• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TELAAH TEORITIS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TELAAH TEORITIS

2.1. Definisi Konsep dan Nalar Konsep 2.1.1. Family Friendly Policies (FFP)

Family-friendly policies merupakan seperangkat kebijakan atau program yang diterapkan oleh suatu organisasi guna memperbaiki mutu kehidupan kerja dalam bentuk penyeimbangan keluarga dan pekerjaan, yakni bagaimana perhatian terhadap keluarga di sisi lain seiring pekerja memperoleh kesenangan hidup dan maju pada karir sekaligus (Mulling, 1999).

Beberapa indikator yang dapat dipergunakan untuk menerapkan family-friendly policies menurut Mulling (dalam Survival dan Dewi, 2013) adalah:

1) Work Scheduling

Ada beberapa pilihan yang dapat diambil berkaitan dengan work scheduling, yaitu: flex-time, comp-time atau bahkan part-time. Teknologi yang tersedia saat ini telah membuat flexible scheduling menjadi lebih mudah. Dengan voice-mail, e-mail, computer networks dan beberapa laptop computer, seorang karyawan dapat bekerja dari tempat manapun.

2) Benefits Packages

Wujud benefits packages dapat dalam bentuk employee benefits meliputi health-care package, family-leave policies dan child-care.

Family friendly policies merupakan program benefit karyawan yang ditujukan untuk membantu tenaga kerja dengan jalan meringankan penyelesaian konflik antara masalah kerja dan bukan masalah kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Menurut Abbott, dkk (1998) bahwa program family friendly policies yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja, mengurangi tingkat absensi dan juga menurunkan turnover karyawan.

2.1.2. Work Family Conflict (WFC)

Menurut Kahn (dalam Almasitoh, 2011) bahwa work-family conflict adalah bentuk dari inter-role-confict dimana tekanan peran dari pekerjaan dan lingkungan keluarga satu

(2)

5

sama lain saling bertentangan. Tidak jauh berbeda, menurut Greenhaus & Beutell (dalam Susanti dan Ekayati, 2013) bahwa work-family conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran didalam keluarga. Dengan kata lain, konflik pekerjaan-keluarga merupakan bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Dalam memenuhi tuntutan keluarganya, orang tersebut dipengaruhi oleh kemampuan dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya, atau sebaliknya, dalam memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaannya dipengaruh oleh kemampuan dalam memenuhi tuntutan keluarganya.

Greenhaus dan Beutell (dalam Susanti dan Ekayati, 2013) mengidentifikasikan tiga jenis konflik pekerjaan-keluarga, yaitu:

1) Time-based conflict (konflik berdasarkan waktu)

Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Konflik ini merupakan tipe yang paling umum dalam work family conflict. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan dengan jam kerja panjang, banyak bepergian, sering bekerja lembur, dan tidak memiliki jadwal yang fleksibel. Tekanan waktu ini tidak hanya muncul dari domain pekerjaan, tetapi juga dari domain keluarga. Pekerja yang telah menikah, memiliki anak yang masih kecil dan memiliki keluarga besar rentan mengalami work family conflict. Pekerja yang memiliki anak balita membutuhkan waktu dan energi yang lebih besar untuk merawat anak tersebut. Begitu juga dengan pekerja yang memiliki banyak anak dan masih tinggal bersaman. Hal ini dapat mengganggu waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja.

2) Strain-based conflict (konflik berdasarkan tekanan)

Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan yang mengalami konflik atau ambiguitas peran kerja, yang menghadapi banyak tekanan fisik, emisional atau tuntutan kerja mental, dimana lingkungan kerja yang dihadapi terus menerus berubah, dan yang bekerja secara repetitif atau pekerjaan yang membosankan. Terdapat beberapa bukti yang kuat bahwa stressor pekerjaan dapat menimbulkan beberapa gejala seperti ketegangan, kepenatan, depresi, apati atau kelesuan, dan kemarahan.

(3)

6

3) Behavior-based conflict (konflik berdasarkan perilaku).

Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga). Konflik ini biasa terjadi pada orang yang sulit beradaptasi pada saat ia memasuki peran baru. Tindakan atau perilaku yang dilakukan karyawan mungkin tidak cocok dengan perilaku yang diinginkan oleh rekan kerja ataupun anak-anak mereka di rumah. Apabila seseorang tidak dapat menyesuaikan perilaku untuk dapat memenuhi harapan dari perannya yang berbeda-beda, maka ia akan mengalami konflik antara kedua perannya tersebut.

2.1.3. Work Life Balance (WLB)

Work-Life Balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan memiliki kualitas hidup yang seimbang dalam berhubungan dengan keluarganya dan seimbang dalam pekerjaan. Menurut Greenhaus, et al (2003) work life balance didefinisikan sebagai keseimbangan kerja dan kehidupan dimana seseorang terikat secara seimbang diantara tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab dalam keluarga atau kehidupan, dan ia berpuas hati dengannya.

Work-Life Balance dapat juga didefinisikan sebagai situasi dimana pekerja merasa mampu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi atau komitmen lain (Moore, 2007). Ketika karyawan memiliki kontrol dalam mengatur pekerjaan dan tuntutan non-pekerjaan itu tidak hanya dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja tetapi juga dapat mengurangi keinginan untuk meninggalkan organisasi dan gejala stres (Scholarious dan Marks, 2004).

Fisher (2001) menyebutkan bahwa Work Life Balance merupakan stressor kerja yang meliputi empat unsur penting berikut ini yaitu:

1. Waktu, seberapa banyak waktu yang digunakan untuk bekerja dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk aktivitas lain di luar kerja.

2. Adanya tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini didasari keyakinan seseorang bahwa ia mampu mencapai apa yang ia inginkan dalam pekerjaannya dan tujuan pribadinya.

3. Ketegangan (strain), yang termasuk dalam komponen ini adalah kecemasan, tekanan, kehilangan aktivitas penting pribadi, dan sulit mempertahankan atensi.

(4)

7

4. Energi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Energi merupakan sumber terbatas dalam diri manusia, sehingga ketika terjadi kekurangan energi untuk melakukan aktivitas kerja maupun di luar kerja akan meningkatkan stress.

Pengukuran keseimbangan kehidupan-kerja (Work Life Balance) menurut McDonald dan Bradley (2005) meliputi:

1) Keseimbangan waktu

Menyangkut jumlah waktu yang diberikan untuk bekerja dan berkegiatan di luar pekerjaan.

2) Keseimbangan keterlibatan

Tingkat keterlibatan psikologis dan komitmen dalam bekerja atau di luar pekerjaan. Karyawan atau pegawai menikmati waktu setelah pulang kerja serta terlibat secara fisik dan emosional dalam kegiatan sosialnya.

3) Keseimbangan kepuasan

Berhubungan dengan tingkat kepuasan kerja pada saat bekerja dan hal-hal di luar pekerjaan. Kepuasan dari diri sendiri akan timbul apabila karyawan menganggap apa yang dilakukannya selama ini cukup baik dan dapat mengakomodasi kebutuhan pekerjaan maupun keluarga.

2.2. Pengembangan Hipotesis

2.2.1. Pengaruh Family Friendly Policies terhadap Work Family Conflict pada Wanita Karir

Menjalani peran sebagai karyawan dan sebagai ibu rumah tangga mendatangkan banyak persoalan yang dialami oleh para wanita, yang juga sebagai ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah. Tuntutan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan sebagai tenaga kerja wanita semakin sulit dimainkan secara seimbang, keduanya saling tarik dan membuat wanita bekerja kesulitan untuk melakukan manajeman peran dan manajeman waktu. Dengan penerapan kebijakan dan kegiatan yang ramah bagi keluarga (family friendly policies), perusahaan akan mendapat rekognisi dari masyarakat sebagai good corporate citizen atau caring organization. Tentunya penilaian positif terhadap perusahan akan mendatangkan dukungan bagi pekerjaan karyawan yang berasal dari keluarga karyawan dan dari masyarakat (Survival dan Dewi, 2013).

(5)

8

Seperti juga dikemukakan oleh Yasmin (2013) bahwa beberapa tahun belakangan ini terjadi peningkatan trend oleh organisasi untuk mengimplementasikan lebih banyak kebijakan yang lebih family friendly seperti penerapan lima hari kerja dalam seminggu, flextime, kebijakan cuti keluarga, dan program bantuan karyawan untuk meningkatkan moral dan produktivitas karyawan. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan work family conflict yang kerap dialami karyawan wanita.

Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Rosiana (2007) bahwa penerapan kebijakan dan kegiatan yang ramah bagi keluarga (family friendly policy) akan menjadi sebuah insentif yang meningkatkan motivasi dan komitmen, yang selanjutnya akan mendorong pada tingginya tingkat produktivitas tenaga kerja. Haas et al (dalam Rosiana, 2007) menganalisis data dari masyarakat berbagai jenis budaya dan menyimpulkan bahwa perusahaan diuntungkan dengan menerapkan kebijakan dan kegiatan yang ramah bagi keluarga. Terbukti bahwa bila kebijakan dan kegiatan yang ramah bagi keluarga ini diterapkan secara efektif, maka dapat menjadi salah satu bentuk strategi yang efektif untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Hal ini dapat terjadi karena kebijakan yang diterapkan dapat mengeliminir hambatan yang berhubungan dengan konflik peran tenaga kerja wanita.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka selanjutnya dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1: family friendly policies mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap work family conflict

2.2.2. Pengaruh Work Family Conflict terhadap Work Life Balance pada Wanita Karir Work life balance sangat ditentukan oleh kesadaran dari kehidupan pribadi yang ingin hidup bahagia bersama pekerjaan yang dicintai, dan juga kesadaran organisasi untuk mempersiapkan tata kelola dan budaya organisasi agar tercipta lingkungan kerja untuk kehidupan keseimbangan kerja. Implementasi konsep work life balance di tempat kerja bukanlah pekerjaan tunggal dari organisasi, ataupun pekerjaan tunggal dari karyawan. Tetapi, merupakan hasil akumulasi dari semua aspek kehidupan yang bersumber dari dalam dan luar organisasi. Termasuk, pola kehidupan keluarga, tata kelola negara, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, budaya kuat yang optimis, keyakinan dalam wawasan luas dan

(6)

9

terbuka, serta pola pikir masyarakat yang positif di lingkungan kehidupan karyawan (Djajendra, 2013).

Work life balance dapat dicapai bilamana karyawan mampu menekan terjadinya konflik pekerjaan keluarga. Semakin karyawannya mampu untuk mengurangi atau menekan level work family conflict maka keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarganya akan dapat tercapai. Sebaliknya, jika karyawannya tidak mampu untuk mengurangi atau menekan level work family conflict maka keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarganya akan sulit tercapai. Dukungan perusahaan dalam menerapkan kebijakan yang family friendly juga dapat menekan terjadinya work family conflict. Hal ini seperti dikemukakan oleh Kuswanti (2011) bahwa kebijakan work life balance memungkinkan karyawan untuk bisa mengontrol waktu mereka dalam memenuhi tuntutan tuntutan dari kedua peran (keluarga dan pekerjaan) sehingga dapat meneka konflik peran ganda yang dapat menimbulkan stres kerja.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka selanjutnya dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2: work family conflict mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap work life balance

2.3. Model Penelitian

Berdasarkan telaah teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka berikut ini ditampilkan model penelitian ini dalam Gambar 1.

Gambar 1. Model Penelitian Family Friendly Policies Work Family Conflict Work Life Balance H1 H2

Gambar

Gambar 1.  Model Penelitian  Family Friendly  Policies Work Family  Conflict Work Life BalanceH1 H2

Referensi

Dokumen terkait

tidak tepat, karena anak dengan umur yang sama belum tentu berat badan sama dan LPT sama. o Perhitungan

Penelitian mengenai konsep karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi remaja yang mengalami perilaku conduct disorder ini menggunakan subyek penelitian yang ada

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna mengembangkan literatur ilmu manajemen Sumber Daya Manusia khususnya variabel dan kecerdasan spiritual SQ

Gaji karyawan PT Quality Sekawan Mandiri diakui sebagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan ketika pekerja telah memberikan jasanya namun tidak dicatat

Berdasarkan dua metode proses produksi tersebut, maka dipilih menggunakan metode proses yang kedua yaitu proses produksi magnesium karbonat dengan menggunakan

Setelah mengobservasi pada pembelajaran menulis, ditemukan ada beberapa masalah yang mengakibatkan hasil keterampilan menulis siswa kelas III SD Negeri 1 Grenggeng

Untuk mengetahui yang menjadi kendala-kendala dalam menghadapi penyelenggaraan relokasi sebagai upaya penertiban Pedagang Kaki Lima ke Pasar Tanah Abang Blok G, Jakarta

Penelitian serupa tentang permainan edukatif yang terkait dalam pengembangan permaian Go-Moku seri dunia tumbuhan antara lain oleh penelitian Susanto (2012) yang