• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Landasan Teori Lembaga Pemasyarakatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Landasan Teori Lembaga Pemasyarakatan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Landasan Teori Lembaga Pemasyarakatan

2.1Tinjauan teori

Tinjauan teori yang akan di paparkan merupakan teori-teori yang berkaitan dengan perancangan Lembaga Pemasyarakatan.

2.1.1 Pengertian Lembaga Pemasyaraktan

Berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem

(2)

pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Menurut Keputusan Menteri Hukum dan Ham No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990, yang disebut Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana.

Berdasarkan beberapa pengertian yang sebutkan pada undang-undang, Lembaga Pemasyarakatan tidak hanya merupakan tempat untuk membina, membimbing dan mendidik narapidana, melainkan tujuannya adalah agar setelah mereka menyelesaikan masa pidananya, mereka memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menyesuaikan diri sehingga mampu di terima oleh masyarakat luar.

Penghuni dari Lembaga Pemasyarakatan adalah orang yang kemudiaan dinyatakan melakukan tindakan melanggar hukum dan telah di putuskan bersalah melalui proses pengadilan.

2.1.2 Tindakan Melanggar Hukum

Hukum di indonesia di bagi menjadi dua, yaitu: a. Hukum Perdata

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.

b. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan

(3)

subyek hukum yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.

Tindakan yang berhujung untuk diadili dan di jatuhkan hukuman penjara oleh Mahkamah pengadilan biasanya merupakan tindakan hukum pidana.

Dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dipandang keliru, itu tidak masuk akal”. Mengenai ukuran daripada keliru atau tidaknya suatu perbuatan tersebut ada dua pendapat yaitu :

1. Yang pertama ialah apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada kekeliruan. Letak perbuatan melawan hukumnya sudah ternyata, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang pula. Dalam pendapat pertama ini melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang formal.

2. Yang kedua berpendapat bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum, karena menurut pendapat ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) adapula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang materiil.

2.1.3 Pengertiaan Narapidana

Berdasarkan undang-undang republik indonesia No.12 tahun 1995 Tentang pemasyarakatan, BAB I pasal 1 ayat 6 & 7 Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(4)

1.Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan arti bahwa:Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana); terhukum.

2.kamus induk istilah ilmiah menyatakan bahwa Narapidana adalah orang hukuman; orang buaian

3.kamus hukum narapidana diartikan sebagai berikut: Narapidana adalah orang yang menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah orang yang telah diputus oleh pengadilan untuk menjalani hukuman/pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan atas tindakan yang melanggar hukuman pidana yang telah di lakukan.

2.1.4 Pengertian Rehabilitasi

Narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan kemudian akan di bina dan di rehabilitasi untuk menjadi manusia yang lebih baik. Berdasarkan asal muasal katanya, rehabilitasi di bagi menjadi re yang berarti kembali dan habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditunjukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi (sri widiati, 1984:5)

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rehabilitasi memiliki arti : 1. pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula)

2. perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misalnya pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dalam masyarakat

Sehingga dapat di simpulkan bahwa rehabilitasi dapat di artikan sebagai suatu proses pemulihan atau perbaikan kepada penderita cacat baik dalam bentuk fisik maupun non fisik agar keadaannya kembali seperti semula. Rehabilitasi yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan berati untuk memperbaiki pola pikir serta tingkah laku narapidana agar di terima kembali oleh masyarakat.

(5)

Jenis kegiatan rehabilitasi yang dapat di terapkan pada Lembaga Pemasyarakatan sebagai berikut :

1. Bimbingan fisik dan kesehatan

2. Bimbingan mental, prisologis, agama dan kecerdasan 3. Bimbingan sosial

4. Konseling dan terapi

5. Bimbingan keterampilan kerja 6. Bimbingan Pengetahuan umum

Berbagai kegiatan bimbingan di atas mampu di lakukan dalam upaya dalam mengubah narapidana menjadi lebih baik dan siap untuk di lepas ke masyarakat umum. Dalam menjalankan kegiatan rehabilitasi juga di butuhkan beberapa kriteria dalam pemilihan tempat rehabilitasi untuk menunjang kebutuhan dan memaksimalkan pelayanan. Maka memerlukan perhatian terhadap hal-hal berikut seperti:

1. Pada daerah yang tenang, aman dan nyaman. 2. Kondisi lingkungan yang sehat

3. Tersedianya sarana air bersih, jaringan listrik dan jaringan komunikasi 4. Luas tanah proporsional dengan jumlah rehabilitan yang ada.

2.1.5 Kelasifikasi LAPAS

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI, M.01. PL.01.01, tahun 1985, tentang Pola Bangunan Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Departemen Kehakiman RI, Jakarta 1985). Lembaga Pemasyarakatan memiliki kelasifikasi sebagai berikut:

A. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Lembaga Pemasyarakatan yang berlokasi di ibu kota provinsi daerah tingkat satu dengan kapasitas lebih dari 500 orang narapidana, dengan luas lahan minimal kurang lebih 60.000 m2, memiliki bengkel keterampilan kerja yang lengkap dan memadai, dimana narapidananta dikelompokan dalam jenis kelasmin, tingkat kejahatan dan usia.

(6)

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA yang berkedudukan di ibu kota DATI II dengan daya tampung 250-500 orang narapidana dengan luas lahan minimal kurang lebih 40.000 m2. b. Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB, untuk wilayah kabupaten dengan daya tampung

sampai 250 orang dengan luas lahan minimal kurang lebih 30.000 m2.

2.1.6 Jenis Pelayanan LAPAS

Pengelompokan jenis pelayanan Lembaga Pemasyarakatan didasarkan atas jenis kelamin, umur dan tingkat kejahatan, yaitu:

1. Lembaga Pemasyaraktan Pria Dewasa (di atas 18 tahun) a. Lembaga Pemasyarakatan untuk pria dewasa

b. Lembaga Pemasyarakatan untuk pria dewasa khusus politik. 2. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Dewasa (di atas 18 tahun)

a. Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita kriminal b. Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita tuna susila c. Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita khusus politik. 3. Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria (di dawah 18 tahun)

a. Lembaga Pemasyarakatan untuk pria korban narkotika

b. Lembaga Pemasyarakatan untuk anak pria (kenakalan dan kriminal) 4. Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita (di bawah 18 tahun)

a. Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita korban narkotika

b. Lembaga Pemasyarakatan untuk wanita (kenakalan dan kriminal)

2.1.7 Persyaratan Lokasi, Luas site dan Luas bangunan LAPAS

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.020.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana/tahanan, kriteria lokasi lembaga Pemasyarakatan antara lain:

1. Lokasi Lembaga Pemasyarakatan diusahakan berada pada daerah yang kepadatan penduduknya tidak begitu tinggi.

(7)

2. Letak di luar atau di pinggir kota tetapi mudah terjangkau dengan sarana transportasi dan telekomunikasi (telpon), fasilitas penerangan (listrik) serta air bersih.

3. Lokasi Lembaga Pemasyarakatan diusahakan berada pada daerah yang tidak terlalu besar dipengaruhi oleh urbanisasi/masyarakat yang masih memiliki aktivitas sosial misalnya kegiatan gotong royong, kebudayaan dan keagamaan, keterikatannya dengan pembinaan yang membutuhkan interaksi narapidana dengan masyarakat dan usaha pengintegrasian pola kehidupan masyarakat di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

4. Kondisi lingkungan sekitar lokasi Lembaga Pemasyarakatan diusahakan dapan mendukung kelancaan pelaksanaan pembinaan narapidana dan memungkinkan untuk kelanjutan perkembangannya di masa mendatang.

5. Keadaan lingkungan alam yang asri dan alami, sehingga memberikan suasana tenang dan stabil bagi mental dan pikiran narapidana.

6. Bebas atau jauh dari kemungkinan tertimpa bencana alam (gempa, banjir, longsor) dan lancar pembuangan air limbah dengan tidak merusak (mengotori ) lingkungan.

7. Sedapat-dapatnya dekat dengan markas Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

Sedangkan untuk luas site dan luas bangunan Lembaga Pemasyarakatan, paling kurang harus memenuhi persyaratan berikut.

1. Luas tanah/lahan Lembaga Pemasyarakatan kelas I , IIA dan IIB masing-masing minimal 60.000, 40.000 dan 30.000.

2. Luas Gedung/Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I, IIA dan IIB masing-masing: 19.000, 14.000 dan 7.000 m2 dan diletakan di area pusat dari lahan.

Penentuan luas ini penting agar tanah/lahan selebihnya itu dapat dimanfaatkan untuk

a. Menjaga keserasian bertetangga dengan masyarakat di sekitarnya (jarak antara gendung/ bangunan Lembaga Pemasyarakatan dengan tempat tinggal masyarakat cukup berjauhan) b. Menghindari agar masyarakat tidak terganggu jika ada tindakan pencegahan terhadap

gangguan keamanan dan ketertiban.

c. Latihan keterampilan pertanian (bercocok tanam, perikanan, peternakan) dan lain sebagainya.

(8)

d. Keindahan (pertamanan penghijauan) agar tidak mengesankan sebagai tempat yang menakutkan atau menyeramkan.

e. Sesuai dengan tata kota dan keserasian lingkungan hidup.

f. Perumahan petugas dan khususnya perumahan Kalapas, Kepala Unit SATPAM, Kepala Unit Pendaftaran, Kepala Unit Kesehatan dan Petugas Dapur mengambil tempat lebih dekat dengan gedung / bangunan Lembaga Pemasarakatan.

2.1.8 Pengelompokan Hunian

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, BAB I pasal 12 ayat 1, dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar :

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Lama pidana yang di jatuhkan 4. Jenis Kejahatan

5. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Sedangkan menurut keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.020.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana/tahanan, pengelompokan dan penempatan narapidana / anak didik digolongkan atas dasar :

1. Jenis Kelamin 2. Umur 3. Residivis 4. Kewarganegaraan 5. Jenis Kejahatan 6. Lama Pidana

2.1.9 Pembinaan bagi Narapidana

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.020.PK.04.10. Tahun 1990, pola pembinaan narapidana dijabarkan sebagai berikut.

(9)

1. Mengayomi dan memberikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakatan yang baik dan ebrguna.

2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan, hal ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan, ataupun penempatan.

3. Memberikan bimbingan agar mereka bertobat.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergeraknya narapidana tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. 7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana berdasarkan Pancasila.

8. Narapidana bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarga dan lingkungan.

9. Narapidana hanya dijatuhi hukuman pidana berupa pembatasan kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

10.Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana maka disediakan sarana yang diperlukan.

Melalui bukunya, Panjaitan dan Simorangkir (1995:37) menyebutkan bahwa pembinaan narapidana harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pokok dalam pemasyarakatan sebagaimana telah dikemukakan dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama pada tanggal 27 April 1964 di Lembang, Bandung. Prinsip-Prinsip pokok pemasyarakatan adalah sebagai berikut.

1. Orang yang tersesat diayomi

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam

3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan bimbingan 4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk

5. Narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat 6. Pekerjaan tidak boleh sekedar mengisi waktu

(10)

7. Bimbingan harus berdasarkan Pancasila

8. Tiap orang harus diperlakukan sebagai manusia 9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan 10.Perlu didirikan lembaga pemasyarakatan baru

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan atas:

1. Pengayoman

2. Persamaan perlakuan dan pelayanan 3. Pendidikan

4. Pembimbingan

5. Penghormatan harkat dan martabat manusia

6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan.

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang-orang tertentu. Pola pembinaan yang paparkan oleh departemen kehakiman pada tahun 1990 menyatakan bahwa :

1. Pembinaan berupa interaksi langsung, bersifat kekeluargaan antara Pembina dan yang dibina.

2. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan.

3. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematika.

4. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernagara, intelektual, kecerdasan, kesadaran hukum, keterampilan, mental spiritual.

2.1.10 Kendala-kendala LAPAS

Dalam pelaksanaannya, lembaga pemasyarakatan juga sering mendapatkan kendala yang mampu menjadi halangan dalam kegiatan pengayoman dan pemasyaraktannya. Kendala-kendala yang umumnya dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan di indonesia antara lain :

(11)

Terkait ketidak mampuan Negara untuk memberikan Lapas dengan ukuran dan fasilitas yang mewadahi untuk narapidana, selain itu juga cepat bertambahnya jumlah narapidana di indonesia.

b. Faktor Ekoomi

Terkait biaya yang di keluarkan untuk kegiatan yang berlangsung di dalam Lapas cukup besar sehingga fasilitas yang di siapkan kurang memadahi. Selain itu juga gaji dari sipir dan penjaga lapas yang kecil membuat sedikitnya pegawai lembaga pemasyarakatan tersebut.

c. Faktor Mental

Terkait mental penjaga dan juga narapidana yang ada di dalam lapas yang di karenakan gaji yang sedikit membuat penjaga menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang di dalam lapas. Selain itu pembinaan yang kurang baik juga membuat tidak terjadi perubahan pada narapidana yang berada di dalam lapas tersebut.

2.1.11 Hak dan Kewajiban Narapidana

Dengan menjalankan masa hukuman di dalam lembaga pemasyaraktan. Tidak berarti bahwa narapidana tersebut tidak memiliki hak dan kewajiba. Berdasarkan Undang-untang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal ke 14, narapidanan berhak untuk

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, naik perawatan rohani maupun jasmani c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak e. menyampaikan keluhan

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

(12)

k. mendapatkan pembebasan bersyarat l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m.mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.12 Fasilitas LAPAS

Perumusan fasilitas yang berada di dalam lembaga pemasyaraktan yang dirancang oleh Kementrian Hukum dan Ham yang dibahas melalui Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 02.PK.04.10. Tahun 1990. Halaman 67. Perumusan fasilitas lembaga pemasyarakatan diawali dengan pengidentifikasian aktivitas yang diwadahi dalam sebuah Lembaga pemasyarakatan yang dapat digolongkan seperti berikut.

1. Aktivitas pengelola 2. Aktivitas Hunian 3. Aktivitas pengunjung

4. Aktivitas servis dan penunjang 5. Aktivitas keamanan.

Melalui aktivitas-aktivitas yang telah di sebutkan di atas maka menurut buku sistim pemasyarakatan di indonesia, LAPAS di indonesia membutuhkan :

1. Ruang administrasi

2. Ruang penerimaan narapidana

3. Ruang persiapan narapidana yang akan lepas 4. Ruang kunjungan, ada 2 tipe:

5. Ruang tinggal

6. Day room : ruang untuk bermain catur, bridge, olahraga ringan, dll 7. Ruang makan

8. Ruang disiplin

9. Ruang admisi/orientasi 10.Ruang pembinaan

(13)

b. ruang konsultasi c. workshop d. perpustakaan

e. auditorium: untuk rekreasi, upacara di dalam gedung, ceramah-ceramah, kesenian, pemutaran film pendidikan, pameran dan sebagainya

f. ruang ibadah

g. ruang sidang Dewan Pembinaan Pemasyarakatan (DPP) h. operation room / ruang pengumpulan data

i. lapangan rekreasi (olahraga) j. dapur beserta gudang

k. garasi mobil dinas, truk, alat transportasi narapidana, mobil/kereta kebakaran l. laundri/cucian

m.tempat mandi, cuci, kakus

11. Ruang Mechanical (Ruang pusat penyalur mekanik ke seluruh bangunan) 12.Gudang, tempat penyimpanan

a. bahan-bahan untuk bengkel kerja b. barang-barang yang sudah jadi

c. uang titipan dan simpanan serta barang-barang berharga lainnya kepunyaan narapidana d. senjata dan alat-alat keamanan lainnya

13.Ruang penjagaan 14.Menara penjagaan 15.Ruang rumah sakit

2.2 Tinjauan Objek sejenis

2.2.1 Lembaga Pemasyarakatan Cipinang (Jakarta)

Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang pada awalnya merupakan bangunan yang sangat luas, didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1918 namun karena jumlah penghuni yang sangat padat serta tingkat kejahatan yang semakin berkembang maka pemerintah melakukan pemugaran terhadap Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Selanjutnya pada

(14)

tanah yang sama dibangun secara bertahap tiga bangunan penjara dan satu bangunan rumah sakit lembaga pemasyarakatan.

Bangunan yang pertama didirikan adalah Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika Kelas II A Jakarta dengan luas bangunan 3 hektar, dimana Lembaga Pemasyarakatan ini khusus untuk membina narapidana kasus narkotika tahap kedua yang dibangun adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang yang baru, dengan luas bangunannya adalah 3,5 hektar meter persegi, tahap ketiga yang dibangun adalah Rumah Sakit Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang dengan luas banguna 1 hektar, selanjutnya yang terakhir dalam proses sedang membangun yaitu Rumah Tahanan (RUTAN) Kelas I Cipinang dengan luas area 1,2 hektar.

Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang sangat heterogen, karena terdiri dari perkantoran, pertokoan perumahan penduduk bahkan pedagang kaki lima, loaksi dari Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 cipinang berada di sisi timur kota jakarta, yaitu Jl. Raya Bekasi Timur No. 170, Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Letak geografis yang sangat strategis, dengan sisi timur yang berbatasan dengan Jalan Cipinang Jaya, sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk dan perumahan pegawai Lembaga Pemasyarakatan serta rumah susun, disebelah barat berbatasan dengan jalan cipinang pemasyarakatan dan kantor Imigrasi Jakarta Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan raya Bekasi Timur dan rel kereta api, sehingga wilayah ini sangat padat transportasi. Lembaga Pemasyarakatan ini juga di huni oleh 1.418 Narapidana dan 1.952 Tahanan yang bertotal 3.227 Warga binaan.

Civitas yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Cipinang antara lain:

1. Narapidana dan tahanan 2. Petugas jaga

3. Staff keamanan dan ketertiban 4. Administrasi

(15)

6. Staff kantor/TU/ Administrasi 7. Dokter dan paramedis

Fasilitas yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang adalah: Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang terdiri atas tiga gedung utama ;

1. Gedung I (satu) luasnya adalah 1,078.63 M2, dimana untuk memasuki gedung satu ini harus melalui pagar kawat baja yang tingginya sekitar 7 meter dengan dua pintu masuk yang merupakan akses keluar masuknya kendaraan petugas dan pengunjung.

2. Gedung II (dua) luasnya adalah 1,096.50 M2 dimana untuk memasuki gedung dua ini harus melewati pintu portir yang dijaga oleh tiga orang petugas penjagaan, gedung II ini terdiri dari dua tingkat :


A. Lantai pertama terdiri dari :

a) Ruang kunjungan yang merupakan tempat pengunjung membesuk keluarganya yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, dimana ruangan ini luasnya yaitu + 226.20 m2.

b) Ruangan klinik atau rumah sakit, melayani Warga Binaan Pemasyarkatan yang bermasalah dengan kesehatannya atau sakit, untuk itu Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang dibantu oleh 10 orang Dokter dan 11 orang perawat.

c) Ruangan rergistrasi tempat yang mengurus segala bentuk administrsi yang berhubungan dengan warga binaan pemasyarakatan.

B. Lantai kedua terdiri dari :

a) Ruangan komputer, merupakan ruang komputerisasi yang bertugas mengimput dan menyajikan segala macam data dan informasi yang berhubungan dengan warga binaan pemasyarakatan dan bersifat online pada semua bagian perkantoran di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang.

b) Ruangan Kamtib/keamanan ketertiban.

c) Ruangan aula serbaguna, merupakan tempat pertemuan dan musyawarah antara Warga Binaan Pemasyarakatan dan petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang.

(16)

d) Ruangan kontrol CCTV yang lansung dapat memantau segala aktivitas orang pada ruangan kunjungan, pada portir dan halaman depan bangunan.

Gedung dua ini posisinya terpisah dari gedung satu, karena gedung dua berada didalam lingkaran tembok keliling lembaga pemasyarakatan yang tingginya lebih kurang 6 meter dengan ketebalan + 30 Cm dan pada gedung dua inilah terdapat pintu portir sebagai tempat masuk keluarnya orang dan barang ke dan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang.

3. Gedung III dengan luas tanah + 4,471.00 M2, merupakan bangunan tempat hunian bagi narapidana dan tahanan, terdiri dari 3 ( tiga ) bangunan dan berlantai 3, yaitu ;

a) Blok tipe VII dengan luas bangunan 1,269.00 M2 termasuk aula tipe 7. Lantai1 (Aula C1, Aula C2, Aula C3), Lantai 2 (Blok: II C1, II C2, II C3), dan Lantai 3 (Blok: III C1, III C2, III C3). Untuk lantai 2 dan 3, tiap blok mempunyai 8 kamar yang berkapasitas 7 orang. b) Blok tipe V dengan luas bangunan 3.16.00 M2 terbagi dari lantai I (Blok: Aula B1, Aula

B2), lantai 2 (Blok: II B1, II B2) dan lantai 3 (Blok: III B1, III B2). Tiap blok mempunyai 14 kamar yang kapasitas isi masing-masing adalah 5 orang.

c) Blok tipe III dengan luas bangunan 3,225.60 M2 dan terdiri Lantai 1 (blok: Aula, I A1, II A2 dan Cell straaf), lantai 2 (Blok: II A1, II A2), lantai III (Blok: III A1, III A2). Tiap blok mempunyai 16 kamar yang kapasitas 3 (tiga) orang, kecuali lantai 1sebanyak 24 kamar berkapasitas 1 orang (Blok Isolasi dan Cell Straaf )

Selain bangunan utama yang telah disebutkan di atas, Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang juga dilengkapi dengan sarana pendukung lainnya didalam pembinaan narapidana seperti,

a. Masjid yang berada dekat lapangan sepak bola ditengah-tengah bangunan antara gedung II (dua) dan gedung hunian narapidana, mesjid ini digunakan sebagai tempat shalat berjamaah oleh narapidana dan tahanan terutama shalat zohor dan ashar sedangkan untuk waktu Sholat Isya dan Subuh mesjid tidak digunakan oleh Warga Binaan Pemasyarakatan.

b. Dapur umum bersebelahan dengan masjid dan dibatasi oleh dinding pagar kawat yang tingginya lebih kurang 3 M, dapur umum difungsikan sebagai tempat memasak untuk seluruh penghuni lembaga pemasyarakatan, dimana sebagai juru masaknya adalah

(17)

narapidana yang terlebih dahulu telah diseleksi oleh petugas terutama petugas pembinaan yang bekerja di dapur, sehingga dipercaya untuk memasak bagi semua narapidana, didalam dapur umum terdapat berbagai macam alat memasak dalam bentuk dan ukuran yang besar dimana peralatan ini dikhususkan untuk memasak makanan dalam porsi yang besar pula. Mengenai jatah makanan dan minuman setiap narapidana dan tahanan mendapatkan makanan dan minuman adalah sesuai dengan syarat kesehatan.

c. Bangunan kepala pengamanan/karupam dengan luas + 29,25.M2, gardu PLN merupakan pusat pengaturan jaringan listrik di lembaga pemasyarakatan dengan luas + 36.00 M2.

d. Selanjutnya terdapat bangunan gereja, wihara, yang merupakan tempat beribadah bagi umat Kristen dan Hindu.

e. Pos jaga portabel yang terdiri atas empat pos jaga yang dibangun pada masing-masing sudut Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang.

f. Pos jaga polisi yang terletak di depan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang dimana bangunan ini belum difungsikan sebagai pos jaga, dengan adanya bangunan ini diharapkan terjalin kerjasama yang baik antara Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang dengan

g. Kepolisian Jakarta Timur.

Berikut denah Lapas Kelas 1 Cipinang

Struktur Kepengurusan Lapas Kelas 1 Cipinang


Dalam menjalankan tugas sehari-hari Lemabaga Pemasyrakatan dilaksanakan oleh pegawai sejumlah 401 orang yang terdiri dari 357 laki- laki dan 44 wanita. Tabel di bawah ini adalah tabel struktur organisasi dan ringkasan kepegawaian Lapas Cipinang.

(18)

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Kedungpane Semarang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemasyarakatan dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang berfungsi untuk menampung para narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sedang menjalani proses pemasyarakatan dan para tahanan yang sedang menunggu proses peradilan. Sebagai lembaga yang berperan merawat dan membina narapidana, Lapas turut andil dalam menyadarkan narapidana agar kelak ketika sudah keluar dari Lapas mampu berinteraksi dan berintegrasi kembali dengan masyarakat .

Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang merupakan pindahan dari Lapas lama yang beralamat di Jl. Dr. Cipto No. 62, Mlaten, Semarang. Pemindahan Lapas ini karena pertimbangan tata ruang kota dan mengingat situasi dan kondisi, ketertiban dan keamanan. Tepatnya pada tanggal 13 Maret 1993 Lapas Kelas I Kedungpane Semarang di resmikan oleh Ismail Saleh, SH yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman RI. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang berlokasi di Jalan Raya Semarang Boja Km.4 Kelurahan Wates Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang (Handbook profil Lapas Kelas 1

(19)

Kedungpane Semarang, dikutip tanggal 18 September 2014). Lapas Kelas I Semarang ini dibangun dengan kapasitas maksimal 510 orang narapidana dan tahanan yang dibagi dalam 11 blok hunian, 6 blok untuk narapidana dan 5 blok untuk tahanan. Kapasitas ini 54 belum merupakan kapasitas maksimal untuk sebuah Lapas Kelas I dimana seharusnya mampu menampung 500 tahanan dan 500 narapidana. Overkapasitas di LP Semarang mulai terjadi sekitar tahun 2000 dan sampai saat ini jumlah penghuni keseluruhan Lapas Kelas I semarang mencapai dua kali lipat dari kapasitas peruntukan maksimalnya (Sumber: pegawai Bimpas).

Civitas yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane semarang adalah,

1. Narapidana dan tahanan 2. Petugas jaga

3. Staff keamanan dan ketertiban 4. Administrasi

5. Staff Pembina & kegiatan kerja 6. Staff kantor/TU/ Administrasi 7. Dokter dan paramedis

Jenis-jenis Pembinaan Lapas Kelas 1 Kedungpane Semarang

Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan di Lapas Kelas I Semarang berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.02- PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Warga Binaan, dibagi kedalam dua bidang yaitu:


A. Pembinaan Kepribadian

a. Pembinaan kesadaran beragama meliputi kegiatan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan mengadakan Upacara Kesadaran Nasional dilaskanakan upacara setiap tanggal 17 tiap bulan.

(20)

1. Kursus dan latihan keterampilan. 2. Perpustakaan.

3. Memperoleh informasi dari luar melalui majalah, radio, 
 televisi.

d. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang ber- 
 perkara narkoba, antara lain:

1. Penyuluhan setiap bulan bekerja sama dengan Yayasan 
 Wahana Bakti Sejahtera Semarang

2. Pojok informasi setiap Selasa dan Kamis bekerja sama 
 dengan Yayasan Wahana Bakti Sejahtera Semarang

3. Penerbitan Buletin Tobat dua kali setiap bulan

e. Pembinaan kesadaran hukum, menyelenggarakan kegiatan antara lain: 
 1) Ceramah 


2) Temu Wicara

f. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Program 


ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.PK.04-10 tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.


1) Asimilasi: bekerja dengan pihal III, kerja bakti dan 
 pelatihan pertanian.

2) Integrasi: memberikan kesempatan untuk Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK)

B. Pembinaan Kemandirian

a. Kerja Produktif, yaitu: batako/paving blok, bingkai/keset, 


(21)

penjahitan sandal dan sepatu, pembuatan kasur lipat, las listrik dan acetylen, pembuatan kompos.

b. Kegiatan Kerja Rumah Tangga, yaitu: pemuka, juru masak, pembantu ruang kantor, kebersihan, pertamanan, kebersihan luar blok, kebersihan lingkungan luar kantor (Handbook profil Lapas Kelas 1 Kedungpane Semarang, dikutip tanggal 18 September 2014).

Fasilitas yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane adalah:

Bentuk bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang adalah Pavilium,

yang dibangun diatas tanah seluas 45.636 M2 dengan luas bangunan 13.073 M2. Sedangkan bangunan-bangunan yang berada di komplek Lapas antara lain:

1. Ruang kepala

2. Ruang kantor berlantai dua

3. Ruang aula serbaguna

4. Ruang kunjungan, pembinaan dan keamanan

5. Blok narapidana dan tahanan, yang terdiri dari 12 Blok (daya 
 tampung 530 orang) yaitu:

a. Blok A dan B (tempat hunian bagi Narapidana Narkoba)

b. Blok C, D dan E (tempat hunian untuk Narapidana Umum)

c. Blok F, G, dan H (tempat hunian tahanan)

d. Blok I (tempat hunian tipikor)

e. Blok J (blok tipikor)

(22)

g. Blok L (blok tipikor)

6. Tempat Ibadah (Masjid dan Gereja)

7. Ruang polik klinik

8. Ruang ketrampilan kerja

9. Pos jaga atas 7 unit dan pos jaga bawah 4 unit

10.Ruang dapur dan gudang

11. Lapangan sarana olah raga

12.Rumah dinas pegawai

Daya tampung yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang sebanyak 1260 orang. Jumlah Blok yang dimiliki sebanyak 12 Blok. Sedangkan masing-masing Blok terdiri dari 21 kamar dan memiliki daya tampung maksimal 5 orang . Berikut adalah tabel penghuni Lapas Kedungpane semarang.

(23)

!

Struktur Kepengurusan Lapas Kelas 1 Semarang


Dalam menjalankan tugas sehari-hari Lemabaga Pemasyrakatan dilaksanakan oleh pegawai sejumlah 137 orang yang terdiri dari 116 laki- laki dan 21 wanita. Tabel di bawah ini adalah tabel struktur organisasi dan ringkasan kepegawaian Lapas Semarang.

(24)

!

Tabel 2.3: Pegawai LP Kedungpane

Gambar 2.3: Struktur Organisasi LP Kedungpane Sumber : Internet

(25)

2.2.3 Lembaga Pemasyarakatan (Bogor)

Lapas kelas IIA Bogor yang terletak di Jalan Paledang No.2 Kota Bogor merupakan bangunan penjara warisan pemerintah kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1906 diatas tanah seluas 8.185m2, dengan luas bangunan 2.629 m2 memiliki 4 blok hunian dengan jumlah kamar hunian 39 buah dengan luas ±1.042,8m2. Adapun lokasi Lapas kelas IIA Bogor yakni memiliki batas-batas :

• Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Paledang

• Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Kapten Muslihat

• Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cipakancilan

• Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan penduduk.

Pada awalnya Lapas kelas IIA Bogor bernama Rumah Penjara yang memiliki arsitektur dan tata ruangan yang menitikberatkan kepada masalah keamanan dan pelaksanaan sistem penjeraan. Namun, setelah adanya sistem pemasyarakatan yang diprakarsai oleh DR. Sahardjo pada tahun 1964, maka Rumah Penjara selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehakiman RI Nomor : M.01-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Bogor berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Bogor dan merangkap sebagai Rumah Tahanan Negara di bawah pimpinan Kepala Kantor Wilayah XII Departemen Kehakiman Jawa Barat.

Tata ruang dan kondisi bangunan Lapas kelas IIA Bogor telah mengalami beberapa renovasi. Renovasi ini dilaksanakan atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.01.PL.01.01 tanggal 11 April 1985 tentang Pola Bangunan Lapas yang berorientasi kepada Keamanan dan Pembinaan Narapidana.

Penghuni dari Lembaga Pemasyarakatan kelas 2A ini berjumlah 1609 penghuni yang terdiri dari 905 tahanan dan 704 narapidana. Persebaran pegawai yang terdapat di lapas bogor ini berjumlah 135 orang.

(26)

Civitas yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor adalah ;

1. Narapidana dan tahanan 2. Petugas jaga

3. Staff keamanan dan ketertiban 4. Administrasi

5. Staff Pembina & kegiatan kerja 6. Staff kantor/TU/ Administrasi

7. Dokter dan paramedis

Aktivitas yang terjadi di Lapas kelas IIA Bogor ini antara lain:

Waktu Kegiatan

06.30 - 07.00 Apel Pagi

07.00 - 07.30 Buka Kamar / MCK 07.30 - 08.00 Senam Pagi

08.00 - 09.00 Makan Pagi

09.00 - 11.30 Kegiatan Pagi (Bimbingan / Seminar) 10.00 - 11.00 Pembagian Makan siang

12.00 - 12.30 Shalat Siang berjamaah 12.30 - 13.00 Apel Siang

13.00 - 15.00 Pembinaan 13.30 - 16.30 Olahraga Sore

15.30 - 16.00 Pembagian Makan Malam 15.00 - 16.30 Kegiatan Sore (Kerja)

(27)

Komponen bangunan terdiri dari :

1. Bangunan Kantor Lantai I dan Lantai II untuk kegiatan administrasi 
 perkantoran terdiri dari : 22 ruangan.

2. Bangunan Blok ABCD untuk kamar tidur tahanan dan narapidana untuk 
 kapasitas penghuni sebesar 500 orang terdiri dari:

1. Blok A, untuk tahanan: 18 kamar

2. Blok B, untuk narapidana dengan hukuman di atas 1 tahun: 6 kamar

3. Blok C, untuk narapidana dengan hukuman di atas 1 tahun, dan khusus 
 kamar 1C terisolasi khusus untuk Blok Wanita: 6 kamar

4. Blok D, untuk narapidana dengan sisa hukuman di bawah 1 tahun: 9 
 kamar

3. Bangunan Kegiatan Kerja untuk:

1. Kegiatan pembinaan narapidana bidang kemandirian : 3 ruangan

2. Dapur : 1 ruangan

4. Bangunan Aula/Ruangan Serbaguna untuk kegiatan olah raga. Kesenian, 
 pertemuan, peribadatan, dan lain-lain.

2.2.4 Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan (Denpasar)

Lembaga Pemasyarakatan Denpasar (Kerobokan) dulunya bernama Penjara Denpasar. Penjara warisan pemerintah kolonial Belanda ini awalnya berada di daerah Pekambingan, di jalan Diponegoro Denpasar. Penjara Denpasar yang terletak di daerah Pekambingan Denpasar ini awalnya didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1916. Penjara Denpasar kemudian

17.00 - 18.00 Kunci Blok dan Apel sore

(28)

dipindahkan ke daerah Kerobokan yang terletak di wilayah Kabupaten Badung pada tahun 1983. Di bekas lokasi penjara kemudian dibangun pusat pertokoan yang diresmikan mantan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra tahun 1986.

Wilayah Kerobokan di Kabupaten Badung kemudian dipilih sebagai lokasi baru Lapas Denpasar. Pertimbangannya wilayah ini masih dekat dengan Kota Denpasar. Waktu itu (1983), lokasi Lapas Kerobokan merupakan areal persawahan yang subur. Harga tanah di sana juga masih murah karena belum terkena dampak perkembangan pariwisata. Mulai tahun 1983, Lembaga Pemasyarakatan (LP) Denpasar pindah dan menjadi LP Kerobokan. Meski secara geografis sudah berada di wilayah kabupaten Badung, namun penjara terbesar di Bali ini masih merupakan Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Denpasar atau Lapas Denpasar. Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan ini memiliki daya tampung sebesar 323 narapidana dan berdasarkan data tahun 2016 dihuni oleh 999 warga binaan.

Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan (Denpasar) memiliki batas-batas wilayah pada sebelah, Utara : Pertokoan

Timur : Pemukiman Selatan : Pemukiman Barat : Pemukiman

Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan memiliki luas bangunan sebesar 17.000 m2 dengan luas area 4 Ha mengambil bentuk bangunan pavilium dengan bangunan yang menyebar memiliki fasilitas sebagai berikut :

1. Kantor (1 Unit)

2. Blok Huninan (14 Unit) 3. Aula (1 Unit)

4. Dapur (1 Unit) 5. Poliklinik (1 Unit) 6. Perpustakaan (1 Unit) 7. Bengkel Kerja (1 Unit) 8. Sarana Ibadah (4 Unit) 9. Sarana Olahraga (5 Unit)

(29)

Berikut adalah Layout dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar

!

Gambar 2.4 Denah Lembaga Pemasyaraktan Sumber : Arsip Lembaga Pemasyaraktan Kerobokan

(30)

Maka melalui Studi objek sejenis di atas dapat di simpulkan bahwa:

Tabel 2.4 Perbandingan Objek sejenis

2.3 Spesifikasi Umum

Pada spesifikasi umum akan memberikan gambaran umum proyek yang direncanakan dan dirancang, meliputi pengertian, fungsi, tujuan, sasaaran pembinaan, struktur organisasi, civitas dan fasilitas yang ada.

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik, yang di maksud dalam anak didik dan narapidana di sini adalahalah pria dan wanita dewasa yang berusia di atas 18 tahun dan telah di jatuhi hukuman oleh pengadilan akibat tindak pidana berupa kejahatan maupun pelanggaranggaran yang telah dilakukannya sehingga harus

Objek LP Cipinang LP Semarang LP Bogor LP Kerobokan

Item

Lokasi Jl. Raya Bekasi Timur No. 170, Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur (daerah padat penduduk)

Jl. Dr. Cipto No. 62, Mlaten, Semarang ( d a e r a h p a d a t penduduk)

Jalan Paledang No.2 Kota Bogor. (daerah padat penduduk)

Jl. Ken Arok No.4 Tangkuban Perahu, Kerobokan, Badung ( d a e r a h p a d a t penduduk) Kapasitas/ Hunian 3.227/1380 1116 / 1260 1609/500 999/323

Kelas I I IIA IIA

Luas Bangunan

8.7 Ha 1.3 Ha 0.26 Ha 1.7 Ha

(31)

menerima dan menjalani hukuman. Narapidana tersebut meliputi Narapidana dan Anak didik Pemasyarakatan.

2.3.2 Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat. Sebagai sarana untuk membina dan membimbing Warga Binaan Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan memberikan bimbingan kerohanian agar Warga Binaan sadar terhadap kesalahan yang telah di lakukannya dan kembali bertakwa kepada Tuhan YME, Juga memberikan bimbingan pendidikan, keterampilan agar saat mereka telah terbebas dari hukuman mampu menjadi manusa yang produktif dan mampu hidup secara mandiri sehingga dapat berguna dan diterima oleh masyarakat.

2.3.3 Tujuan Lembaga Pemasyarakatan Tujuan dari Lembaga Pemasyarakatan adalah :

1. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

2. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

3. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.


(32)

Sasaran utama pengayoman ataupun pembinaan warga binaan itu ialah untuk mempersiapkan agar warga binaan tersebut mampu menghadapi masa depan serta mampu menyesuaikan dengan berbagai kondisi di masyarakat, oleh sebab itulah Lembaga Pemasyarakatan diharapkan sebagai wadah bagi warga binaan untuk menjalani masa pidananya serta memperoleh berbagai pembinaan dan keterampilan.

2.3.5 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan

Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan yang akan di gunakan menggunakan struktur organisasi yang sama dengan Lembaga Pemasyarakatan di Semarang, seperti berikut:

2.3.6 Civitas dalam Lembaga Pemasyarakatan

Civitas yang berada dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan adalah : 1. Warga Binaan

Gambar 2.4: Struktur Organisasi Sumber : Internet

(33)

2. Kepala Lembaga Pemasyarakatan 3. Staff Kantor 4. Staff Keamanan 5. Staff Pembina 6. Staff Penganjar 7. Administrasi Keamanan 8. Petugas jaga 9. Dokter 10.Paramedis 11.Pengunjung

2.3.7 Fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan

Fasilitas yang terdapat di dalam Lembaga Pemasyarakatan ini, berdasarkan Kepututsan Mentri Kehakiman RI No. M.020.PK.04.10 Tahun 1990 harus mewadahi aktivitas pengelola, hunian, pengunjung, serfis dan penunjang serta keamanan. Makan di butuhkan aktivitas-aktivitas sebagai berikut:

1. Kantor Kepala Lembaga Pemasyarakatan 2. Unit Keamanan dan Ketertiban

- Ruang portir (pintu gerbang) - Ruang kerja kepala unit keamanan - Ruang staff unit keamanan

- Pos pengamanan - Ruang besuk

- Ruang/bangunan blok hukuman 3. Unit Administrasi Kepegawaian

- Ruang Kerja Kepala unit kepegawaian - Ruang Kerja staff kepegawaian

- Ruang arsip

4. Unit Administrasi Keuangan

(34)

- Ruang Kerja staff keuangan - Ruang arsip

5. Unit Pelayanan Kesehatan - Ruang Dokter

- Ruang Praktek - Ruang Paramedik - Ruang administrasi

- Ruang pemeriksaan dan pengobatan - Apotek

6. Unit Pendidikan Umum/ Rekreasi dan keterampilan - Ruang Kerja Kepala unit pendidikan

- Ruang Kerja staff pendidikan - Ruang kelas

7. Unit Pendidikan Mental / Agama - Ruang Kerja Kepala unit - Ruang Kerja

- Ruang kelas - Tempat ibadah 8. Unit Perpustakaan

- Ruang Kerja Kepala unit - Ruang Kerja

- Ruang perpustakaan / ruang baca 9. Unit Pendidikan / Keterampilan kerja

- Ruang Kerja Kepala unit - Ruang Workshop

- Ruang penyimpanan peralatan - Ruang penyumpanan hasil 10.Unit Perusahaan

(35)

- Ruang Kerja

- Ruang kegiatan kerja - Ruang penyimpanan bahan - Ruang penyimpanan hasil kerja 11.Ruang Bimbingan Konseling 12.Ruang Karantina

13.Dapur 14.Kantin 15.Unit Hunian

16.Lapangan Olahraga

17.Area pertania / pertambakan 18.Gudang

2.3.7 Pemilihan Lokasi Lembaga Pemasyarakatan

Berdasarkan pemahaman dan spesifikasi umum yang telah di sampaikan di atas, maka dalam rangka relokasi Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan / Denpasar dibutuhkan beberapa kriteria seperti :

1. Lokasi yang tidak berada di daerah padat penduduk

2. Lokasi yag memiliki sarana dan prasarana fisik yang cukup baik

3. Lokasi yang memiliki lingkungan sekitar yang asri dan dapat di manfaatkan untuk jalannya kegiatan pemasyarakatan / pembinaan

4. Bebas dan jauh dari kemungkinan terjadinya bencana. 5. Dekat dengan instansi hukum.

Gambar

Tabel 2.2: Penghuni LP Kedungpane
Tabel 2.3: Pegawai LP Kedungpane
Tabel 2.4: Aktivitas LP Bogor
Gambar 2.4 Denah Lembaga Pemasyaraktan  Sumber : Arsip Lembaga Pemasyaraktan Kerobokan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berdasarkan pada latar belakang penelitian yang diuraikan sebelumnya penelitian ini merumuskan bahwa pengalaman audit digunakan untuk menilai pertimbangan auditor

Sanjaya (2009: 220–221) menyebutkan keunggulan PBL antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang kemampuan siswa

3) Soket RGB 7 pin (sebenarnya ini tidak diperlukan, berhubung mesin televisi yang di beli memiliki 12 pin, sedangkan CRT-nya memiliki 7 pin, sehingga kita harus mengganti

Berdasarkan persentase tingkat efektivitas yang ditinjau dari komponen program planning yang telah ditunjukkan pada Table 4 di atas dan dibandingkan dengan

Kutipan tersebut menyatakan bahwa tokoh utama Teweraut menggagumi hutan suku Asmat di Papua, karena spesies flora dan faunanya yang unik. Pesona keberagaman flora dan fauna

Pertama, amaliyah tersebut sudah baku (fixed), tidak ditambah{ambah lagidengan amaliyah yang lain, hingga tidak membingungkan atau membentkan orang yang mengamalkannya;

Kegiatan penangkapan ikan tenggiri (S. commerson) dengan alat tangkap jaring insang dan pancing ulur di Kabupaten Belitung telah berjalan efektif dan efisien dengan

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu