1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air sebagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia merupakan sesuatu yang mutlak. Akan tetapi, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini keberadaan air sebagai suatu sumberdaya sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan karena akan sangat mempengaruhi keberlangsungan fungsi. Kerawanan atau kekritisan pemenuhan sumberdaya air telah terjadi tidak hanya dipandang dari sudut pandang ketimpangan antara jumlah ketersediaan yang semakin tak sepadan dengan kebutuhan (kuantitas) saja, tetapi kerawanan juga terjadi pula pada sudut pandang dan sebaran (distribusi) baik secara temporal maupun spasial. Masalah air telah mendapat perhatian yang tinggi tidak hanya skala lokal, nasional maupun regional, tetapi sudah mnejadi agenda global masyarakat dunia (Sudarmadji et al., 2012).
Permasalahan air cukup kompleks, menurun dari segi kualitas maupun kuantitas. Permasalahan tersebut tidak hanya semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, tetapi juga semakin beragamnya aktivitas yang dilakukan manusia, baik domestik, industri, pertanian, perdagangan dan lain-lain. Begitu pun yang terjadi di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul DIY yang termasuk dalam kawasan karst Gunungsewu. Sebagai kawasan yang memiliki keunikan sistem hidrologi khususnya hidrologi bawah permukaan, permasalahan air yaitu kekeringan telah menjelma menjadi suatu bencana yang berkelanjutan. Sumberdaya air yang ada tidak dapat mencukupi kebutuhan air domestik masyarakat setempat, khususnya saat musim kemarau.
Sumber air yang utama saat ini adalah airtanah. Namun untuk kawasan karst seperti karst Gunungsewu, akses untuk mendapatkan airtanah sangat sulit dan terbatas. Menurut Utomo dan Siregar (2000), kedalaman
2
airtanah di Kecamatan Tepus dapat mencapai lebih dari 150 meter. Keberadaan mataair di Kecamatan Tepus sebetulnya cukup melimpah karena mayoritas mataair mempunyai debit aliran yang cenderung stabil sepanjang tahun. Menurut Kapedal (2007), terdapat 13 mataair di Kecamatan Tepus. Namun sayang, distribusi mataair tidak merata pada semua desa. Di Desa Tepus sendiri setidaknya terdapat 5 mataair, yaitu mataair Sundak, Watunggal, Sruni, dan Cluwakan yang debit alirannya stabil sepanjang tahun dengan debit rata-rata mencapai 0,05-0,25 m³/detik, serta mataair Sapen yang alirannya bersifat sesaat dengan debit aliran <0,05 m³/detik. Sementara itu, air permukaan yang ada di telaga akan mengering saat musim kemarau.
Jaringan pipa-pipa PDAM dan Saluran Rumah (SR) juga terhambat masalah aksesibilitas sehingga hanya mampu menjangkau setidaknya 2 desa dari 5 desa yang ada di Kecamatan Tepus. Salah satu desa di Kecamatan Tepus yang mengalami kondisi tersebut adalah Desa Tepus. Bahkan saat ini pipa-pipa PDAM yang menjangkau Desa Tepus, seperti yang tersaji dalam Gambar 1.1, sudah tidak lagi mengalirkan air sejak tahun 2008. Sehingga praktis, masyarakat di Desa Tepus tidak dapat mengandalkannya untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Gambar 1.1 Pipa PDAM di Desa Tepus yang sudah tidak lagi mengalirkan air
Sumber: Iswandari, 2012
3
Melihat kondisi di atas, maka penggunaan air hujan menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama bagi wilayah yang tidak memiliki cadangan airtanah ataupun kesulitan dalam mengakses airtanah serta minim air permukaan. Salah satu upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air yaitu dengan memanen air hujan (rain water harvesting). Cara yang paling mudah dan sederhana adalah dengan menampung air hujan yang dipanen dari atap rumah ke dalam suatu bak Penampungan Air Hujan (PAH) seperti yang tersaji pada Gambar 1.2. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan air dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau sehingga mampu meminimalisir kekurangan air.
Gambar 1.2 Bak penampung air hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus Masyarakat Kecamatan Tepus telah mengembangkan sistem PAH tersebut sejak tahun 1970-an. Bahkan setiap rumahtangga telah memiliki PAH sendiri. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tetap mengalami defisit air saat musim kemarau, sekalipun mereka telah menampung air hujan. Hal ini sangat terkait dengan kapasitas bak penampung air hujan yang digunakan dan besar kecilnya konsumsi air. Dengan demikian maka pembuatan bak penampung air hujan seharusnya menyesuaikan dengan curah hujan yang turun dan konsumsi air agar penampung air hujan yang dibuat efektif.
Sumber: Iswandari, 2012
4
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat menarik untuk dikaji terkait estimasi kapasitas PAH yang efektif berdasarkan karakteristik hujan wilayah dan kebutuhan air domestik masyarakat melalui penelitian yang berjudul:
“Studi Estimasi Kapasitas Bak Penampung Air Hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul”.
1.2 Perumusan Masalah
Air mutlak diperlukan dari segi kuantitas dan kualitas. Apabila secara kuantitas air tersebut melimpah tapi secara kualitas air tersebut buruk maka tidak akan berdaya guna. Air yang dibutuhkan adalah air yang mencukupi dari segi kuantitas dan kualitasnya baik, salah satunya adalah air hujan. Di daerah-daerah yang keberadaan sumber airnya terbatas, baik itu airtanah maupun air permukaan seperti di Desa Tepus Kecamatan Tepus, memanfaatkan air hujan sudah menjadi suatu kewajiban agar masyarakat tidak kekurangan air saat musim kemarau tiba.
Semua bak Penampungan Air Hujan (PAH) pada dasarnya sangat potensial untuk menampung air hujan guna keperluan sehari-hari. Akan tetapi, dalam kenyataannya di lapangan belum semua masyarakat memahami sistem penampung air hujan yang efektif. Banyak ditemukan bak yang kosong, terlebih lagi ketika musim kemarau datang. Selain itu, meskipun telah menampung air hujan, kekurangan air tetap dirasakan saat musim kemarau. Hal ini terjadi karena dimensi maupun kapasitas PAH yang menunjukkan ketidakseimbangan antara air hujan yang ditampung dengan besarnya kebutuhan air.
Uraian di atas dapat digunakan untuk merumuskan pertanyaan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketersediaan air di Desa Tepus Kecamatan Tepus dilihat dari karakteristik hujan wilayahnya?
2. Seberapa besar rata-rata jumlah kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus?
5
3. Berapa kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dan efektif untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk:
1. Mengetahui ketersediaan air berdasarkan karakteristik hujan di Desa Tepus Kecamatan Tepus.
2. Menghitung rata-rata kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus.
3. Mengestimasi kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dan efektif untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk di Desa Tepus Kecamatan Tepus.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kapasitas bak Penampungan Air Hujan (PAH) yang ideal dalam kegiatan pemanenan air hujan melalui atap rumah untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk, dengan mendasarkan pada karakteristik hujan dan tingkat konsumsi air penduduk. Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan tersebut, maka diharapkan PAH yang dibangun akan memberikan efektivitas yang tinggi dalam pemanfaatannya.
1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1 Hujan
Hujan merupakan salah satu presipitasi yang berbentuk cair dan pada umumnya memiliki diameter sekitar 0,5-4,0 mm (Wiesner, 1970). Tidak semua ukuran butiran air dapat jatuh atau turun menjadi hujan disebabkan
6
adanya gesekan udara. Presipitasi itu sendiri merupakan semua bentuk hasil kondensasi uap air yang terkandung di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi (Wiesner, 1970). Presipitasi adalah faktor pengontrol yang utama dalam siklus hidrologi di suatu wilayah, sebagai masukan utama air ke permukaan bumi. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai pola hujan dalam suatu tempat dan waktu sangat penting untuk mengetahui kelembaban tanah, proses resapan airtanah dan debit aliran (Ward dan Robinson, 1990). Presipitasi dapat dipandang sebagai faktor pendukung sekaligus pembatas bagi usaha pengelolaan sumberdaya air dan tanah (Asdak, 2002).
1.5.2 Variabilitas Curah Hujan
Data mengenai hujan sangat bermanfaat untuk berbagai bidang. Variabilitas curah hujan umumnya dibedakan menjadi variabilitas yang berdimensi ruang dan waktu. Variabilitas hujan di daerah tropis jauh lebih besar. Besarnya curah hujan bulanan atau tahunan bervariasi. Secara umum besarnya curah hujan bervariasi menurut ketinggian tempat sebagai akibat pengaruh orografis. Besarnya curah hujan yang turun di daerah tropis umumnya bervariasi dari tahun ke tahun bahkan dari musim ke musim dalam kurun waktu satu tahun. Adanya variasi tersebut maka diperlukan data hujan dalam kurun waktu panjang untuk dapat memperkirakan besarnya nilai tengah hujan dan besarnya frekuensi hujan, yaitu ketika suatu besaran hujan tertentu akan datang lagi pada periode waktu tertetu (Asdak, 1995).
Data hujan di stasiun hujan terkadang tidak lengkap karena kesalahan pencatat atau pun alat. Dengan demikian perlu adanya estimasi pengisian data hujan yang hilang. Pengisian data hujan yang hilang tersebut dibantu dengan data yang tersedia pada stasiun hujan di sekitarnya. Cara yang dipakai dinamakan ratio normal. Syarat menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun hujan yang datanya hilang harus diketahui, di samping itu dibantu dengan data tinggi hujan rata-rata tahunan dan data pada stasiun hujan di sekitarnya (Linsley, 1982; Soemarto, 1999).
7
Data hujan hasil pengukuran beberapa tahun perlu diuji konsistensinya. Hal ini karena selama periode jangka panjang memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan di sekitar penakar hujan. Uji konsistensi data dapat dilakukan dengan metode kurva massa ganda (double mass curve). Sumbu vertikal menunjukkan nilai kumulatif hujan dari stasiun yang diuji dan sumbu horizontal untuk kumulatif hujan rata-rata dari beberapa stasiun penakar hujan yang ada di sekitarnya (Linsley, 1982; Suyono, 2004).
Data hujan dapat digunakan untuk menghitung curah hujan di suatu wilayah atau yang biasa disebut dengan hujan wilayah. Metode yang biasa digunakan antara lain metode aritmatik, metode polygon thiessen dan metode isohyet (Asdak, 1995).
1.5.3 Kebutuhan Air Domestik Penduduk
Kebutuhan air domestik penduduk merupakan kebutuhan air rumah tangga sehari-hari yang digunakan untuk minum, masak, wudhu, mandi dan mencuci. Pada dasarnya kebutuhan air setiap individu berbeda-beda, baik di setiap tempat maupun di setiap waktu. Kebutuhan air domestik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Faktor internal merupakan faktor dari setiap individu. Faktor ini berkaitan dengan kebiasaan setiap individu dalam menggunakan air. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor di luar individu. Faktor eksternal antara lain iklim, kondisi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan tempat tinggal. Kebutuhan air penduduk kota biasanya lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Di Indonesia, untuk kebutuhan rumah tangga penduduk di pedesaan memerlukan air sekitar 40-50 liter/hari/jiwa, sedangkan penduduk di perkotaan lebih banyak menggunakan air yaitu 80-100 liter/hari/jiwa (Manik, 2003).
1.5.4 Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi (musim penghujan) untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah (musim
8
kemarau). Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yaitu menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan (Arnold, 1986). Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering dengan curah hujan <100 mm per bulan dan lebih dari 4 bulan berturut-turut, sedangkan pada musim penghujan curah hujannya sangat tinggi yaitu lebih dari 200 mm per bulan. Ketersediaan air yang berlebihan pada musim hujan tersebut dapat ditampung atau dipanen untuk digunakan pada musim kemarau (Sutikno, 2008). Usaha-usaha pemanenan air hujan seharusnya diprioritaskan untuk daerah-daerah yang mengalami hujan dengan intensitas cukup tinggi dengan diselingi periode waktu tanpa hujan dengan atau hujan turun dalam jumlah yang tidak memadai. Hal ini tergantung pada keadaan setempat (Asdak, 2002).
Bentuk memanen air hujan diantaranya adalah dengan kolam atau bak pengumpul air hujan (PAH). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2006), kolam pengumpul air hujan merupakan kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang sebagaimana tersaji dalam Gambar 2.1. Pengumpul air hujan ini telah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagai cadangan air bersih.
9
Pemanenan air hujan yang optimal perlu adanya rancangan alat pemanen air hujan yang dibuat sedemikian rupa sehingga air hujan yang tertampung oleh atap rumah dialirkan ke bak penampung yang dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang tidak tertampung oleh bak tersebut. Ukuran atap yang diperlukan untuk pemanenan air hujan akan tergantung dari atap rumah yang akan digunakan untuk kegiatan pemanenan air hujan (David, 1998). Sedangkan jumlah air hujan yang dapat dipanen ditentukan oleh efektivitas atap yang digunakan dan oleh curah hujan tahunan yang berlangsung di daerah tersebut. Untuk mencukupi kebutuhan air bagi keperluan rumah tangga pada saat-saat terjadi periode kekeringan yang panjang, rancangan atap bak penampung air hujan dan luas bak penampung air yang dikumpulkan seyogyanya dibuat melebihi keperluan air yang dibutuhkan pada tingkat keperluan minimum atau angka kelebihan 50% dari keperluan dasar penduduk akan air sudah dapat mencukupi (Asdak, 2002).
Perencanaan bak penampung air hujan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Rippl. Metode ini digunakan untuk merencanakan suatu bangunan penampung air, seperti waduk. Bak tersebut digunakan sebagai penyediaan air bersih bagi penduduk sekitar. Pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu membuat garis massa dan membuat tabel (Subarkah, 1980).
1.6 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait pemanfaatan air hujan maupun bak penampungan air hujan (PAH) telah cukup banyak dilakukan, baik yang menyoroti aspek kualitas dari air hujan yang ditampung maupun aspek kuantitas, baik itu banyaknya hujan yang dapat ditampung maupun penentuan kapasitas bak penampungan air hujannya. Namun demikian, penelitian tentang estimasi kapasitas bak penampungan air hujan di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan. Penelitian lain dengan tema sejenis telah dilakukan di lokasi lain dengan tujuan yang berbeda-beda. Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Sunardi (1992) di Kecamatan
10
Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, Dwiningsih (2003) di Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten, Kusuma (2008) di Banda Aceh, dan Rulliawati (2009) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul.
Sunardi (1992) melakukan penelitian di Kecamatan Pracimantoro yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pemanenan air hujan agar mampu memenuhi kebutuhan air tumah tangga penduduk, yang meliputi luas tangkapan hujan, jumlah bak penampung yang sudah ada, kekurangan air dan koefisien pengaliran atap genting. Metode yang digunakan adalah persamaan V=CxAxP.
Dwiningsih (2003) melakukan penelitian di Kecamatan Jatinom dengan tujuan merencanakan kapasitas bak penmapung yang efektif untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk. Metode yang digunakan adalah metode Rippl dengan cara membuat tabel dan perhitungan kapasitas bak menggunakan data curah hujan terkering dan data hujan rata-rata.
Kusuma (2008) melakukan penelitian di Banda Aceh dengan tujuan menentukan kapasitas bak penampung yang efektif sesuai dengan kebutuhan domestik penduduk. Metode yang digunakan adalh metode Rippl dengan plotting kurva demand ke kurva massa curah hujan untuk mengetahui nilai kekurangan air maksimum tahunannya. Nilai kekurangan air ini juga dihitung probabilitasnya untuk periode ulang tertentu. Selain itu penelitian ini juga menyajikannya secara spasial. Metode yang serupa juga dilakukan oleh Rulliawati (2009) dalam penelitiannya tentang evaluasi efektivitas bak penampungan air hujan yang telah ada di Kecamatan Gedangsari.
Penelitian yang dilakukan oleh Iswandari (2012) memfokuskan pada estimasi kapasitas bak penampungan air hujan yang didasarkan pada karakteristik hujan wilayah dan kebutuhan air domestik penduduk di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Metode yang digunakan adalah metode Rippl dengan melakukan plotting kurva demand ke kurva massa curah hujan sehingga diketahui indeks kekurangan air maksimum tahunannya. Berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, pada penelitian ini analisis peluang tidak hanya dilakukan untuk indeks kekurangan air nya saja
11
tetapi juga pada hujan, sehingga dihitung juga hujan rancangannya untuk periode ulang tertentu. Hal ini bertujuan agar estimasi kapasitas bak penampung dapat tetap relevan hingga beberapa tahun ke depan dengan karakteristik hujan yang berbeda.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut dijadikan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Perbandingan penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.1.
12
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang Dilakukan No. Peneliti dan
Tahun Judul Tujuan Metode Hasil
1 Sunardi
(1992)
Tinjauan Pemanfaatan
Air Hujan dengan Bak
Penampung untuk Keperluan Rumah Tangga di Kecamatan Pracimantoro Wilayah Selatan Kabupaten Wonogiri
Mengetahui kemampuan air
hujan dalam memenuhi
kebutuhan air untuk
keperluan rumah tangga bagi
penduduk Kecamatan
Pracimantoro.
Persamaan : V = C x A x P
Rata-rata curah hujan sebesar 12 mm/hari dengan luas tangkapan 72 m² dapat memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga penduduk. Di daerah penelitian terdapat 2.058 bak pribadi dengan volume 6.500 lt dan 106 bak umum dengan volume rata-rata sebesar 9.000 lt. Kekurangan air karena jumlah bak penampung air hujan dan volume bak penampung air hujan yang sudah ada belum sesuai dengan jumlah kebutuhan air. Angka pengaliran atap genting
sebesar 0,86 menunjukkan bahwa
kehilangan air di atap rumah rendah.
2 Dwiningsih
(2003)
Pemanfaatan Air Hujan dengan Bak Penampung
untuk Air Minum
Penduduk Kecamatan
Jatinom Kabupaten
Merencanakan kapasitas bak penampung yang efektif untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk pada daerah penelitian.
Metode Rippl dengan cara membuat tabel,
perhitungan kapasitas
bak menggunakan data curah hujan terkering dan
Kapasitas bak penampung untuk air minum menggunakan data hujan terkering untuk keluarga beranggotakan 4 orang adalah 13.200 lt, sedangkan menggunakan data hujan rata-rata dengan probabilitas
13
Klaten data hujan rata-rata.
Kapasitas bak hasil
perhitungan
menggunakan metode ini ditambah 10% untuk persiapan kebutuhan air yang lebih banyak.
hujan 50% adalah 5.500 lt dan kapasitas bak penampung menggunakan data hujan rata-rata dengan probabilitas 60% adalah 6.500 lt. Kapasitas bak penampung yang efektif adalah kapasitas bak penampung yang dihitung dengan menggunakan data hujan terkering karena data hujan terkering lamanya adalah satu tahun sehingga perhitungan lebih detail.
3 Kusuma
(2008)
Analisis Pemanfaatan
Curah Hujan untuk
Mencukupi Kebutuhan Air Bersih di Banda Aceh
Menentukan kebutuhan air domestik per orang per hari yang akan digunakan untuk penentuan kapasitas efektif bak penampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk di
daerah penelitian serta
menentukan bagaimana
distribusi spasialnya.
Metode Rippl dengan plotting kurva demand ke dalam kurva massa curah
hujan sehingga
didapatkan nilai
kekurangan air tahunan.
Analisis peluang
menggunakan metode
Weibull dengan
menghitung nilai P dan Tr untuk menentukan
kekurangan air
maksimum dengan
Kebutuhan air domestik 159 lt/orang/hari, kekurangan air terbesar yaitu 0,36 m³ terjadi pada tahun 1990 dan kekurangan air terkecil yaitu 0,12 m³ pada tahun 1993. Dari perhitungan didapatkan 20 data
indeks kekurangan air maksimum
tahunan. Untuk periode ulang 5 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 4.700 lt/orang/bulan, untuk periode ulang 10 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 5.921 lt/orang/bulan, sedangkan untuk periode ulang 20 tahunan dibutuhkan volume air sebanyak 7.350 lt/orang/bulan.
14
periode ulang lainnya.
4 Rulliawati
(2009)
Analisis Karakteristik
Hujan untuk Kebutuhan Air Domestik Penduduk
di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul Mengetahui karakteristik hujan di Kecamatan Gedangsari, mengetahui
rata-rata jumlah kebutuhan air domestik penduduk di Kecamatan Gedangsari dan mengetahui efektivitas bak penampung air hujan yang telah ada di Kecamatan Gedangsari.
Metode Rippl dengan
cara plotting kurva
demand ke kurva massa curah hujan sehingga
diperoleh indeks
kekurangan air
maksimum tahunan.
Indeks ini kemudian
dicari peluang dan
periode ulangnya
menggunakan metode
Weibull.
Curah hujan di daerah penelitian cukup besar tap hanya terkonsentrasi pada bulan November-April. Kebutuhan air domestik penduduk di daerah penelitian di setiap musimnya relatif berbeda. Kebutuhan air
domestik rata-rata sebesar 66
lt/orang/hari. Kapasitas bak penampung air yang telah ada sesuai dengan peluang kejadian indeks kekurangan air 75% dengan periode ulang 1,33 tahun. Volume air yang harus disediakan penduduk agar tidak mengalami kekurangan air untuk periode ulang 20 tahun sebesar 16,51 m³/orang/tahun.
5 Iswandari
(2012)
Studi Estimasi Kapasitas bak Penampungan Air
Hujan di Desa
Purwodadi Kecamatan
Tepus Kabupaten
Gunungkidul
Mengetahui kondisi
ketersediaan air berdasarkan karakteristik hujan wilayah
di Desa Purwodadi,
menghitung rata-rata
kebutuhan air domestik
penduduk di Desa
Data curah hujan diolah dengan metode hujan
rancangan. Kebutuhan
air domestik penduduk
didapat dengan cara
wawancara. Estimasi
kapasitas bak
Ketersediaan air di Desa Purwodadi berdasarkan karakteristik hujan wilayah dan hujan rancangan hingga periode ulang tertentu.
Rata-rata kebutuhan air domestik
penduduk.
15
Purwodadi dan
mnegestimasi kapasitas bak penampung air hujan untuk penyediaan air di Desa Purwodadi.
penampung air hujan didasarkan pada indeks
kekurangan air
maksimum tahunan
dengan metode Rippl
yaitu plotting kurva
demand ke kurva massa curah hujan. Estimasi
kapasitas bak
penampung
memperhitungkan tebal hujan, luas atap rumah
dan jumlah anggota
keluarga (persamaan
V=AxCxP). Indeks
kekurangan air
maksimum tahunan
dihitung peluang dan periode ulangnya dengan metode Weibull.
estimasi kapasitas bak penampung air hujan yang efektif dan relevan hingga beberapa tahun ke depan.
16 1.7 Kerangka Pemikiran
Curah hujan dalam siklus hidrologi mempunyai peran yang sangat penting. Curah hujan tersebut tidak semuanya dapat sampai ke permukaan tanah, tetapi ada yang tertahan di pohon ataupun atap bangunan, bahkan ada yang menguap kembali ke atmosfer. Air hujan yang jatuh ke atap rumah untuk ditampung sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas atap rumah dan koefisien pengaliran atap rumah.
Pembuatan penampung air hujan berkaitan juga dengan rata-rata kebutuhan air domestik penduduk. Biasanya kebutuhan air pada musim hujan dan musim kemarau relatif berbeda. Kebutuhan air domestik pada musim hujan dapat terpenuhi, sedangkan pada musim kemarau terkadang belum dapat terpenuhi (defisit). Hal ini terkait dengan kapasitas bak penampung air hujan yang digunakan dan besar kecilnya konsumsi air. Dengan demikian maka pembuatan bak penampung air hujan seharusnya menyesuaikan dengan curah hujan yang turun dan konsumsi air agar penampung air hujan yang dibuat efektif. Kerangka pemikiran tersebut tersaji dalam diagram pada Gambar 1.4.
Curah hujan Non atap rumah Atap rumah Dipengaruhi oleh luas atap rumah &
koefisien pengaliran atap
rumah
Volume air hujan yang dapat ditampung Pendudu k Jumlah anggota keluarga Kebutuhan air domestik Surplus/Defisi t Estimasi kapasitas bak penampung air hujan yang efektif Gambar 1.4. Kerangka pemikiran penelitian
17 1.8 Batasan Operasional
Hujan wilayah adalah banyaknya hujan rata-rata yang turun dan distribusi hujan yang diperkirakan dari beberapa titik penakar hujan yang tersebar pada suatu wilayah yang ditinjau (Wiesner, 1970).
Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan air sehari-hari yang digunakan untuk minum, masak, mencuci, mandi dan wudhu.
Pemanenan air hujan merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada kondisi dimana curah hujan rendah (Arnold, 1986).
Indeks kekurangan air maksimum tahunan merupakan besarnya nilai kekurangan air maksimum tahunan penduduk pada periode kering yang didapatkan dari plotting kurva demand dan kurva massa curah hujan (supply).
Distribusi peluang (probability distribution) adalah jumlah kejadian dari pada sebuah deskrit dibagi dengan jumlah total kejadian (Soewarno, 1995). Kapasitas bak penampung air hujan yang efektif merupakan volume
maksimal air hujan yang dapat ditampung oleh bak penampung air hujan dan sesuai dengan kebutuhan air domestik penduduk.
BAB II