• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT MARASMUS-KWASHIORKOR"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai menjadi dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penih kasih sayang dapat membentuk sumber daya yang sehat, cerdas dan produktif.1

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.1

Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita.2 Secara umum di Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi mikro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi protein. Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk.1

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensigizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.3 Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah dari tahun 2007-2009 mengalami kestabilan yaitu 4%.4

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan berkurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung seperti makanan dan penyakit yang dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya kurang gizi tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang berkurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup tetapi sering menderita

(2)

sakit pada akhirnya menderita gizi kurang.1 Demikian anak yang tidak memperoleh cukup makan daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Faktor tidak langsung antara lain ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai.3

(3)

BAB II

MARASMUS KWASHIORKOR

Definisi

Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan kwashiokor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.5

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi, energi dan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi khusus.” Malnutrisi protein-energi (KEP) berlaku untuk gangguan yang berhubungan dengan marasmus, kwashiokor, dan marasmus-kwashiokor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani “marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus berhubungan dengan asupan yang tidak memadai dari kalori dan ditandai dengan suatu kekurusan. Istilah kwashiorkor diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti “penyakit dari penyapihan”.6 Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933 dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan energi yang wajar. Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor namun tidak ada dalam marasmus. Disebut penyakit penyapihan oleh karena anak yang disapih mendapat kurang perhatian ketika mendapat adik lagi.7

Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/ penyesuaian terhadap kelaparan, sedangkan kwashiokor merupakan respon maladaptive terhadap kelaparan. Anak-anak mungkin datang dengan gambaran beragam antara marasmus dan kwashiokor. Ada juga yang dapat datang dalam bentuk yang lebih ringan dari malnutrisi. Untuk alasan ini Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi protein-kalori (energi) untuk menyatukan istilah dari keduanya.7

Etiologi

Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain.8

(4)

1. Peranan Diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwashiokor, sedangkan pada beberapa anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan merupakan faktor yang terpenting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.8

2. Peranan Faktor Sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan ini didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah : 8

a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal.

b) Pada pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan pada anggota keluarganya yang besar tersebut.

c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, sehingga anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak

(5)

tidak mendapat ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

3. Peranan Kepadatan Penduduk

Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik, di samping kuantitasnya.8

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak, jika di suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang buruk, misalnya di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk yang sangat cepat, sedangkan kwashiokor akan terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat ASI.6

4. Peranan Infeksi

Ada interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi ringan sekalipun mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini sinergis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar.8

5. Peranan Kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974. Dianggap bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP.8

Epidemiologi

Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Food and Agriculture Organization

(FAO) memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar penduduk dunia atau 1 dari

delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk. Sebagian besar (sebanyak 852 juta) diantaranya tinggal di negara-negara berkembang.9

(6)

Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di seluruh dunia. Dilihat dari segi wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi buruk pada anak didominasi Asia, sedangkan 26 persen di Amerika Latian serta Karibia.9

Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada 2013, terdapat 19,6 persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari 5,7 persen balita dengan gizi buruk.9

Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : host (tubuh sendiri), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein.5

Gejala Klinis

(7)

Gambar 1. Manifestasi klinis marasmus

Gambar 2. Marasmus

Pada kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 2 hingga 3 tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat disapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema umumnya di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang membulat dan sembab (sugar baby), pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement

(8)

dermatosis) dan signé de bandera (flag sign) yaitu perubahan warna terang dan gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut serta anemia dan diare.5,8

Gambar 3. Manifestasi klinis kwashiorkor

(9)

Gambar 5. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

Pada marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara marasmus dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U <60% baku Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiokor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiokor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah.5,8

Manifestasi Klinis

Marasmus Kwashiorkor Obesitas

 Pertumbuhan berkurang atau berhenti

 Terlihat sangat kurus  Penampilan wajah seperti

orangtua

 Perubahan mental  Cengeng

 Kulit kering, dingin, mengendor, keriput

 Lemak subkutan

menghilang hingga turgor kulit berkurang

 Otot atrofi sehingga

 Perubahan mental sampai apatis

 Anemia

 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok  Gangguan sistem gastrointestinal  Pembesaran hati  Perubahan kulit  Atrofi otot

 Edema simetris pada kedua punggung kaki,

 Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

 Leher relatif pendek  Dada membusung dengan

payudara membesar  Perut membuncit dan

striae abdomen

 Pada anak laki-laki :

burried penis,

gynecomastia  Pubertas dini

(10)

kontur tulang terlihat jelas  Vena superfisialis tampak

jelas

 Ubun-ubun besar cekung  Tulang pipi dan dagu

kelihatan menonjol

 Mata tampak besar dan dalam

 Kadang terdapat bradikardi

 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya

dapat sampai seluruh tubuh

berbentuk x)

*Manifestasi klinis dari marasmus-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor

Klasifikasi

Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut.

Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP a. Klasifikasi menurut Gomez

Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat.

(11)

b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez

Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa melihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi.

c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi buruk.

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut DepKes (1975)

Klasifikasi Menurut Tipe (Klasifikasi Kualitatif)

(12)

kwarshiorkor dan marasmus-kwarshiorkor. a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust

Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan penentuan gejala klinis maupun laboratorium dan dapat dilakukan oleh para tenaga medis setelah diberi latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila dilakukan pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat membuat diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat badan > 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat badan menjadi < 60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan < 60% dan tidak ada edema, maka penderita tersebut dapat didiagnosa sebagai marasmus dengan menggunakan metode Wellcome Trust.

Tabel 3. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust

b. Klasifikasi Kualitatif menurut McLaren (1967)

McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara seperti ini dikenal sebagai scoring system McLaren.

(13)

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita : 0 – 3 angka = marasmus

4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor 9 – 15 angka = kwarshirkor

Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan laboratorium.

c. Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus- kering), sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat tersebut dapat mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan stunting dalam 3 kategori.

(14)

Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan menggolongkannya sebagai berikut :

Bagi tinggi menurut umur

Tinggi normal : diatas 85% Harvard persentil 50 Tinggi kurang : 70 – 84 % Harvard persentil 50 Tinggi sangat kurang : < 70% Harvard persentil 50 Bagi berat terhadap tinggi

Gizi baik : ≥ 90% Harvard persentil 50

Gizi kurang dan buruk : < 90% Harvard persentil 50

Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, sehingga hanya memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk menkalkulir hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, sehingga dapat dilakukan oleh tenaga paramedik atau sukarelawan setelah mendapat petunjuk seperlunya.

Pemeriksaan Penunjang

WHO merekomendasikan pemeriksaan seperti : gula darah, hemoglobin, pemeriksaan urin dan kultur urin, serum albumin, HIV tes dan elektrolit.6

(15)

Diagnosis

Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya severe wasing (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwahiokor, marasmus, dan marasmus-kwashiokor). Walaupun kondisi klinis pada kwashiokor, marasmus, dan marasmus kwashiokor berbeda tetapi tatalaksananya sama.10,11

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

1) BB/TB <-3SD atau <70% dari median (marasmus)

2) Edema pada kedua punggung kaku sampai seluruh tubuh (kwashiokor : BB/TB > -3SD atau marasmus-kwashiokor : BB/TB <-3SD)

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak di bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema.11,12

Anak-anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.11

Pada setiap anak dengan gizi buruk perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan. 8,11

1) Anamnesis awal (untuk kedaruratan)

 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)

 Kapan terakhir berkemih

 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera. 9

2) Anamnesis lanjutan

Dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya (dilakukan setelah kedaruratan ditangani), yaitu:

 Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit  Riwayat pemberian ASI

(16)

 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir  Hilangnya nafsu makan

 Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru  Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

 Batuk kronik

 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung  Berat badan lahir

 Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain  Riwayat imunisasi

 Apakah ditimbang setiap bulan

 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)  Diketahui atau tersangka infeksi HIV

Penatalaksanaan

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:12

 Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan gizi buruk.

 Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid.

 Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.

 Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

Tabel 6. Tatalaksana Gizi Buruk

(17)

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi 4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit 5. Mengobati infeksi 6. Memperbaiki zat

gizi mikro Tanpa Fe Dengan Fe

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar 9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

(18)

Mineral mix merupakan salah satu komponen dalam pembuatan Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO (Formula 75 dan 100 ) yang digunakan dalam tatalaksana anak gizi buruk untuk memenuhi kekurangan zat gizi mikro pada anak gizi buruk. Sasaran penguna mineral mix adalah anak gizi buruk klinis dan atau antropometri (BB/TB < -3 SD) dan anak gizi buruk paska perawatan. Tiap kemasan/ sachet mineral mix mengandung zat aktif KCl, Tripotasium Citrat, Magnesium Clorida, Zn asetat dan Cuprum sulfat. ReSoMal adalah cairan yang diberikan kepada anak gizi buruk yang menderita diare dan atau dehidrasi. Mineral mix dalam bentuk sachet sudah tersedia di Kementerian Kesehatan untuk penanganan gizi buruk sejak tahun 2008. Dari pengalaman praktisi kesehatan di lapangan antara lain di RSCM Jakarta, RS. Kariadi Semarang, RS. Wahidin Sudiro Husodo Makasar didapatkan bahwa penanganan anak gizi buruk dengan menggunakan mineral mix peningkatan berat badan dan perbaikan klinisnya lebih optimal.13

Cara menggunakan mineral mix :

(19)

Gambar 7. Kebutuhan Larutan Mineral Mix13

Waktu yang dibutuhkan pada fase stabilisasi pada umumnya berlangsung di hari ke 1-7, fase transisi hari ke 8-14, fase rehabilitasi pada minggu ke 3-6 dan fase tindak lanjut minggu ke 7-26. Namun perkiraan waktu tersebut bukanlah keharusan, tetap harus menyesuaikan dengan kondisi klinis anak. Bila mineral mix tidak tersedia, sebagai alternatif untuk membuat 1000 ml ReSoMal atau Formula WHO dapat digunakan KCl sebanyak 2 gram. Dapat juga ditambahkan MgSO4 50% secara intramuskuler 1 x dengan dosis 0,3 ml/kgBB, maksimum 2 ml. 13

Saat ini mineral mix sudah menjadi bagian obat program gizi bersama-sama dengan Tablet Besi dan kapsul vitamin A, yang pengadaannya melalui Kementerian Kesehatan RI. Disamping itu, pengadaan mineral mix dapat dilakukan di daerah.13

10 Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk 1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mg/dl)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose

(20)

10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian.14,15

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh < 36o C)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36oC. Pada keadaan seperti ini, anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain dapat mendekap anak didadanya dan ditutupi dengan selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernapas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh telalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu tubuh melalui dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu tubuh sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali kedalam kondisi hipotermia.14,15,16

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi (Kekurangan Cairan)

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah terdapat riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung,nadi lemah, tangan kanan dan kiri teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:

- Jika anak masih menyusu, teruskan pemberian ASI dan berikan setiap 30 menit sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi khusus untuk KEP disebut ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70 – 100 ml/KgBB dalam 2 jam, atau 5 ml/KgBB tiap 30 menit dalam 2 jam pertama kemudian 5-10 ml/KgBB dalam 4-10 jam berikutnya. Kemudian monitor tanda-tanda vital, diuresis, frekuensi BAB atau muntah. Evaluasi pemberian cairan jika frekuensi nadi dan nafas meningkat.

(21)

4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah dan defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg). Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Pemberian elektrolit dapat dilakukan dengan cara :

- Makanan tanpa diberi garam atau rendah garam.

- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan menambahkan 1 liter air) ditambah 4 gr KCl dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan, berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (Zn, Cuprum, Mangan, Mg, K) dalam bentuk makanan lunak.Contoh makanan sumber mineral: Sumber zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam. Sumber cuprum: daging, hati.Sumber mangan: beras, kacang tanah, kedelai.Sumber magnesium: kacang-kacangan, bayam. Sumber kalium: jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.14

5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda umum yang menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

(22)

Vaksinasi campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan. Sebagai catatan, mengingat pasien KEP berat/ gizi buruk pada umumnya juga menderita infeksi, maka pengobatan dilakukan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi, segera rujuk ke Rumah Sakit Umum. Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidazole 7,5 mg/KgBB setiap 8 jam selama 7 hari, bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit.12

6. Pemberian Makanan pada Balita KEP berat/ Gizi buruk

Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, antara lain fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.

Fase Stabilisasi

Pada fase awal stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa, sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus yang dianjurkan seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco 1⁄2 dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut:14,15

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa - Energi: 100 kkal/kg/hari

- Protein: 1-1,5 gr/kgbb/hari

- Cairan: 130 ml/kgbb/hari (jika edema berat: 100 ml/kgbb/hari)

- Bila anak masih mendapatkan ASI teruskan pemberiannya, dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.

(23)

- Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula dapat lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).

- Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco 1⁄2 dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut pada pipa nasogastrik (dengan keterampilan petugas).

- Pada fase ini jangan diberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hari.

- Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 frekuensi pemberian formula diturunkan setiap jam dan pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diturunkan lagi setiap 4 jam.

- Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke-7 (akhir minggu 1) Pantau dan catat:

- Jumlah yang diberikan dan sisanya - Banyaknnya muntah

- Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja - Berat badan harian

- Selama fase ini, diare secara perlahan-lahan berkurang pada penderita edema, mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik.

7. Perhatikan Masa Tumbuh Kejar Balita ( Catch-up Growth )

Pada fase ini, meliputi fase transisi dan fase rehabilitasi.12 Fase Transisi (minggu ke-2)

- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1,0 gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

(24)

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap hari, sampai hanya sedikit formula yang tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi - Frekuensi nafas

- Frekuensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan frekuensi nafas > 5x/menit dan denyut nadi > 25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti sebelumnya.

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan:

- Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. - Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari.

- Protein 4-6 gr/kgbb/hari.

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan makanan formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk tumbuh kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga. Pemantauan Fase Rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan : - Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. - Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung. - Baik bila kenaikan BB ≥ 50 gr/kgbb/minggu.

(25)

8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke-2). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.12,14

Berikan setiap hari:

- Tambahkan multivitamin lain.

- Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

(26)

Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut :

Tabel 10. Pemberian Pirantel Pamoat

Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea dan keratomalasia.

Gambar 7. Bercak Bitot pada mata

Oleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis sebagai berikut : Tabel 11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis :

(27)

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya diberikan kasih sayang, ciptakan lingkungan yang menyenangkan, lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari, rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh, tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll).12

10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di Rumah

Bila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan, dan aktivitas bermain.14.16

Komplikasi

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:

1. Perkembangan Mental

Menurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.8

2. Noma

Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.8

(28)

Gambar 8. Noma

3. Xeroftalmia

Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-kwashiorkor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah sehingga menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.8

4. Kematian

Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.8

Diagnosis Banding 1. Oedem Anasarka

- Pada sindroma nefrotik dan gagal jantung kanan, terdapat oedema anasarka yaitu udema di seluruh bagian tubuh. Pada awalnya oedem hanya ada pada kelopak mata, namun pada siang hari setelah beraktivitas oedem tersebut akan turun ke pretibial.

(29)

akan tampak sangat kecil. Pada pemberian diuretik tidak berpengaruh.16,17 2. Crazy Pavement Dermatosis

- Pada pellagra merupakan penyakit akibat defisiensi niacin yang merupakan akibat kurangnya niacin (vitamin B3) atau triptofan di dalam diet. Hal ini mengakibatkan adanya kelaian kulit berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas. Kelainan ini terjadi pada kulit yang terkena sinar matahari secara langsung.17

- Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda meluas dan berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini terjadi pada lipatan- lipatan kulit.

Prognosis

Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat gizi buruk/KEP berat.16,17

(30)

BAB III

RANGKUMAN DAN SARAN

Rangkuman

Kurang Energi-Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau defisiensi protein dan energi baik secara kualitatif atau kuantitatif yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan proses infeksi. Pada KEP terdapat faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi dan kemiskinan. Dalam penatalaksanaannya harus ketat dan berkesinambungan. Tatalaksana yang digunakan adalah dengan menggunakan 10 Langkah Tatalaksana KEP berat. Pada anak yang gizi buruk, mudah terserang penyakit infeksi seperti diare, cacingan, dan TB paru.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Winick dan Rosso mengatakan pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Penelitian lain oleh Karyadi juga mengatakan terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, defisit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Prognosis KEP berat tergantung dari cepat atau tidaknya seorang anak yang menderita KEP diobati, karena semakin lama anak tidak diobati maka prognosisnya makin buruk.

Saran

Penderita gizi buruk biasanya berada di daerah pedesaan, meskipun mempunyai lahan yang luas untuk bercocok tanam atau beternak namun hasil tersebut lebih diutamakan untuk dijual terutama hasil panen yang baik, sehingga orang-orang desa tersebut hanya memakan makanan dari hasil kebun namun yang berkualitas sangat buruk atau hampir busuk. Oleh

(31)

Di daerah perkotaan juga tidak luput dari kejadian gizi buruk. Hal ini mungkin dikarenakan malasnya penduduk kota untuk mengolah makanan secara sehat dan lebih memilih makanan cepat saji. Oleh karena itu, masyarakat kota terutama yang memiliki kegiatan dalam bidang kesehatan sebaiknya mendirikan pos pemulihan gizi. Dimana pada pos tersebut ibu-ibu didaerah yang terlibat diajarkan untuk membuat makan yang sehat dan padat gizi yang dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar.

Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmas-puskesmas maupun pusat kseshatan lain yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga teruama anak-anak, sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah mungkin.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sururi M. Penanggulangan Gizi Buruk. 2006. Available at: http://www.dinkespurworejo.go.id. Accessed March 23, 2006.

2. Müller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ • AUG. 2, 2005;173(3)279. CMA Media Inc. or its licensors.

3. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14]. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html.

4. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14]. Available from: http://www.docstoc.c om/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro.

5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nutritional Requirements in Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Edition. United States of America. 2004. Page : 153-190.

6. World Health Organization. Protein-Energy Malnutrition. Mother and Child Nutrition in the Tropics and Subtropics. Management of the child with a serious infection or severe malnutrition. Geneva, 2000. Page : 239-252.

7. Program Perbaikan Gizi Makro. Available at: http://www.dinkes.go.id. Accessed 2006.

8. Pudjiadi S. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak. 4th Ed. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137. 9. 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk. Available at:

http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/01/1-dari-8-penduduk-dunia-mengalami-gizi-buruk. Accessed June 22nd, 2015.

10. World Health Organization. Chapter 7: Severe malnutrition. Management Of The Child With A Serious Infection Or Severe Malnutrition. Guidelines for care at the first-referral level in developing countries. Geneva, 2000. Page : 80-91.

(33)

14. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2016, Januari 10). Available at: http://www.Files-of-DrsMed.tk

15. Pedoman Gizi. [cited at 2016, Januari 10]. Available at: http://gizi.depkes.go.id/pedoman- gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt.doc 16. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website]. April 2,

2010 [cited 2016, Januari 10]. Available at: http://www.pnpm-perdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20-%20draft %20finish.pdf

17. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari , 2010

(cited 2016, Januari 10). Available at:

http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan %202010%20pdf/NUTRISI% 20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf

Gambar

Gambar 1. Manifestasi klinis marasmus
Gambar 3. Manifestasi klinis kwashiorkor
Gambar 5. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor
Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut Gomez
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seorang tenaga kesehatan mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai. Keadaan

Tabel II.2.. Sedangkan Kepadatan penduduk yang paling padat di Kecamatan Ngampilan dengan luas wilayah 0,82 Km2, jumlah penduduknya 16.429 dengan kepadatan

Kelainan yang nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya hemoroid interna Kadang terdapat lebih dari satu trombus.. Keadaan ini

Kelainan yang nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya hemoroid interna Kadang terdapat lebih dari satu trombus.. Keadaan ini

Pada pemeriksaan lab penderita hipertiroid ringan terdapat kelainan yang sedikit, karena itu dapat menyulitkan dalam mendiagnosanya, pada keadaan ini ada 2 pemeriksaan yang

Anemia adalah suatu keadaan di mana terjdi penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai

Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan secara masif dalam jumlah yang bisa mencapai 70% dari volume darah awal dalam 3 menit karena konsentrasi elektrolit di

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan