• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI

PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN

DEWI MEITASARI

A54104035

PROGAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Analyze Determinant of Food Diversity on Fisherman Family Dewi Meitasari

ABSTRACT

The objective of this study was to analyze determinant of food diversity on fisherman family. Design of this study is cross sectional study. Criteria of the sample are family who have mean of livelihood as fisherman and have prosperity according to BKKBN (Pra KS and KS I). Amount of the samples are 65 family. Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, mother’s knowlegde of nutrition, and dietary of family) was collected by structural questionare interview. Secondary data was about the location of this study has obtained from village office. Result of this study explain that education (p = 0.043) and expanditure (p = 0.019) corelate positive with food diversity. The corelation was analyze by Spearman’s corelation. Factors which determinant of food diversity are education (OR = 6.090) and expanditure (OR = 7.806). It means increasing of education and expanditure was equal with increasing of food diversity.

(3)

DEWI MEITASARI. A54104035. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan. Dibawah bimbingan Yekti H. Effendi dan Ikeu Tanziha

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan; (2) Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, C) pangan keluarga nelayan; (3) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein keluarga nelayan; (4) Menganalisis keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penentuan tempat dilakukan secara purposive (disengaja) dengan pertimbangan kesesuian wilayah dan populasi dalam penelitian ini yaitu keluarga nelayan. Pengumpulan data primer dilaksanakan selama lebih kurang satu bulan, pertengahan Juni sampai Juli 2007. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara

purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata

pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu Keluarga Pra-Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera (KS I). Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 65 keluarga dengan proporsi keluarga Pra KS 26 KK dan KS I sebanyak 39 KK.

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara tehnik wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari kantor desa.

Besar keluarga contoh memiliki proporsi terbesar (38.46%) termasuk dalam kategori sedang. Lebih dari separuh kepala keluarga (64.62%) maupun ibu (69.23%) contoh termasuk dalam kelompok usia dewasa awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia baik kepala keluarga maupun ibu mayoritas tergolong dalam usia produktif. Sebesar 72.31% kepala keluarga dan 69.23% ibu berada pada tingkat pendidikan dasar. Hal tersebut dapat diterjemahkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun ibu tergolong rendah. . Lebih dari separuh (60.00%) keluarga berada pada tingkat pengeluaran di atas garis kemiskinan. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah (81.54%).

Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari keluarga contoh (1573 Kkal) lebih kecil dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita per hari yaitu sebesar 2037 Kkal. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (44.2 gram) juga lebih rendah dibandingkan rata-rata Angka

(4)

Kecukupan Protein (AKP) per kapita per hari adalah 51.8 gram. Lebih dari separuh (53.85%) keluarga berada pada tingkat kecukupan energi yang cukup sedangkan 46.15% keluarga mengalami defisit tingkat kecukupan energi. Lebih dari separuh (55.38%) keluarga memiliki tingkat kecukupan protein yang cukup dan 44.62% mengalami defisit tingkat kecukupan protein.

Hanya 21.54% keluarga mengonsumsi pangan beragam. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang mengonsumsi pangan beragam baik jumlah maupun jenis masih rendah.

Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara besar keluarga, usia kepala keluarga dan ibu, lama pendidikan ibu dengan keragaman konsumsi pangan. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga (p = 0.043), pengeluaran per kapita per bulan (p = 0.019), dan pengeluaran pangan perkapita perbulan (p = 0.021) dengan keragaman konsumsi pangan.

Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara pengetahuan gizi ibu terhadap keragaman konsumsi pangan. Begitu juga untuk tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan.

Faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga (OR = 6.090) dan pengeluaran perkapita per bulan (OR = 7.806). Berarti semakin tinggi pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan pada contoh maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya.

(5)

DEWI MEITASARI. A54104035. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan. Dibawah bimbingan Yekti H. Effendi dan Ikeu Tanziha

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan; (2) Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, C) pangan keluarga nelayan; (3) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein keluarga nelayan; (4) Menganalisis keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga nelayan

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penentuan tempat dilakukan secara purposive (disengaja) dengan pertimbangan kesesuian wilayah dan populasi dalam penelitian ini yaitu keluarga nelayan. Pengumpulan data primer dilaksanakan selama lebih kurang satu bulan, pertengahan Juni sampai Juli 2007. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara

purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata

pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu Keluarga Pra-Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera (KS I). Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin yaitu sebesar 65 keluarga dengan proporsi keluarga Pra KS 26 KK dan KS I sebanyak 39 KK.

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara tehnik wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari kantor desa.

Besar keluarga contoh memiliki proporsi terbesar (38.46%) termasuk dalam kategori sedang. Lebih dari separuh kepala keluarga (64.62%) maupun ibu (69.23%) contoh termasuk dalam kelompok usia dewasa awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia baik kepala keluarga maupun ibu mayoritas tergolong dalam usia produktif. Sebesar 72.31% kepala keluarga dan 69.23% ibu berada pada tingkat pendidikan dasar. Hal tersebut dapat diterjemahkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan baik kepala keluarga maupun ibu tergolong rendah. . Lebih dari separuh (60.00%) keluarga berada pada tingkat pengeluaran di atas garis kemiskinan. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah (81.54%).

Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari keluarga contoh (1573 Kkal) lebih kecil dibandingkan rata-rata Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita per hari yaitu sebesar 2037 Kkal. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (44.2 gram) juga lebih rendah dibandingkan rata-rata Angka

(6)

Kecukupan Protein (AKP) per kapita per hari adalah 51.8 gram. Lebih dari separuh (53.85%) keluarga berada pada tingkat kecukupan energi yang cukup sedangkan 46.15% keluarga mengalami defisit tingkat kecukupan energi. Lebih dari separuh (55.38%) keluarga memiliki tingkat kecukupan protein yang cukup dan 44.62% mengalami defisit tingkat kecukupan protein.

Hanya 21.54% keluarga mengonsumsi pangan beragam. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang mengonsumsi pangan beragam baik jumlah maupun jenis masih rendah.

Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara besar keluarga, usia kepala keluarga dan ibu, lama pendidikan ibu dengan keragaman konsumsi pangan. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga (p = 0.043), pengeluaran per kapita per bulan (p = 0.019), dan pengeluaran pangan perkapita perbulan (p = 0.021) dengan keragaman konsumsi pangan.

Tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0.05) antara pengetahuan gizi ibu terhadap keragaman konsumsi pangan. Begitu juga untuk tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan.

Faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga (OR = 6.090) dan pengeluaran perkapita per bulan (OR = 7.806). Berarti semakin tinggi pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita per bulan pada contoh maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya.

(7)

ABSTRACT

The objective of this study was to analyze determinant of food diversity on fisherman family. Design of this study is cross sectional study. Criteria of the sample are family who have mean of livelihood as fisherman and have prosperity according to BKKBN (Pra KS and KS I). Amount of the samples are 65 family. Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, mother’s knowlegde of nutrition, and dietary of family) was collected by structural questionare interview. Secondary data was about the location of this study has obtained from village office. Result of this study explain that education (p = 0.043) and expanditure (p = 0.019) corelate positive with food diversity. The corelation was analyze by Spearman’s corelation. Factors which determinant of food diversity are education (OR = 6.090) and expanditure (OR = 7.806). It means increasing of education and expanditure was equal with increasing of food diversity.

(8)

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI

PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN

DEWI MEITASARI

A54104035

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)

Judul Skripsi : Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan

Nama : Dewi Meitasari

NRP : A54104035

Disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi, SKed Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS

NIP. 140 092 953 NIP. 131 628 329

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(10)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan” benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga apapun.

Bogor, Juni 2008

Dewi Meitasari A54104035

(11)

PRAKATA

Bismillahhirrahmanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah keragaman konsumsi pangan dengan judul “Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan”

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki penulis selama berlangsungnya penelitian. Semoga hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2008

(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. dr Yekti H. Effendi, SKed dan Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing, memberikan motivasi, kritik, saran, dan solusi atas terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi selaku dosen penguji, yang telah berkenan memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Retnaningsih, MSi, selaku dosen pemandu seminar.

4. Dr. Ir. Evy. Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 5. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan tinta ilmu kepada penulis dan

Komisi Pendidikan GMSK atas segala bantuannya.

6. Para pembahas seminar yaitu Friska Amelia, Ida Hildawati, Noni Eka, dan Yuza Anzola yang telah memberi saran dan kritik yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu dan Bapak, serta keluarga tercinta, yang selalu mendo’akan, memberikan semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tanpa ujung.

8. Teman-teman GMSK 41 (Yesa, Friska, Henny, Ida, Kartika H, Lola, Noni, Ratna, Ermita, Dewi K, Ima, Rizka) dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini namun tak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Juni 2008

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 7 Mei 1985. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Samiran dan Sulasmi’ah.

Tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri I Bojonegoro Jawa Timur. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitiaan kampus dan organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikuti yaitu Paguyuban Angkling Darmo (PAD) tahun 2004-2008 dan Badan Konsultasi Gizi tahun 2005-2008.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv

PENDAHULUAN………...………... 1 Latar Belakang………... 1 Perumusan Masalah.………... 2 Tujuan Penelitian……….. 2 Manfaat Penelitian……… 3 TINJAUAN PUSTAKA…...………... 4 Nelayan………..………... 4 Konsumsi Pangan………..………... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan…….……... 7

Besar Keluarga…..………... 7

Pendapatan…….………. 7

Pendidikan ……….………. 8

Pengetahuan Gizi..……… 8

Survei Konsumsi Pangan...………... 9

Metode Recall 24 Jam……….. 10

Food Record………. 10

Weighed Method……….. 10

Food Frequency Questionaire………. 11

Tingkat Konsumsi Zat Gizi……….. 12

Keragaman Konsumsi Pangan……….. 13

Starchy Staple Food Ratio……..………... 17

KERANGKA PEMIKIRAN……… 19

METODE PENELITIAN………..………... 21

Sumber Data 21 Desain, Tempat, dan Waktu………...………... 21

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh……….………... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data....……….………... 22

Pengolahan dan Analisis Data……….……… 24

Definisi Operasional...………...…...……... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

Keadaan Umum Wilayah...…………... 30

Karakteristik Keluarga...…... 31

(15)

Usia.……….………... 31

Pendidikan... 32

Pengeluaran.…... 32

Pengetahuan Gizi Ibu...………... 33

Konsumsi Pangan………...……….………... 34

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein.………... 34

Keragaman Konsumsi Pangan...………... 35

Frekuensi Konsumsi menurut Jenis Pangan... 36

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Keragaman Konsumsi Pangan....………... 38 Besar Keluarga………..…... 38 Usia………..…………... 39 Pendidikan... Pengeluaran... 40 42 Pengeluaran per kapita per bulan... 44

Pengeluaran Pangan... 45

Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Keragaman Konsumsi Pangan... 47 Hubungan TKE dan TKP dengan Keragaman Konsumsi Pangan... 49

Tingkat Kecukupan Energi... 49

Tingkat Kecukupan Protein... 50

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Konsumsi Pangan…………... 53

KESIMPULAN DAN SARAN... 55

Kesimpulan…………...…….………...………... 55

Saran...………..……….………... 55

DAFTAR PUSTAKA………... 56

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan ...…… 16

2. Indikator keragaman konsumsi pangan secara kualitatif ..………… 18

3 Jenis data, cara pengumpulan data, bahan dan alat pengumpulan data... 23

4. Pengategorian karakteristik keluarga... 24

5. Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu... 25

6. Pengategorian pengetahuan gizi ibu... 25

7. Pengategorian konsumsi zat gizi pangan... 26

8. Angka Kecukupan Energi dan Protein (AKE dan AKP) berdasarkan umur dan jenis kelamin... 27

9. Pengategorian tingkat kecukupan energi dan protein... 28

10. Pengategorian keragaman konsumsi pangan... 28

11. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga... 31

12. Sebaran keluarga berdasarkan kategori usia kepala keluarga dan ibu... 31

13. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu... 32

14. Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran/kapita/bulan... 32

15. Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu... 33

16. Rata-rata konsumsi zat gizi pangan per kapita per hari... 34

17. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi... 35

18. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein... 35

19. Sebaran keluarga berdasarkan keragaman konsumsi pangan... 36

20. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam ... 38

21. Sebaran keluarga berdasarkan usia kepala keluarga dan ibu pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 40

22. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 41

23. Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran (Rp/kap/bln) pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam ... 43

24. Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 44

25. Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan per kapita per bulan pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 45

26. Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran pangan keluarga (Rp/bulan) menurut jenis pangan ... 46

27. Sebaran jawaban contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar dan salah ... 47 28. Sebaran keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu pada keluarga

(17)

dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 48 29. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi pada

keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 49 30. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan protein keluarga

beragam dan tidak beragam... 50 31. Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata konsumsi pangan per kapita

perhari... 51

32. Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata dan standar deviasi konsumsi zat gizi pangan per kapita perhari pada keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam... 52 33. Faktor –faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Deskriptif... 60

2. Analisis Deskriptif pada Keluarga dengan Konsumsi Pangan Beragam... 60 3. Analisis Deskriptif pada Keluarga dengan Konsumsi Pangan Tidak Beragam... 61

4. Hasil Uji Regresi Logistik ………... 61

5. Hasil Uji Corelation Spearman... 62

6. Hasil Uji test pada Pengeluaran Pangan menurut Jenis Pangan ... 63

7. Hasil Uji test pada Konsumsi Zat Gizi Pangan... 64

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap manusia di Indonesia berhak memperoleh pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Hak azasi manusia atas akses pangan telah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang adalah syarat bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia mulai dari kandungan sampai dewasa, hal ini juga mempengaruhi perkembangan emosi, jiwa, dan kemampuan motoriknya. Generasi yang kokoh yaitu kuat fisik dengan intelegensia tinggi akan menjadi penerus suatu bangsa untuk membangun negara dalam semua bidang, baik ekonomi, sosial, dan politik yang dinamis serta berkelanjutan (Bimas Ketahanan Pangan 2001).

Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari jenis pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas zat-zat gizi dalam pangan. Hal ini dapat diketahui bahwa pilihan yang luas dari kelompok pangan yang berbeda menunjukkan jaminan perlindungan terhadap defisiensi zat-zat gizi esensial (Roe diacu dalam Rahmawati 2000).

Masyarakat nelayan merupakan salah satu komunitas yang selalu berhadapan dengan berbagai masalah, seperti kurangnya modal, kualitas hasil tangkapan yang buruk, jumlah tangkapan sedikit, tekanan dari majikan, dan musim yang selalu berubah. Masalah-masalah tersebut yang dapat mempengaruhi keragaan ekonomi dan kehidupan rumah tangga para nelayan. Hal tersebut yang menjadi menyebab terjadinya kurangnya keragaman konsumsi terhadap pangan (Pasandaran 1990, diacu dalam Baliwati, Pranadji & Retnaningsih 1992).

(20)

Perumusan Masalah

Keragaman konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan dalam pola makanan di suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam, (2) Pola sosial budaya, pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Berdasarkan hal-hal yang berkaitan dengan keragaman konsumsi pangan maka permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana karakteristik dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan?. Bagaimana konsumsi zat gizi pangan dan tingkat kecukupan energi serta protein pada keluarga nelayan ? Bagaimana keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan?. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan?. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan?.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Menganalisis determinan keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu pada keluarga nelayan.

2. Menganalisis konsumsi zat gizi (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C) pangan dan tingkat kecukupan energi serta protein pada keluarga nelayan.

3. Menganalisis keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan tingkat kecukupan energi serta protein dengan keragaman konsumsi pangan.

5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan pada keluarga nelayan.

(21)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang keragaman konsumsi pangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Cirebon, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya pada Kecamatan Gunung Jati.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Nelayan

Sebagian besar nelayan di Indonesia merupakan nelayan tradisional yang selalu berhadapan dengan berbagai masalah, seperti kurangnya modal, kualitas hasil tangkapan yang buruk, jumlah tangkapan sedikit, tekanan dari majikan, dan musim yang selalu berubah. Masalah-masalah tersebut yang dapat mempengaruhi keragaan ekonomi dan kehidupan rumah tangga para nelayan (Pasandaran 1990, diacu dalam Baliwati, Pranadji & Retnaningsih 1992).

Secara sosiologis, karakteristik komunitas nelayan berbeda dari komunitas petani. Petani menghadapi situasi ekologi yang dapat dikontrol. Menurut Rogers (1969) diacu dalam Satria (2001), petani (peasant) juga memiliki banyak karakteristik, seperti mutual distrust, perceived limited goods, limited views of this

world, dan limited aspiration. Sedangkan nelayan dihadapkan pada situasi

ekologis yang sulit untuk mengendalikan produknya mengingat perikanan memiliki sifat open access sehingga nelayan juga harus berpindah-pindah dan ada elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada yang dihadapi petani (Pollnack 1988, diacu dalam Satria 2001). Selain itu, nelayan juga harus berhadapan dengan kehidupan laut yang keras sehingga membuat mereka umumnya bersikap keras, tegas, dan terbuka.

Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Deptan 1991, diacu dalam Baliwati , Pranadji & Retnaningsih 1992) :

1. Rumah dan barang yang dimiliki terbatas dan sangat sederhana. 2. Tingkat kesehatan dan pendidikan rendah.

3. Produktivitas kerja rendah. 4. Keterampilan kurang memadai.

5. Kurang dapat mengikuti pembaharuan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Masyarakat nelayan terbagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan juragan dan nelayan buruh. Pembagian ini akibat dari perbedaan kepemilikian alat tangkap, organisasi kerja penangkapan ikan, dan pendapatan dari sistem bagi hasil (Hermanto 1986, diacu dalam Baliwati et,. al 1992). Faktor pendapatan memiliki peranan dalam permasalahan gizi dan kebiasaan makanan. Pendapatan juga

(23)

mempengaruhi ketersediaan pangan, akan menjadi masalah bagi penduduk yang memiliki pendapatan rendah karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dalam jumlah yang diperlukan sehingga terjadi ketidakcukupan konsumsi pangan (Birowo 1983, diacu dalam Baliwati et,. al 1992).

Menurut Satria (2001) nelayan dibedakan menjadi dua yaitu nelayan kecil dan nelayan besar. Nelayan kecil mencakup berbagai karakteristik nelayan baik berdasarkan kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya. Nelayan kecil menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa mereka tidak menjual hasil tangkapannya. Hasil tangkapan yang dijual biasanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (khususnya pangan), dan bukan diinvestasikan kembali untuk melipatgandakan keuntungan. Sedangkan nelayan besar dicirikan oleh skala usaha yang besar, baik kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armadanya. Mereka berorientasi pada keuntungan (profit

oriented) dan umumnya melibatkan sejumlah buruh nelayan sebagai anak buah

kapal (ABK) dengan orientasi kerja yang semakin kompleks. Nelayan besar juga disebut sebagai nelayan industri (industrial fisher).

Perbedaan dalam penggunaan teknologi penangkapan menyebabkan terbatasnya daerah penangkapan ikan karena nelayan hanya dapat bekerja di daerah sekitar pantai saja. Nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan yang relatif rendah disebut nelayan skala kecil. Umumnya menggunakan kapal berukuran kecil (3-5 GT) dan mesin berkekuatan rendah (0-3 HP) (Tim Fakultas Perikanan IPB 1991, diacu dalam Baliwati et,. al 1992).

Pada umumnya perempuan dalam komunitas nelayan tidak terlibat langsung dalam kegiatan produksi (penangkapan ikan), kecuali untuk beberapa jenis kegiatan, seperti pengumpulan tanaman laut (shellfish), penangkapan ikan dengan beachseine. Kaum perempuan atau istri-istri para nelayan lebih banyak berperan dalam kegiatan pengolahan (pemindangan) maupun pemasaran (Satria 2001).

Menurut Goodwin (1990) diacu dalam Satria (2001) menyatakan bahwa dalam komunitas nelayan, status sosial sebagai istri nelayan dengan peran-peran ekonomi seperti itu relatif tinggi daripada kaum perempuan bukan dari keluarga

(24)

nelayan. Tentu saja, prestise yang lebih tinggi tersebut disebabkan oleh sikap mereka yang relatif lebih mandiri. Kemandirian ini merupakan konsekuensi dari peran suami yang lebih banyak memiliki waktu di laut sehingga untuk menjaga komunitas diperlukan peran aktif dari istri nelayan.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pemilihan jenis atau banyaknya pangan yang dimakan, hal tersebut dapat berbeda antara individu baik ditingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi pangan (PSKPG 2002). Akan tetapi, faktor-faktor yang sangat berpengaruh adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi (Haper, Deaton & Driskel 1986).

Menurut Riyadi (1996), bahwa pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah: (1) Ketersediaan pangan, jenis, dan jumlah pangan dalam pola makanan di suatu daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam. Bila pangan tersedia secara kontinyu, maka dapat membentuk kebiasaan makan, (2) Pola sosial budaya, pola kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, penyiapannya, dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang.

Menurut Baliwati dan Roosita (2004), konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologi maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi, dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan.

(25)

Konsumsi pangan dan gizi cukup serta seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia, sebab tingkat kecukupan gizi seseorang sangat mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan. Pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Bimas Ketahanan Pangan 2001).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Besar keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan pangannya jika yang harus diberi makan jumlahnya lebih sedikit. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 1989).

Pendapatan

Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo 1989).

Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi akan lebih beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal (PSKPG 2002).

Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi pendapatan yang dibeli

(26)

untuk jenis pangan padi-padian akan menurun tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg 1986).

Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo (1996), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief (1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.

Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu, status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, setiap orang hanya akan cukup gizi jika pangan yang akan dikonsumsinya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi serta ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik untuk kesejahteraan gizi (Suhardjo 1996). Haper, Deaton, dan Driskel (1986) menyatakan bahwa pengetahuan gizi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsinya.

Pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang gizi dan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam penyediaan pangan dalam keluarga. Ibu-ibu yang berpengetahuan gizi baik akan mengupayakan kemampuan menerapkan pengetahuannya di dalam pemilihan dan pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan lebih terjamin (Khumaidi 1989).

Pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan baik buruknya kualitas gizi dari pangan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar mengenai

(27)

gizi, maka orang akan tahu dan berupaya untuk mengatur pola konsumsi pangannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan, dan tidak kelebihan. Pengetahuan gizi, sikap terhadap gizi, dan keterampilan gizi secara bersama-sama akan menentukan perilaku gizi (Pranadji 1988).

Survei Konsumsi Pangan

Survei konsumsi pangan adalah alat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam menyusun suatu kegiatan atau program. Dampak dari perbaikan konsumsi pangan dan gizi akan mendukung keberhasilan peningkatan kualitas hidup manusia. Survei konsumsi pangan dimaksudkan untuk mengetahui dan menelusuri konsumsi pangan baik dilihat dari jenis-jenis pangan, sumber-sumbernya maupun jumlah yang dikonsumsi, termasuk kebiasaan makan serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan tersebut (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988).

Survei konsumsi pangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang (baik berupa keluarga, rumah tangga, penghuni asrama, penduduk desa atau wilayah), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang dikonsumsi. Sedangkan survei konsumsi pangan secara kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan (Suhardjo, Hardinsyah, dan Riyadi 1988).

Metode pengumpulan data yang dapat dilakukan secara kuantitatif adalah metode mengingat-ingat (method recall), penimbangan (weighed method), dan

food record method. Sedangkan metode pengumpulan data secara kualitatif

menggunakan riwayat makan (dietary history ) dan frekuensi pangan (food

frequency) (Riyadi 2004). Pemilihan metode dapat didasarkan pada beberapa

pertimbangan yaitu tujuan survei, ketelitian yang diinginkan, ketersediaan biaya, waktu, dan tingkat keahlian tenaga pengumpul data (enumerator) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

(28)

Metode recall 24 jam

Metode ini digunakan untuk memperkirakan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Pengukuran konsumsi menggunakan ukuran rumah tangga (URT) untuk mengetahui porsi pangan, kemudian dikonversi keukuran metrik (gram) (Riyadi 2004).

Metode recall memiliki keunggulan yaitu murah dan tidak memakan waktu banyak. Kekurangannya adalah data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan ingatan seseorang yang terbatas dan tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT menjadi satuan berat (gram) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Food record

Metode ini umumnya dilakukan selama 7 hari, dimana responden melakukan pencatatan semua pangan dan minuman yang dikonsumsi. Pencatatan dilakukan oleh responden dengan menggunakan URT atau menimbang langsung berat pangan yang dikonsumsi (Riyadi 2004).

Metode food record merupakan metode yang akurat untuk survei konsumsi pangan di tingkat keluarga. Tetapi metode ini juga memiliki kekurangan seperti biaya mahal, perlu partisipasi yang tinggi dari responden, pola konsumsi pangan rumah tangga yang dapat berubah (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Weighed method

Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada saat wawancara (Riyadi 2004). Pengukuran penggunaan pangan untuk konsumsi dilakukan dengan cara menimbang bahan pangan dalam keadaan mentah (proses persiapan), setelah masak (penyajian), dan setalah pangan tersebut dikonsumsi (mengamati sisa yang tidak dimakan) (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Metode penimbangan ini juga akurat untuk digunakan karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makan yang dikonsumsi. Tetapi metode ini mahal, memerlukan waktu lama, adanya rasa segan atau malu pada

(29)

responden, dan adanya kemungkinan perubahan pola konsumsi pangan dari kebiasaan sehari-hari dengan adanya kehadiran kita (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Food Frequency Questionaire (FFQ)

FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau tahun. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman.

Kelebihan FFQ adalah relatif murah, dapat digunakan untuk melihat hubungan antara diet, penyakit, dan lebih representatif. Sedangkan keterbatasannya yaitu adanya kemungkinan tidak menggambarkan porsi yang dipilih oleh responden, tergantung pada kemampuan responden untuk mendiskripsikan dietnya.

Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut :

1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi, sehingga menggunakan standar porsi.

2. Semi quntitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

3. Quntitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang atau besar.

(Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2007).

Penggunaan metode FFQ pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intik konsumsi zat gizi. Metode frekuensi pangan dapat juga digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif. Hal ini tergantung dari tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi pangan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya. Dengan metode ini, kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (misalnya: sumber energi, protein, lemak, dan vitamin) selama kurun waktu yang spesifik (misal: perhari,

(30)

minggu, bulan atau tahun) dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat gizinya. Kuisioner mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Gibson 1993).

Biasanya metode ini digunakan untuk mengukur konsumsi pangan suatu keluarga. Keuntungan menggunakan metode ini antara lain lebih cepat mengumpulkan data, relatif lebih murah, dapat mengetahui pangan yang biasa dikonsumsi keluarga, dapat diambil oleh enumerator yang tidak berpengalaman, dan hasilnya dapat distandarisasi secara umum (Howarth 1990 dalam Gibson 1993).

Tingkat Konsumsi Zat Gizi

Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisiknya yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2002).

Konsumsi energi penduduk dikatakan mencukupi bila memenuhi kebutuhan untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik sehari-hari. Jumlah kebutuhan ini disebut kecukupan gizi, yaitu jumlah zat gizi yang sebaiknya dikonsumsi oleh setiap individu agar dapat hidup sehat (PSKPG 1994).

Agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya, manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan baik internal maupun eksternal, pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk aktivitas pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah & Martianto 1992).

Muhilal (1985) dalam Hardinsyah dan Martianto (1992) membedakan istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (Nutrient Requierment) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan seseorang agar hidup sehat. Sedangkan kecukupan gizi (Recommended Dietary Allowances) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua

(31)

orang (sekitar 97.5 % populasi) hidup sehat. Kebutuhan dan kecukupan gizi biasanya disusun berdasarkan kelompok umur dan berat badan tertentu menurut jenis kelamin (Hardinsyah & Martianto 1992).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended

Dietary Allowances (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang

dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG untuk Indonesia berdasarkan patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk. AKG juga disusun untuk kondisi khusus, yaitu bagi ibu hamil, dan menyusui. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyedian pangan secara nasional dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi pangan (Almatsier 2005).

Menilai tingkat konsumsi pangan (untuk energi dan zat gizi) diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietry Allowances (RDA) untuk populasi yang diteliti. AKG yang digunakan untuk Indonesia adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Penyajian Angka Kecukupan Gizi (AKG) tersebut berdasarkan kepada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, dan kondisi fisiologis khusus (hamil atau menyusui). Tingkat kecukupan energi dan protein keluarga menurut Latief, Atmarita, Minarto, Basuni, dan Tilden (2000) dalam WNPG (2000) dibagi menjadi dua yaitu defisit (< 70%) dan cukup (> 70%).

Keragaman Konsumsi Pangan

Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga)

merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):

 Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan konsentrasi hemoglobin.

(32)

 Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti: kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan.

Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim.

Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang lengkap. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996).

Setiap bahan pangan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Diantara beragam jenis bahan pangan yang tersedia di alam ada yang kaya akan satu jenis zat gizi, ada pula yang lebih dari satu jenis zat gizi, sebaliknya ada yang miskin akan zat gizi (Suhardjo & Kusharto 1992).

Kuisioner keragaman konsumsi pangan adalah alat yang menyediakan pendekatan yang lebih cepat, mudah digunakan, dan hemat biaya untuk mengukur perubahan pada kualitas konsumsi pangan rumah tangga maupun individu. Keragaman konsumsi pangan adalah ukuran kualitatif dari konsumsi pangan yang mercerminkan akses rumah tangga terhadap variasi pangan yang beragam dan juga mewakili kecukupan gizi pada konsumsi pangan individu. Skor keragaman

(33)

konsumsi pangan dibuat dengan menjumlahkan baik pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode referensi tertentu. Skor keragaman konsumsi pangan yang disebutkan terdiri dari perhitungan kelompok makanan yang sederhana yang dikonsumsi individu atau rumah tangga yang dikonsumsi selama 24 jam (FAO 2007).

Jumlah kelompok pangan yang beragam yang dikonsumsi dihitung untuk menggambarkan kualitas konsumsi secara lebih baik, bukan hanya jumlah ragam pangan yang dikonsumsi. Dengan mengetahui konsumsi rumah tangga tersebut, sebagai contoh, rata-rata dari 4 kelompok pangan yang berbeda menandakan bahwa konsumsi pangan mereka menawarkan keragaman baik dalam zat gizi makro maupun mikro. Ini adalah indikator yang lebih berarti daripada mengetahui rumah tangga mengonsumsi empat pangan yang berbeda, yang mungkin saja semuanya dari kelompok pangan padi-padian (Swindale dan Bilinsky 2006). Untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan dapat digunakan suatu kuisioner yang berisikan tabel daftar konsumsi pangan yang dimakan baik dalam rumah maupun luar rumah. Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan sebagai berikut:

(34)

Tabel 1 Contoh kuisioner keragaman konsumsi pangan

No. Kelompok Pangan Contoh Ya = 1

Tidak = 0 1. Padi-padian Roti, mie, biskuit, cookies atau

makanan lainnya yang terbuat dari millet, sorgum, jagung, beras, dan gandum.

2. Sayuran dan umbi-umbian kaya vitamin A

Labu kuning, wortel, dan ubi jalar

3. Umbi-umbian Kentang, ubi kayu atau makanan dari batang

4. Sayuran daun hijau tua Daun ubi kayu dan lain-lain 5. Sayuran lainnya Tomat, bawang putih,

6. Buah kaya vitamin A Aprikot, mangga, dan semangka 7. Buah-buahan lainnya Buah liar

8. Jeroan (kaya zat besi) Hati, ginjal, dan jantung

9. Daging Daging sapi, babi, kambing, domba,

kelinci, ayam, bebek atau burung 10. Telur

11. Ikan Ikan segar atau ikan asin

12. Kacang-kacangan Kacang, biji-bijian 13. Susu dan produk

olahan susu

Susu, yogurt, atau olahannya

14. Minyak dan lemak Minyak, lemak, dan mentega

15. Gula Gula, madu, dan gula buah

16. Bumbu dan minuman Lada, garam, kopi, teh, dan alkohol Sumber : FAO (2007).

(35)

Starchy Staple Food Ratio

The Food Policy Support Activity (FPSA) membuat Starchy Staple Ratio

(SSR) baik sebagai indikator kemajuan FPSA, maupun sebagai ukuran penting pada perubahan kualitas konsumsi pangan. SSR merupakan ukuran jumlah padi-padian dan umbi pada total konsumsi pangan rumah tangga, yaitu menurun saat pendapatan meningkat dan konsumsi pangan menjadi lebih beragam (FAO 2007). SSR sebagai indikator meningkatkan ukuran kesejahteraan gizi. Jarak ukuran suatu alat biasanya digunakan untuk mengawasi keamanan pangan dan kecukupan konsumsi pangan. Tetapi apakah kita menggunakan ukuran berdasarkan belanja atau konsumsi pangan rumah tangga, atau hasil anthropometrik individu, semua ukuran yang ada memiliki batasan tertentu. Kegiatan FPSA meneliti jumlah ukuran yang berhubungan langsung dengan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga dan menghindar dari beberapa batasan tersebut. Salah satu ukuran tersebut adalah Starchy Staple Ratio (SSR) yang diubah menjadi ukuran yang sangat sensitif pada peningkatan konsumsi pangan, dan juga indikator yang sangat kuat dari pola sejarah peningkatan (FAO 2007).

SSR didefinisikan sebagai proporsi energi yang dikonsumsi dari “sesuatu yang mengandung tepung” (padi-padian dan umbi-umbian). Seperti banyak ukuran hasil gizi, di sini ada hubungan yang kuat dan dapat dihubungkan antara konsumsi rumah tangga per kapita dan SSR. Tetapi tidak seperti ukuran yang berdasarkan belanja rumah tangga (seperti garis kemiskinan), ukuran ini tidak membutuhkan keputusan yang seenaknya tentang target biaya pengeluaran konsumsi. Dan tidak seperti hasil anthropometrik, SSR tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kesehatan yang dapat mempengaruhi perkembangan gizi (FAO 2007).

SSR merupakan sumbangan karbohidrat pangan terhadap total konsumsi energi. Nilai SSR ini dapat digunakan sebagai gambaran kualitas keragaman konsumsi pangan, semakin kecil nilai SSR, maka porsi makanan berpati semakin kecil sehingga menu makanan semakin beragam dan berkualitas. (FAO 2003 dalam Tanziha 2005).

(36)

Tabel 2 Indikator keragaman konsumsi pangan secara kualitatif Keragaman Konsumsi Pangan Rendah (  3 kelompok pangan ) Keragaman Konsumsi Pangan Sedang (4-5 kelompok pangan) Keragaman Konsumsi Pangan Tinggi (  6 kelompok pangan) Padi-padian Sayuran hijau Buah-buahan Padi-padian Sayuran hijau Buah-buahan Minyak Padi-padian Sayuran hijau Buah-buahan Minyak Sayuran lainnya Ikan Kacang-kacangan Sumber : FAO (2007).

(37)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis pangan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang lengkap. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh kandungan zat gizi dari pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup (Riyadi 1996). Keragaman konsumsi pangan keluarga dapat dilihat dari banyaknya jenis kelompok pangan yang dimakan, yang diukur menggunakan Starchy Staple Food Ratio (SSR).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pemilihan jenis atau banyaknya pangan yang dimakan, hal tersebut dapat berbeda antara individu baik di tingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi pangan (PSKPG 2002). Akan tetapi, faktor-faktor yang sangat berpengaruh di mana saja adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi (Harper et., al 1986).

Hubungan keragaman konsumsi pangan dengan konsumsi pangan yaitu dengan adanya peningkatan skor keragaman konsumsi pangan individu maupun keluarga maka akan terjadi meningkatnya kecukupan gizi konsumsi. Skor keragaman konsumsi pangan berkaitan secara positif dengan meningkatnya kecukupan kepadatan gizi pada makanan tambahan (FAO 2007).

(38)

Gambar 1. Kerangka konsep pemikiran keragaman konsumsi pangan

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Garis yang menunjukkan hubungan antar variabel Karakteristik keluarga:

usia, jumlah anggota, pendidikan, dan pengeluaran Konsumsi pangan Daya beli Ketersediaan pangan keluarga Pengetahuan gizi ibu Tingkat kecukupan energi dan protein KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN AKG

(39)

METODE PENELITIAN

Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data dari penelitian payung yaitu penelitian Analisis Determinan dan Indikator Kelaparan serta Upaya Penanggulangannya pada Keluarga Nelayan tahun 2007.

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Grogol, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang paling banyak memiliki jumlah keluarga nelayan. Penentuan tempat dilakukan berdasarkan penelitian Analisis Determinan dan Indikator Kelaparan serta Upaya Penanggulangannya pada Keluarga Nelayan tahun 2007 . Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan (Februari 2008 sampai Juni 2008) dan satu bulan diantaranya untuk mengumpulkan data di lapangan.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan yang tinggal di Desa Grogol, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan populasi contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang kepala keluarganya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan memiliki tingkat kesejahtera menurut BKKBN yaitu keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera. Adapun jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 187 keluarga. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin (1973) diacu dalam Umar (1999). Perhitungan sebagai berikut: n = 2 1 Ne N  keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan yaitu persen kelonggaran penelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi (margin error/standar 0,1)

(40)

n = 2 %) 10 ( 187 1 187  = 65 keluarga

Dengan proporsi antara Keluarga Pra Sejahtera (74 keluarga) dan Keluarga Sejahtera (113 keluarga) sebagai berikut:

n1 =

 

n T Ni

Keterangan:

T = total jumlah keluarga nelayan hasil survei Ni = banyak keluarga jenis-i yang terpilih

n = banyaknya keluarga yang digunakan sebagai penelitian n1 = jumlah keluarga Pra-Sejahtera yang diambil sebagai sampel n2 = jumlah keluarga Sejahtera 1 yang diambil sebagai sampel

n1 = 187

74

x 65 = 25, 72 keluarga  26 keluarga

maka n2 = (65 - 26) keluarga = 39 keluarga

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan data konsumsi pangan keluarga. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah meliputi data geografis, jumlah penduduk, jenis budidaya yang dikembangkan, sebaran mata pencaharian, dan status keluarga.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara terstruktur kepada contoh dengan menggunakan kuisioner. Data karakteristik keluarga meliputi usia, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan serta pengeluaran keluarga. Data pengetahuan gizi ibu berupa sepuluh pertanyaan tentang gizi dan pangan seperti empat sehat lima sempurna, fungsi makanan, contoh makanan sumber karbohidrat dan protein, fungsi sayur dan buah, dan lain-lain. Data konsumsi pangan keluarga meliputi jenis pangan, frekuensi konsumsi pangan, berat konsumsi, URT, dan persen konsumsi/non konsumsi dengan menggunakan metode FFQ. Data sekunder dikumpulkan dari kantor desa. Jenis data, cara pengumpulan, bahan dan alat pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.

(41)

Tabel 3 Jenis data, cara pengumpulan data, bahan dan alat pengumpulan data No. Data Kategori Pengumpulan Cara

Pengumpulan Bahan dan Alat A 1. 2. 3. 4. 5. B 1. Data Primer Karakteristik keluarga Pengetahuan gizi ibu Konsumsi zat gizi pangan keluarga Tingkat kecukupan energi dan protein Keragaman konsumsi pangan Data Sekunder Data desa

 Usia kk dan ibu  Jenis kelamin

 Jumlah anggota keluarga  Pendidikan KK dan ibu  Pengeluaran  Pertanyaan tentang pengetahuan gizi  Jenis pangan  Frekuensi konsumsi pangan perhari/ perminggu /perbulan/pertahun  Berat konsumsi  URT

 % konsumsi dan % non konsumsi

 Konsumsi zat gizi (energi dan protein) pangan keluarga

 Umur anggota keluarga  AKG

 Konsumsi pangan total (padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, buah-buah dan sayuran serta lain-lain) keluarga  Konsumsi padi-padian dan umbi-umbian keluarga Wawancara ibu rumah tangga Wawancara ibu rumah tangga Wawancara ibu rumah tangga dengan metode FFQ selama satu tahun Wawancara ibu RT dengan metode FFQ selama satu tahun Wawancara ibu RT dengan metode FFQ selama satu tahun Buku potensi desa Lembar kuisioner Lembar kuisioner Lembar kuisioner Lembar kuisioner Lembar kuisioner

(42)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan statistika inferensia. Program komputer yang digunakan adalah Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0

for Windows . Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, dan analisis data.

Pengolahan data karakteristik keluarga yang terdiri dari umur kepala keluarga dan ibu, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga dan ibu, serta pengeluaran dilakukan dengan analisis secara deskriptif. Analisis secara inferensia menggunakan uji Corelation Spearman untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan energi dan protein dengan keragaman konsumsi pangan. Uji beda t untuk mengetahui perbedaan setiap variabel karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, dan tingkat kecukupan energi serta protein antara keluarga dengan konsumsi pangan beragam dan tidak beragam. Uji Regresi Logistik digunakan untuk menganalisis karakteristik keluarga dan pengetahuan gizi ibu sebagai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keragaman konsumsi pangan keluarga.

Tabel 4 Pengategorian karakteristik keluarga

No. Variabel Kategori

1. Umur (Papalia & Olds 1981)  Dewasa awal: 18 – 40 th  Dewasa menengah: 41 – 65 th  Dewasa akhir: > 65 th

2. Jumlah anggota keluarga (BKKBN 1998 diacu dalam Rahmaulina 2007)

 Keluarga kecil:  4 orang  Keluarga sedang: 5-6 orang  Keluarga besar:  7 orang 3. Pendidikan KK dan ibu (BPS

2007)

 Dasar: < 6 tahun  Menengah:  9 tahun  Atas:  12 tahun 5. Pengeluaran/kap/bulan

berdasarkan garis kemiskinan (BPS 2007)  Di bawah GK: < Rp 168 272.00  Di atas GK: > Rp 168 272.00 6. Pengeluaran pangan/kap/bulan (BPS 2000)  Rendah: < Rp 80 000.00  Sedang: Rp 80 000- Rp 199 999  Tinggi: > Rp 200 000.00

Pengetahuan gizi ibu diukur dengan menilai jawaban contoh terhadap 10 pertanyaan tentang pangan dan gizi. Jawaban yang salah diberi skor 0, sedangkan

(43)

jawaban yang benar diberi skor 1 dengan total skor yaitu terendah adalah 0 dan tertinggi adalah 10. Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu sebagai berikut:

Tabel 5 Pertanyaan tentang pengetahuan gizi ibu

No. Pertanyaan Jika Benar =

1, Salah= 0 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Empat sehat lima sempurna terdiri dari Makanan berguna bagi tubuh sebagai

Contoh makanan sumber karbohidrat (tenaga) Contoh makanan sumber protein adalah Sayur dan buah-buahan merupakan sumber Buah yang paling banyak mengandung vitamin C Sayuran yang banyak mengandung vitamin A Sebagai sumber protein, daging dapat diganti dengan Agar anak tidak mengalami kurang gizi, maka sebaiknya diberi makan

Akibat utama kekurangan makan sumber protein pada anak adalah

Dasar penilaian terhadap pertanyaan yang diajukan terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu dikelompokkan berdasarkan persentase skor yang diperoleh dibandingkan skor total (Khomsan 2000). Pengategorian tingkat pengetahuan gizi ibu disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengategorian pengetahuan gizi ibu

No. Variabel kategori

1. Pengetahuan gizi ibu (Khomsan 2000)

 Rendah: < 60%  Sedang: 60 – 80%  Tinggi: > 80%

Data konsumsi pangan keluarga dengan metode Food Frequency

(44)

yaitu energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C, dengan menggunakan food processor yang mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Rumus umum penilaian jumlah zat gizi tertentu yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut (Hardinsyah dan Martianto 1992):

Kgij = (BJ/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan: Kgij = penjumlahan zat gizi i dari bahan makanan atau pangan j dengan berat B gram.

BJ = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram).

Gij = kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j. BDDij = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD).

Konsumsi zat-zat gizi pangan keluarga disajikan dalam bentuk rata-rata setiap zat gizi pangan per keluarga.

Tabel 7 Pengategorian konsumsi zat gizi pangan

No. Variabel Kategori

1. Konsumsi pangan keluarga (DKBM 2004)  Energi (kalori)  Protein (gram)  Kalsium (mg)  Fosfor (mg)  Besi (mg))  Vitamin A (RE)  Vitamin C (mg),

Rata-rata angka kecukupan zat gizi pangan (energi, protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, dan C) keluarga dihitung dengan membandingkan AKG menurut jenis kelamin dan umur dengan jumlah anggota keluarga berdasarkan WNPG V (Muhilal, Husaini, Jalaj F, & Tarwotjo 1993). Rumus sebagai berikut:

AKGK = n AKGI Keterangan :

AKGK = Angka Kecukupan Gizi rata-rata keluarga (/kap/hari) AKGI = Angka Kecukupan Gizi individu (/kap/hari)

(45)

Angka kecukupan energi dan protein individu pada setiap anggota keluarga dibedakan menurut umur dan jenis kelamin dengan ketentuan seperti pada Tabel 8 (WNPG VIII 2004).

Tabel 8 Angka Kecukupan Energi dan Protein (AKE dan AKP) berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur AKE/kapita/kalori AKP/kapita/gram

Anak 0-6 bln 550 10 7-12 bln 650 16 1-3 th 1000 25 4-6 th 1550 39 7-9 th 1800 45 Pria : 10-12 th 2050 50 13-15 th 2400 60 16-18 th 2600 65 19-29 th 2550 60 30-49 th 2350 60 50-64 th 2250 60 65 th+ 2050 60 Wanita : 10-12 th 2050 50 13-15 th 2350 57 16-18 th 2200 55 19-29 th 1900 50 30-49 th 1800 50 50-64 th 1750 50 65 th+ 1600 45

Gambar

Gambar 1.  Kerangka konsep pemikiran keragaman konsumsi pangan
Tabel 3  Jenis data, cara pengumpulan data, bahan dan alat pengumpulan data
Tabel 4  Pengategorian karakteristik keluarga
Tabel 17  Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kecukupan energi  TKE *) n  %  Defisit: &lt; 70%  30  46.15  Cukup: &gt; 70%  35  53.85  Total  65  100.00  Minimum-maksimum  37.93 – 148.12%  Mean   SD  77.22   26.67               *) Lateif et al,
+2

Referensi

Dokumen terkait

100 menit Abler, Ronald, Peter Gould, Spatial Organization, The Geographers Views. Lavery,

Judul Skripsi : Hubungan Depresi dan Sindroma Dispepsia pada Pasien Penderita yang Diberi Kemoterapi di RSUP H.. Adam

Dengan demikian, seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan

Pasca pemberitaan konflik sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia di media massa banyak terjadi demonstrasi, masyarakat kecewa dan marah karena sikap Malaysia yang

Untuk mewujudkan profil lulusan guru yang professional perlu dirancang sebuah kurikulum yang menjamin ketercapaian kompetensi lulusan sesuai SN Dikti LPTK mmembuat rencana

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,

Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ika dan Ghazali (2012) yang menemukan bukti empiris bahwa keefektifan komite audit akan mengurangi jangka

Sejak kemunculannya, teknologi Web telah diperkirakan akan menjadi teknologi yang lebih dari sekedar untuk mengirimkan web pages (Dokumen HTML) antara HTTP client dan server,