• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pemasaran

1. Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah suatu kegiatan yang penting bagi suatu perusahaan dimana dalam pemasaran terangkum berbagai macam kegiatan dalam penciptaan ekonomi suatu barang atau jasa. Kotler (2010; 106) mengungkapkan, pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang lain dan kelompok lain. Jadi, pemasaran dimulai dari adanya kebutuhan manusia dan usaha untuk mendapatkan kebutuhan. Pada proses selanjutnya, pemasaran melibatkan dua pihak, yaitu pembeli atau konsumen dengan penjual atau produsen yang saling berhubungan sehingga terjadi kegiatan pertukaran suatu produk atau jasa.

Pendapat Tjiptono (2009; 64) mengenai pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dan kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

(2)

Kotler (2010; 114) mengungkapkan, pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menghasilkan pertukaran yang memenuhi sasaran perorangan dan organisasi. Dari definisi di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pemasaran (marketing) meliputi penyaluran barang dan jasa dari produsen sampai konsumen, sehingga pemasaran harus berhubungan dengan adanya pemindahan hak milik.

2. Konsep Inti Pemasaran

Pemasaran menurut Kotler (2010:108) diartikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan jalan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Konsep pemasaran menghendaki bahwa kegiatan dalam perusahaan harus diarahkan pada tujuan pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pengertian konsep pemasaran adalah sebagai kunci untuk mencapai tujuan organisasi.

Organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyerahan produk yang memuaskan secara efektif dan efisien dibanding pesaing. Konsep pemasaran menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan, maka harus diketahui kebutuhan konsumen karena dengan mengetahui kebutuhan konsumen perusahaan akan lebih mudah dalam memuaskan konsumen.

Konsep pemasaran mempunyai tiga unsur pokok yang harus diperhatikan yaitu ;

(3)

a. Orientasi pada konsumen.

Perusahaan harus memperhatikan keinginan dan kebutuhan konsumen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan orientasi konsumen adalah sebagai berikut ;

1) Menentukan kelompok pembeli yang akan dilayani

2) Memiliki kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam penjualan

3) Menentukan produk atau program pemasaran

4) Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik, apakah menitik beratkan pada mutu yang tinggi, harga yang murah atau model yang baik

b. Integrasi marketing.

1) Beberapa departemen dalam perusahaan harus mengerti bahwa tindakan yang mereka ambil mempunyai pengaruh yang besar terhadap perusahaan, untuk memperoleh dan mempertahankan konsumen.

2) Dalam kegiatan pemasaran ada penyesuaian dan koordinasi antara produk, harga, saluran distribusi dan promosi.

Dalam hal ini perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan konsumen, dengan cara memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Hubungan yang baik dengan konsumen harus terus dilakukan, agar konsumen menjadi puas dan perusahaan dapat memperoleh laba dalam jangka panjang yang sesuai dengan harapan pihak perusahaan.

(4)

3. Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barangbarang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Swasta, 2008; 90).

Dengan riset perilaku konsumen secara mendalam maka perusahaan dapat mengembangkan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barangnya secara lebih baik. Pengertian perilaku konsumen dapat memberikan pendapat yang lebih luas bagi perusahaan, serta dapat mengetahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumen.

3. Jasa

a. Pengertian Jasa

Menurut Kotler (2010; 114), jasa adalah tindakan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak berakibat pada kepemilikan atas sesuatu. Sejalan dengan pengertian di atas, Stanton (2008; 96) mengartikan jasa sebagai kegiatan yang didefinisikan secara tersendiri, yang pada hakikatnya bersifat tak memiliki wujud (intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak terikat pada penjualan atau jasa lainnya. Selanjutnya Payne (2008:87) mengartikan jasa sebagai suatu aktivitas yang mempunyai beberapa elemen yang tak kelihatan atau tak berwujud yang berhubungan

(5)

dengan jasa itu sendiri, yang melibatkan interaksi dengan konsumen atau dengan barang milik konsumen, dan tidak berdampak pada pengalihan kepemilikan. Perubahan kondisi tidak berkaitan dengan fisik produk.

b. Klasifikasi Jasa

Menurut Lovelock (2009; 93), terdapat delapan aspek mendasar yang membedakan antara jasa dengan barang fisik, yaitu sebagi berikut ; 1) Produk jasa yang dikonsumsi tidak dapat dimiliki oleh konsumen. 2) Produk jasa merupakan produk suatu kinerja yang sifatnya

intangibles atau tidak dapat diraba. Jadi produk jasa merupakan kinerja yang tidak dapat diraba bentuknya.

3) Dalam proses produksi jasa, konsumen memiliki peran yang lebih besar untuk ikut serta pengolahannya dibandingkan dengan produk barang fisik.

4) Orang-orang yang terlibat dalam proses jasa berperan dalam membentukan atau mendesain jasa.

5) Dalam hal oprasionalisasi masukan dan keluaran, produk jasa lebih bervariasi.

6) Produk jasa tertentu sulit dievaluasi oleh konsumen. 7) Jasa tidak dapat disimpan.

8) Faktor waktu dalam proses jasa dan konsumsi jasa relatif lebih diperhatikan.

(6)

Menurut Tjiptono (2009:95), jasa dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kriteria yaitu sebagai berikut ;

1) Segmen Pasar.

Berdasarkan pada segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir (misalnya asuransi jiwa dan pendidikan) dan jasa kepada jasa organisasi misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen dan jasa konsultan hukum.

Dari dua segmen yang ada sebenarnya ada kesamaan dalam pembelian jasa. Baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional sama-sama melalui pengambilan keputusan, meskipun faktor-faktor yang mempengaruhi pembelinya berbeda.

Perbedaan utama dari kedua segmen tersebut yaitu alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan dan kompleksitas pengertian jasa tersebut.

2) Tingkat Keberwujudan.

Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria tersebut jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut.

a) Rented goods service.

Dalam jenis ini konsumen hanya menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu, berdasarkan tarif tertentu dan selama jangka waktu tertentu. Misalnya penyewaan mobil, VCD, hotel, villa, apartemen dan lain-lain.

(7)

b) Owned goods service.

Disini barang-barang yang dimiliki oleh konsumen direparasi, dikembangkan, atau ditingkatkan untuk kerjanya atau dipelihara oleh perusahaan jasa. Jenis ini juga menyangkut perubahan bentuk barang yang dimiliki oleh konsumen. Contohnya jasa reparasi (arloji, sepeda motor, komputer, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, pencucian pakaian (loundry, dry cleaning) dan lain-lain.

c) Non goods service.

Jasa ini adalah jasa personal bersifat intangible yang ditawarkan pada konsumen. Misalnya sopir, pengasuh bayi, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan dan lain-lain.

3) Keterampilan Penyedia Jasa.

Berdasarkan tingkat keterampilan jasa terdiri dari jasa profesional (misalnya konsultan manajemen, konsultan pajak, konsultan hukum, dokter, perawat, arsitek dan lain-lain) yang memiliki konsumen yang selektif dan jasa non-profesional (misalnya sopir taksi dan penjaga malam)

4) Tujuan Organisasi Jasa.

Berdasarkan tujuan oraganisasi, jasa dapat dibagi menjadi jasa komersial atau jasa profit (misalnya sekolah, yayasan dana bantuan panti asuhan, panti wreda, perpustakaan). Jasa komersial masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis menurut Stanton yang dikutip oleh Tjiptono (2009:97) antara lain sebagai berikut.

(8)

a) Perumahan atau penginapan, mencakup penyewaan apartemen, villa, hotel, motel dan rumah.

b) Operasi rumah tangga meliputi perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah tangga, pertanaman, house hold cleaning. c) Rekreasi dan hiburan meliputi penyewaan dan reparasi peralatan

yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan serta administrasi untuk hiburan, pertunjukan dan rekreasi. d) Personal care, mencakup laundry dan perawatan kecantikan. e) Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan

kesehatan.

f) Pendidikan swasta.

g) Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hukum, konsultas pajak, konsultasi manajemen dan akuntansi serta jasa komputerisasi.

h) Asuransi, perbaikan dan jasa komersial lainnya, seperti asuransi perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi dan layanan pajak.

i) Transportasi, meliputi jasa angkutan dan penumpang baik melalui darat, laut dan udara serta reparasi dan penyewaan kendaraan.

j) Komunikasi, terdiri atas telepon, telegram, internet dan jasa komunikasi bisnis yang terspesifikasi.

(9)

5) Regulasi.

Dari aspek ini jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum dan perbankan) dan non regulated service. 6) Tingkat Intensitas Karyawan.

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment based service (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM dan binatu) dan people based service (seperti pelatih sepak bola, satpam, jasa akuntan, konsultan manajemen dan konsultasi hukum).

7) Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Konsumen.

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high contact service (seperti universitas, bank, dokter dan jasa pegadaian) dan low contact service (misalnya bioskop).

c. Karakteristik Jasa

Kotler & Armstrong (2009; 101) mengemukakan bahwa terdapat 4 karakteristik jasa antara lain sebagai berikut ;

1) Intangibility (tidak terwujud).

Jasa tidak terwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan dan didengar sebelum dibeli.

2) Inseparability (tidak dipisahkan).

Jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa itu, baik pemberi jasa itu adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat ditata pada rak-rak penjualan dan dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan.

(10)

3) Variability (keanekarupaan).

Jasa sangat beraneka rupa, karena tergantung siapa yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan. Seringkali pembeli jasa menyadari akan keanekarupaan yang besar ini dan membicarakan dengan yang lain sebelum memilih satu peyediaan jasa.

4) Perishability (tidak dapat tahan lama).

Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak dapat disimpan untuk penjualan atau penggunaan di kemudian hari. Sifat jasa yang tidak tahan lama ini bukanlah masalah kalau permintaan tetap atau teratur, karena jasa-jasa sebelumnya dapat dengan mudah disusun terlebih dahulu. Jika permintaan berfluktasi, perusahaan jasa akan dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit.

d. Pemasaran Jasa

Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa merupakan bagian kecil ataupun bagian utama dan keseluruhan penawaran tersebut. Suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub yaitu berupa barang pada satu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya. Berdasarkan kriteria ini penawaran suatu perusahaan dibedakan menjadi lima kategori, yaitu sebagai berikut ;

1) Produksi fisik murni.

2) Produksi fisik dengan jasa pendukung. 3) Hybrid.

4) Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor. 5) Jasa murni.

(11)

2.1.2 Kualitas Layanan

1. Pengertian Kualitas Layanan

Parasuraman, dkk. (2008; 95) mendefinisikan kualitas layanan sebagai dasar bagi pemasaran jasa, karena inti produk yang dipasarkan adalah suatu kinerja (yang berkualitas), dan kinerja juga yang akan dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu, kualitas kinerja layanan merupakan dasar bagi pemasaran jasa. Pengertian tentang kualitas layanan menurut Tjiptono (2009; 99) adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan.

Pengertian lain dari kualitas layanan yaitu menggambarkan kualitas layanan, seperti tingkat yang dimana suatu servis bertemu dengan kebutuhan-kebutuhan atau harapan-harapan konsumen (Wisniewski dan Donnelly; 2008; 123).

Kualitas layanan dapat digambarkan sebagai perbedaan antara harapan layanan oleh konsumen dan layanan yang dirasakan. Jika harapan-harapan adalah lebih besar dari kinerja, kemudian mutu yang dirasa adalah kurang dari memuaskan, sehingga ketidakpuasan konsumen terjadi (Parasuraman dkk., 2008; 98).

Menurut Kotler (2010; 117) jasa bersifat sebagai berikut ;

a. Tidak berwujud, dalam arti servis tidak dapat dilihat, dicium, dirasa, dan didengar sebelum konsumen membelinya.

b. Tidak dapat dipisahkan, dengan maksud interaksi pemberi jasa dengan klien saling membutuhkan servis tadi.

(12)

c. Berubah-ubah, dalam arti bahwa servis sangat mudah berubah-ubah, karena sangat tergantung pada siapa yang menjanjikan kapan dan dimana.

d. Daya tahan dalam arti bahwa servis tidak dapat disimpan.

Dari berbagai dimensi, ada beberapa dimensi yang dapat diterapkan pada jasa, tapi sebagian besar dimensi tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap manufaktur. Sedang dalam penelitian ini lebih mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Parasuraman, dkk ( 2008; 101) yang melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasikan sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa.

Pada perkembangan selanjutnya, Tjiptono (2009:116) menemukan bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok menyangkut masalah kualitas layanan yaitu sebagai berikut ;

a. Keandalan (reliability).

Keandalan adalah kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

b. Daya tanggap (responsiveness).

Daya tanggap adalah keinginan para staf untuk membantu para konsumen memberikan layanan dengan tanggap.

c. Jaminan (assurance).

Jaminan adalah pengetahuan dan kesopan santunan para staf perusahaan serta kemampuan untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan

(13)

d. Perhatian (attention).

Perhatian adalah kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para konsumen. d. Bukti langsung (tangible).

Bukti langsung merupakan suatu bentuk layanan yang dapat dilihat secara langsung, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi.

Konsep layanan yang baik akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk bersaing dalam merebut konsumen. Sedangkan kinerja yang baik (berkualitas) dari sebuah konsep layanan menimbulkan situasi yang kompetitif dimana hal tersebut dapat diimplementasikan melalui strategi untuk meyakinkan konsumen, memperkuat image tentang merk, iklan, penjualan, dan penentuan harga.

Strategi inovator terhadap kualitas layanan biasanya sulit ditiru. Hal tersebut disebabkan karena kualitas layanan berasal dari kepemimpinan yang terinspirasi melalui organisasi, budaya perusahaan yang berorientasi pada konsumen, desain sistem layanan prima, penggunaan informasi dan teknologi yang efektif, serta faktor-faktor lainnya yang dikembangkan oleh organisasi

2. Pengukuran dan Penilaian Kualitas Layanan

Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk dapat diperoleh melalui pengukuran atas kepuasan konsumennya yang ditunjukkan melalui variabel harapan dan kinerja yang dirasakan konsumen atau perceived

(14)

performance (Tjiptono, 2009; 96). Sedangkan menurut Kotler (2010; 122) menjelaskan bahwa jasa dapat diperingkat menurut kepentingan konsumen (costumer importance) dan kinerja perusahan (company performance).

Namun demikian kualitas jasa lebih sukar didefinisikan, dijabarkan, dan diukur bila dibandingkan dengan kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian telah lama ada untuk barang barang berwujud (tangible goods), maka untuk jasa berbagai upaya telah dan sedang dikembangkan untuk merumuskan ukuran-ukuran semacam itu (Tjiptono, 2009; 96).

Selanjutnya, Parasuraman, dkk., (2008; 99) mendefinisikan penilaian kualitas jasa sebagai sikap yang berhubungan dengan keunggulan suatu jasa layanan, atau pertimbangan konsumen tentang keunggulan secara keseluruhan suatu perusahaan. Demikian pula yang melihat keunggulan jasa layanan sebagai suatu tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut, untuk memenuhi seperangkat keinginan dan kebutuhan konsumen (Lovelock, 2009; 99).

Berdasarkan pemahaman diatas dapatlah dikatakan, bahwa pengukuran dan penilaian kualitas jasa tidaklah berbeda, akan tetapi dalam pelaksanaannya agak sukar dibandingkan pada produk fisik. Pada dasarnya inti dari pengukuran dan penilaian kualitas terletak pada dua sisi, yaitu dari sudut pandang konsumen dalam hal ini harapannya, dan disatu sisi terletak pada sudut pandang manajemen perusahaan dalam hal ini kinerja atas kualitas jasa secara keseluruhan. Dengan kata lain, seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman, dkk. (2008; 103) bahwa terdapat dua faktor utama yang

(15)

mempengaruhi kualitas jasa, yaitu; jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Tjiptono, (2009; 103).

Harapan konsumen dapat berupa tiga tipe. Pertama, will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Kedua, should expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Ketiga, ideal expectation, yaitu kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tjiptono, (2009; 108) menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas total suatu jasa terdiri atas dua dimensi utama. Dimensi pertama, yakni technical quality (outcome dimension) yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan konsumen. Dan dimensi kedua, yaitu functional quality (process-related dimension) berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau hasil akhir jasa dari penyedia jasa kepada konsumen. Jika penyedia jasa memiliki citra positif di dalam benak konsumen, kesalahan minor yang terjadi sangat mungkin dimaafkan. Apabila kesalahan kerap terjadi, maka citra positif tersebut akan rusak. Sebaliknya, jika citra organisasi sudah negatif terlebih dahulu, maka pengaruh atau efek dari setiap kesalahan yang dilakukannya kerapkali jauh lebih besar daripada bila citranya positif. Dalam kaitannya dengan persepsi terhadap kualitas, citra dapat dipandang sebagai filter.

(16)

2.1.3 Atribut Produk

Suatu perusahaan ketika akan memproduksi sebuah produk akan mempertimbangkan atribut produk apa saja yang akan diberikan kepada konsumen. Menurut Kotler (2010; 126), Atribut adalah sifat-sifat yang menambah fungsi dasar produk. Menurut Simamora (2008; 77), Atribut produk adalah factor-faktor yang dipertimbangkan oleh pembeli pada saat membeli produk, seperti harga kualitas, kelengkapan fungsi (fitur), desain, layanan purna jual, dan lain-lain. Dari kedua pengertian diatas, maka dapat diketahui bahwa Atribut adalah sifatsifat yang mendasar dari sebuah produk yang akan menjadi pertimbangan pembeli saat akan membeli sebuah produk. Atribut suatu produk akan membedakan dengan produk pesaingnya. Umumnya, suatu produk meskipun sama bentuk kemasannya, pasti memiliki perbedaan. Dalam atribut produk terdapat komponen atribut produk yang menunjukkan karakteristik produk dan pada umumnya akan mendapat perhatian konsumen dalam memilih suatu produk. Dari komponen atribut produk inilah suatu produk dapat dibedakan dengan produk sejenis lainnya, dan setiap perusahaan akan berusaha memberikan produk yang terbaik bagi konsumennya. Menurut Simamora (2008; 87), Atribut produk seperti harga, kualitas, kelengkapan fungsi (fitur), desain, layanan purna jual, dan lain-lain. Menurut Stanton (2008:139), Atribut produk meliputi harga, merek, kemasan, jaminan produk, warna, nama baik penjual, layanan penjual, kualitas produk, karakteristik fisik barang. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut maka yang dijadikan dasar dalam penelitian ini komponen atribut produknya dapat disesuaikan dengan produk yang diteliti. Adapun objek dalam penelitian ini adalah jasa (ekspedisi), maka dari teori tersebut dapat diketahui bahwa komponen atribut produk yang ada di dalamnya meliputi harga, kualitas, kemasan, dan label.

(17)

Kotler (2010; 152) menyatakan bahwa atribut produk adalah suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diterapkan oleh pembeli. Definisi produk menurut Stanton (2008; 119) sekumpulan atribut yang nyata dan tidak nyata didalamnya sudah tercakup warna, kemasan, prestise pengecer dan layanan dari pabrik, serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai suatu yang bisa memuaskan keinginannya. Menurut Tjiptono (2009; 113) atribut produk meliputi;

1. Merek, merupakan nama, istilah, tanda, simbol atau lambang, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut produk lain yang diharapkan dapat memberikan identitas dan differensiasi terhadap produk lainnya.

2. Kemasan, merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper) untuk suatu produk.

3. Pemberian label (labeling) merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjualan, sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa merupakan etiket ( tanda pengenal) yang dicantumkan dalam produk.

4. Layanan Pelengkap ( suplementari service ) dapat diklasifikasikan: informasi, konsultasi, ordering, hospiteli, caretaking, billing, pembayaran.

5. Jaminan (garansi) yaitu janji yang merupakan kewajiban produsen atas produk pada konsumen, dimana para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk ternyata tidak berfungsi sebagaimana yang dijanjikan.

(18)

Dengan adanya atribut yang melekat pada suatu produk yang digunakan konsumen untuk menilai dan mengukur kesesuaian karakteristik produk dengan kebutuhan dan keinginan. Bagi perusahaan dengan mengetahui atribut-atribut apa saja yang bisa mempengaruhi keputusan pembelian maka dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan dan menyempurnakan produk agar lebih memuaskan konsumen.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:99) mengelompokan atribut produk kepada tiga unsur penting, yaitu kualitas produk (product quality), fitur produk (product features), dan desain produk (Product design)

1. Kualitas produk (Produk quality)

Kualitas produk menurut kotler dan amstrong (2009 : 112) “The Ability of a product to perform its funtions” yang berarti kemampuan suatu produk dalam memberikan kinerja sesuai dengan fungsinya. Kualitas yang sangat baik akan membangun kepercayaan konsumen sehingga merupakan penunjang kepuasan konsumen.

2. Fitur Produk (Product features)

Fitur produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk satu dengan produk-produk pesaing seperti yang dikemukakan oleh kotler dan amstrong (2009:118) bahwa feature are competitive tool for diferentiating the company’s product from competitor’s product, yang artinya fitur adalah alat untuk bersaing yang membedakan produk suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Fitur produk identik dengan sifat dan sesuatu yang unik, khas dan istimewa yang tidak dimiliki oleh produk lainnya. Biasanya

(19)

karakteristik yang melekat dalam suatu produk merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus

3. Desain produk (product design)

Desain memIliki konsep yang lebih luas daripada gaya (style), desain selain mempertimbangkan faktor penampilan, juga untuk bertujuan memperbaiki kinerja produk, mengurangi biaya produksi, dan menambah keunggulan bersaing. Menurut kotler (2010:123) mengartikan desain atau rancangan adalah totalitas keistimewaan yang mempengaruhi penampilan fungsi produk dari segi kebutuhan konsumen.

2.1.4 Kepuasan Konsumen

1. Pengertian Kepuasan Konsumen

Pada dasarnya tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan kepuasan kepada para konsumennya. Berbicara tentang kepuasan konsumen ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen yang dikutip oleh Tjiptono (2009; 115 diantaranya sebagai berikut ;

a. Kepuasan adalah seseorang merasa kekecewaan atau kesenangan sebagai hasil membandingkan satu capaian yang dirasa dari produk (atau hasil) dalam hubungan dengan harapannya. (Kotler, 2010; 116).

b. Kepuasan adalah satu hasil kolektif dari persepsi, evaluasi dan reaksi-reaksi psikologis untuk pengalaman konsumsi dengan satu produk atau jasa. (Yi, 2006; 133).

c. Kepuasan adalah evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. (Day, 2005; 109).

(20)

d. Mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. (Wilkie, 2005; 97).

e. Menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen. (Eangel, 2007; 89).

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang diharapkan.

2. Konsep Kepuasan Konsumen

Kepuasan kosnumen merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari konsumen dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Faktor yang paling penting untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah kinerja dari agen yang biasanya diartikan dengan kualitas dari agen tersebut (Mowen, 2008; 123).

Produk jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan konsumen (Kotler dan Armstrong, 2009; 117). Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh konsumen semakin tinggi. Bila kepuasan konsumen semakin tinggi, maka dapat menimbulkan keuntungan. Konusmen yang puas akan terus melakukan pembelian. Demikian pula sebaliknya jika tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan konsumen pindah pada produk lain.

(21)

Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan (Kotler, 2010; 125). Dengan demikian, harapan konsumen melatar belakangi mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh konsumennya. Dalam konteks kepuasan konsumen, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian dahulu, komentar teman, dan kenalannya serta janji dari perusahaan tersebut. Harapan-harapan konsumen ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman konsumen.

Menurut Tjiptono (2009; 123) kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evolusi ketidaksesuaian (discinfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan bahwa pada persaingan yang semakin ketat ini, semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga hal ini menyebabkan setiap badan usaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai tujuan utama, antara lain dengan semakin banyaknya badan usaha yang menyatakan komitmen terhadap kepuasan konsumen dalam pernyataan misi, iklan.

Perusahaan dapat mengetahui kepuasan dari para konsumennya melalui umpan balik yang diberikan oleh konsumen sehingga dapat menjadi masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi serta peningkatan kepuasan konsumen. Hal ini merupakan peluang bagi badan usaha untuk dapat mengetahui kinerja dari badan usaha. Dengan adanya komplain tersebut

(22)

badan usaha dapat memperbaiki dan meningkatkan layanan sehingga dapat memuaskan konsumen yang belum puas tadi. Biasanya konsumen mempunyai komitmen yang besar pada badan usaha yang menanggapi komplain darinya.

2.1.5 Loyalitas Konsumen 1. Defenisi Loyalitas Konsumen

Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Huriyati (2010; 79) mengungkapkan definisi loyalitas konsumen sebagai komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

Menurut Mowen dan Minor (2008; 110) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai kondisi di mana konsumen mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, mempunyai komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Sedangkan menurut (Huriyati, 2010; 81) menyatakan bahwa Loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagai pembelian non random yang diekspresikan sepanjang waktu dengan melakukan serangkaian pengambilan

(23)

keputusan. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan.

Menurut Timm (2008; 88) menyatakan bahwa konsep kesetiaan konsumen (loyalitas) mencakup lima faktor, antara lain : Kepuasan keseluruhan yang dialami konsumen ketika berbisnis dengan perusahaan, kesediaan untuk membangun hubungan dengan perusahaan, kesediaan untuk membeli kembali, kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain, enggan beralih ke produk pesaing.

2. Karakteristik Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2008; 75), karakteristik konsumen yang loyal adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pembelian ulang secara teratur (makes reguler repeat purchase).

Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Tingkat kepuasan terhadap toko akan mempengaruhi mereka untuk membeli kembali

b. Membeli di luar lini produk/jasa (purchases across product and service lines).

Membeli di luar lini produk dan jasa artinya keinginan untuk membeli lebih dari produk dan jasa yang telah ditawarkan oleh perusahaan. Konsumen yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan maka akan percaya juga untuk urusan lain.

(24)

c. Mereferensi toko kepada orang lain, artinya menarik konsumen baru untuk perusahaan (Refers other). Konsumen yang loyal dengan sukarela merekomendasikan perusahaan kepada teman-teman dan rekannya. d. Menunjukkan kekebalan daya tarik dari pesaing (Demonstrates an

immunity to the full of the competition). Tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan perusahaan sejenis lainnya.

3. Tahapan Loyalitas Konsumen

Brown dalam Huriyati (2010; 87) mengungkapkan bahwa loyalitas konsumen terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut :

a. The Courtship

Pada tahap ini hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan konsumen terbatas pada transaksi, konsumen masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah.

b. The Relationship

Pada tahapan ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan konsumen. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan konsumen akan melihat produk pesaing. Selain itu pada tahap ini terjadi hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

c. The Marriage

Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Konsumen akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan kepuasan terhadap

(25)

perusahaan dan ketergantungan konsumen. Tahapan marriage yang sempurna diterjemahkan ke dalam Advote customer yaitu konsumen yang merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain dan memberikan masukan kepada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan.

4. Faktor-faktor Antecendent Loyalitas Konsumen

Adapun faktor-faktor antecendent yang merupakan komponen dari sikap yang berpengaruh dalam pembentukan kesetiaan konsumen (Suryani, 2008; 77) adalah sebagai berikut :

a. Cognitive antecendent

Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan konsumen. Konsumen yang dapat mengingat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan konsumen.

Menurut Dharmmesta (2008; 89) bahwa konsumen menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Konsumen yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran (Mardalis; 2008; 93)

(26)

b. Affective antecendent

Kondisi emosional (perasaan) konsumen yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan konsumen. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah memberi atau menggunakan produk akan membentuk kesetiaan konsumen.

c. Conative antecendent

Kondisi ini merupakan kecendrungan yang ada pada konsumen untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kecendrungan konsumen untuk berprilaku yang menunjukkan loyalitasnya yaitu biaya peralihan, harapan dan sunk cost. Selain itu norma-norma sosial dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan konsumen. Norma-norma sosial berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan konsumen yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga dan lain-lain) memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan konsumen. Seorang konsumen dapat dengan tiba-tiba menghentikan pembelian ulang atau enggan menyampaikan aspek positif dari suatu objek tertentu karena teman dekatnya kurang menerima objek tersebut. Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar.

(27)

5. Jenis-jenis Loyalitas Konsumen

Dick dan Basu (2008; 103) menyatakan bahwa ada empat jenis loyalitas konsumen berbeda serta muncul apabila ketertarikan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi.

Tabel 1

Empat Jenis Loyalitas Konsumen Pembelian Ulang

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas Lemah Tanpa Loyalitas

a. Tanpa Loyalitas (No Loyalty)

Berdasarkan alasan tertentu, konsumen mungkin tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi konsumen yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap keuangan perusahaan (Griffin, 2008; 88).

b. Loyalitas yang Lemah (Spurious Loyalty)

Konsumen yang memiliki loyalitas yang lemah terhadap perusahaan maka mereka akan membeli karena kebiasaan. Ketertarikan yang rendah dikombinasikan dengan pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan loyalitas yang lemah. Pembeli jenis ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada kepuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli atau toko yang sering dikunjungi (Griffin, 2008; 88).

(28)

c. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty)

Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila konsumen memiliki loyalitas yang tersembunyi maka yang menentukan pembelian berulang adalah pengaruh situasi dan bukan sikap. Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, maka perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya (Griffin, 2008; 88).

d. Loyalitas Premium (Premium Loyalty)

Loyalitas premium adalah loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Loyalitas jenis ini terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan loyalitas yang lebih disukai untuk semua konsumen di setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi yang paling tinggi tersebut membuat orang bangga karena menemukan dan mengggunakan produk tertentu dan senang berbagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga (Griffin, 2008; 91).

6. Tingkatan Konsumen menuju Loyalitas.

Tingkatan konsumen menuju loyalitas menurut Huriyati (2010; 87) di bagi menjadi empat tahapan, yaitu :

a. Emas (Gold)

Merupakan kelompok konsumen yang memberikan keuntungan terbesar kepada perusahaan. Biasanya kelompok ini adalah Heavy user yang selalu

(29)

membeli dalam jumlah yang besar dan frekuensi pembeliannya tinggi. Mereka tidak sensitif terhadap harga, tidak segan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang hanya bisa dinikmati pada masa yang akan datang, mau mencoba sesuatu yang baru yang ditawarkan perusahaan, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk tidak berpaling kepada pesaing. Ciri-ciri lain dari konsumen emas ini adalah:

1). Mereka masih memiliki potensi untuk terus memperbesar sumbangan profitnya bagi perusahaan.

2). Mereka termasuk orang yang mapan, dan cenderung tidak punya masalah dengan keuangannya.

3). Mereka cukup pintar, dan sadar bahwa berpindah ke pesaing akan membawa risiko bagi kelangsungan kenyamanan yang telah didapatkan selama ini.

4). Jumlah mereka tidak banyak, tetapi memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan kesuksesan perusahaan.

b. Perak (Silver)

Kelompok ini masih memberikan keuntungan yang besar walaupun posisinya masih di bawah gold tier. Mereka mulai memperhatikan tawaran potongan harga, hl ini dikarenakan mereka cenderung sensitif terhadap harga, mereka tidak seloyal gold. Walaupun mereka sebenarnya heavy user, tetapi pemenuhan kebutuhannya di peroleh dari berbagai perusahaan, tergantung penawaran yang lebih baik.

(30)

c. Perunggu (Bronze)

Kelompok ini paling besar jumlahnya. Mereka adalah kelompok yang spending level-nya relatif rendah. Driver terkuatnya untuk bertransaksi semata-mata di dorong oleh potongan harga yang besar, sehingga mereka juga dikenal sebagai kelompok pemburu diskon. Dengan demikian margin yang diterima perusahaan juga relatif kecil. Akibatnya, perusahaan tidak berpikir untuk memberikan layanan premium kepada mereka. Terlepas dari average spending level yang rendah, kelompok ini masih dibutuhkan oleh perusahaan untuk menggenapkan pemenuhan target penjualan.

d. Besi (Iron)

Kelompok konsumen yang bukannya menghasilkan keuntungan justru membebani perusahaan, tipe konsumen seperti ini memiliki kecendrungan untuk meminta perhatian lebih besar dan cenderung bermasalah, membuat perusahaan berfikir lebih baik menyingkirkan mereka dari daftar konsumen.

7. Cara Mengukur Loyalitas

Mardalis (2008; 108) menyatakan bahwa loyalitas dapat diukur dengan cara-cara berikut:

a. Urutan pilihan (choice sequence)

Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda

(31)

harian konsumen lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket. Urutan itu dapat berupa:

1) Loyalitas yang tak terpisahkan (undivided loyalty), dapat ditunjukkan dengan runtutan AAAAAA. Artinya konsumen hanya membeli di satu tempat tertentu saja.

2) Loyalitas yang terbagi (divided loyalty) dapat ditunjukkan dengan runtutan ABABAB. Artinya konsumen membeli di dua tempat atau toko secara bergantian.

3) Loyalitas yang tidak stabil (unstableloyalty) dapat ditunjukkan dengan runtutan AAABBB. Artinya konsumen memilih suatu tempat atau toko untuk beberapa kali pembelian kemudian berpindah ke toko lain untuk periode berikutnya.

4) Tanpa loyalitas (no loyalty), ditunjukkandengan runtutan ABCDEF. Artinya konsumen tidak membeli di suatu tempat tertentu.

Kotler (2010; 117) mempunyai istilah lain untuk loyalitas di atas, yaitu; Hardcore loyals, split loyals, shifting loyals, dan switchers.

b. Proporsi pembelian (proportion of purchase).

Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu.Data yang dianalisis berasal dari panel konsumen.

c. Preferensi (preference).

Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli.

(32)

d. Komitmen (commitment).

Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional/perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek (Beatty, Kahle, Homer, 2007; 135). Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep-diri konsumen. Cara pertama dan kedua di atas merupakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan attitudinal (attitudinal approach).

2.1.6 Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen

Layanan secara umum ialah rasa menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan–kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Sehingga kualitas layanan sebagai dasar bagi pemasaran jasa, karena inti produk yang dipasarkan adalah suatu kinerja (yang berkualitas), dan kinerja juga yang akan dibeli oleh konsumen (Parasuraman, dkk. 2008; 95).

Sedangkan menurut Wisniewski dan Donnelly, (2008; 123). Pengertian lain dari kualitas layanan yaitu menggambarkan kualitas layanan, seperti tingkat yang dimana suatu servis bertemu dengan kebutuhan-kebutuhan atau harapan-harapan konsumen. menurut Kotler (2010; 116), teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya, diperoleh konsumen dari produk/ jasa yang dibeli/ digunakan tersebut.

(33)

2.1.7 Pengaruh Atribut Produk Terhadap Kepuasan Konsumen

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa atribut produk berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik penilaian konsumen terhadap produk/ jasa maka kepuasan konsumen akan semakin tinggi. Bukti empiris ini memperkuat pendapat Oliver (1997, dalam Andreasson dan Lindestad, 2008), kualitas produk/ jasa merupakan salah satu faktor pembentuk persepsi kepuasan konsumen. Dalam pandangan konsumen, nilai suatu produk/ jasa merupakan kualitas produk/ jasa yang dinikmati konsumen dengan pengorbanan sejumlah uang atau sumber daya yang lain. Kepuasan konsumen di PT Jember Logistic Service Surabaya karena adanya kesesuaian atas biaya yang dikeluarkan dengan kinerja produk/ jasa yang diberikan.

2.1.8 Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Konsumen

Kualitas layanan merupakan kondisi baik buruknya sajian yanng diberikan PT Jaya Logistic Service Surabaya dalam rangka memuaskan konsumen, dalam perusahaan jasa tentu bukanlah sesuatu yang mudah didefinisikan, karne ahal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Hal ini sesuai pernyataan Lupiyoadi dan Hamdani (2009; 126) bahwa salah satu yang mempenagruhi tingkat loyalitas konsumen adalah kualitas layanan. Perusahaan perlu meningkatkan kualitas jasa untuk mengembangkan loyalitas konsumennya, karena produk atau jasa yang berkualitas renddah akan menanggung risiko pelanggan tidak setia. Jika kualitas diperhatikan, maka loyalitas pelanggan akan lebih mudah diperoleh. Pengaruh kualitas terhadap loyalitas juga telah dibuktikan oleh hasil penelitian Sabihaini (2008) yang menyimpulkan bahwa peningkatan

(34)

kualitas jasa akan memberikan dampak yang baik untuk meningkatkan loyalitas. Hal ini didukung pula oleh teori Bloomer, Ruyter dan Peeters (2007) mendapatkan kualitas jasa memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas dan mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan.

2.1.9 Pengaruh Atribut Produk Terhadap Loyalitas Merek

Menurut Tjiptono (2009: 103), Atribut produk merupakan bagian dari strategi produk yang dapat dikontrol oleh perusahaan sebagai rangsangan yang diperhatikan dan dievaluasi oleh konsumen dalam proses pembuatan keputusan. Melalui atribut produk diharapkan dapat merubah persepsi konsumen terhadap produk yang ditawarkan sehingga memudahkan dalam membuat keputusan pembelian. Atribut produk yang baik akan menghasilkan hasil akhir yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen. Konsumen akan merasa bahwa produk tersebut lebih memiliki kelebihan untuk dibandingkan produk lain sejenis, sehingga produk akan memiliki nilai tambah. Karena pentingnya atribut produk bagi konsumen, maka perusahaan perlu memperhatikan masalah bauran pemasaran dalam hal produksi maupun jasa.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa atribut produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas merek. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik atribut produk menurut konsumen maka semakin tinggi loyalitas merek. Seperti dalam penelitian Subagio (2011) memperlihatkan bahwa atribut supermarket berpengaruh terhadap motif hedonik dan motif utilitarian, dan

(35)

loyalitas konsumen. Temuan empiris dari studi ini bahwa motif hedonik lebih kuat dari motif utilitarian terhadap kesetiaan konsumen. hal ini didukung oleh teori Simamora (2008: 115) mengatakan bahwa atribut meliputi dimsensi-dimensi yang terkait dengan produk, atau merk seperti performance, comformance, daya tahan, desain, gaya, reputasi dan lain-lain. Atribut yang terdaftar pada suatu produk mengindetifikasikan siapa penjual atau pembuat barang dan jasa tertentu dan di dalamnya merupakan janji penjual untuk memberikan tampilan manfaat atau jasa tertentu untuk pembeli.

2.1.10 Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas

Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2009: 132) menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepuasan konsumen maka konsumen yang bertahan juga meningkat, sedangkan produk jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan konsumen (Kotler dan Armstrong, 2009; 117). Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh konsumen semakin tinggi. Bila kepuasan konsumen semakin tinggi, maka dapat menimbulkan keuntungan. Konusmen yang puas akan terus melakukan pembelian. Demikian pula sebaliknya jika tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan konsumen pindah pada produk lain.

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas merek. Artinya bahwa semakin puas konsumen terhadap produk/ jasa, maka semakin tinggi loyalitas

(36)

merek. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Samuel dan Foedjiawati (2008) mengenai pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas merek pada Restoran the Prime Steak dan Ribs”. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan pengaruh positif yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas merek.

Dengan demikian hasil penelitian mendukung teori tentang kepuasan terhadap loyalitas merek. Menurut Kotler (2009: 120) pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga dan pembicaraannya menguntungkan perusahaan. Berdasarkan hasil analisis, kepuasan dapat meningkatkan pengaruh atribut produk terhadap loyalitas pelanggan. Artinya bahwa dengan kepuasan konsumen terhadap atribut produk, maka loyalitas akan semakin tinggi. Hasil ini mempertegas temuan empiris dari Kano. Menurut Oksan dan Andrius (2009), menjelaskan bahwa atribut produk dapat berpengaruh terhadap kepuasan sehingga konsumen bisa menerima produk dan akan melakukan pembelian ulang.

2.1.11 Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan yang akan dilakukan. Di bawah ini peneliti akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang pernah dilakukan :

(37)

Tabel 1

Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun dan

Judul

Metoda Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

1 Laksmono dan Khomariyah, (2007). Analisa Kualitas Layanan Sebagai Pengukur Loyalitas Konsumen Hotel Majapahit Surabaya Dengan Pemasaran Relasional Sebagai Variabel Intervening. - Jenis Penelitian konklusif eksperimental atau causal research - Metode non probability sampling dengan purposive sampling - Variabel loyalitas (say positive things,

recommend friend, continue purchasing)

- Jumlah sampel 272

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh langsung dari kualitas layanan terhadap kesetiaan konsumen serta pengaruh tidak langsung dari kualitas layanan terhadap kesetiaan konsumen dengan pemasaran relasional sebagai variabel intervening - Jumlah Sampel - Obyek Penelitian logistic service - Variabel loyalitas (konsumen tidak beralih, melakukan pembelian konsisten) 2 Sofyan, Pradhanawati & Nugraha. (2013) Pengaruh Fasilitas dan Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas, Melalui Kepuasan Konsumen Sebagai Variabel Intervening pada Star Clean Car Wash Semarang

- Obyek Penelitian Star Clean Car Wash Semarang.

- Metode purposive

sampling

- Jenis penelitian tipe explanatory - Variabel fasilitas

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, kepuasan berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas, dan kepuasan merupakan variabel intervening pengaruh antara citra merek terhadap loyalitas. - Obyek Penelitian logistic service - Jenis Penelitian pendekatan kuantitatif - Variabel independen 3. Pramudyo. (2012). Pengaruh Citra Merek Terhadap Loyalitas Melalui Kepuasan Sebagai Intervening. - Obyek Penelitian 4 (empat) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. - Metode purposive sampling - Jenis penelitian survei

- Variabel citra merek

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, kepuasan berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas, dan kepuasan merupakan variabel intervening pengaruh antara citra merek terhadap loyalitas. - Obyek Penelitian logistic service - Jenis Penelitian pendekatan kuantitatif - Variabel independen 4. Wuryanti (2008) Pengaruh Kompensasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Dengan Motivasi Sebagai Mediasi (Studi Pada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Tengah - Jenis Penelitian menggunakan hubungan kausal - Obyek mahasiswa Fakultas Ekonomi yang menggunakan IM3 - Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling - Variabel kualitas produk dan harga

Hasil uji hipotesis menyimpulkan bahwa terdapat: (1) pengaruh signifikan kualitas produk kartu prabayar IM3 terhadap kepuasan; 2) pengaruh signifikan harga kartu prabayar IM3 terhadap kepuasan; (3) pengaruh signifikan kualitas produk terhadap loyalitas konsumen; (4) tidak terdapat pengaruh signifikan harga kartu prabayar IM3 terhadap loyalitas konsumen; dan (5) pengaruh yang signifikan antara kepuasan terhadap loyalitas, yang dikarenakan harapan konsumen sesuai dengan layanan yang diberikan produk IM3, sehingga konsumen menjadi loyal.

- Obyek Penelitian logistic service - Jenis Penelitian pendekatan kuantitatif - Variabel independen

(38)

2.2 Rerangka Pemikiran

Untuk lebih memperjelas arah dari penelitian yang menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengaruh kualitas layanan dan atribut produk terhadap loyalitas dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening, maka dalam penelitian ini dapat diambil suatu jalur pemikiran yang diterjemahkan dalam kerangka pemikiran seperti pada gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut ;

Mengacu pada latar belakang, rumusan masalah, tujuan, penelitian sebelumnya dan tinjauan pustaka seperti yang dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini untuk menganalisis pengaruh kualitas layanan dan atribut produk terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen. Hasil dari tinjauan pustaka memberikan gambaran bahwa variabel kualitas layanan danatribut produk berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas terhadap membeli produk/ jasa pada PT Jembar Jaya Logistic Service Surabaya. Perusahaan harus memperhatikan persepsi dari Konsumen mengenai nilai dan hal yang mendorong konsumen untuk membeli produk/ jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Apa saja keinginan dan kebutuhan konsumen, serta melakukan berbagai pendekatan pribadi (personal

selling) menjasi hal yang penting dalam keberhasilan perusahaan tersebut untuk

menciptakan loyalitas konsumen. Karena dengan kepuasan konsumen maka konsumen akan cenderung untuk memakai Jasa/ produk yang sama. Jadi, kualitas layanan dan atribut produk mempunyai hubungan dengan kepuasan konsumen.

Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Selanjutnya pada tahap berikutnya pelanggan yang loyal tersebut akan memperluas "kesetiaan" mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang sama, dan

(39)

pada akhirnya mereka adalah konsumen yang setia pada produsen atau perusahaan tertentu untuk selamanya. Kotler (2001) menyatakan bahwa kesetiaan terhadap merek merupakan salah satu dari aset merek, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas, karena untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Berdasarakan latar belakang tersebut dapat digambarakan rerangka pemikiran dan konseptual pada gambar 1 dan 2 sebagai berikut :

Gambar 1 Rerangka Berpikir

Pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan perdagangan lainnya. Sedangkan faktor utama untuk mendukung perdagangan di suatu tempat maka memerlukan transportasi. Maka tidak salah jika transportasi logistik sekarang sudah semakin berkembang untuk memenuhi kebutuhan konsumer dalam usaha jasa pengiriman sangat diperlukan dalam perdagangan. Dimana kualitas pelayanan dan atribut produk adalah faktor penentu kepuasan konsumen setelah melakukan pembelian dan pemakaian terhadap suatu produk/ jasa sehingga dapat mempengaruhi loyalitas konsumen.

Teoritis ;

1) Pengertian pemasaran (Kotler, 2010), 2) Pengertian perilaku konsumen (Swasta, 2008), 3) Pengertian jasa (Tjiptono, 2009), 4) Kualitas layanan (Parasuraman, dkk. 2008), 5) Atribut produk (Sumamora, 2008), 6) kepuasan konsumen (Kotler dan Armstrong, 2009), 7) Loyalitas Hurriyati (2010; 87), 8) Penelitian terdahulu

Kualitas layanan dan Atribut produk

Sampel, Pengumpulan data (Kuesioner), Analisi Data (Uji Validitas, Reabilitas, asumsi klasik, analisis regresi berganda, path analysis

dan Uji Hipotesis

Hasil Penelitian dan Pembahasan Rumusan Masalah & Hipotesis

Loyalitas Konsumen Kepuasan Konsumen

(40)

Gambar 2 Rerangka Konseptual

Berdasarkan rerangka konseptual diatas dapat dijelaskan pengaruh kualitas layanan dan atribut produk terhadap loyalitas dengan kepuasan pelanggan sebagai Intervening. Pelitian tentang perilaku konsumen untuk melihat pengaruh langsung antara kualitas layanan dan atribut produk terhadap loyalitas konsumen. Selain itu melihat pengaruh tidak langsung dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening, dari hasil hipotesis diduga kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen, atribut produk berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen, kualitas layanan berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, atribut produk berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen dan kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen, penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh langsung secara positif antara kualitas layanan dan atribut produk terhadap loyalitas maupun kepuasan pelanggan.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori, perumusan masalah serta penelitian terdahulu, maka penulis mengajukan hipotesis yang merupakan

Kepuasan Konsumen (KK) Kualitas Layanan (KL) H1 Loyalitas Konsumen (LK) H2 H3 Atribut Produk (AP) H4 H5

(41)

kesimpulan sementara bagaimana pengaruh empat variabel bebas terhadap satu variabel terikat dalam penulisan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen pada perusahaan Jembar Logistic Service Surabaya.

H2 : Atribut produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen dengan pada perusahaan Jembar Logistic Service Surabaya. H3 : Kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

konsumen pada perusahaan Jembar Logistic Service Surabaya

H4 : Atribut produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pada perusahaan Jembar Logistic Service Surabaya.

H5 : Kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pada perusahaan Jembar Logistic Service Surabaya.

Gambar

Gambar 1  Rerangka Berpikir
Gambar 2  Rerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Bercerita tentang masuknya Islam di Bayang, otomatis tidak terlepas dari peran seorang ulama yang sangat berjasa menyebarkan islam di Bayang yaitu Syekh Buyung Mudo

Etimologi Pemerintahan bukan hanya pengetahuan belaka yang dipelajari untuk dijadikan pengetahuan tentang asal-muasal kata tetapi lebih dari itu, pelajaran tentang

MFX Group adalah perusahaan investasi pertama dengan bidang bisnis brokerage Mata Uang Asing yang menawarkan suku bunga tetap pada deposit dalam jumlah 36% per tahun , tanpa resiko

Kajian lanjutan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap konsumsi glukosa dan produksi asam laktat dilakukan untuk mengaplikasikan kondisi terbaik yang telah diperoleh

Kerusakan tersebut meliputi abrasi, akresi dan intrusi air laut (Taofiqurohman, 2012). Masyarakat Indonesia yang berada di negara kepulauan tidak asing dengan abrasi,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan menggunakan kata penghubung dan, atau, tetapi dan untuk dalam karangan deskripsi siswa kelas X

Sarana dan fasilitas pembelajaran untuk semua pelajaran sudah lengkap. Terdapat satu ruang laboratorium komputer dengan jumlah komputer ± 10 unit untuk satu

Tesis ini meneliti meneiliti pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai, pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Pegawai, pengaruh Kompensasi