• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV JARINGAN INTELEKTUAL SYEKH BUYUNG MUDO PULUIK-PULUIK. A. Jaringan Intelektual Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik di Pantai Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV JARINGAN INTELEKTUAL SYEKH BUYUNG MUDO PULUIK-PULUIK. A. Jaringan Intelektual Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik di Pantai Barat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

54 BAB IV

JARINGAN INTELEKTUAL SYEKH BUYUNG MUDO PULUIK-PULUIK

A. Jaringan Intelektual Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik di Pantai Barat

Minangkabau

Bayang, pernah 100 tahun lebih (Perang Bayang, 1663-1771) menjadi pusat konsentrasi perlawanan rakyat terhadap Belanda berbasis pada surau dan dipimpin ulama. Surau itu adalah Surau Buyung Mudo di Puluik-puluik, seangkatan dengan Syekh Burhanuddin murid Abdul Rauf Singkel. Dimulai dari surau ini, Bayang pernah pula menjadi sentra pendidikan Islam, bahkan menjadi pusat pengembangan Islam di Sumatera Barat abad ke-17 di samping Surau Ulakan, Surau Baru, Sungayang, Padang Ganting dan Lubuk Ipuh.

Dari pentas sejarah perjuangan nasional dan pengembangan Islam, sebenarnya tidak dapat dilupakan nama besar Buyung Mudo di Puluik-puluik (Bayang) yang kemudian dikenal Tuanku Bayang. Ia berjasa mengembangkan Islam di Minangkabau. Dia bersama teman-teman seperguruannya belajar dengan Syekh Abdul Rauf Singkel (Aceh), memulai proses perjuangannya dengan mendirikan surau sebagai sentra pendidikan dan pengajian Islam sekaligus surau itu basis perjuangan/ perlawanan rakyat terhadap Belanda. Di surau mereka mengajar sesuai dengan keahlian masing-masing, di mana Buyung Mudo keahlianya adalah sintaksis Arab (ilmu nahu), sekaligus memotivasi para pejuang melawan penjajah dengan nilai hubb al-wathan mina l-iman (mencintai tanah air bagian dari iman).

(2)

Buyung Mudo sebelum berguru dengan Syekh Abdul Rauf Singkel, dimungkinkan ada guru sebelumnya di Minangkabau. Meski tidak banyak informasi tentang itu, namun ada indikasi yang menguat, bahwa Buyung Mudo dan kawan-kawannya sebelum pergi ke Aceh telah pernah belajar Islam dari seorang guru yang sama di Mingkabau. Sebab kalau tidak dengan guru yang sama, tidak mungkin mereka bertemu pada titik yang sama dalam tujuan perjalanan yang sama yakni menuju Aceh.

Diceritakan, dalam perjalanan hidup Syekh Burhanuddin, sebelumnya pernah berguru dengan Syekh Abdul Arif dikenal dengan Tuanku Madinah, murid dari Syekh Safiudin Ahmad bin Muhammad Al-Madani Al-Anshari dikenal juga namanya Al-Qushashih. Syekh Abdullah Arif atau Tangku Madinah itu adalah orang Medinah (Saudi Arabiah), disuruh gurunya mengembangkan Islam tahun 1537. Ia seangkatan dengan Syekh Ahmad Al Qushashih. Syekh Abdul Rauf Singkel ke Aceh mulai mengajar tahun 1539, sedangkan Syekh Abdullah Arif mengembara mengembangkan Islam pada suatu tempat yang tidak ditunjuk gurunya, tetapi diberi tanda yang cukup rahasia. Akhirnya suatu tempat yang ditunjukan cirinya itu bertemu yakni dikenal Tapakis (Pariaman) sekarang. Lalu ia mengajar di sana. Mengajar di salah satu wilayah Pariaman Syekh Abdullah Arif ini digelari dengan gelar orang Pariaman, yakni sebagai tokoh agama disebut Tuanku di Tapakis dan sebagai orang Pariaman yang terhormat diberi gelar kehormatan Bagindo. Dikenallah kemudian dengan Tuanku Bagindo atau Tuanku Tapakis. Diduga, Buyung Mudo (Bayang) ahli ilmu bahasa sintaksis dan kawan-kawannya

(3)

pengembang Islam abad ke-17 yakni Tarapang (Sungayang) ahli bahasa morfologi, Datuk Maruhun Nan Panjang (Padang Ganting) ahli fiqhi dan Muhammad Nashir (Surau Baru Koto Tangah Padang) ahli tafsir, Khalidin (Lubuk Ipuh) ahli tasawuf di samping Burhanuddin Ulakan (nama kecilnya Pono dari Sintuk) sendiri ahli tasawuf, telah belajar Islam pada awal mulanya bersama Syekh Abdullah Arif di Tapakis ini, dalam waktu yang berbeda sehingga tidak saling mengenal. Indikasi membuktikan, bahwa mereka punya hasrat yang sama hendak menlanjutkan pelajaran dan membawa kaki mereka melangkah menelusuri jalur yang sama lalu berhenti pada titik yang sama, sehingga mereka lima orang bersama-sama meneruskan perjalanan menemui guru yang sama pula yakni Syekh Abdul Rauf Singkel seangkatan dengan guru mereka sebelumnya Syekh Abdullah Arif itu. Sebab kalau tidak seperguruan dan tidak ada petunjuk dari guru yang sama, mustahil mereka mempunyai minat dan langkah yang sama dan bisa bertemu pada tempat yang sama setelah melewati jalur yang sama pula. Berarti sebelum menemui Syeikh Abdul Rauf Singkel mereka telah mempunyai dasar yang kuat diperoleh dari guru yang pengetahuannya cukup tinggi, bahkan mungkin mereka telah memiliki keahlian, tetapi masih diperlukan menghalusi kaji dengan Syeikh Abdul Rauf Singkel ini.1

Berdasarkan penelitian, penulis sepakat dengan Yulizal Yunus bahwa ada guru tempat Syekh Buyung Mudo dan kawan-kawan menuntut ilmu sebelum berangkat ke Aceh untuk menemui Syekh Abd Rauf Singkel, kalau

(4)

tidak ada guru yang sama tidak mungkin mempunyai niat hati yang sama untuk pergi menuntut ilmu ke Aceh kepada Syekh Abd Rauf Singkel.

Setelah lima orang anak muda Minangkabau sampai di Aceh, mereka segera menemui Syekh Abdul Rauf Singkel yang baru satu tahun duduk mengajar. Mereka mengisahkan perjalanan dan pertemuan mereka berlima yang mengharukan, kelima anak Minang ini diterima Syekh Abdul Rauf Singkel. Mereka punya hasrat untuk pulang, menyebarkan Islam di seluruh Minang, terutama di daerah masing-masing. Syekh Abdul Rauf tidak memberi izin, dari kisahan Pariaman kecuali Pono, yang namanya telah diganti oleh Syekh Abdul Rauf dengan Syekh Burhanuddin dan diangkat sebagai Khalifah serta izin mengembangkan Islam di Minagkabau. Empat orang lainnya, termasuk Buyung Mudo keras juga hatinya untuk pulang dan menularkan ilmunya kepada masyarakat. Mereka keras hatinya hendak pulang, Syekh Abdul Rauf tidak bisa menahan dan akhirnya diizinkan juga oleh Syekh Abdul Rauf, suatu keajaiban terjadi, setelah mereka sampai di kampung masing-masing, jangankan orang mendengar fatwa atau datang mengaji denganya, dengan kehadirannya saja orang curiga. Akhirnya mereka berfikir, pastilah ilmu ini belum berkat. Mengikut Imam Syafi’i, menuntut ilmu itu ada beberapa persyaratan, di antaranya: pertama kecerdasan, kedua

(5)

kekampung tanpa seizin sepenuh hati dari gurunya Syekh Abdul Rauf, yang menyebabkan ilmu tidak berkat dan kurang diterima masyarakatnya.2

Karena mereka tidak diterima oleh masyarakat jadi mereka memutuskan untuk ingin kembali ke Aceh, tetapi rasa malu menyelusuk ke hati. Tetapi mereka berfikir dari pada ilmu tidak bermanfaat, lebih baik kembali biar malu sedikit tidak apa-apa. Tetapi lebih sial lagi mereka ditolak oleh Syekh Abdul Rauf, dan selanjutnya mereka disuruh oleh Abdul Rauf untuk menemui Syekh Burhanuddin, yaitu kawan mereka sendiri. Berat hati mereka, masa belajar dengan teman sendiri yang dulunya sama-sama belajar dengan guru yang sama dan dalam waktu yang sama pula. Tetapi karena patuh dengan guru, mereka terpaksa menyingkirkan hal-hal yang meragukan itu. Setelah minta maaf mereka kepada Syekh Abdul Rauf, termasuk Syekh Buyung Mudo berjalan menemui Syekh Burhanuddin. Mereka kembali berkumpul saling menghormati. Mereka saling belajar mengajar. Syekh Burhanuddin menempatkan empat temannya tersebut pada empat surau Tanjung Medan di Padang Gelundi pinggir laut, serta keempat temannya ini juga diberi murid untuk diajar oleh mereka.

Setelah mereka banyak menemui pengalaman belajar dan mengajar di Padang Gelundi dan telah mendapat izin Syekh Abdul Rauf melalui khalifah Syekh Burhanuddin teman mereka sendiri, maka mereka kembali kekampung masing-masing. Setelah mereka sampai di kampungnya masing-masing, ada sebuah keajaiban terjadi kalau ilmunya sudah berkat dan diterima dari guru

2 Zusneli Zubir, et al, Laporan Hasil Seminar Sejarah Pantai Barat Sumatra dalam

(6)

yang selalu menyayangi muridnya, sampai di kampung mereka disambut, dihormati dan disegani. Banyak orang datang dari berbagai daerah belajar kepadanya, sehingga nama Buyung Mudo menjadi harum dan membuat harum pula kampungnya.3 Ajaran yang dibawa oleh Syekh Buyung Mudo yaitu ajaran tarekat Syahatariyah, sebuah nagari di Bayang dekat kelahiran Buyung Mudo ini. Mereka yang pulang dengan Syekh Abdul Rauf Singkle itu mempunyai keahlian khusus masing-masing. Buyung Mudo yang kemudian dikenal dengan Tuanku Bayang mempunyai spesialisasi ilmu morfologi Arab atau ilmu sharaf, Syekh Muhammad Nasir yang dikenal dengan Syekh Surau Baru Kota Panjang, Koto Tangah Padang, mempunyai spesialisasi Tafsir. Syekh Supayang Solok dengan nama kecil Tarapang itu mempunyai keahlian ilmu nahu. Syekh Burhanuddin yang punya nama kecil Pono punya keahlian tasawuf sama dengan Khalidin Lubuk Ipuh dan Datuk maruhun Nan Panjang di Padang Ganting punya keahlian fiqh.

Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik yang kemudian dikenal dengan Tuanku Bayang itu, mengembangkan Islam di Minangkabau. Mereka masing-masing mendirikan pusat pengajian sebagai sentra Pendidikan Islam. Mereka mengajar sesuai dengan keahlian masing-masing. Syekh Buyung Mudo mempunyai tiga sentra untuk mengajarkan pendidikan Islam kepada masyarakat Bayang, yang pertama Buyung Mudo mengajar di Surau yang ia dirikan di Puluik-puluik, dan yang kedua di Koto Baru Bayang juga ada satu sentra untuk Buyung Mudo mengajarkan pendidikan Islam, dan yang ketiga

(7)

juga di Kapujan Bayang. Surau ini yang dipergunakan oleh Syekh Buyung Mudo untuk mengembangkan agama Islam di Bayang.

Surau yang didirikan oleh Syekh Buyung Mudo tidak hanya dipergunakan untuk mengajarkan Pendidikan Islam saja, tetapi Syekh Buyung Mudo juga mengajarkan ilmu seni dan budaya kepada murid-murid atau masyarakat yang ada di Bayang, sehingga setelah kedatanggan Syekh Buyung Mudo dari menuntut ilmu dari Syekh Burhanuddin di Pariaman, masyarakat langsung menerima kedatangan dan ajaran yang dibawa oleh Syekh Buyung Mudo tersebut.4

B. Murid-Murid Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik di Pantai Barat

Minangkabau

Sebuah nagari di Bayang yang dinamai dengan Kapujan yang berasal dari kata Kapujian merupakan daerah yang memiliki banyak ulama. Penyebaran Islam di daerah ini tidak terlepas dari peranan Syekh Buyung mudo Puluik-puluik, beliau memiliki beberapa murid seperti Syekh Muhammad Yatim dan Tuanku Tantuo. Seorang ulama terkenal yang produktif dalam menulis berbagai karya, cukup andil dalam membela dan mempertahankan ajaran islam.

Syekh Muhammad Yatim adalah murid dari Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik, Syekh Muhammad Yatim berasala dari suku Caniago Tangah Kapujan Bayang Pesisir Selatan. Syekh Muhammad Yatim mempunyai

(8)

empat orang istri, ini bukan karena keinginan dari Syekh sendiri, tetapi masyarakat yang ingin menjadikan Syekh Muhammad Yatim sebagai menantu. Ini karena kharismatik seorang Syekh dan lagi pula Syekh ini sering mengajarkan ilmu agama ke daerah yang jauh, Syekh tidak mungkin untuk pulang ke suraunya karena hari sudah larut malam mengajar baru selesai.

Sewaktu Muhammad Yatim berumur 9 tahun, dia sudah belajar agama kepada Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik di Kapujan, kemudian dia melanjutkan pendidikan kepada Syekh Burhanuddin pada umur 17 tahun, berdasarkan anjuran gurunya Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik. Setelah beberapa tahun belajar dengan Syekh Burhanuddin dia melanjutkan pendidikannya ke Mekkah.

Syekh Muhammad Yatim lahir pada tahun1670 M, di samping murid Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik, dia juga murid dari Syekh Burhanuddin. Akan tetapi dia bukan teman seperguruan dengan Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik. Berbeda halnya deng an Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik dengan Syekh Burhanuddin, yang merupakan teman seperguruan dan juga berguru kepada Syekh Burhanuddin.

Jaringan intelektual Syekh Buyung Mudo selanjutnya yaitu Angku Tantuo lahir pada tahun 1680 M. Angku Tantuo adalah penganut Tarekat Syathariah. Masyarakat Kapujan menganggapnya keramat. Angku Tantuo pernah ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Pulau Cingkuk. Sewaktu

(9)

orang Belanda pulang dari Pulau Cingkuk dan sampai di Painan, ternyata Angku Tantuo sudah sampai terlebih dahulu dari orang Belanda tersebut.

Angku Tantuo mengajarkan agama kepada putra-putra Kapujan di suraunya. Angku Tantuo sering bartapa di Buah karang putih Kapujan, di sana batu tempat sembahyang dan di samping batu tersebut ada batang limau purut yang berbuah tujuh serangkai. Angku Tantuo meninggal di Kapujan dan dikuburkan dekat kuburan Muhammad Yatim, yakni di depan mihraj Mesjid lama dengan memakai Qobah ( Gobah). Sampai sekarang masih ada orang pergi berziarah ke makam Angku Tantuo tersebut.

Angku Tantuo ini hanya belajar kepada Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik. Dengan demikian pola jaringan yang digunakan oleh Angku Tantuo adalah pola jaringan vertikal. Apabila kita perhatikan pola jaringan pendidikan Islam sejak masa Syekh Burhanuddin sampai kepada Angku Tantuo ini merupakan pola jaringan spiral (keluk atau putaran mengelilingi titik pusat), karena dari pusat pendidikan Islam Syekh Buthanuddin sampai kepada Angku Tantuo dan murid-murid semakin jauh.5

Berdasarkan wawancara dengan Ahmad Kosasih salah satu tokoh masyarakat Bayang dan juga dosen di Universitas Negeri Padang, beliau tidak begitu mengetahui sejarah tentang Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik Bayang, tetapi beliau mengetahui ulama yang muafallah (bertemu) dengan

5Firdaus, Sejarah Pendidikan Islam di Minangkabau Abad XVII-XVIII M, (Padang: Imam

(10)

beliau, yakni yang seangkatan dengan kakek dari ayah beliau, beliau mengatakan pusat pendidikan Islam di nagari Koto Parapak, sejak zaman Belanda Bayang sudah terkenal dengan pusat pendidikan terbukti dengan adanya Madrasah Tawalib dan Madrasah Irsadinnas yang ada di Koto Parapat, Madrasah ini banyak di isi oleh kaum perempuan yang belajar di sana. Desa Koto Baru termasuk daerah Koto Parapat di sana ada Madrasah Tawalib yang dipimpin oleh H. Ahmad Jalil yang berasal dari Koto Baru juga, beliau (Ahmad Kosasih) mengetahui sejarah ini dari Diploma ibu beliau alumni dari Tawalib itu sendiri, H. Ahmad Jalil sempat bertemu dengan Ahmad Kosasih.

Kemudian ulama atau tokoh Islam yang beliau kenal, yaitu Haji Ilyas Yakub berasal dari Asam Kumbang, mempunyai istri yang berasal dari rantau Parapat, kemudian juga ada Pakih Maranin merupakan ulama yang dikenal dengan Inyik Kacong, Landusin yang dikenal dengan Buya Ise, Landusin ini sempat menjadi guru PGA selama empat tahun di Rantau Parapat, kemudian di Kapujan ada Haji Muhammad Yunus bin Sulaiman istrinya orang Koto Baru dan wafat di Lubuk Linggau, sebelum beliau wafat dia banyak menghabiskan waktunya di Lubuk Linggau untuk berdakwah, Muhammad Yunus bin Sulaiman adalah kakek dari Ahmad Kosasih.

Ulama atau tokoh Islam ini seangkatan dengan kakek dari Ahmad Kosasih, sedangkan yang seangkatan dengan ayahnya yaitu Haji Ahmad Jalil beliau sempat bertemu di Koto Baru, sedangkan di Jorong Kubang yang

(11)

termasuk ulama juga ada Ibnu Ziad yang dikenal oleh orang kampung dengan sebutan ustadz Sayap, Usa Amir yang masih hidup sampai sekarang, di Jorong Kapencong ada ustadz Jasad, Jorong Lubuk Gambir di sini ada beberapa ulama yaitu: ustadz Sahar, Buya Gazali, ustadz Usman, Ulama-ulama ini sempat bertemu dengan Ahmad Kosasih.

Kalau menurut Ahmad Kosasih hubungan intelektual kakek beliau dengan Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik memang tidak ada, karena Syekh Buyung Mudo hidup dan beraktivitas pada Abad ke-17 M. Pengaruh Syekh Buyung Mudo sendiri pada waktu kakek Ahmad Kosasi hidup itu sudah ada, terbukti dengan adanya sekolah-sekolah Islam seperti MAN, MTSN, dan lain-lain.6

Begitu besar peranan Syekh Buyung Mudo dalam penyebaran Islam di nagari Bayang, namun tidak banyak orang yang mengenalnya, seperti Syekh Burhanuddin. Karena memang ketika terjadi pergolakan PRRI banyak rumah yang dibakar hingga peninggalan berupa Naskah Kuno dan bukti sejarah lainnya lenyap diluluh lantakkan oleh api. Ketika penulis melakukan penelitian di daerah kapujan hanya ada sebuah surau Tuo yang telah berubah dari bentuk aslinya. Dahulu surau tua tersebut terkenal oleh masyarakat karena surau tersebut menurut Fajri salah satu masyarakat yang ada di Kapujan, surau tuo adalah surau yang pertama ada di Pesisir Selatan, jadi masyarakat banyak yang berdatangan dari daerah yang berbeda untuk

6Wawancara,Ahmad Kosasih, Tokoh masyarakat Bayang, Dosen UNP, Kamis 13 Juli

(12)

menuntut ilmu di surau tuo itu, karena surau tersebut dekat dengan air akhirnya surau tersebut dipindahkan keseberang air tidak jauh dari makam Syekh Buyung Mudo. Namun surau Syekh Buyung mudo sendiri sudah tidak ada bahkan sebuah makam Syekh Buyung Mudo sendiri tidak diketahui kepastiannya oleh penduduk sekitar atau masih diragukan oleh masyarakat, mereka hanya tau tempat itu komplek pemakaman lama yang dijadikan kebun. Ini semua memprihatinkan kita, begitu besarnya peranan Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik namun penduduk sekitar tidak mengetahuinya bahkan para peneliti lain tidak pernah menyebut-nyebut tentang keberadaan makamnya sebagai bukti sejarah perjuangannya dalam menyebarkan islam di bayang.7

Setelah melakukan penelitian di Negeri Bayang, ada dua kampung yang di yakini oleh masyarakat tempat pemakaman Syekh Buyung Mudo yang pertama di kampung Puluik-puluik, dan yang kedua di kampung Kapujan. Tetapi setelah penulis melakukan penelitian dan bertanya kepada masyarakat yang ada di daerah Kapujan dan Puluik-puluik, masyarakat lebih banyak yang meyakini bahwa tempat makam Syekh Buyung Mudo di Negeri Kapujan. Masyarakat juga mengatakan bahwa di samping makam Syekh Buyung Mudo terdapat makam Tuangku Tantuo salah satu murid dari Syekh Buyung Mudo, nageri Kapujan juga terdapat surau Syekh Buyung Mudo sabagai bukti tempat sentra penyebaran Islam, sedangkan di Puluik-puluik tidak ada di temukan Surau Syekh Buyung Mudo, di sana peneliti lebih yakin

(13)

bahwa makam Syekh Buyung Mudo terletak di Kapujan, karena dari hasil penelitian lebih banyak masyarakat yang mengatakan makam Syekh Buyung Mudo terdapat di nagari Kapujan Bayang Pesisir Selatan.

C. Kontribusi Syekh Buyung Mudo Puluik-Puluik Bagi Perkembangan

Islam di Pantai Barat Minangkabau

Bercerita tentang masuknya Islam di Bayang, otomatis tidak terlepas dari peran seorang ulama yang sangat berjasa menyebarkan islam di Bayang yaitu Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik, tetapi masyarakat sekarang tidak begitu mengenal seorang ulama yang sangat berjasa dalam menyebarkan agama Islam di nagari bayang, setelah melakukan penelitian di nagari Bayang, di sana penulis menemukan dua buah tempat pemakaman dari Syekh Buyung Mudo, yang pertama penulis menemukan tempat pemakaman Syekh Buyung Mudo di Nagari Puluik-puluik Bayang, di sana sebagian masyarakat juga mengatakan bahwa itu adalah makam Syekh Buyung Mudo, tetapi tidak ada bukti yang kuat yang mengatakan itu adalah makam dari Syekh Buyung Mudo.8 Masyarakat Puluik-puluik mengetahui bahwa itu adalah makam dari Syekh Buyung Mudo yaitu dari para pengunjung yang pergi untuk berziarah ke makan tersebut, para pengunjung yang berasal dari luar daerah Pesisir Selatan yang mengatakan bahwa itu adalah makan dari Syekh Buyung Mudo yang telah berjasa mengembangan ajaran agama Islam di nagari

(14)

puluik bayang, tetapi masyarakat di sekitar makam tidak begitu memperhatikannya.9

Semenjak zaman Syekh Burhanuddin di Ulakan Pariaman, banyak orang yang berdatangan dari Ulakan Pariaman untuk pergi berziarah ke makam Syekh Buyung Mudo yang ada di Kapujan, menurut masyarakat yang ada disana hampir setiap tahun orang berdatangan untuk pergi berziarah ke sana. Masyarakat yang ada di Kapujan tidak begitu menghiraukan orang yang datang ke makam Syekh Buyung Mudo tersebut, padahal Syekh Buyung Mudo sangat berjasa mengembangkan ajaran Islam di Kapujan, selain makam yang hampir tidak terawat masyarakat juga kurang peduli.

Kontsribusi dari Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik bagi perkembangan Islam di nagari Bayang utara pada masyarakat sekarang sangat banyak, karena menurut Aliharni masyarakat dari Puluik-puluik kalau masyarakat di Bayang pada umumnya masih mengunakan surau sebagai pusat gerakan peningkatan kesejahteraan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat masih mengunakan surau sebagai tempat diskusi dan kegiatan agama lainnya. Perkembangan seperti ini tidak lain dari pengaruh para ulama yang telah berjasa mengembangkan Islam di nagari Bayang Utara Puluik-puluik, selain para ulama yang telah berjasa mengembangkan agama Islam yang ada di Bayang pada abad ke-17 sampai abad ke-20 juga banyak tokoh masyarakat sekarang yang telah memberi kontsribusi buat nagari Bayang sendiri. Perhatian yang demikian besar dari pemerintah daerah, juga

(15)

merupakan peluang Bayang ke arah nagari yang lebih maju seperti sekarang ini.

Sentra pendidikan Islam melalui surau yang diajarkan oleh Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik pada abad ke-17 masih kita jumpai pada saat sekarang ini, karena masih ada sebuah surau kecil di daerah Kapujan Bayang, menurut masyarakat surau itu adalah surau yang dibangun kembali oleh masyarakat, setelah surau gadang yang didirikan Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik yang sekarang tidak ada lagi karena sudah dirobohkan oleh masyarakat, karena surau gadang tersebut dekat dengan air.

Masyarakat Kapujan masih mendirikan surau kecil yang terletak di seberang makam Syekh Buyung Mudo Puluik-puluik, untuk mengenang orang yang telah berjasa menyebarkan agama I slam di nagari Bayang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses pengujian berikutnya adalah membuktikan bagaimana hasil dari proses penyisipan dan ekstraksi, yaitu pengujian kesesuaian antara data yang berhasil diekstrak dengan

Face to face akan mereka jadikan sebagai senjata pamungkas mereka dikarenakan pemahaman mereka bahwa dengan cara tersebut, maka akan dapat mempererat hubungan antara

Penelitian ini disimpulkan bahwa dari 51 balita terdapat pengasuh pernah mendapatkan informasi petugas dan teratur penimbangan balita sebanyak 76,5%, pengetahuan

Tingginya prevalensi infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) serta timbulnya kasus-kasus tentang efek buruk penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan standar terapi

Tujuan dengan adanya pengabdian ini, diharapkan bisa memperkenalkan produk-produk olahan nanas mereka lebih luas lagi melalui web dan dapat meningkatkan Omzet UMKM

Jika perencana jembatan harus dapat menjawab pertanyaan tentang berapa maksimum beban kendaraan yang bisa melintasi jembatan yang direncanakannya, maka perencana drainase harus

Latar belakang yang telah dipaparkan diatas menjadi acuan dan perhatian bagi penulis sehingga memunculkan berbagai macam pertanyaan mengenai bagaimana perencanaan

Fluktuasi juga terjadi pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pembiayaan bagi hasil, seperti rasio Non Performing Financing (NPF), Return On Assets (ROA),