• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Jantung Reumatik. Rheumatic Heart Disease

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyakit Jantung Reumatik. Rheumatic Heart Disease"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

William | Penyakit Jantung Reumatik

Penyakit Jantung Reumatik

William Doktrian Julius

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung akibat demam reumatik akut sebelumnya. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8% dengan rentang usia 5-15 tahun. Penyakit jantung reumatik (PJR) memiliki mortalitas yang tinggi sebesar 1-10%. Anak, laki-laki, 14 tahun dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul dan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Keluhan disertai dada berdebar dan kaki bertambah bengkak. Pasien mengalami demam tinggi yang disertai dengan batuk pilek sejak 2 minggu SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis, nadi 100 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu tubuh 36,8 oC. JVP meningkat 5+4 cmH20, iktus kordis di ICS V garis midclavicula sinistra, auskultasi jantung BJ I-II irreguler dan ditemukan gallop. Pada

ekstremitas inferior terdapat edema. Pemeriksaan lab didapatkan anemia dengan trombisitosis, ASTO positif, CRP kuantitatif >24 mg/l, rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan CTR >50%, EKG pemanjangan interval PR. Echocardiograf didapatkan MR severe e.c RHD, TR severe, PH moderate. Diagnosis gagal jantung e.c Rheumatic Heart Disease. Pasien diberikan terapi IVFD RL X tetes/menit (mikro), benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab 1x40 mg, captopril tab 2x12,5mg, prednison 5 mg (5-5-4).

Kata kunci: ASTO, gagal jantung, penyakit jantung rematik

Rheumatic Heart Disease

Abstract

Rheumatic heart disease is a heart valve abnormalities due to acute rheumatic fever. It is prevalence in Indonesia is 0.3-0.8% with range of 5-15 years old. It had high mortality that count 1-10%. A 14 years old boy complaint shortness of breath that become heavier since first week before enetering hospital. Furthermore,he also felt chest thumping and swelling of the leg. He had high fever that accompanied by cough and sniffles since 2 weeks before enetering hospital. Physical examination found moderate sick in general condition, composmentis, pulse 100 x/min, RR 30 x/min, T 36,8 oC. Jugular vein pressure increased 5+4 cmH20, cardiac iktus is on ICS V of left midclavicula line, Heart sound I-II irregular and gallop. In the

lower extremity found edema. Lab examination found anemia with thrombocytosis, positiive of ASTO,CRP >24 mg/l, chest X-rays AP potition found cardiomegaly with CTR >50%, ECG found PR interval prolongation. Echocardiography showedsevere mitral regurgitation e.c rheumatic heart disease, severe tricuspid regurgitation, moderate pulmonary hypertension. Diagnosis is heart failure e.c. rheumatic heart disease. Patients received IVFD RL X drops/minute (micro), benzathine penicillin 1.2 million units, furosemide tab 1x40 mg, captopril tab 2x12.5 mg, prednisone 5 mg (5-5-4).

Keyword : ASTO, heart failure, rheumatic heart disease

Korespondensi: William Doktrian Julius, S.Ked, alamat Jl. Landak No. 64, HP 082182084042, e-mail william_sky64@yahoo.co.id

Pendahuluan

Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.1 Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA) dan PJR.2 Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun.3

DRA merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio ekonomi rendah dan lingkungan buruk.4-5 Keterlibatan jantung menjadi komplikasi terberat dari DRA

dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Dengan 60% dari 470.000 kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian PJR yang 15 juta jiwa. Penderita PJR akan berisiko untuk kerusakan jantung akibat infeksi berulang dari DRA dan memerlukan pencegahan. Morbiditas akibat gagal jantung, stroke dan endokarditis sering pada penderita PJR dengan sekitar 1.5% penderita rheumatic

carditis akan meninggal pertahun.6,7 DRA dan PJR diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum jelas. Di seluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa muda. 90.000 akan meninggal setiap tahunnya. Mortalitas penyakit ini didunia adalah sebesar 1-10%.3,8

(2)

William | Penyakit Jantung Reumatik KASUS

Pasien anak, laki-laki, usia 14 tahun, BB 35 kg, datang dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul, sesak dipengaruhi aktivitas dan tidak dipengaruhi cuaca maupun emosi. Pasien mengalami sesak saat berjalan ±20 meter, sesak berkurang ketika beristirahat. Pasien mengeluh jantung berdebar-debar, tidak terdapat keluhan nyeri dada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang, kesadaran

composmentis, nadi 100 x/menit, pernafasan

30 x/menit, suhu 36,8 ºC. Kepala

normocephal, leher ditemukan peningkatan

JVP 5+4 cmH20, dan pulmo tidak ditemukan kelainan. Jantung dari inspeksi terlihat iktus kordis, teraba iktus kordis di ICS V garis

midclavicula sinistra, perkusi redup, auskultasi

terdengar BJ I-II irreguler, gallop (+). Abdomen dari inspeksi terlihat datar, teraba hepar 1/3-1/2 konsistensi lunak, spleen tidak teraba, nyeri tekan (+) auskultasi didapatkan bising usus (+), turgor baik. Edema pada ekstremitas inferior. Pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan, refleks fisiologi (+), refleks patologis (-), tanda rangsang meningeal (-). Status gizi berdasarkan WHO

Growth Chart Standart 2006 BB/U, TB/U dan

BB/TB berada dalam batas normal.

Pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb 9,0 g/dl, Ht 28,6%, eritrosit 3,6 jt/µl, LED 80 mm/jam, leukosit 8700/ul, neutrofil segmen 64 , limfosit 32 %, monosit 4%, trombosit 536000/ul. Pada pemeriksaan imunologi dan serologi didapatkan ASTO positif, CRP kuantitatif >24 mg/l. Pada pemeriksaan rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan CTR >50%. Pada pemeriksaan EKG didapatkan pemanjangan interval PR pada EKG

Berikut adalah hasil pemeriksaan

echocardiography pasien.

Gambar 1. Hasil Echocardiography Pasien

Kesan: MR severe e.c RHD, TR severe, PH moderate

Pasien di diagnosis gagal jantung e.c

Rheumatic Heart Disease. Pasien diberikan

terapi IVFD RL X tetes permenit (mikro), Benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab 1x40 mg, captopril tab 2x12,5 mg, Prednison 5 mg 5-5-4.

Pembahasan

Pada kasus ini, pasien di diagnosis gagal jantung e.c Rheumatic Heart Disease. Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis yang dilakukan secara alloanamnesis, didapatkan satu minggu SMRS pasien merasakan sesak nafas bertambah hebat, semakin sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak nafas timbul walaupun pasien sedang istirahat, pasien lebih nyaman jika menggunakan 2 bantal. Demam tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada. Pasien mengeluh jantung berdebar-debar, nyeri dada (-). Kaki bertambah bengkak. BAK sedikit-sedikit dan BAB tidak ada keluhan. Kemudian os berobat ke RS Daerah dan dirawat selama 3 hari, diberi obat tablet berwarna putih tetapi tidak ada perubahan kemudian dirujuk ke RS Provinsi.

Berdasarkan keluhan pasien, sesak yang dialami mengarah kepada penyakit gagal jantung, karena sesak tetap timbul walaupun pasien istirahat dan lebih nyaman jika posisi kepala ditinggikan kemudian adanya bengkak pada kedua kaki. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini, menunjukkan penyakit gagal jantung. Manifestasi lain gagal jantung adalah kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus yang edematosa. Gagal jantung dapat disebabkan oleh antara lain infark miokardium, miopati jantung, defek katup, malformasi kongenital dan hipertensi kronik. Penyebab gagal jantung pada pasien ini dicurigai adalah penyakit jantung rematik.9,10

Gagal jantung dapat memengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel). Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh

(3)

William | Penyakit Jantung Reumatik

peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring (ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang dramatik, pada keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pasien ini termasuk gagal jantung NYHA derajat IV, karena pasien masih merasa sesak walaupun dalam kondisi sedang beristirahat dan tidak melakukan aktivitas.10,11

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 9,0 mg/dl dan trombosit 536.000 mg/dl yang menandakan anemia dan trombositosis. Anemia dapat merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal jantung. Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung meliputi disfungsi sumsum tulang karena penurunan curah jantung dan aktivasi sitokin. Aktivitas TNF-α dapat menyebabkan

depresi sumsum tulang, insensitivitas terhadap eritropoietin (EPO) dan mengganggu pelepasan dan penggunaan besi tubuh. Trombositosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis dikemudian hari. Aterosklerosis ditandai dengan adanya penebalan pada tunika intima media arteri karotis yang mengakibatkan iskemik pada otot jantung, sehingga dapat memicu gagal jantung berupa disfungsi diastolik maupun sistolik ventrikel.3,9,12

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, diagnosis mengarah kepada penyakit jantung rematik. Penyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat sisa demam rematik akut tanpa disertai keradangan akut. Cacat dapat terjadi pada semua bagian jantung terutama katup mitral dan katup aorta. Penyakit ini didahului oleh demam rematik akut yaitu sindroma peradangan yang timbul setelah sakit tenggorokan oleh Streptokokus B hemolitikus grup A yang cenderung dapat kambuh.13-15 Gejala klinis yang timbul berupa subfebril, anoreksia, tampak pucat atralgia, dan sakit perut. Peneggakan diagnosa menggunakan kriteria Jones.16

Tabel 1. Kriteria Jones Untuk Demam Rematik Akut16

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan yaitu:

1. Karditis, karena pada rontgen toraks ditemukan gambaran kardiomegali, dan pasien menunjukkan klinis adanya gagal jantung.

2. Poliartritis migran akut, karena pasien mengeluh nyeri sendi pada kedua lutut dan siku, dimana nyeri tersebut berpindah–pindah (tidak menetap). Pada kasus ini tanda manifestasi minor yang ditemukan yaitu:

1. Demam

2. Peningkatan reaktan fase akut (C-reactive

proteine, laju endap darah)

3. Pemanjangan interval PR pada EKG

Karditis dapat dibagi menjadi karditis ringan, karditis sedang dan karditis berat. Dikatakan karditis ringan adalah apabila diragukan adanya kardiomegali, karditis sedang apabila terdapat kardiomegali ringan dan karditis berat adalah apabila didapatkan adanya kardiomegali yang nyata atau gagal jantung. Pada pasien ini termasuk ke dalam kriteria karditis berat karena terdapat adanya gambaran kardiomegali yang nyata dan gagal jantung.8,10

Pemanjangan interval PR pada EKG merupakan salah satu kriteria minor dari demam rematik. Interval PR yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus

Kriteria Mayor Kriteria Minor

1. Karditis 1. Demam

2. Polyarthritis 2. Polyatralgia

3. Chorea 3. Laboratorium:Peningkatan acute phase

reactan (LED atau leukosit)

4. Erythema marginatum 4. PR interval memanjang

(4)

Julius | Penyakit Jantung Reumatik

atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval PR yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.1,10

Pada pemeriksaan tambahan juga didapatkan bukti adanya infeksi steptokokus sebelumnya, yaitu titer ASTO positif. Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.1,3,14

Penegakkan diagnosa menurut Kriteria WHO Tahun 2002-2003 utuk diagnosis Demam Rematik & Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan revisi kriteria Jones) yaitu:9,13

Demam Rematik serangan pertama: 2 kriteria major atau 1 kriteria major dan 2 minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti infeksi sebelumnya

Demam Rematik

serangan rekuren tanpa Penyakit Jantung Rematik : 2 major atau 1 major

dan 2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya

Demam Rematik serangan rekuren

dengan Penyakit Jantung Rematik: 2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya

Korea Syndenham: tidak perlu kriteria major lainnya atau bukti Streptokokus B hemolitukus grup A

Penyakit Jantung Rematik (stenosis mitral murni atau kombinasi dengan insufisiensi dan atau gangguan aorta): tidak perlu kriteria lain

Pada kasus ini diagnosis sudah tepat, yaitu Penyakit Jantung Rematik, karena sudah memenuhi kriteria Jones, baik kriteria mayor maupun kriteria minor, ditambah adanya pemeriksaan tambahan yaitu bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah baring, IVFD RL X tetes permenit (mikro), Benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab 1x40 mg, captopril tab 2x12,5 mg,

spironolacton 25 mg (1/2-0-0), Prednison 5 mg

5-5-4. Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan. Tabel 2. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik16-17

Aktivitas Artritis Karditis Minimal Karditis Sedang Karditis Berat

Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan/selama masih

terdapat gagal jantung kongestif

Aktivitas dalam rumah

1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan

Aktivitas di luar rumah

2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan

Aktivitas penuh Setelah 6-10 minggu Setelah 6-10 minggu Setelah 3-6 minggu bervariasi

Pasien ini termasuk ke dalam karditis berat, yaitu karditis yang disertai dengan kardiomegali. Lamanya tirah baring adalah 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung kongestif. Antibiotika yang diberikan pada pasien ini sudah tepat, yaitu benzatin penisilin 1,2 juta IU. Penisilin Benzatin 600.000 IU diberikan untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intramuskular. Mekanisme aksi dari golongan antibiotik β-lactam ini adalah menghambat pembentukan peptidoglikan di dinding sel.

β-lactam akan terikat pada enzim

transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.18-20

Terapi anti inflamasi pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan pemberian prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2-6 minggu, sehingga diberikan dengan dosis 70 mg yang dibagi dalam 4 dosis. Dosis prednisone di

(5)

Julius | Penyakit Jantung Reumatik

tapering off pada minggu terakhir pemberian

dan mulai diberikan aspirin. Aspirin diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, dibagi 4-6

dosis. Setelah minggu ke 2, dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgBB/hari.21,22

Tabel 3. Panduan Antiinflamasi pada Penderita Penyakit Jantung Rematik17

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung poliartritis migrans akut pada demam rematik akut. Pemberian

prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis

untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.23,24

Pada pasien ini juga diberikan captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja jantung yang disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric oxyde. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor dan juga mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam

dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Dosis inisial yaitu 6,25-12,5 mg sebanyak 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan yang tepat.25-27

Pemberian furosemide tab 1x40 mg untuk mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Pada pemberian diuretik ini harus diawasi kadar kalium dalam darah karena hipokalemia mudah terjadi sebagai efek samping dari obat ini. Pemberian diuretik biasanya dikombinasikan dengan ACE inhibitor. Kombinasi dari kedua obat ini akan memiliki efek tambahan pada miokardium untuk mencegah perkembangan jaringan parut miokard dan pembesaran miokard.10,16-17

Prognosis pada pasien ini adalah dubia

ad bonam yang berarti bila karditis sembuh

pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik.16,17

Pemberian edukasi pada pasien ini dirasa perlu terutama kepada kedua orangtua pasien, maka kami mengedukasi pengobatan berkelanjutan pada pasien ini berupa penjelasan mengenai pemberian obat benzatin penisilin 1,2 juta IU secara intramuskular sebanyak 1 kali kemudian pemberian diulang pada minggu ke 4 diberikan selama minimal 10 tahun tiap 4 Artritis Karditis Minimal Karditis Sedang Karditis Berat

Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu

(6)

Julius | Penyakit Jantung Reumatik

minggu karena pasien ini termasuk dalam kategori demam rematik dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung residual (tidak ada kelainan katup) maka disarankan kepada pasien untuk kontrol rutin ke poli anak sehingga perkembangan dari penyakit jantung rematik ini mengarah kepada prognosis yang lebih baik.16,19,20

Simpulan

Pada kasus ini penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai. Penatalaksaan pada pasien ini juga sudah cukup sesuai dengan kepustakan. Penyakit jantung rematik merupakan kelainan katup jantung akibat demam rematik akut sebelumnya. Pengobatan bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan pemantauan harus dilakukan secara ketat agar mengarah kepada prognosis yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1. Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman RE. Rheumatic heart disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman RE. Nelson text book of pediatric. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1961-63.

2. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute rhematic fever. Paediatrica Indonesiana. 2010; 50(2):1-9.

3. Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol Indones. 2005; 200:25-33. 4. Carapetis JR, Steer AC, Mulholland EK,

Weber M. The global burden of group A streptococcal diseases. Lancet Infect Dis. 2005; 5(11):685–94.

5. Seckeler MD, Hoke TR. The worldwide epidemiology of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. Clin Epidemiol. 2011; 3:67–84.

6. Marijon E, Ou P, Celermajer DS. Prevalence of rheumatic heart disease detected by echocardiographic screening. N Engl J Med. 2007; 357:470–6.

7. Bhaya M, Panwar S, Beniwal R, Panwar RB. High prevalence of rheumatic heart disease detected by echocardiography in school children. Echocardiography. 2010; 27(4):448– 53.

8. Turi BSRZG. Rheumatic fever. Dalam: Braunwald E, Bonow RO, editors. Braunwald’s heart disease a textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. 9. Mishra TK. Acute rheumatic fever and

rheumatic heart disease: current scenario. JIACM. 2007; 8(4):324-30. 10. Wahab, Samik. Kardiologi anak:

penyakit jantung kongenital yang tidak sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. hlm. 58-92. 11. Panggabean, Marulam M. Gagal

Jantung. Dalam: Panggabean, Marulam M. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm. 1503-4.

12. Settin A, Abdel-Hady H, El-Baz R, Saber I. Gene polymorphisms of TNF-alpha(-308), 10(-1082), 6(-174), and IL-1Ra(VNTR) related to susceptibility and severity of rheumatic heart disease. Pediatr Cardiol. 2007; 28(5):363–71.

13. Guilherme L, Ramasawmy R, Kalil J. Rheumatic fever and rheumatic heart disease: genetics and pathogenesis. Scand J Immunol. 2007; 66(2-3):199– 207.

14. Braunwald E. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, editors. Harrison’s principle of internal medicine. Edisi ke-16. Chicago: McGraw-Hill; 2005. hlm. 1367.

15. Price, Anderson S, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. hlm. 613-27.

16. Bonow RO, Carabello BA, Kanu C. ACC/AHA 2006 guidelines for the management of patients with valvular

(7)

Julius | Penyakit Jantung Reumatik

heart disease: a report of the

American College of

Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (writing committee to revise the 1998 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease): developed in collaboration with the Society of Cardiovascular Anesthesiologists: endorsed by the Society for Cardiovascular Angiography and Interventions and the Society of Thoracic Surgeons. Circulation. 2006; 114(5):e84–231.

17. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editors. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. hlm. 54-72.

18. Robertson KA, Volmink JA, Mayosi BM. Antibiotics for the primary prevention of acute rheumatic fever: a meta-analysis. BMC Cardiovasc Disord. 2005; 5:11.

19. RHDAustralia (ARF/RHD writing group). The Australian guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. Edisi ke-2. Australia: National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and New Zealand; 2012.

20. Siswanto BB, Dharma S, Juzan DA, Sukmawan R. Pedoman tatalaksana penyakit kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2009. hlm. 267-8.

21. You JJ, Singer DE, Howard PA. Antithrombotic therapy for atrial fibrillation: antithrombotic therapy and prevention of thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians

evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2012; 141(2 Suppl):e531S–57S.

22. Hoes JN, Jacobs JW, Boers M. EULAR evidence-based recommendations on the management of systemic glucocorticoid therapy in rheumatic diseases. Ann Rheum Dis. 2007; 66(12):1560–7.

23. Da Silva JA, Jacobs JW, Kirwan JR. Safety of low dose glucocorticoid treatment in rheumatoid arthritis: published evidence and prospective trial data. Ann Rheum Dis. 2006; 65(3):285–93.

24. Buttgereit F, Doering G, Schaeffler A. Targeting pathophysiological rhythms: prednisone chronotherapy shows sustained efficacy in rheumatoid arthritis. . Ann Rheum Dis. 2010; 69(7):1275–80.

25. Essop MR, Nkomo VT. Rheumatic and nonrheumatic valvular heart disease: epidemiology, management, and prevention in Africa. Circulation. 2005; 112(23):3584–91.

26. McMurray J, Cohen-Solal A, Dietz R, Eichhorn E, Erhardt L, Hobbs FD, et al. Practical recommendations for the use of ACE inhibitors, beta-blockers, aldosterone antagonists and angiotensin receptor blockers in heart failure: putting guidelines into practice. Eur J Heart Fail. 2005; 7(5):710–21.

27. Verdecchia P, Sleight P, Mancia G. Effects of telmisartan, ramipril, and their combination on left ventricular hypertrophy in individuals at high vascular risk in the ongoing telmisartan alone and in combination with ramipril global end point trial and the telmisartan randomized assessment study in ACE intolerant subjects with cardiovascular disease. Circulation. 2009; 120(14):1380–9.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Jones Untuk Demam Rematik Akut 16
Tabel 2. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik 16-17
Tabel 3. Panduan Antiinflamasi pada Penderita Penyakit Jantung Rematik 17

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mencapai target tersebut, tentunya Garudafood harus bekerja keras dalam membangun merek Leo, apalagi pasar makanan ringan terdiri dari beraneka ragam jenis, sehingga

Puji dan syukur penulis haturkan kahadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Space dan pengelolaannya. Rumusan masalahnya: 1) Bagaimana dampak kebijakan DPP Pemkot Surakarta pada revitalisasi Pasar Pucang Sawit menjadi Cangwit Creative Space

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis sumber daya genetik buah-buahan lokal yang ada di Kabupaten Gianyar, menyusun profil sumber daya genetik

Sedangkan hadis ahad, terlebih ahad yang gharib dari segi kedatangannya (wurud) hanya bersifat bersifat dhanni, yakni diduga kuat berasal dari Nabi SAW. Predikat sebagai hadis

Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan Bagi Mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri

Cipta. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional.. Tujuan Pengelolaan Kelas. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru bukan tanpa tujuan. karena adanya tujuan itulah guru

Hasil dari pengujian Eksperimental perbandingan variasi sengkang miring terhadap kuat geser balok beton bertulang, berdasarkan analisa dan pembahasan pada Bab IV dapat