• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagal Jantung et causa Demam Rematik Akut Serangan Pertama pada Anak Umur 9 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gagal Jantung et causa Demam Rematik Akut Serangan Pertama pada Anak Umur 9 Tahun"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Gagal Jantung et causa Demam Rematik Akut Serangan Pertama pada Anak

Umur 9 Tahun

Putri Utami Hadiyati

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Insidensi gagal jantung pada anak usia sekolah terbanyak disebabkan oleh demam rematik akut akibat respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel dari infeksi Streptokokus grup A. Seorang anak laki-laki 9 tahun mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas yang memberat dalam 1 minggu terakhir, terlebih sering dirasakan malam hari. Satu bulan sebelumnya mengalami demam tinggi, diikuti nyeri sendi berpindah-pindah dalam 2 minggu terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju nadi 120 x/menit, laju nafas 42 x/menit. Terdapat murmur pansistolik dan peningkatan tekanan vena jugular. Hepar teraba 1/4-1/4 dan terdapat edema tungkai positif. Pemeriksaan penunjang rontgen torak menunjukkan kardiomegali, laboratorium hematologi terdapat anemia, leukositosis dan peningkatan laju endap darah. ASTO positif dengan CRP kuantitatif >24 mg/L. Mitral regurgitation severe ec. RHD, tricuspid regurgitation mild pada echocardiography. EKG didapatkan interval P-R memanjang. Pasien didiagnosa dengan gagal jantung NYHA class III et causa demam rematik akut serangan pertama. Pasien dilakukan tirah baring dan diterapi dengan oksigen, diet jantung I, ACE inhibitor, diuretik, antibiotik, dan steroid.

Kata kunci : demam rematik akut serangan pertama, gagal jantung

Heart Failure et Causa First Attack of Acute Rheumatic Fever on Toddler Ages

9 Years

Abstract

Heart failure is a complex clinical syndrome is caused by disruption of structure and function of the heart that affects heart's ability to pump blood in accordance with the needs of body. The incidence of heart failure in most school-age children are caused by acute rheumatic fever due to an immunological response that occurs as a sequel of group A streptococcus infection. A boy, 9 years old complained of shortness of breath on exertion that was advancing in the past one week, especially felt at night. One month earlier had a high fever, followed by joint pain moved in the last 2 weeks. On physical examination found pulse rate 120 x/min, breath rate 42 x/min. There are murmurs pansystolic and increased jugular venous pressure. Liver palpable 1/4-1/4 and positive leg edema. Thoracic X-ray showed cardiomegaly, hematology laboratories are anemia, leukocytosis and increased ESR. ASTO positive with quantitative CRP >24 mg/L. Mitral regurgitation ec RHD, mild tricuspid regurgitation on echocardiography. ECG obtained P-R interval lengthwise. Patients diagnosed with heart failure class NYHA III et causa first attack of acute rheumatic fever. Patients were treated with bed rest and oxygen, first cardiac diet, ACE inhibitors, diuretics, antibiotics, and steroids.

Keywords: first attack of acute rheumatic fever, heart failure

Korespondensi: Putri Utami Hadiyati, alamat Jl. ZA Pagar Alam Gang Kopi no 3 Gedung Meneng Rajabasa Bandar Lampung, HP 085727390617, e-mail putriutamihadiyati@yahoo.com

Pendahuluan

Gagal jantung (heart failure)

merupakan sindroma klinis komplek yang disebabkan gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel.1-3 Keluhan napas pendek, sesak napas terkait dengan aktivitas, mudah lelah serta kaki membengkak merupakan gejala yang sering dikeluhkan pada anak-anak.4 Diagnosis gagal jantung

ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, dan hasil rontgen torak. Kardiomegali pada rontgen torak merupakan tanda penting gagal jantung.4-5

Pada bayi dan anak, gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung kongenital maupun didapat dengan overload volume atau tekanan atau dari insufisiensi miokard. Penyakit jantung didapat yang menyebabkan gagal jantung antara lain abnormalitas metabolik (hipoksia berat dan asidosis) dapat menyebabkan gagal jantung

pada bayi baru lahir, fibroelastosis

endokardial menyebabkan gagal jantung pada bayi, miokarditis viral sering terjadi pada anak lebih dari satu tahun, karditis

(2)

rematik akut dapat menyebabkan gagal jantung pada usia anak sekolah, penyakit katup jantung rematik berupa regurgitasi mitral atau regurgitasi aorta menyebabkan gagal jantung pada anak yang lebih tua dan dewasa, kardiomiopati dilatasi tipe idiopatik, kardiomiopati yang berhubungan dengan

distrofi muskular, dan kardiomiopati

doxorubicin.4

Insidensi gagal jantung pada anak usia sekolah terbanyak disebabkan oleh demam rematik akut.4 Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang

terjadi sebagai sekuel dari infeksi

Streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3%-3%. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6-15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).6

Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) pada bulan Maret 2015 dengan

keluhan sesak napas yang semakin

bertambah hebat pada satu minggu terakhir. Sesak napas dirasakan apabila beraktivitas ringan seperti berjalan kurang lebih sejauh 20 meter. Pasien juga semakin sering terbangun pada malam hari karena sesak napas dan

sesak akan berkurang ketika pasien

beristirahat atau tidur dengan menggunakan 2 sampai 3 bantal ataupun duduk. Keluhan disertai dengan batuk tanpa disertai dahak terutama pada malam hari serta dada yang terasa berdebar-debar tanpa disertai nyeri.

Pasien merasakan kaki juga mulai

membengkak.

Pasien menjelaskan sebelumnya

mengalami demam tinggi terus menerus kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien meminum obat penurun panas, demam turun tapi tidak sampai normal kemudian naik kembali. Berkeringat, tetapi tidak menggigil dan tidak kejang, ruam dikulit tidak ada. Dua minggu kemudian demam mulai hilang tetapi pasien mulai mengalami sesak napas hilang timbul, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk di dada sebelah

kiri dan nyeri pada sendi kaki yang berpindah-pindah, terasa panas dan bengkak serta nampak merah. Dalam waktu satu bulan keluhan, pasien telah dua kali memeriksakan diri ke dokter. Pertama ke puskesmas ketika keluhan demam tinggi, kemudian saat sesak hebat pasien dirawat di (Rumah Sakit Umum Daerah) RSUD HM Ryacudu selama tiga hari, kemudian dirujuk ke RSAM.

Pasien datang dengan kesadaran

composmentis, tekanan darah ekstremitas

superior 100/70 mmHg-100/70 mmHg dan ekstremitas inferior 100/60 mmHg-100/80 mmHg, laju nadi 120 x/menit reguler, laju napas 42 x/menit, suhu 36,8oC. Berat badan 25 kg, tinggi badan 131 cm. Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi normal, konjungtiva anemis, bibir kering dan

pecah-pecah, tekanan vena jugularis

meningkat 5+4 cmH2O, tidak terdapat

pembesaran kelenjar getah bening leher dan kelenjar tiroid. Pada toraks gerak napas simetris, terdapat retraksi subcostal, ictus

cordis terlihat dan teraba di ICS V garis aksila

anterior sinistra. Pada perkusi jantung: batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dekstra dan batas jantung kiri pada ICS V linea aksila anterior dekstra, bunyi jantung I dan II reguler, terdengar pansistolik murmur derajat 2/6 di apeks penjalaran ke aksila, dan tidak terdengar gallop. Pada perkusi paru terdapat suara redup, pada auskultasi paru terdapat suara vesikular normal, tidak terdengar suara ronki maupun wheezing.

Hepar teraba ¼ dengan konsistensi lunak

ujung tumpul, nyeri tekan hepar tidak ada,

shifting dullness tidak ada, bising usus 5

x/menit. Terdapat pitting edema pada kedua ekstremitas inferior.

Dari rumah sakit rujukan hasil

rontgen toraks pasien didapatkan

kardiomegali dengan CTR >58%. Selama dalam perawatan dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb 8,9 g/dl, Ht 28,6%, leukosit 15140/ul, LED 80 mm/jam, trombosit 399000/ul, ASTO positif, CRP kuantitatif >24 mg/L. Pada pemeriksaan echocardiography didapatkan mitral regurgitation severe ec.

RHD, tricuspid regurgitation mild. Pada

pemeriksaan EKG didapatkan interval P-R memanjang.

Dari data-data diatas dapat

ditegakkan diagnosis gagal jantung New York

(3)

demam rematik akut serangan pertama. Pasien mendapatkan terapi oksigen nasal 2-3 L/menit, IVFD RL gtt X/menit, prednison tablet 50 mg (4-3-3), Captopril tablet 2x12,5 mg, Furosemide injeksi 2x20 mg, benzatin penisilin 600 ribu unit per 4 minggu selama 10 tahun. Selama perawatan obat-obatan disesuaikan dengan dosis optimal. Pasien juga mendapatkan edukasi rutin pengobatan benzatin penisilin di poli anak RSAM, diet jantung, dan penyesuaian aktivitas harian.

Pembahasan

Gagal jantung adalah sindrom klinis dimana jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah melalui vena tidak

adekuat, maupun kombinasi keduanya.1,5

Tidak terdapat single diagnostic test untuk gagal jantung dikarenakan diagnosa klinik gagal jantung secara luas berdasarkan anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat.1,2,7 Diagnosa gagal jantung

berdasarkan dari kriteria Framingham.

Kriteria mayor berupa paroxysmal nocturnal

dyspneu, distensi vena leher, ronki, kardiomegali, edema paru akut, S3 gallop,

refluks hepatojugular, dan peninggian

tekanan vena jugularis. Sedangkan kriteria minor berupa batuk malam hari, efusi pleura, takikardia, edema pada kedua tungkai,

hepatomegali, dispneu d’effort dan

penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari nilai maksimum. Diagnosa ditegakkan jika memenuhi kriteria dua mayor atau 1 mayor ditambah 1 minor terjadi dalam waktu bersamaan.8-10 Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA digunakan untuk menilai derajat gangguan dan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi. Klasifikasi ini digunakan secara luas dalam praktik klinis dan penelitian untuk

menentukan kelayakan pasien untuk

pelayanan kesehatan yang tepat.1,11,12

Kasus diatas memenuhi kriteria diagnosis untuk gagal jantung. Pada kasus ditemukan sesak napas yang terutama diperberat dengan aktivitas seperti berjalan kurang lebih 20 meter ataupun naik 4-5 anak tangga dan keluhan akan berkurang saat pasien beristirahat. Sesak terlebih pada malah hari dan akan merasa lebih nyaman untuk tidur dengan 2 sampai 3 bantal atau duduk, adanya batuk terlebih pada malam hari. Bengkak pada kedua tungkai. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan temuan berupa adanya takikardia, distensi vena leher 5+4 cmH2O, hepatomegali, edema tungkai, dan

kesan kardiomegali pada perkusi batas jantung yang dikonfirmasi dari pemeriksaan foto rontgen toraks ditemukan kardiomegali dengan CTR >58%. Dalam hal ini memenuhi 3 kriteria mayor ditambah 5 kriteria minor. Pada NYHA kelas III terdapat batasan aktivitas bermakna, tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak. Manifestasi tersering dari gagal jantung adalah dispnea atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh

peningkatan aktivitas reseptor regang

otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring (ortopneu) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang dramatik, pada keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk dan sensasi tercekik. Dari pemeriksaan fisik dapat

ditemukan takikardi, ritme gallop,

kardiomegali, gagal tumbuh, dingin, dan kulit

basah sebagai respon kompensasi

ketidakmampuan fungsi jantung. Pada

kongesti vena pulmonalis dapat ditemukan takipnea, dispnea pada aktivitas dan ortopnea. Pada kongesti vena sistemik dapat ditemukan hepatomegali, distensi vena leher dan edema tungkai.4,13

Gagal jantung dapat disebabkan oleh infark miokardium, miopati jantung, defek katup, malformasi kongenital dan hipertensi kronik.4,6,11 Pada kasus ini gagal jantung disebabkan oleh defek katup yang terjadi akibat demam rematik akut yang dialami pasien. Demam rematik memilki tanda

manifestasi mayor yang ditemukan

berdasarkan kriteria Jones yaitu kriteria mayor adanya karditis, poliartritis, eritema marginatum, khorea, dan nodul subkutaneus, sedangkan untuk kriteria minor ditemukan adanya riwayat demam rematik sebelumnya, demam, atralgia, peningkatan reaktan fase akut (C-reactive protein, laju endap darah),

(4)

dan pemanjangan interval P-R pada EKG. Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah bukti adanya infeksi streptokokus dengan pemeriksaan antistreptolisin titer O (ASTO).11,14,15

Pada kasus diatas tanda manifestasi mayor yang ditemukan berdasarkan kriteria Jones yaitu karditis serta poliartritis migran akut. Sedangkan tanda manifestasi minor yang ditemukan yaitu demam, peningkatan reaktan fase akut (C-reactive protein) >24 mg/L, laju endap darah 80 mm/jam), dan pemanjangan interval P-R pada EKG. Kriteria Jones pada kasus diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan ASTO yang semakin menegaskan diagnosa demam rematik.

Tanda-tanda karditis berdasarkan adanya salah satu atau semua kriteria yaitu takikardi, murmur jantung akibat valvulitis, perikarditis (efusi perikardial, nyeri dada, perubahan EKG), kardiomegali, dan

tanda-tanda gagal jantung (kardiomegali)

merupakan indikasi karditis berat.15 Pada kasus ditemukan karditis dengan insufisiensi mitral, termasuk ke dalam kriteria karditis berat karena terdapat adanya gambaran kardiomegali yang nyata dan gagal jantung. Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan komponen yang paling spesifik pada karditis rematik. Katup pulmonal dan trikuspid jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis reumatik, seperti pada kasus ini yang ditandai dengan adanya bising pansistolik halus dengan nada tinggi. Pungtum maksimum bising ditemukan di apeks dengan penjalaran ke daerah aksila kiri.15

Artritis merupakan manifestasi

demam rematik akut yang tersering, terjadi pada 70% kasus. Ditandai oleh adanya pembengkakan, kemerahan, nyeri, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang

lain mulai terlibat (poliarthritis).15 Pada kasus pasien memiliki riwayat nyeri pada sendi kaki yang berpindah-pindah, terasa panas dan bengkak serta nampak merah.

Berdasarkan penegakkan diagnosa menurut kriteria World Health Organization (WHO) tahun 2002-2003 untuk diagnosis demam rematik & penyakit jantung rematik (berdasarkan revisi kriteria Jones), pasien termasuk ke dalam demam rematik akut serangan pertama dimana ditemukan 2 kriteria major dan 3 kriteria minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti

infeksi sebelumnya.14 Berdasarkan hal

tersebut, maka diagnosis yang ditegakkan adalah gagal jantung ec demam rematik akut serangan pertama.

Penatalaksanaan pada pasien gagal jantung ec demam rematik akut serangan pertama meliputi terapi non farmakologi,

farmakologi, dan edukasi. Terapi non

farmakologi berupa diet jantung dan penyesuaian aktivitas.16,17 Diet pada pasien ini termasuk ke dalam diet jantung I pada anak dengan tujuan memberikan makanan

secukupnya tanpa memberatkan kerja

jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam dan air, yaitu cukup kalori, karbohidrat sedang, protein rendah yaitu 1-2 gr/KgBB, lemak rendah yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total, diet rendah garam yaitu 400 mg/hari, vitamin dan mineral, serta cairan cukup. Makanan sehari dibagi menjadi 5-6 kali makan dengan porsi kecil dalam bentuk cair yang mudah dicerna.18-19 Penyesuaian terhadap aktivitas fisik pasien berupa tirah baring. Pasien dalam kasus termasuk ke dalam karditis berat, yaitu karditis yang disertai dengan kardiomegali, lamanya tirah baring adalah 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung.11

Terapi farmakologi pada kasus gagal jantung diberikan captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang termasuk dalam

golongan ACE inhibitor (ACEI) yaitu

menghambat sistem

renin-angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi

aldosteron. Efek vasodilatasi akan

mengurangi tahanan perifer dan beban kerja pemompaan jantung akan berkurang. ACEI

(5)

dan juga mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi gejala. ACEI harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Dosis inisial yaitu 0,3–2 mg/KgBB/hari dan diberikan dengan pengawasan yang tepat. Terapi ACEI diberikan pada anak dengan gagal jantung dan gangguan hemodinamik termasuk disfungsi miokard penyakit jantung bawaan, hipertensi pulmo dan regurgitasi aorta atau mitral. 20

Pada kasus gagal jantung diberikan pula furosemide dengan dosis 2x20 mg.

Furosemide merupakan diuretik yang bermanfaat mengurangi edema namun tidak

mengurangi penampilan miokard.

Furosemide diberikan dengan dosis 1

mg/KgBB setiap 6-12 jam.4 Diuretik

menyebabkan eksresi kalium bertambah sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium.11

Tatalaksana demam rematik akut diberikan terapi anti-inflamasi yaitu dengan pemberian prednisone 2 mg/KgBB/hari dengan dosis terbagi selama 2-6 minggu, sehingga diberikan dengan dosis 50 mg per hari. Pemberian prednisone pada kasus ini diindikasikan karena ditemukan kasus karditis berat.4 Dosis prednisone di tapering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberikan aspirin. Aspirin diberikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB/hari selama 4-8 minggu. Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung poliarthritis migrans akut pada demam rematik akut.11,21

Antibiotika yang diberikan dalam kasus yaitu benzatin penisilin 600.000 IU. Benzatin penisilin 600.000 IU diberikan untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intramuskular. Pemberian profilaksis sekunder dari injeksi IM

dilakukan secara reguler setiap 3-4 minggu selama minimal 10 tahun karena karditis ditemukan pada kasus ini.6,22 Pemberian injeksi penisilin tiap 3 minggu lebih efektif pada kasus dengan resiko tinggi seperti insiden demam rematik yang tinggi di lingkungan atau pada pasien beresiko tinggi seperti pasien dengan karditis reumatik residual.22-24 Mekanisme aksi dari golongan antibiotik β-laktam ini adalah hambat pembentukan peptidoglikan di dinding sel.

β-laktam akan terikat pada enzim

transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.25

Prognosis pada pasien ini adalah

dubia yang berarti bila kesembuhan pasien

masih diragukan, tergantung pada kepatuhan pasien dalam pengobatan. Perkembangan penyakit jantung residual dapat dipengaruhi oleh kondisi jantung pada penatalaksanaan awal, rekurensi demam rematik, dan regresi penyakit jantung. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut dengan gagal jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Serangan pertama dapat menghilang dalam 10%-25% pasien setelah 10 tahun sejak serangan awal.11

Pada kasus demam rematik yang berat yang disertai gagal jantung, maka obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder berupa benzatin penisillin. Pengobatan yang disertai profilaksis sekunder yang adekuat

dapat memperbaiki keadaan jantung.

Pemberian edukasi dirasa perlu terutama kepada kedua orangtua pasien, untuk melakukan pengobatan berkelanjutan berupa

penjelasan mengenai pemberian obat

benzatin penisilin 600.000 IU secara

intramuskular sebanyak 1 kali kemudian pemberian diulang pada minggu ke 4 diberikan selama minimal 10 tahun sehingga perkembangan dari penyakit jantung rematik ini mengarah kepada prognosis yang lebih baik.6,22

(6)

Diagnosis gagal jantung ditentukan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berpedoman pada kriteria Framingham. Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan foto rontgen toraks

untuk menilai adanya kardiomegali.

Sedangkan diagnosis demam rematik akut serangan pertama ditentukan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berpedoman pada kriteria Jones yang direvisi oleh kriteria WHO tahun 2002-2003. Penatalaksanaan pada pasien gagal jantung

ec demam rematik serangan pertama

meliputi terapi non farmakologi, farmakologi, dan edukasi. Terapi non farmakologi meliputi tirah baring dan diet jantung. Terapi farmakologi untuk gagal jantung meliputi penggunaan obat golongan ACEI dan diuretik. Sedangkan untuk demam rematik meliputi penggunaan anti inflamasi dan antibiotik. Penyampaian edukasi berkaitan dengan prognosis kasus yaitu dubia yang sangat tergantung akan kepatuhan pasien dalam pengobatan antibiotik jangka panjang.

Daftar Pustaka

1. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013

ACCF/AHA Guideline for the

management of heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association task force on practice guidelines. Circulation. 2013; 128: e240-e327. 2. Chronic congestive heart failure: history

& examination [internet]. BMJ Best Practice; 2014 [diakses tanggal 27

September 2015]. Tersedia dari:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractic e/monograph61/diagnosis.html

3. Anderson PS, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. hlm. 613-27.

4. Oesman IN. Gagal jantung. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono, editors. Buku ajar kardiologi anak IDAI. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. hlm. 425-32. 5. Stollerman GH. Rheumatic Fever. Dalam:

Braunwald E, editor. Harrison's principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill Book; 2005. hlm. 1977-79.

6. Wahab AS. Demam rematik akut. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono, editors. Buku ajar kardiologi anak IDAI. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. hlm. 279-316. 7. Levy WC, Mozaffarian D, Linker DT. The

seattle heart faiure model: prediction of survival in heart failure. Circulation. 2006; 113(11): 1424-33.

8. McKee PA. The natural history of

congestive heart failure: the

Framingham study. N Engl J Med. 1971; 285(26):1441-6

9. Sainz AJ. Validity of Framingham criteria as a clinical test for systolic heart failure. Rev Clin Esp. 2006; 206(10):495-8. 10. Panggabean M. Gagal jantung. Dalam:

Panggabean M. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006. hlm. 1583-5. 11. Park MK. Pediatric cardiology for

practitioners. United States: Mosby; 2002.

12. Lindenfeld J, Albert NM, Boehmer JP. Comprehhensive heart failure practice guideline. J Card Fail. 2010; 16(6):e1-194.

13. Karim S, Kabo P. EKG dan

penanggulangan beberapa penyakit

jantung untuk dokter umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.

14. WHO Expert Committee. Rheumatic fever and rheumatic heart disease: WHO technical report series. Geneva: World Health Organization; 2004.

15. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. hlm. 1961-63.

16. Pudjiadi H, Antonius. Pedoman

pelayanan medis IDAI. Jakarta: Binarupa Aksara; 2011.

17. Madiyono B. Tatalaksana masalah kardiologi anak. Jakarta: Sari Pediatri; 1994. hlm. 147-54.

18. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC; 2006.

19. Rothberg MB, Sivalingam SK. The new heart failure diet : lest salt restriction, more micronutrients. J Gen Intern Med. 2010; 25(10):1136-7.

20. Momma K. ACE inhibitors in pediatric patients with heart failure. Paediatr

(7)

21. Cilliers A, Manyemba J, Adler AJ, Solojee H. Anti-inflammatory treatment for carditis in acute rheumatic fever (Review). Cochrane Database Syst Rev. 2003; 5:CD003176.

22. Dajani A, Taubert K, Ferrieri P.

Treatment of acute streptococcal

pharyngitis and prevention of rheumatic fever. Pediatrics. 1995; 96(4 Pt):758-64. 23. Beggs S, Peterson G, Tompson A.

Antibiotic use for the prevention and treatment of rheumatic fever and rheumatic heart disease in children: WHO technical report series. Geneva: World Health Organization; 2008.

24. Hungchi L. Three versus four week administration of benzathine penicillin G: effects on incidence of streptococcal infections and recurrences of rheumatic fever. Pediatrics. 1996; 97(6 Pt2):984-8.

25.

Katzung BG. Farmakologi dasar dan

klinik: basic & clinical pharmacology. Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2008

Referensi

Dokumen terkait

tabaci yang tumbuh di area pertanaman cabai merah menunjukkan bahwa terdapat 27 spesies tanaman inang yang terdiri dari 22 genus dari 13 famili yang meliputi tanaman budidaya

Hasil dari pengujian Eksperimental perbandingan variasi sengkang miring terhadap kuat geser balok beton bertulang, berdasarkan analisa dan pembahasan pada Bab IV dapat

Tugas akhir ini membahas mengenai penaksiran parameter model regresi dengan metode EGEE untuk multiple- random effects pada kasus variabel respon yang berdistribusi Poisson..

Setiap investor mendapatkan persentase dari pendapatan tergantung pada jumlah yang diinvestasikan secara logis. Para manajer account bekerja di pasar dengan modal sesuai

Dari hasil angket berdasarkan variabel Citra merek dengan indikator pertama yaitu kekuatan merek menunjukkan pengaruh terhadap keputusan pembelian ulang karena

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis sumber daya genetik buah-buahan lokal yang ada di Kabupaten Gianyar, menyusun profil sumber daya genetik

1639/DJU/SK/OT01.1/9/2015 untuk melalukan penilaian dan penjaminan mutu pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi seluruh Indonesia sesuai standar sertifikasi

Sedangkan hadis ahad, terlebih ahad yang gharib dari segi kedatangannya (wurud) hanya bersifat bersifat dhanni, yakni diduga kuat berasal dari Nabi SAW. Predikat sebagai hadis