• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD

1. Pembelajaran

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2003:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan penting paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik (Surya, 1992:21).

Belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tesebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Menurut Gagne (Note, 2008) belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari

(2)

pengalaman. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu yang menghasilkan suatu perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman individu tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun ciri-ciri belajar adalah 1) adanya perubahan perilaku dalam diri individu yakni perubahan yang menunjukkan pada peningkatan ke arah yang lebih baik. 2) perubahan perilaku relatif menetap. 3) perubahan perilaku merupakan interaksi aktif individu dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru antara lain: a. Dalam pembelajaran, setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif;

b. Dalam pembelajaran, setiap materi harus memiliki struktur, penyajian sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;

c. Dalam pembelajaran, harus dimunculkan motivasi yang kuat pada diri siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

2. Hakikat dan Karakteristik Pembelajaran IPA

IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Cain &Evans (dalam Depdiknas 2008) menyatakan bahwa IPA mengandung empat hal yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi.

(3)

IPA sebagai konten dan produk mengandung arti bahwa di dalam IPA terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. IPA sebagai proses atau metode berarti bahwa IPA merupakan suatu proses atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. IPA sebagai sikap berarti bahwa IPA dapat berkembang karena adanya sikap tekun, teliti, terbuka, dan jujue. IPA sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa IPA terkait dengan peningkatan kualitas kehidupan. Jika IPA mengandung keempat hal tersebut, maka dalam pendidikan IPA di sekolah seyogyanya siswa dapat mengalami keempat hal tersebut, sehingga pemahaman siswa terhadap IPA menjadi utuh dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hidupnya.

Dalam Depdiknas (2008) diungkapkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajarn IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang berdampak pada sikap siswa yang mempelajari IPA.

(4)

Fungsi dan tujuan utama pendidikan IPA di SD (Yager, 1996: 9) tentang ruang lingkup hasil belajar IPA yang mencakup kognisi atau konsep, keterampilan proses, sikap, kreativitas dan aplikasi. Seperti halnya tujuan pendidikan di SD adalah agar siswa mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA yang telah dipelajari menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa maka pembelajaran IPA di sekolah diupayakan untuk sesederhana mungkin supaya siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mereka menganggap IPA sangat penting untuk dipelajari untuk menunjang kehidupannya dan bermanfaat bagi mereka.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihapal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.

B. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang terhadap pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan situasi dunia nyata yang dekat dengan kehidupan siswa dinamakan pendekatan pembelajaran kontekstual.

(5)

Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006).

Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sutardi & Sudirjo, 2007: 95). Lebih lanjut Muslich (2009: 43) mengatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) constructivism (konstruktivisme, membangun, membentuk); (2) questioning (bertanya); (3) inquiry (menyelidiki, menemukan); (4) learning community (masyarakat belajar); (5) modelling (pemodelan); (6) reflection (refleksi atau umpan balik); dan (7) authentic assessment ( penilaian yang sebenarnya).

Selanjutnya, Muslich (2009) memaparkan tentang prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sebagai berikut:

1. Konstruktivisme, yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengalaman terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

2. Bertanya (Questioning) yaitu upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.

(6)

3. Menemukan (Inquiry) yang diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community) yang menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.

5. Pemodelan (Modelling) yang menyarankan bahwa pembelajaran dan keterampilan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa.

6. Refleksi (Reflection) yang merupakan perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari.

7. Penilaian autentik yang merupakan proses pengumpulan berbagi data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman bealajar siswa.

Apabila ketujuh komponen di atas diterapkan dalam pembelajaran, maka aktivitas belajar siswa dapat terlihat sebagai berikut:

1. Kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri dan terlibat dalam penemuan.

2. Kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang materi yang akan dipelajari.

3. Kegiatan belajar yang bisa mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, dan menganalisis materi yang sedang dipelajari.

4. Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar berkelompok.

5. Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan siswa dalam bentuk penampilan hasil karya.

(7)

6. Kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya. 7. Kegiatan belajar yang bisa dicermati secara periodik kompetensi siswa melalui

kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Nurhadi (2002) mengatakan bahwa pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (dalam Hernawan, 2010: 124).

Lebih lanjut lagi Hernawan (2010: 124) menjelaskan bahwa melalui pendekatan kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).

Dari paparan di atas sedikitnya ada tiga hal yang dapat kita simpulkan tentang pendekatan kontekstual, yaitu:

(8)

1. Menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2. Mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Hal ini penting sebab dengan bisa mengkolerasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja materi itu menjadi bermakna bagi siswa, tetapi materi itu akan tertanam erat dalam memori pikiran siswa sehingga tidak mudah dilupakan.

3. Mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupannya, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa memahami materi, tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagi bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

C. Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran IPA di SD

Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA di SD harus memperhatikan tujuh prinsip yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya, dengan kata lain bahwa pendekatan kontekstual telah dilaksanakan apabila ketujuh prinsip pendekatan kontekstual ini tercermin dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulfah (2012) yang mengatakan bahwa penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran IPA di SD, sebagai berikut:

(9)

1. Konstruktivisme (Constructivism) sebagai landasan berpikir pendekatan kontekstual. Dengan prinsip ini, guru dapat memberikan motivasi kepada siswa dengan menunjukkan hasil atau aspek tertentu dari aspek sebelumnya, yaitu guru dengan menuliskan hal-hal yang penting dari konsep sifat bahan dan kegunaannya yang dijelaskan oleh guru, kemudian siwa diminta untuk menyebutkan sifat bahan dan kegunaanya dari pengalamannya masing-masing atau lingkungan sekitar.

2. Penemuan (inquiry) yang merupakan bagian inti dari pendekatan kontekstual yang meliputi pengamatan. Komponen ini sebagi metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa berusaha mengamati, memahami, menganalisis sebuah fenomena, mengajukan dugaan sementara dan teknik inkuiri hanya dapat dilakukan dengan percobaan, sehingga guru dan siswa memahami bahwa terdapat hubungan antara sifat bahan dan kegunaannya. Kemudian guru mengarahkan siswa untuk melakukan beberapa percobaan yang berhubungan dengan sifat bahan dan kegunaannya. Selanjutnya guru memotivasi siswa untuk lebih terlibat aktif dalam melakukan percobaan dan diskusi.

3. Bertanya (questioning) yang merupakan strategi utama pendekatan kontekstual. Seorang guru hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan. Guru tidak mengomentari jawaban siswa, dengan mendengarkan beberapa pertanyaan yang berbeda dari siswa lain, siswa dapat membandingkan dengan konsep mereka sendiri dan memprakarsai proses berpikir yang dapat mengubah

(10)

keputusan mereka, sebelum melakukan percobaan guru lebih dulu mengarahkan siswa untuk dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sifat bahan dan kegunaannya. Setelah itu guru menjelaskan cara kerja yang baik untuk membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sifat bahan dan kegunaannya.

4. Komunitas belajar (learning Community) yang menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan siswa lain, yaitu dengan membentuk kelompok kemudian guru memberikan lembara kerja untuk siswa. 5. Pemodelan (modelling) yang merupakan suatu bentuk pengetahuan atau keterampilan dengan memberi model atau contoh yang dapat ditiru bagaimana melakukannya, misalnya dengan menggunakan simulasi percobaan atau praktek sebagai contoh untuk mengarahkan siswa dalam kegiatan percobaan yang akan dilakukannya.

6. Refleksi (reflection) yang merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan, sehingga siswa dapat memberikan saran dan masukan berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Penilaian autentik (authentic assesment) yang merupakan penilaian pembelajaran secara utuh yang meliputi hasil belajar pda ranah kognitif (melalui penilaian konsep), afektif (melalui penilaian sikap), dan psikomotorik (melalui penilaian praktek).

(11)

D. Hasil Belajar

Menurut Mudjiono dan Dimyati, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari segi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Pernyataan lain diungkapkan oleh Haerani (2010:18), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar. Dalam pembelajaran, hasil proses pembelajaran atau standar kompetensi dan kompetensi dasar tertuang dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang terjabar pada silabus tersebut dan guru pun menyusun beberapa indikator yang dapat menjelaskan dan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku yang perlu dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, dan tercapai tidaknya indikator tersebut baru dapat diketahui setelah dilakukan serangkaian tes.

Menurut Oemar Hamalik, hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor.

(12)

Menurut Sudjana (1989) menyatakan bahwa salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa seperti:

a. Pertambahan pengetahuan berupa fakta, informasi, prnsip/hukum atau kaidah pola kerja serta sistem nilai-nilai.

b. Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.

c. Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.

Dengan demikian, hasil belajar merupakan perilaku yang dimiliki siswa sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya dan berupa suatu konsep yang bersifat umum di dalamnya tercakup prestasi. Dengan kata lain, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

E. Sifat Bahan dan Kegunaannya

Manusia diciptakan bersama kelengkapannya, banyak bahan yang tersedia di alam untuk dimanfaatkan oleh manusia. Haryanto (2006: 116) mengemukakan bahwa dengan menggunakan akal pikirannya, manusia membuat berbagai benda untuk memudahkan pekerjaan dan menikmati hidup. Manusia memanfaatkan berbagai bahan yang tersedia di alam. Semua bahan yang digunakan untuk membuat benda-benda tersebut tidak asal dimanfaatkan. Dari waktu ke waktu, berbagai bahan teruji kegunaan dan kekuatannya. Ternyata, setiap bahan paling cocok dijadikan benda dengan memanfaatkan sifat bahan itu.

(13)

Beberapa bahan berdasarkan sifatnya yang tersedia di alam antara lain adalah: (1) bahan yang tidak tembus air; (2) bahan yang menyerap air; (3) bahan yang tahan api; (4) bahan yang lembut dan lentur; (5) bahan yang kuat dan keras; (6) bahan yang keras dan lentur; dan (7) bahan yang tembus pandang.

F. Teori Belajar yang Mendukung

1. Teori belajar bermakna David Ausubel

Teori Ausubel ini dikenal dengan belajar bermakna atau pengertian yaitu belajar melalui pengaitan konsep baru dengan konsep-konsep yang telah dikenal siswa sebelumnya. Belajar bermakna adalah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya kemudian dikaitkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya itu lebih mengerti.

2. Teori Belajar Vigotsky

Menekankan pada 3 aspek yaitu budaya, bahasa, dan the zone of proximal development. Vigotsky berpandangan bahwa budaya dan lingkungan sosial pada siswa merupakan faktor yang penting untuk mengkonstruksi pengetahuan. Budaya berpengaruh dalam pembelajaran karena siswa belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan siswa lain dalam lingkungannya. Bahasa merupakan bagian terpenting dalam proses belajar, dan terdapat hubungan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan kognitif. Dalam the zone of proximal development, Vigotsky mengatakan bahwa kemampuan siswa akan berkembang lebih jauh jika dibimbing dengan pengalaman.

(14)

c. Teori Piaget

Piaget membagi empat tahap tingkat kematangan menurut umur rata-rata yaitu: (1) Tahap Sensori Motor (0-2 tahun); (2) Tahap Pre Operasional (2-6 tahun); (3) Tahap Operasi Konkret (7-12 tahun); dan (4) Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas). Dengan demikian menurut Piaget, siswa sekolah dasar tergolong pada tahap operasional konkret. Sehingga dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar untuk menyampaikan konsep IPA yang dianggap abstrak oleh siswa harus dimulai dengan sesuatu yang dekat dengan kehidupan dan pengalaman siswa. Menurut teori ini, sebenarnya siswa telah memiliki pengetahuan awal yang telah terskemakan dalam skemata otaknya, sehingga pembelajarn tentang konsep IPA akan mudah disampaikan kepada siswa jika dikaitkan dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya melalui pengalaman.

G. Penelitian yang Relevan

Studi Agustina (2011) terhadap siswa kelas III SDN Cisalak Kabupaten Cianjur dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran tentang tema Lingkungan Alam dan Buatan dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa.

Studi Suryati (2010) terhadap siswa kelas III SDN Cisalak I Kabupaten Subang dengan menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswatentang tema Lingkungan Hidup di Masyarakat.

Studi Ulfah (2012) terhadap siswa kelas IV SDN Pataruman Kabupaten Cianjur dengan menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang Energi Panas dan Bunyi.

Referensi

Dokumen terkait

Nije zbog toga neobično da ta proslava svake godine izaziva i negativne reakcije onih koji drugačije gledaju na događaje iz srpnja 1941.. Vrhunac je takva

semakin tinggi bahan organic tanah maka tanah tersebut akan mempunyai derajat kerut yang kecil (Trijoko,2006)... Besar derajat kerut tanah pada masing-masing jenis

Pada tahap ini peneliti dan guru kelas melakukan pengamatan pelaksanaan tindakan kelas untuk mengetahui kegiatan guru dan siswa ketika mengikuti pembelajaran

sedangkan perusahaan yang memiliki risiko finansial yang rendah adalah PT. Risiko finansial yang tinggi mengindikasikan bahwa proporsi hutang PT. Barito pada tahun 2012 lebih

Berdasarkan hasil pembuatan alat pengukur kadar garam dalam kuah makanan pada proyek akhir ini, dapat disimpulkan bahwa:?. Perubahan tegangan pada dalam air garam dan air murni

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Skill/Sub-skill Procedure Activities

Mesin ini dapat membuat lidi bambu dengan ukuran yang seragam dalam waktu yang singkat, sehingga untuk membuat tirai bambu atau landasan saji akan lebih cepat,