalui berbagai penyuluhan terutarna kesehatan terrnasuk gizi dan pangan (Tabel 36).

Tabel 36 Jumlah posyandu per kecamatan

Jumlah

Kecamatan Penduduk Posyandu Desa Pendudukl Posyandul (Kelurahan) posyandu kelurahan

Bogor Selatan 186 745 153 16 1220.5 9.6 Bogor Tirnur 86 978 87 6 999.7 14 Bogor Utara 149 578 125 8 11 96.6 15.6 Bogor Tengah 103 178 128 11 806.1 11.6 Bogor Barat 190 421 196 16 971.1 12.3 Tanah sareal 158 187 139 11 1138.8 12.6 Kota Bogor 855 085 828 68

Surnber : BPS tahun 2005 (diolah)

PMT Pemulihan. Untuk rneningkatkan kesehatan rurnahtangga miskin, Dinas Kesehatan rnernpunyai program perbaikan gizi pada semua kelornpok urnur dengan prioritas pada perbaikan gizi balita dengan Pemberian Makanan

Gambar

Tabel 6  Sebaran jurnlah dan kepadatan penduduk Kota Bogor tahun 2005  Kecamatan  Rumahtangga  Penduduk  Luas Wipyah  Kepadatan
Tabel  11  Bidang pekerjaan penduduk Kota Bogor
Tabel  I 3   Prediksi kebutuhan konsumsi bahan pangan penduduk  Jenis Bahan  Konsumsi  Kebutuhan
Tabel 16  Jurnlah rurnahtangga pra sejahtera dan sejahtera I per kecamatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

14 SIMPANG PEUT Maya Julianti Nurmasyitah, SHI Surya Darma 12 ALUE KUMBANG Roby Wahyudi. Nurhafni Umi Taibah 13 SIMPANG ANEUH

Menurut Pranowodkk(2007), jalan pendekat adalah struktur jalan yang menghubungkan antara suatu ruas jalan dengan struktur jembatan; bagian jalan pendekat ini

Dari beragam cara yang dilakukan untuk mendidik jiwa, di penelitian ini akan dikaji secara lebih dalam mengenai cara-cara mendisiplinkan jiwa yang dilakukan

Identifikasi risiko merupakan tahapan awal dalam manajemen risiko yang bertujuan untuk dapat menguraikan dan merinci jenis risiko yang mungkin terjadi dari aktivitas atau

Lawannya maut artinya mati, yaitu mustahil tiada diterima oleh aqal sekali-kali dikatakan Ia mati karena jikalau Ia mati niscaya tiadalah ada sifat yang lain seperti Qudrat, Iradat

Laporan Keuangan Publikasi ini disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.6/POJK.03/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank, dan

Dengan memperhatikan bahwa Putusan Pengadilan adalah merupakan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai wewenang untuk itu, dan juga merupakan bukti

Data ini menunjukkan bahwa resiko terbesar terhadap infeksi cacing terdapat pada peternakan ayam dengan sistem dilepas dipekarangan, tetapi resiko yang besar juga terdapat