• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN

KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA

SHALATI FEBJISLAMI

A24080035

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(2)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA

Morphological Characterization of flowers, fruit and fruit quality three genotypes of hybrid papaya

Shalati Febjislami1, Ketty Suketi2, Rahmi Yunianti2

1

Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2

Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract

This research was conducted from January-June 2012 at Teaching Farm Tajur and Postharvest Laboratory Baranang Siang, PKHT-IPB-Bogor. The objective of this research was to study the morphological characters of flowers, fruit, and fruit quality of three genotypes of hybrid papaya IPB H91, IPB H93, and IPB H39. The parameters were the qualitative and quantitative character of flowers and fruit, physical and chemical quality of fruit and organoleptic test. The result of the research showed that three genotypes of hybrid papaya had different superior characters. IPB H91 had long flower stalks, a high flower number per stem and fruits, high fruit flesh weight, edible portion, and flesh thickness, hard flesh firmness, and low total titrated acid. IPB H93 had many high flower number, low seed number per fruits and high total soluble solid. IPB H39 had short distance between the segment, hard fruit peel firmness and high vitamin C content. Organoleptic test showed that IPB H39 had shape and taste more preferred by panelist. IPB H91 can be alternative to get hybrid papaya because had more superior characters at generative phase than other genotype.

Keywords: Characterization, fruit quality, morphology of flower and fruit, hybrid papaya.

(3)

RINGKASAN

SHALATI FEBJISLAMI. Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida. (Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan RAHMI YUNIANTI).

Percobaan dilakukan untuk mengetahui karakter morfologi bunga, buah dan kualitas buah tiga genotipe pepaya hibrida yaitu IPB H91, IPB H93 dan IPB H39. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2012 di Teaching Farm Kebun Buah Tajur dan Laboratorium Pasca Panen Pusat Kajian Hortikultura Tropika-IPB (PKHT-IPB), Bogor.

Pengamatan dilakukan pada populasi tanaman yang terdapat di lapangan saat tanaman telah berumur delapan bulan setelah tanam (BST), sampai panen buah menurut stadia kematangan buah masing-masing genotipe. Parameter yang diamati yaitu: karakter kualitatif dan kuantitatif bunga serta buah, kualitas fisik dan kimia buah, serta uji organoleptik.

Hasil percobaan menunjukkan ketiga genotipe hibrida memiliki keunggulan karakter yang berbeda-beda. Genotipe IPB H91 memiliki keunggulan tangkai bunga yang panjang serta jumlah bunga per buku dan buah yang banyak, bobot daging buah, persentase bagian yang dapat dimakan (BDD) dan tebal buah yang besar, daging buah yang keras dan asam tertitrasi total (ATT) yang rendah. Genotipe IPB H93 memiliki keunggulan jumlah bunga yang banyak, jumlah biji per buah yang sedikit dan nilai padatan terlarut total (PTT) yang tinggi. Genotipe IPB H39 memiliki keunggulan jarak antar ruas bunga yang pendek, kulit buah yang keras dan kandungan vitamin C yang tinggi. Hasil uji organoleptik juga menunjukkan genotipe IPB H39 memiliki bentuk dan rasa yang lebih disukai oleh panelis. Genotipe IPB H91 dapat dijadikan alternatif untuk memperoleh tanaman pepaya hibrida karena memiliki banyak karakter unggul pada fase generatifnya daripada kedua genotipe lainnya.

(4)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN

KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SHALATI FEBJISLAMI

A24080035

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(5)

Judul : KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH

DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA

HIBRIDA.

Nama : SHALATI FEBJISLAMI

NIM : A24080035

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi. (Almh)

NIP. 19610913 198601 2 001 NIP. 19720617 199702 2 002

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 2 Februari 1990 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Arizal dan Ibu Elismar. Penulis memasuki pendidikan formal pertama pada tahun 1996 di SD Negeri 35 Tigo Alua, Canduang dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Kamang Magek. Penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Tilatang Kamang pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis mengambil Minor Arsitektur Lanskap pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Cyber Astra Astri Organizer (Cybertron) periode 2008-2009 sebagai anggota, Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) periode 2008-2009 sebagai anggota, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian periode 2009-2010 sebagai anggota, dan organisasi mahasiswa daerah Perhimpunan Alumni SMA Tilatang dan Kamang (PRIMASISTA) sebagai anggota.

Penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya panitia Masa Perkenalan Mahasiswa Baru 46 “MPKMB 46” tahun 2009, panita Festival Tanaman (FESTA) ke-32 tahun 2011, panitia Seminar dan Simposium Bersama 2012 serta panitia Seminar Bioteknologi 2012. Penulis juga mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang kewirausahaan periode 2011-2012. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Pembiakan Tanaman, Dasar-dasar Hortikultura, Teknik Budidaya Tanaman dan Tanaman Buah pada tahun 2012. Penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) sejak tahun 2008 hingga 2012.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian karakterisasi morfologi bunga, buah dan kualitas buah tiga genotipe pepaya hibrida ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui karakter dan keunggulan dari pepaya hibrida yang sedang dikembangkan. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperolah gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dan saran dalam kegiatan penelitian ini:

1. Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. dan Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi. (Almh) yang telah bersedia untuk menjadi dosen pembimbing penulis.

2. Dr. Ir. Winarso D. Widodo MS. dan Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. sebagai dosen penguji atas masukan dan sarannya untuk perbaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa studi.

4. Sulassih, SP. MSi. dan Mbak Pipit sebagai staf laboratorium dan Mas Awang dan Pak Ade sebagai staf lapang Pusat Kajian Hortikultura Tropika yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

5. Kepada kedua orang tua yang telah tulus memberikan dorongan baik moril maupun materiil, penulis ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. 6. Rista, Izza, Cucun, Mia, Bunga, Susi, Wulandari, Wulan, Eta, Bayu, Kak

Arif, teman-teman OMDA PRIMASISTA dan seluruh rekan-rekan INDIGENOUS 45 yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan, do’a dan semangatnya.

Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4

Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya ... 4

Taksonomi dan Botani Pepaya ... 4

Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya ... 6

Pemuliaan Tanaman Pepaya ... 8

Varietas Hibrida Pepaya ... 9

Kualitas Buah Pepaya ... 11

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Kondisi Umum ... 18

Karakter Kualitatif Bunga ... 19

Karakter Kuantitatif Bunga ... 20

Karakter Kualitatif Buah ... 23

Karakter Kuantitatif Buah ... 24

Uji Kualitas Fisik Buah ... 25

Uji Kualitas Kimia Buah... 27

Uji Organoleptik ... 28

KESIMPULAN ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Deskripsi karakter kualitatif bunga ... 19

2. Karakter kuantitatif bunga ... 21

3. Jumlah bunga, buah dan persentase bunga menjadi buah selama 10-13 BST ... 22

4. Deskripsi karakter kualitatif buah... 23

5. Panjang buah (P), diameter buah (D) dan nisbah P/D buah ... 24

6. Bobot biji per buah, bobot 100 biji dan jumlah biji perbuah ... 25

7. Bobot buah utuh, bobot daging buah dan persentase bagian yang dapat dimakan ... 26

8. Tebal daging buah, lebar rongga tengah dan kekerasan kulit dan daging buah ... 27

9. Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), kadar keasaman sari buah (pH) dan Vitamin C ... 28

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Serangan lalat buah (a), penyakit busuk akar dan pangkal batang

(b) dan penyakit antraknosa (c) ... 18 2. Keragaan karakter kualitatif bunga pada ketiga genotipe pepaya

hibrida ... 20 3. Bunga hermaprodit ketiga genotipe pepaya hibrida ... 21 4. Keragaan buah ketiga genotipe pepaya hibrida saat 13 BST ... 22 5. Bentuk dan rongga tengah buah serta warna kulit dan daging buah . 24

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi pepaya varietas IPB 1 (Arum Bogor) ... 35

2. Deskripsi pepaya varietas IPB 3 (Carisya)... 35

3. Deskripsi pepaya varietas IPB 9 (Callina) ... 36

4. Bentuk buah hermaprodit ... 38

5. Bentuk pangkal buah ... 39

6. Bentuk dominan rongga tengah ... 39

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba dari family Caricaceae. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tropika yang berasal dari persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dan sekarang tersebar luas di seluruh daerah tropika dan subtropika di seluruh dunia (Villegas, 1991). Indonesia yang merupakan salah satu daerah tropika, hampir di seluruh daerahnya terdapat tanaman pepaya. Buah pepaya banyak disukai oleh masyarakat karena memiliki rasa yang manis dan mengandung banyak nutrisi dan vitamin. Menurut Samson (1980) buah pepaya mengandung 10% gula, vitamin A dan vitamin C. Menurut Villegas (1991) kandungan gula utamanya adalah sukrosa 48.3%, glukosa 29.8% dan fruktosa 21.9%. Perkiraan kandungan vitamin A 450 mg dan vitamin C 74 mg dari 100 g bagian yang dapat dimakan.

Pepaya tergolong tanaman tidak bermusim sehingga buahnya tersedia setiap saat, harganya juga relatif murah dan terjangkau. Berdasarkan data BPS (2012) produksi buah pepaya pada tahun 2010 adalah sebesar 675,801 ton dan pada tahun 2011 sebesar 958,251 ton sehingga angka produksi pada tahun 2011 lebih tinggi dari tahun 2010. Total produksi pepaya pada tahun 2011 menempati urutan ke-6 dalam produksi buah-buahan di Indonesia setelah pisang, mangga, jeruk, nanas dan salak dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung dan Nusa Tenggara Timur.

Peningkatan produksi pepaya tentunya berkaitan dengan tingginya permintaan dari konsumen. Tingginya permintaan konsumen terhadap pepaya dipengaruhi oleh kesadaran untuk mengkonsumsi buah-buahan sebagai sumber zat gizi berupa vitamin dan mineral sebagai dampak dari tingkat pemahaman dan kemampuan daya beli masyarakat yang juga meningkat. Seiring dengan meningkatnya tingkat pemahaman masyarakat juga terjadi pergeseran tren konsumsi buah khususnya pepaya di masyarakat. Pergeseran tren konsumsi pepaya di masyarakat menyebabkan pepaya yang akan dikonsumsi dituntut memiliki kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan keinginan konsumen.

(13)

2 Awalnya dulu orang menyukai pepaya yang berukuran besar karena bisa dimakan bersama-sama dengan keluarga. Seiring dengan perubahan jumlah keluarga inti yang semakin sedikit, menyebabkan pepaya berukuran besar mulai kurang disukai karena kalau tidak habis sekali makan, harus disimpan dalam lemari pendingin yang nantinya menyebabkan kesegarannya berkurang. Sekarang orang cenderung menyukai pepaya berukuran kecil-sedang karena lebih praktis mengkonsumsinya yaitu hanya menggunakan sendok dan kontak dengan tangan hanya sedikit. Buah pepaya tersebut juga lebih sesuai dengan kapasitas konsumsi buah seseorang. Buah pepaya berukuran kecil-sedang dapat habis sekali makan dan pas untuk konsumsi satu orang karena menurut Sobir (2009) kemampuan rata-rata manusia untuk mengkonsumsi buah, yaitu 200-300 g bahan segar untuk sekali makan.

Langkah yang dapat ditempuh untuk mendapatkan tanaman pepaya yang sesuai dengan keinginan konsumen tersebut adalah melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan pemuliaan tanaman bisa dirakit tanaman yang nantinya akan menjadi varietas unggul. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2006) melalui pemuliaan, diharapkan akan diperoleh kultivar pepaya unggul baru dengan sifat-sifat yang diinginkan seperti produktivitas tinggi, berumur genjah (cepat berbuah), ukuran buah sesuai dengan selera konsumen, rasa manis, serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Salah satu varietas unggul yang dapat dihasilkan adalah berupa tanaman hibrida. Tanaman hibrida didapatkan dari serangkaian kegiatan pemuliaan. Menurut Carsono (2008) proses kegiatan pemuliaan diawali dengan (i) usaha koleksi plasma nutfah sebagai sumber keragaman, (ii) identifikasi dan karakterisasi, (iii) induksi keragaman, misalnya melalui persilangan ataupun dengan transfer gen, yang diikuti dengan (iv) proses seleksi, (v) pengujian dan evaluasi, (vi) pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas. Teknik persilangan yang diikuti dengan proses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam inovasi perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh kultivar introduksi, teknik induksi mutasi dan mutasi spontan yang juga menghasilkan beberapa kultivar baru.

(14)

3 Tanaman hibrida yang diperoleh dari hasil pemuliaan tidak bisa langsung dilepas begitu saja, tetapi perlu diseleksi terlebih dahulu. Sebelum diseleksi tanaman hibrida tersebut perlu dikarakterisasi lagi. Tujuannya untuk mempelajari keragaan morfologinya baik pada fase vegetatif maupun generatif serta kualitasnya. Tanaman pepaya hibrida yang digunakan pada penelitian ini merupakan tanaman dari penelitian Chairunnisa (2012) yang melakukan pengujian pertumbuhan tiga genotipe pepaya hibrida pada fase vegetatif. Tanaman pepaya yang diuji merupakan hasil dari pemuliaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT). Tanaman pepaya tersebut yaitu genotipe IPB H91, IPB H93 dan IPB H39. Hasilnya menunjukkan genotipe IPB H91 dapat dijadikan alternatif dalam memperoleh hibrida karena memiliki lebih banyak karakter unggul pada fase vegetatif. Penelitian selanjutnya dilakukan untuk melakukan karakterisasi morfologi tanaman pepaya hibrida tersebut pada fase generatif.

Hasil karakterisasi pada tanaman hibrida ini nantinya diharapkan dapat mempermudah penyeleksian tanaman yang memiliki sifat sesuai dengan ideotipe yang diinginkan konsumen. Menurut PKBT (2002) kriteria (ideotipe) buah pepaya yang diinginkan konsumen untuk konsumsi buah segar antara lain memiliki rasa manis, bentuk buah oval atau lonjong, kulit buah halus, bobot buah berkisar 0.5-1.0 kg (kecil-medium), daging buah renyah dengan warna jingga dan rongga buah kecil.

Tujuan

Tujuan penelitian adalah melaksanakan karakterisasi terhadap morfologi tiga genotipe pepaya hibrida pada fase generatif. Pelaksanaan karakterisasi dikhususkan untuk mengetahui keragaan morfologi bunga, buah dan kualitas buah tiga genotipe pepaya hibrida.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya

Genus Carica merupakan tanaman asli Amerika tropika yang berasal dari persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dari Amerika tropika dibawa ke Karibia dan Asia Tenggara selama eksplorasi Spanyol di abad ke-16. Penyebaran pepaya berlangsung dengan cepat ke India, Oceania, Afrika dan sekarang tersebar luas di seluruh area tropis dan subtropis di dunia (Villegas, 1991). Genus Carica merupakan salah satu dari empat genus yang ada dalam family Caricaceae. Family Caricaceae merupakan tanaman dikotil yang terdiri dari empat genus: tiga asli dari Amerika tropika (Carica, Jarilla, Jacaratica) dan satu, Cylicomorpha, dari Afrika tengah (Nakasone dan Paull, 1998).

Genus Carica memiliki 21 spesies, namun hanya tiga spesies yang memiliki nilai penting secara hortikultura, yaitu Carica papaya L. (Nakasone dan Paull, 1998), C. candamarcensis Hook dan C. monoica (Morton, 1987). Spesies yang diketahui telah dibudidayakan di Indonesia diantara ketiga spesies tersebut hanya dua spesies, yaitu C. papaya L. dan C. candamarcensis Hook (yang disebut juga pepaya gunung (mountain papaya)) (Syukur et al., 2012).

Taksonomi dan Botani Pepaya

Pepaya merupakan tanaman berbentuk pohon, memiliki tinggi 2-10 m dan biasanya tidak bercabang. Jika terjadi pelukaan terkadang dapat memiliki cabang. Seluruh bagian tubuh mengandung getah putih. Batangnya berbentuk tabung, dengan diameter 10-30 cm, berongga, dengan parutan daun yang menonjol ke dalam batang dan jaringannya kenyal berserat. Daun tersusun melingkar, terkumpul di dekat pucuk. Panjang petiol mencapai 1 m, berongga, berwarna kehijauan atau hijau keunguan (Villegas, 1991).

Bunga pepaya muncul pada bagian pangkal daun dan tipe pembungaan tergantung pada jenis kelamin pohon (Nakasone dan Paull, 1998). Pepaya memiliki tiga tipe bunga, yaitu bunga jantan (staminate), bunga betina (pistillate), bunga lengkap atau hermaprodit (bisexual) (Rukmana, 1994). Bunga jantan hanya mempunyai benang sari. Bunga-bunga jantan membentuk rangkaian berupa malai

(16)

5 dengan panjang 25-100 cm, tergantung dan tidak bertangkai. Kelopaknya seperti cawan, berukuran kecil dan bergerigi lima. Mahkota berbentuk seperti terompet, panjangnya 2.5 cm dengan lima cuping yang melebar dan berwarna kuning muda. Bunga memiliki 10 benang sari yang terdapat pada dua seri atau lingkaran yang terhubung dengan cuping mahkota (Villegas, 1991). Bunga jantan biasanya tidak menghasilkan buah, kalaupun ada kecil menggantung, sehingga sering disebut buah gandul atau pepaya gantung (Kalie, 2008).

Bunga betina hanya diproduksi oleh pohon betina, pada tangkai bunga pendek sepanjang 4-6 cm (Nakasone dan Paull, 1998). Bunga betina hanya mempunyai putik. Ketika kuncup memiliki ciri khas berupa bentuk yang menggelembung di pangkalnya. Bunga betina umumnya muncul sendiri (soliter) atau beberapa kuntum (majemuk) berada pada satu payung menggarpu. Panjang bunga betina sekitar 3.5-5 cm. Kelopaknya berbentuk seperti cawan, berwarna hijau muda dengan panjang 3-4 mm dan memiliki lima gigi yang sempit. Bunganya tersusun dari lima daun mahkota yang hampir lepas. Daun mahkota berbentuk lanset, melilit, berdaging dan berwarna kuning. Bakal buah berbentuk lonjong (oblong), panjangnya 2-3 cm memiliki rongga pusat dan bakal biji yang banyak. Kepala putik berjumlah lima buah dan berbentuk kipas. Buah yang terbentuk dari bunga betina biasanya membulat dan daging buahnya tipis sehingga kurang bernilai ekonomi (Samson, 1980; Villegas, 1991).

Bunga hermaprodit memiliki putik dan benang sari. Bunga hermaprodit memiliki dua tipe yaitu tipe elongata dan tipe pentandria. Tipe elongata, memiliki bunga-bunga yang berkelompok, bertangkai pendek dan sebagian daun mahkota yang menyatu. Bunga memiliki 10 benang sari dalam dua seri dan bakal buah (ovarium) yang memanjang. Buah yang terbentuk biasanya memiliki bentuk memanjang sesuai ciri varietas, besar dan daging buahnya tebal. Tipe pentandria, bunganya mirip seperti bunga betina tetapi mempunyai lima benang sari. Mahkota bunga berjumlah lima helai, terlepas satu sama lain, sedangkan di bagian bawahnya bersatu dan melekat pada bakal buah. Bakal buah berbentuk bulat dengan tepi beralur lima. Benang sari bertangkai pendek, terletak di antara mahkota bunga dan bakal buah, melekat pada bakal buah atau pada tempat mahkota bunga menjadi satu. Bunga ini diduga muncul pada musim kemarau atau

(17)

6 bila ada waktu kering lebih dari 10 hari di musim penghujan. Buah yang dihasilkan berbentuk bulat atau bulat telur dengan tepi beralur (Kalie, 2008; Sujiprihati dan Suketi, 2009).

Bunga antara (intermediet) dan bunga rudimenter juga terbentuk. Bunga antara memiliki lima daun mahkota, ada yang terlepas sampai dasar dan ada pula yang melekat 3

4 dari bakal buah. Memiliki 2-10 benang sari yang tata letaknya bermacam-macam. Bunga jenis ini menghasilkan buah dengan bentuk yang tidak beraturan. Bunga rudimenter memiliki bentuk menyerupai bunga elongata, tetapi tidak memiliki bakal buah sehingga tidak menghasilkan buah. Bunga ini muncul di musim kemarau atau saat tanaman mengalami kekeringan (Storey, 1969).

Proporsi dan jenis bunga yang dihasilkan dapat bervariasi pada pohon yang sama, tergantung pada usia dan kondisi lingkungan (Villegas, 1991). Stamen karpeloid terekspresi di bawah suhu yang dingin, dengan peningkatan yang parah pada temperatur rendah saat 40 hari sebelum antesis. Suhu di bawah 170C dapat menyebabkan bunga karpeloid muncul hingga 100% pada tipe pepaya kecil (Nakasone dan Paull, 1998).

Buah pepaya berdaging, berbentuk bulat telur (oblong) hingga bulat atau piriform. Buahnya memiliki panjang 7-30 cm dengan berat bisa mencapai 10 kg. Kulitnya tipis, halus, berwarna kekuningan atau kuning pada saat matang. Ketebalan daging buah berkisar 1.5-4 cm, berwarna putih ketika masih muda, berwarna kekuningan atau jingga saat matang, dengan rasa manis dan rongga tengah memiliki lima siku. Biji berbentuk bulat, berdiameter 5 mm, hitam atau kelabu, banyak dan melekat dalam lima baris pada dinding dalam ovarium serta dilapisi sarkotesta bergelatin (Villegas, 1991; Nakasone dan Paull, 1998).

Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya secara umum dapat tumbuh optimal di ketinggian 200-500 m dpl. Pada ketinggian di atas 200-500 m dpl, pertumbuhan pepaya menjadi lambat dan rasa buahnya menjadi kurang manis. Selain mempengaruhi rasa, pepaya yang ditanam di dataran tinggi juga mudah terserang penyakit karena kondisi kelembapan udara yang relatif tinggi (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Ketinggian tempat mempengaruhi kecepatan berbunga, ukuran dan kualitas buah

(18)

7 yang dihasilkan. Semakin rendah ketinggian lokasi lahan, semakin cepat tanaman pepaya berbunga. Sebaliknya semakin tinggi ketinggian lokasi lahan, mengakibatkan peningkatan bobot buah pada pepaya tipe kecil. Selain itu juga menyebabkan warna daging buah menjadi lebih terang (pudar) dan tingkat kemanisan buah berkurang (Sobir, 2009).

Tanaman pepaya dapat berproduksi secara optimal pada suhu 25-300C (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Tanaman pepaya tergolong sensitif terhadap perubahan suhu. Temperatur lingkungan dibawah 120C selama beberapa jam pada malam hari berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Jika suhu lingkungan di atas 350C terdapat kecenderungan perubahan ekspresi seks dari bunga hermaprodit menjadi bunga jantan atau betina. Selain itu juga bisa menurunkan hasil fotosintesis sehingga ukuran buah yang dihasilkan akan lebih kecil dari ukuran buah normal sesuai dengan potensi varietasnya (Sobir, 2009).

Tanaman pepaya cocok ditanam pada daerah dengan curah hujan 1.000-2.000 mm/tahun dengan bulan kering (CH<60 mm) 3-4 bulan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Jika terdapat 6 bulan dengan curah hujan rata-rata 100 mm tanpa tambahan irigasi juga sudah menjadikan lingkungan tumbuh yang optimal. Kelembaban udara yang dibutuhkan relatif minim, yaitu sekitar 66%. Pepaya tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, berdrainase baik dan kaya bahan organik dengan pH terbaik berkisar antara 5.5-6.5. Tanah lumpur berporous atau lumpur berpasir sangat dianjurkan untuk pepaya (Nakasone dan Paull, 1998).

Tanaman pepaya termasuk tanaman yang sensitif terhadap kekurangan dan kelebihan air. Kelebihan air akibat genangan dapat menyebabkan akar menjadi busuk dan mudah terserang penyakit akar sehingga tanaman menjadi layu dan mati. Kekurangan air pada masa vegetatif bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal. Bila tanaman kekurangan air pada masa generatif dapat menyebabkan tanaman hermaprodit menghasilkan bunga pentandria (bunga dengan 5 benang sari pada dasar pangkal buah) yang juga akan menghasilkan buah pentandria. Kekurangan air pada masa generatif juga dapat menimbulkan kerontokan bunga dan buah sehingga menyebabkan skip pada buah atau ketiadaan buah pada batang. Hal ini menyebabkan produksi dan mutu buah menurun (Sujiprihati dan Suketi, 2009).

(19)

8 Perkebunan pepaya harus di lokasi terlindung dan dikelilingi oleh penahan angin. Angin kencang sangat merugikan, terutama pada tanah yang tidak dapat menopang kehilangan transpirasi yang besar (Villegas, 1991). Tanaman pepaya harus terhindar dari terpaan angin dengan kecepatan 64 km/jam, terutama jika tanah terguyur hujan. Kemungkinan besar terjadi kerusakan yang parah pada daun, walaupun tanaman memiliki perakaran yang baik. Tiupan angin yang kencang dapat menyebabkan keguguran bunga dan buah muda serta rendahnya kandungan bahan padat terlarut total dalam buah yang matang (Nakasone dan Paull, 1998).

Pemuliaan Tanaman Pepaya

Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah perpaduan antara seni (art) dan ilmu (science) dalam merakit keragaman genetik suatu populasi tanaman tertentu menjadi lebih baik atau unggul dari sebelumnya. Tujuan pemuliaan tanaman adalah memperoleh atau mengembangkan varietas agar berdaya hasil tinggi, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik, berkualitas baik dan mempunyai nilai estetik. Pemulia tanaman harus menyusun ideotipe varietas yang akan dikembangkan, dalam rangka mencapai tujuan program pemuliaan tersebut,. Ideotipe merupakan karakter-karakter ideal yang menunjang produktivitas tinggi (Syukur et al., 2012).

Kegiatan pemuliaan diawali dengan eksplorasi, introduksi dan koleksi plasma nutfah. Koleksi plasma nutfah yang telah ditanam dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologinya. Koleksi tersebut kemudian diseleksi untuk membentuk populasi dasar yang akan digunakan untuk program pemuliaan (PKBT, 2002). Hasil seleksi diharapkan dapat memperbaiki satu atau beberapa karakter yang diinginkan. Karakter tersebut biasanya tersebar di beberapa genotipe, sehingga perlu diperluas keragaman genetiknya agar seleksi berikutnya lebih efektif. Perluasan keragaman genetik dapat dilakukan melalui persilangan (hibridisasi), mutasi, fusi protoplas dan rekayasa genetik. Seleksi kembali dilakukan berdasarkan tipe penyerbukan tanaman setelah perluasan keragaman genetik. Tanaman menyerbuk sendiri akan menghasilkan varietas berupa galur murni, sedangkan tanaman menyerbuk silang akan menghasilkan varietas hibrida

(20)

9 dan bersari bebas (open pollinated/OP). Hasil seleksi yang tidak melewati proses perluasan keragaman genetik, bisa dilepas menjadi varietas baru. Varietas yang dihasilkan biasanya varietas lokal. Langkah berikutnya setelah seleksi adalah evaluasi dan pengujian untuk menentukan varietas tersebut layak untuk dilepas dan diperbanyak (Syukur et al., 2012).

Pepaya termasuk tanaman menyerbuk silang (Samson, 1980) sehingga varietas yang ingin dihasilkan salah satunya adalah varietas hibrida. Varietas hibrida diperoleh melalui kegiatan hibridisasi. Menurut Poespodarsono (1988) hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Hibridisasi pada tanaman menyerbuk silang biasanya digunakan untuk menguji potensi tetua atau pengujian hibrid vigor dalam rangka pembentukan varietas hibrida.

Varietas Hibrida Pepaya

Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau lebih tetua (galur murni) yang mempunyai karakter unggul. Benih varietas ini selalu harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman benih varietas hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2. Varietas hibrida pertama kali secara komersial dikembangkan untuk tanaman jagung (Poespadarsono, 1988). Tanaman lain yang dikembangkan sebagai varietas hibrida yaitu mentimun, tomat, bawang, wortel dan bit (Allard, 1995). Keunggulan hibrida dikaitkan dengan peristiwa heterosis. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai kisaran kedua tetuanya (Poespadarsono, 1988).

Persilangan yang dilakukan pada tanaman pepaya untuk memperoleh tanaman hirida harus disesuaikan dengan ekspresi seks pepaya. Menurut Samson (1980) ekspresi seks pepaya dikendalikan oleh tiga alel, yaitu M1, M2 dan m. Genotipe M1m akan membentuk tanaman pepaya jantan, M2m akan membentuk tanaman pepaya hermaprodit dan genotipe mm akan membentuk tanaman pepaya betina. Kombinasi gen-gen dominan, seperti M1M1, M2M2 dan M1M2 menyebabkan tanaman letal atau mati. Menurut Sobir (2009) jika ingin

(21)

10 mendapatkan tanaman dengan peluang berbunga lengkap (hermaprodit) tinggi, harus dipastikan diperoleh dari hasil persilangan bunga lengkap dengan bunga lengkap karena peluangnya mencapai 2

3 dari total biji yang dihasilkan.

Hal yang pertama dilakukan dalam proses persilangan buatan pepaya adalah mencari pohon pepaya pada populasi galur murni yang berbunga terus menerus untuk dijadikan sebagai tetua. Bunga yang dipilih sebagai tetua betina sebaiknya bunga hermaprodit yang bakal buahnya elongata yang sudah hampir mekar dan terletak pada ujung bunga majemuk. Bunga hermaprodit tersebut diemaskulasi atau dibuang serbuk sarinya. Bunga lain yang terdapat dibawahnya juga dibuang. Sumber polen diambil dari bunga jantan yang belum membuka dan sudah berwarna putih. Polen dikumpulkan dalam wadah. Penyerbukan buatan dilakukan menggunakan kuas kecil untuk mengoleskan polen ke kepala putik. Bunga betina yang telah diserbuki diisolasi menggunakan kantong kain atau kertas. Penanda bunga yang telah disilangkan menggunakan label yang berisi informasi tetua betina, tetua jantan dan tanggal penyerbukan buatan yang digantung pada tangkai bunga (Syukur et al., 2012)

Pembentukan populasi pemuliaan pepaya di Indonesia telah dimulai oleh BPTP Malang pada tahun 1992. Seleksi dan evaluasi hibrid F1 dilaksanakan pada tahun 1993-1995 di Wajak, Malang. Tahun 1997, seleksi dilanjutkan dan tahun 1999 dilepas varietas Sari Rona yang merupakan inbreed generasi ketiga dari persilangan varietas Meksiko x Dampit (Syukur et al., 2012). PKBT telah menghasilkan beberapa genotipe pepaya hibrida dimulai pada tahun 2004. Beberapa genotipe tersebut diantaranya genotipe IPB1 x IPB5, IPB1 x PB174 dan IPB10 x Str 6-4. Awal tahun 2005 untuk mengetahui karakter tanaman yang dihasilkan, benih genotipe tersebut ditanam untuk mengetahui penampilannya (progeny test). Hasilnya menunjukkan genotipe IPB10 x Str 6-4 dapat menjadi alternatif persilangan yang memiliki tanaman yang kerdil (dwarf) (PKBT, 2004).

Karakterisasi pepaya hibrida menurut Muliyani (2010) pada pepaya IPB H39, IPB H19, IPB H14, IPB H35 dan IPB H59 menunjukkan genotipe IPB H59 merupakan genotipe yang memiliki perbedaan karakter paling besar baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Genotipe IPB H14 dan IPB H59 merupakan pasangan genotipe yang memiliki persentase tingkat kemiripan paling besar.

(22)

11 Penelitian yang dilakukan pada pepaya hibrida IPB H91, IPB H93 dan IPB H39 oleh Chairunnissa (2012) menunjukkan genotipe IPB H91 dapat dijadikan alternatif dalam memperoleh hibrida karena memiliki lebih banyak karakter unggul pada fase vegetatif. Kuswahariani (2012) juga menyatakan bahwa genotipe IPB H91 memiliki karakter unggul yang lebih banyak dan karakter yang lebih baik dari kedua tetuanya. Deskripsi tetua ketiga hibrida tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3.

Kualitas Buah Pepaya

Kualitas pepaya yang diinginkan oleh konsumen menurut laporan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PKBT, 2004) mempunyai sifat pohon dwarf, masa pembungaannya cepat, produktivitas tinggi, ukuran buah medium (0.5-1.0 kg), warna daging buah jingga sampai merah, edible portion tinggi (rongga buah kecil), bentuk buah lonjong, rasa daging buah manis serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Menurut Suketi et al. (2010b) buah pepaya IPB mengandung air 86.28-88.56%, abu 0.05-0.58%, lemak 0.001-1.480%, protein 3.88-5.60%, fosfor 0.006-0.070%, kalium 1.35-2.13%, kalsium 22-95 mg dan Fe 114.37-293.00 ppm.

Berdasarkan penelitian Rohmani (2007) untuk mengetahui buah pepaya yang berkualitas perlu dilakukan uji di laboratorium, seperti melakukan uji organoleptik, tingkat keasaman (pH), padatan terlarut total dan lain sebagainya. Menurut Astuti (2008) pada penelitiannya untuk mengetahui karakterisasi sifat fisiko kimia dan deskripsi flavor buah pepaya dapat dilakukan melalui analisis fisik, kimia dan sensori. Analisis fisik beberapa diantaranya meliputi analisis warna, tekstur (kekerasan) dan persentase daging buah yang dapat dimakan (edible portion). Analisis kimia meliputi total asam tertitrasi, persentase asam sebagai sitrat, nilai pH dan total padatan terlarut. Analisis sensori yang digunakan bisa berupa uji hedonik dengan tujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap buah pepaya. Seluruh analisis dilakukan pada sampel pepaya dengan kondisi siap konsumsi atau dengan tingkat kematangan optimum.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2012 di Teaching Farm Kebun Buah Tajur dan Laboratorium Pasca Panen Pusat Kajian Hortikultura Tropika-IPB (PKHT-IPB), Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga genotipe pepaya hibrida yaitu IPB H91, IPB H93 dan IPB H91. Jumlah tanaman yang diamati pada masing-masing genotipe yaitu IPB H91 sebanyak 18 tanaman (13 tanaman hermaprodit dan lima tanaman betina), IPB H93 sebanyak 25 tanaman (21 tanaman hermaprodit dan empat tanaman betina) dan IPB H39 sebanyak tujuh tanaman (lima tanaman hermaprodit dan dua tanaman betina). Jumlah tanaman yang diamati adalah sebanyak 50 tanaman.

Buah yang digunakan adalah buah dari tanaman hermaprodit yang dipanen pada tingkat kematangan sekitar 50-75%. Khusus untuk uji organoleptik, juga menggunakan buah dari genotipe tetua yaitu IPB 1, IPB 3 dan IPB 9 sebagai pembanding. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan yaitu pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk organik, NaOH 0.1 N, iodin 0.01 N, aquades, indikator phenolphtalein (PP), dan amilum (pati). Alat yang digunakan antara lain alat ukur (meteran, jangka sorong), label, alat tulis ,timbangan analitik, pH meter, color chart (Exlusively for Training Program of Variety Protection Center), hand refractometer dan hand fruit hardness tester.

Metode

Pengamatan mulai dilakukan saat tanaman telah berumur delapan bulan setelah tanam (BST) sampai panen buah menurut stadia kematangan buah masing-masing genotipe. Pemeliharaan di lapangan terdiri atas pengairan, pemupukan, sanitasi kebun, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemberian pupuk susulan terdiri dari 200 g Urea/tanaman, 150 g SP-36/tanaman, dan 160 g KCl/tanaman.

(24)

13 Pengamatan kualitas buah dilakukan berdasarkan karakter fisik dan kimia buah. Kekerasan kulit buah diukur menggunakan hand fruit hardness tester seperti yang dilakukan oleh Astuti (2008). Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan hand refractometer mengacu pada metode yang dilakukan Muchtadi dan Sugiyono (1992). Kadar keasaman sari buah (pH) diukur dengan pH meter mengacu pada metode kalibrasi (Apriyantono et al., 1988). Pengukuran asam tertitrasi total (ATT) mengacu pada metode tetrimetri (Sibarani et al., 1986). Kandungan vitamin C diukur menurut metode titrasi iodium (Sudarmaji et al., 1984). Uji organoleptik dilakukan berdasarkan uji hedonik (Setyaningsih et al., 2010).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Percobaan di lapangan dilakukan dengan mengamati populasi tanaman yang tersedia di lapangan. Tanaman yang terdapat dalam populasi tersebut diamati bunga dan buahnya. Data kuantitatif yang didapat kemudian dicari nilai rata-rata dan standar deviasinya. Data hasil uji organoleptik diolah menggunakan uji Kruskal Wallis. Analisis pengolahan data menggunakan Minitab 16 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-student untuk melihat perbedaan daya hasil genotipe yang diuji.

Pelaksanaan Pengamatan

Pengamatan morfologi bunga dan buah dilakukan berdasarkan Descriptors for Papaya yang dikeluarkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR) (1988) yang meliputi:

1. Karakter Kualitatif Bunga

a. Tipe pembungaan: diamati pada buku yang memiliki bunga yang telah mekar. Tipe pembungaan dibedakan atas: (1) flowers solitary, (2) inflorescenses and (3) both.

b. Tipe bunga hermaprodit: diamati pada bunga yang telah mekar. Tipe bunga hermaprodit dibedakan atas: (1) staminate flowers and a few hermaphrodite flowers, (2) a few staminate flowers and many hermaphrodite flowers, (3) a few staminate flowers, many hermaphrodite

(25)

14 flowers and a few pistillate flowers, (4) hermaphrodite flowers only, (5) hermaphrodite flowers and a few pistillate flowers and (6) a few hermaphrodite flowers and many pistillate flowers.

c. Warna mahkota bunga: diamati pada bunga yang telah mekar. Tipe warna mahkota bunga dibedakan atas: (1) white, (2) white yellow (cream), (3) yellow, (4) deep yellow to orange, (5) greenish, (6) yellow/green and red-purple shades, (7) red purplish (pinkish), (8) dark red-red-purple (pink) and (9) other.

2. Karakter Kuantitatif Bunga

a. Jumlah bunga setiap buku dan panjang tangkai bunga: diamati pada tiga buku terbawah yang memiliki kuntum bunga.

b. Panjang mahkota bunga: diamati pada bunga yang telah mekar.

c. Jarak antar ruas bunga: diamati pada tiga buku terbawah yang memiliki kuntum bunga.

3. Karakter Kualitatif Buah

a. Bentuk buah bunga hermaprodit: diamati pada saat buah siap panen. Kriteria bentuk buah bunga hermaprodit dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Bentuk pangkal buah dan ujung buah: diamati pada saat buah siap panen.

Tipe bentuk pangkal buah dibedakan atas: (1) depressed, (3) flattened, (5) inflated and (6) pointed. Gambar bentuk pangkal buah dapat dilihat pada Lampiran 5.

c. Warna kulit buah stadia muda: diamati pada buah yang terpilih. Tipe warna kulit buah stadia muda dibedakan atas: (1) yellow, (2) light green (3) green and (4) other. Penentuan warna agar lebih tepat menggunakan alat bantu berupa color chart.

d. Warna kulit buah stadia matang: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %. Tipe warna kulit buah stadia matang dibedakan atas: (1) yellow, (2) deep yellow to orange, (3) red/purple, (4) yellowish green, (5) green and (6) other. Penentuan warna agar lebih tepat menggunakan alat bantu berupa color chart.

e. Tekstur kulit buah stadia muda: diamati pada buah yang terpilih dengan cara meraba permukaan kulit.

(26)

15 f. Tekstur kulit buah stadia matang: diamati pada buah yang terpilih pada

tingkat kematangan 50-75 %, dengan cara meraba permukaan kulit. Tipe tekstur kulit buah stadia matang dibedakan atas: (3) smooth, (5) intermediate and (7) rough (ridged).

g. Warna daging buah: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %. Tipe warna daging buah dibedakan atas: (1) light yellow, (2) bright yellow, (3) deep yellow to orange, (4) reddish orange, (5) scarlet and (6) other. Penentuan warna agar lebih tepat menggunakan alat bantu berupa color chart.

h. Aroma daging buah: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %. Tipe aroma daging buah dibedakan atas: (3) mild, (5) intermediate and (7) strong.

i. Bentuk dominan rongga tengah: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %, yang dipotong melintang pada diameter maksimum. Tipe bentuk dominan rongga tengah dibedakan atas: (1) irregular, (2) round, (3) angular, (4) slightly star shaped, (5) star shaped and (6) other. Gambar bentuk dominan rongga tengah dapat dilihat pada Lampiran 6.

j. Warna dominan dan bentuk biji: sarkotesta pada biji dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu baru diamati. Tipe warna dominan biji dibedakan atas: (1) generally tan, (2) generally grey-yellow, (3) generally grey, (4) generally brown black, (5) generally black and (6) variable. Tipe bentuk biji dibedakan atas: (1) generally round, (2) generally spherical or ovoid and (3) other.

4. Karakter Kuantitatif Buah

a. Panjang buah: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %, diukur dari pangkal buah hingga ujung buah.

b. Diameter buah: diamati pada buah yang terpilih pada tingkat kematangan 50-75 %, diukur pada bagian yang memiliki diameter paling besar.

c. Nisbah panjang/diameter buah: perbandingan antara panjang dan diameter buah.

(27)

16 d. Bobot biji per buah: bobot total keseluruhan biji, ditimbang menggunakan

timbangan analitik.

e. Bobot 100 biji: bobot 100 biji yang telah masak (berwarna hitam), ditimbang menggunakan timbangan analitik.

f. Jumlah biji per buah: jumlah total keseluruhan biji yang telah masak (berwarna hitam).

5. Uji Fisik Buah

a. Bobot buah utuh: ditimbang menggunakan timbangan buah biasa.

b. Tebal daging buah minimum: diukur menggunakan jangka sorong dari daging buah terluar hingga sudut terkecil rongga buah.

c. Tebal daging buah maksimum: diukur menggunakan jangka sorong dari daging buah terluar hingga sudut terbesar rongga buah.

d. Lebar rongga tengah: diukur menggunakan jangka sorong pada bagian rongga tengah maksimum.

e. Kekerasan kulit buah dan kekerasan daging buah (kg/detik): diukur dengan menggunakan hand fruit hardness tester pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah, masing-masing sebanyak tiga kali. Semakin besar nilai kekerasan menunjukkan buah memiliki tingkat kekerasan yang besar pula. Sebaliknya semakin kecil nilai yang dihasilkan maka tingkat kekerasannya semakin kecil atau buah akan semakin lunak.

f. Persentase bagian yang dapat dimakan (BDD): dihitung dengan rumus:

BDD = Bobot Buah Utuh-Bobot Kulit-Bobot Biji Per buah

Bobot Buah Utuh x 100%

6. Uji Kimia Buah

a. Padatan terlarut total (PTT): diukur menggunakan hand refractometer. Daging buah dihancurkan dan filtrat yang dihasilkan diteteskan pada prisma refractometer. PTT dihitung sebagai nilai 0Brix.

b. Asam terlarut total (ATT): diukur mengunakan metode titrimetri. Daging buah pepaya diambil sebanyak 25 g (masing-masing diuji pada bagian pangkal, ujung dan tengah), dihancurkan, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan aquades sampai tanda tera kemudian

(28)

17 disaring. Hasil saringan diambil sebanyak 25 ml dalam gelas piala 100 ml dan kemudian diberi indikator PP (phenolphtalein) 0.1% sebelum dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N. ATT dapat dihitung dengan rumus:

ATT (ml/100 g) = ml NaOH x 0.1 N x fp x 100 Bobot Contoh Ket:

N = Normalitas larutan NaOH (0.1 N)

N NaOH = Normalitas dari larutan NaOH yang dibuat Fp = Faktor pengenceran

c. Kadar keasaman sari buah (pH): diukur menggunakan alat pengukur pH (pH meter) dari ekstrak atau sari buah pepaya dari daging buah yang telah dihancurkan.

d. Vitamin C (Asam Askorbat): diukur menggunakan metode titrasi Iodium. Pembuatan bahan sama dengan bahan yang digunakan untuk mengukur ATT. Namun terdapat perbedaan pada indikator dan larutan titrasi yang digunakan. Indikator yang digunakan adalah indikator amilum (pati) sebanyak 3-4 tetes sedangkan larutan titrasinya adalah larutan iodin 0.01 N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru keunguan yang stabil. Vitamin C dihitung dengan rumus:

1 ml 0.01 N iodium = 0.88 mg vitamin C

Kadar Vitamin C (mg/100 g) = ml iodin x fp x 0.88 mg x 100 Bobot Contoh

7. Uji Organoleptik: uji yang dilakukan yaitu uji hedonik atau afeksi, berupa uji berdasarkan tingkat penerimaan dan kesukaan konsumen. Uji afeksi bertujuan untuk mengetahui perbedaan pada suatu produk yang dapat dikenali oleh konsumen dan berpengaruh terhadap kesukaan dan penerimaannya. Keenam jenis buah akan diujikan kepada tiap-tiap panelis secara bersamaan. Parameter yang diuji adalah rasa, aroma, kekerasan, bentuk dan warna daging buah. Untuk pengumpulan data disediakan form uji organoleptik.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Curah hujan rata-rata selama penelitian dari bulan November 2011 sampai dengan Mei 2012 adalah 334.79 mm dengan suhu udara rata-rata 25.900C dan kelembaban udara sebesar 84.00% (BMKG, 2012). Data curah hujan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7. Secara umum curah hujan dan kelembaban cukup tinggi disertai dengan angin kencang. Terdapat beberapa serangan hama dan penyakit selama penelitian. Serangan hama dan penyakit yang muncul yaitu serangan lalat buah Bactrocera dorsalis dan Bactrocera umbrosus, penyakit busuk akar dan pangkal batang (Phytophthora palmivora) dan penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) (Gambar 1).

Gambar 1. Serangan lalat buah (a), penyakit busuk akar dan pangkal batang (b) dan penyakit antraknosa (c)

Lalat buah menyerang buah pepaya yang hampir masak ketika masih di pohon. Lalat betina menggunakan ovipositornya yang terletak pada bagian ekor untuk menusuk kulit buah dan meletakkan telurnya. Telur tersebut selama 2-3 hari menetas menjadi larva dan kemudian memakan daging buah. Gejala yang terlihat yaitu terdapat lubang-lubang kecil pada kulit buah yang mengeluarkan cairan berbau dan terasa lembek atau lunak ketika di tekan atau diraba. Serangan lalat buah menyebabkan buah menjadi tidak layak untuk dipanen ketika gejala serangan terjadi pada saat buah masih berada di pohon. Buah juga menjadi tidak layak untuk dikonsumsi ketika gejala serangan terjadi pada saat buah telah dipanen dan berada dalam masa penyimpanan. Pengendaliannya dengan melakukan pembungkusan buah dan memasang antraktan sintetik untuk menangkap lalat buah.

(30)

19

Serangan penyakit busuk akar dan pangkal batang menunjukkan gejala daun bawah menjadi layu, menguning dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok. Daun yang agak muda juga menunjukkan gejala yang sama. Akar lateral membusuk, menjadi berwarna coklat tua, lunak dan berbau tidak enak. Akhirnya bisa menjalar pada batang dan mengakibatkan tanaman menjadi tumbang. Pengendaliannya dengan cara menjaga drainase kebun, pembongkaran tanaman yang sakit beserta akar-akarnya, penyemprotan tanaman dengan tembaga sulfat atau mankozeb. Serangan penyakit ini menyebabkan tanaman betina dari genotipe IPB H39 mati sehingga data yang ada tidak memenuhi syarat untuk dianalisis secara statistik. Secara tidak langsung data tanaman betina ketiga genotipe menjadi tidak bisa diuji.

Serangan penyakit antraknosa disebabkan oleh patogen Colletotrichum gloeosporioides. Gejala serangan pada buah yaitu berupa bulatan berwarna hitam dengan diameter 1-2 cm pada kulit buah yang terlihat melekuk kedalam. Jika serangan meluas akan mengakibatkan bagian daging buah menjadi berwarna hitam, keras dan berbau meskipun bagian kulit buah terlihat bagus atau tidak terkena serangan. Pengendaliannya dengan cara menjaga sanitasi kebun, penggunaan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan dosis 0.2% dan tidak menggunakan cabai sebagai tanaman sela.

Karakter Kualitatif Bunga

Hasil pengamatan pada karakter kualitatif bunga (Tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat kesamaan tipe pembungaan, tipe bunga hermaprodit dan warna bunga pada ketiga genotipe hibrida yang diamati. Tipe pembungaannya adalah inflorescences, tipe bunga hermaprodit adalah staminate flowers and a few hermaphrodite flowers dan warna bunganya adalah white yellow.

Tabel 1. Deskripsi karakter kualitatif bunga

Genotipe Tipe pembungaan Tipe bunga hermaprodit Warna bunga IPB H91 inflorescences staminate flowers and a few

hermaphrodite flowers

white yellow IPB H93 inflorescences staminate flowers and a few

hermaphrodite flowers

white yellow IPB H39 inflorescences staminate flowers and a few

hermaphrodite flowers

(31)

20 Berdasarkan pengamatan di lapangan, dalam rangkaian bunga majemuk terdapat 1-3 bunga hermaprodit yang dikelilingi oleh beberapa bunga jantan (Gambar 2). Sesuai Descriptor for Papaya (IBPGR, 1988) tipe bunga hermaprodit seperti ini dikategorikan sebagai staminate flowers and a few hermaphrodite flowers.

Gambar 2. Keragaan karakter kualitatif bunga pada ketiga genotipe pepaya hibrida

Karakter Kuantitatif Bunga

Hasil uji t-student menunjukkan panjang tangkai bunga dan jumlah bunga per buku, genotipe IPB H91 berbeda dengan genotipe IPB H39. Tangkai bunga terpanjang dan jumlah bunga perbuku terbanyak dimiliki oleh genotipe IPB H91 (Tabel 2). Tangkai bunga yang panjang diduga menghasilkan tangkai buah yang panjang pula. Litz (1984) menyatakan bahwa tangkai buah yang panjang memudahkan pemanenan dan mencegah terjadinya buah dengan bentuk yang tidak sempurna atau cacat karena padatnya buah disekitar batang.

Tanaman pepaya merupakan tanaman menyerbuk silang (Samson, 1980). Jika tanaman hermaprodit tidak ada, satu tanaman pepaya jantan bisa menjadi sumber polen untuk 25-100 tanaman betina (Villegas, 1991). Jumlah bunga per buku yang banyak diduga dapat meningkatkan atau mempertahankan persentase bunga yang menjadi buah. Meskipun terjadi penyerbukan silang, diharapkan polen yang menyerbuki masih tetap berasal dari pohon yang sama.

Hasil pengamatan pada karakter jarak antar ruas bunga menunjukkan genotipe IPB H39 memiliki jarak antar ruas bunga terpendek, tetapi berdasarkan uji t-student, nilainya tidak berbeda dengan kedua genotipe lainnya (Tabel 2). Genotipe yang memiliki jarak antar ruas bunga yang pendek akan memiliki

(32)

21 pertumbuhan tinggi yang lebih lambat. Kondisi ini menguntungkan dalam hal memperpanjang masa produktif dan memudahkan proses pemanenan. Menurut Samson (1980) masa ekonomis pohon pepaya akan berakhir ketika buahnya sudah terlalu tinggi sehingga tidak bisa dipanen dengan mudah.

Tabel 2. Karakter kuantitatif bunga Genotipe Jarak antar

ruas bunga Panjang tangkai bunga Panjang mahkota bunga Jumlah bunga per buku --- cm --- IPB H91 2.28 ± 0.34 1.76 ± 0.49 3.82 ± 0.43 9.13 ± 3.84 IPB H93 2.39 ± 0.16 1.64 ± 0.54 3.71 ± 0.28 8.49 ± 3.77 IPB H39 2.22 ± 0.49 1.08 ± 0.15 4.17 ± 0.83 5.20 ± 1.98 Uji t t hitung IPB H91 vs IPB H93 - 1.16 tn - 0.64 tn 0.82 tn - 0.48 tn IPB H91 vs IPB H39 - 0.23 tn - 2.69 * 0.94 tn - 2.15 * IPB H93 vs IPB H39 - 0.68 tn - 2.05 tn 1.05 tn - 1.87 tn Keterangan: * berbeda nyata pada uji t taraf 5%

Mahkota bunga terpanjang dimiliki oleh genotipe IPB H39, namun berdasarkan uji t-student tidak terdapat perbedaan antara ketiga genotipe (Tabel 2 dan Gambar 3). Mahkota bunga yang panjang diduga menandakan bunga hermaprodit mempunyai ukuran putik yang panjang sehingga diharapkan menghasilkan buah berbentuk elongata (lonjong) atau oval (bulat telur). Menurut Villegas (1991) bunga hermaprodit tipe elongata memiliki bunga dengan tangkai bunga pendek, sebagian kelopak bersatu, benang sari 10 buah dalam dua seri dan indung telur memanjang.

Gambar 3. Bunga hermaprodit ketiga genotipe pepaya hibrida

(33)

22 Jumlah bunga ketiga genotipe yang diamati selama empat bulan (10 BST-13 BST) berkisar antara 46-50 bunga. Jumlah bunga yang menjadi buah hanya berkisar 1-3 buah, sehingga jika dihitung dalam persen hanya berkisar antara 3-3.70%. Berdasarkan uji t-student tidak terdapat perbedaan terhadap ketiga karakter tersebut pada ketiga genotipe (Tabel 3). Rendahnya buah yang terbentuk (Gambar 3) diduga karena kondisi iklim yang kurang mendukung yaitu curah hujan dan kelembaban yang cukup tinggi disertai dengan angin kencang.

Tabel 3. Jumlah bunga, buah dan persentase bunga menjadi buah selama 10-13 BST

Genotipe Jumlah bunga Jumlah buah PBMB

(%) IPB H91 46.08 ± 22.58 2.31 ± 4.79 3.53 ± 6.92 IPB H93 49.57 ± 13.79 2.05 ± 3.63 3.65 ± 5.97 IPB H39 47.60 ± 09.63 1.60 ± 1.95 3.02 ± 3.51 Uji t t hitung IPB H91 vs IPB H93 - 0.50 tn - 0.18 tn - 0.06 tn IPB H91 vs IPB H39 - 0.30 tn - 0.26 tn - 0.23 tn IPB H93 vs IPB H39 - 0.14 tn - 0.32 tn - 0.15 tn Keterangan: PPMB = Persentase Bunga Menjadi Buah

Gambar 4. Keragaan buah ketiga genotipe pepaya hibrida saat 13 BST Berdasarkan data BMKG (2012) selama penelitian rata-rata curah hujan 334.79 mm dan kelembaban 84.00%. Menurut Villegas (1991) cuaca dingin dan mendung dapat menunda pematangan buah dan menekan kualitas buah. Nakasone dan Paull (1998) menyatakan permasalahan penyerbukan, pembentukan buah dan produksi sangat berhubungan dengan hasil ekpresi seks dari interaksi genotipe dan lingkungan. Sujiprihati dan Suketi (2009) menyatakan tanaman pepaya cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 200-500 m dpl dengan suhu berkisar

(34)

23 25-300C dan curah hujan 1,000-2,000 mm/tahun dengan bulan kering (CH<60 mm) 3-4 bulan. Menurut Redaksi Agromedia (2009) pepaya tumbuh dengan baik pada kelembaban udara sekitar 40% serta kondisi angin yang tidak terlalu kencang agar penyerbukan berlangsung optimal.

Karakter Kualitatif Buah

Terdapat perbedaan pada karakter bentuk ujung buah, tekstur kulit buah stadia muda dan matang serta bentuk dominan rongga tengah. Bentuk ujung buah pada genotipe IPB H91 adalah inflated, berbeda dengan genotipe IPB H93 dan IPB H39 yang berbentuk pointed. Karakter tekstur kulit buah stadia muda, genotipe IPB H91 dan IPB H93 bertekstur rough, sedangkan genotipe IPB H39 bertekstur intermediate. Tekstur kulit buah stadia matang genotipe IPB H91 bertekstur rough, berbeda dengan genotipe IPB H93 dan IPB H39 bertekstur intermediate. Bentuk dominan rongga tengah genotipe IPB H91 adalah slightly star shaped sedangkan IPB H93 dan IPB H39 adalah star shaped (Tabel 4 dan Gambar 5).

Tabel 4. Deskripsi karakter kualitatif buah

No. Peubah Genotipe

IPB H91 IPB H93 IPB H39 1 Bentuk buah dari bunga hermaprodit elongate elongate elongate 2 Bentuk pangkal buah flattened flattened flattened

3 Bentuk ujung buah inflated pointed pointed

4 Warna kulit buah stadia muda green green green 5 Warna kulit buah stadia matang yellow yellow yellow 6 Tekstur kulit buah stadia muda rough rough intermediate 7 Tekstur kulit buah stadia matang rough intermediate intermediate

8 Warna daging buah reddish

orange

reddish orange

reddish orange 9 Aroma daging buah intermediate intermediate intermediate 10 Bentuk dominan rongga tengah slightly star

shaped

star shaped star shaped

11 Warna dominan biji generally brown black

generally brown black

generally brown black

12 Bentuk biji generally

spherical or ovoid generally spherical or ovoid generally spherical or ovoid Keterangan: Deskripsi berdasarkan Descriptor for Papaya (IBPGR , 1988)

(35)

24

Gambar 5. Bentuk dan rongga tengah buah serta warna kulit dan daging buah Karakter Kuantitatif Buah

Panjang buah genotipe IPB H91 berbeda sangat nyata dengan IPB H93 dan berbeda nyata dengan IPB H39. Diameter buah genotipe IPB H91 juga berbeda sangat nyata dengan IPB H93. Genotipe IPB H91 memiliki panjang buah paling panjang dan diameter buah paling besar, namun pada karakter nisbah P/D buah tidak terdapat perbedaan antara ketiga genotipe (Tabel 5). Ketiga genotipe memiliki buah berbentuk lonjong yang terlihat dari nisbah P/D buah yang berkisar antara 2.42-2.61. Suketi et al. (2010a) menyatakan bahwa buah hermaprodit cenderung berbentuk lonjong dengan nisbah P/D buah berkisar 1.5-2.3.

Tabel 5. Panjang buah (P), diameter buah (D) dan nisbah P/D

Genotipe Panjang buah (P) Diameter buah (D) Nisbah P/D --- cm --- IPB H91 28.63 ± 2.28 12.04 ± 1.46 2.42 ± 0.45 IPB H93 23.79 ± 2.90 09.16 ± 1.00 2.61 ± 0.26 IPB H39 21.97 ± 3.96 09.05 ± 1.62 2.44 ± 0.22 Uji t t hitung IPB 91 vs IPB 93 - 3.02 ** - 4.48 ** - 1.04 tn IPB 91 vs IPB 39 - 2.85 * - 2.57 tn - 0.07 tn IPB 93 vs IPB 39 - 0.92 tn - 0.16 tn - 1.00 tn Keterangan: * berbeda nyata pada uji t taraf 5%

(36)

25 Genotipe IPB H39 memiliki bobot 100 biji yang berbeda nyata dengan genotipe IPB H91 dan IPB H93. Genotipe IPB H39 memiliki bobot 100 biji paling kecil diantara kedua genotipe lainnya. Karakter bobot biji per buah paling kecil dan jumlah biji per buah paling sedikit dimiliki oleh genotipe IPB H93, namun tidak berbeda dengan kedua genotipe lainnya (Tabel 6). Jumlah biji yang sedikit dapat dijadikan kriteria buah pepaya untuk dikonsumsi segar. Pepaya yang memiliki jumlah biji pepaya sedikit, relatif memiliki rongga buah berukuran kecil dan tebal buah yang besar. Menurut Fardilawati (2010) konsumen buah pepaya segar biasanya lebih menyukai buah pepaya dengan biji sedikit.

Tabel 6. Bobot biji per buah, bobot 100 biji dan jumlah biji perbuah

Genotipe Bobot biji per buah Bobot 100 biji Jumlah biji per buah

--- g --- IPB H91 89.47 ± 36.72 10.97 ± 0.61 744.50 ± 318.43 IPB H93 49.32 ± 09.21 10.78 ± 0.55 398.33 ± 094.01 IPB H39 56.19 ± 24.50 09.74 ± 0.51 531.00 ± 175.14 Uji t t hitung IPB H91 vs IPB H93 - 2.16 tn - 0.59 tn - 2.14 tn IPB H91 vs IPB H39 - 1.35 tn - 2.82 * - 1.03 tn IPB H93 vs IPB H39 - 0.83 tn - 2.93 * - 1.86 tn

Keterangan: * berbeda nyata pada uji t taraf 5%

Uji Kualitas Fisik Buah

Genotipe IPB H91 memiliki bobot buah utuh dan daging buah serta persentase bagian yang dapat dimakan paling besar dibandingkan kedua genotipe lainnya (Tabel 7). Berdasarkan uji t-student terdapat perbedaan yang sangat nyata pada karakter bobot buah utuh dan daging buah IPB H91 dengan IPB H93 dan IPB H39, sedangkan persentase bagian yang dapat dimakan ketiga genotipe tidak berbeda. Hal ini diduga karena bobot buah yang tinggi belum tentu memiliki persentase bagian yang dapat dimakan yang besar pula karena dipengaruhi oleh bobot biji (Tabel 6). Pada karakter tebal daging buah minimum dan maksimum serta lebar rongga tengah tidak terdapat perbedaan pada ketiga genotipe (Tabel 8).

(37)

26 Tabel 7. Bobot buah utuh, bobot daging buah dan persentase bagian yang

dapat dimakan

Genotipe Bobot buah utuh Bobot daging buah BDD --- g --- % IPB H91 1,835.00 ± 218.56 1,616.54 ± 182.54 88.16 ± 1.78 IPB H93 1,010.42 ± 312.13 0 884.28 ± 294.96 86.94 ± 2.51 IPB H39 0 968.33 ± 348.08 0 829.34 ± 289.63 85.86 ± 0.88 Uji t t hitung IPB 91 vs IPB 93 - 4.85 ** - 4.62 ** 0.89 tn IPB 91 vs IPB 39 - 4.09 ** - 4.45 ** - 2.02 tn IPB 93 vs IPB 39 - 0.21 tn - 0.29 tn - 0.72 tn Keterangan: BDD = Persentase Bagian yang Dapat Dimakan

** berbeda sangat nyata pada uji t taraf 1%

Sujiprihati dan Suketi (2009) menyatakan buah pepaya yang memiliki bobot buah berkisar 750-2,500 g tergolong kepada pepaya tipe sedang. Ketiga genotipe hibrida yang diuji dapat digolongkan ke dalam pepaya tipe sedang karena memiliki bobot buah 968.33-1,835.00 g. Menurut Suketi et al. (2010b) penentuan edible portion atau persentase bagian yang dapat dimakan (BDD) sangat bersifat subjektif tergantung konsumen dalam memanfaatkan bagian buah pepaya untuk dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Berdasarkan percobaan terlihat bahwa genotipe yang memiliki tebal daging buah yang besar, cenderung memiliki bobot daging buah dan persentase bagian yang dapat dimakan yang besar pula (Tabel 8). Menurut Budiyanti et al. (2005) makin tebal daging buah, makin banyak bagian buah yang dikonsumsi. Nakasone dan Paull (1998) menyatakan tebal daging buah pepaya berkisar antara 1.5-4 cm.

Terdapat kemungkinan hubungan antara ukuran rongga buah, diameter buah, bobot biji dan tebal buah. Buah berdiameter kecil relatif memiliki ukuran rongga buah dan bobot biji yang kecil serta tebal daging buah yang lebih besar (Suketi et al. 2010b). Namun berdasarkan hasil percobaan, buah berdiameter kecil, belum tentu memiliki tebal daging yang lebih besar, karena dipengaruhi oleh ukuran diameter buah, jumlah biji dan rongga tengah (Tabel 5, 6 dan 8).

(38)

27 Tabel 8. Tebal daging buah, lebar rongga tengah dan kekerasan kulit dan

daging buah Genotipe

Tebal daging buah Lebar rongga tengah

Nilai kekerasan Minimum Maksimum Kulit buah Daging

buah --- cm --- --- kg/detik --- IPB H91 2.70 ± 0.28 3.74 ± 0.22 5.76 ± 1.80 1.29 ± 0.42 0.41 ± 0.11 IPB H93 2.38 ± 0.37 3.14 ± 0.37 4.05 ± 0.47 1.10 ± 0.44 0.25 ± 0.14 IPB H39 2.05 ± 0.23 3.37 ± 0.22 4.33 ± 1.42 1.54 ± 0.18 0.36 ± 0.13 Uji t t hitung IPB H91 vs IPB H93 - 1.56 tn - 3.03 tn - 1.87 tn 0.75 tn - 1.99 tn IPB H91 vs IPB H39 - 3.22 tn - 2.22 tn - 1.13 tn 0.93 tn - 0.55 tn IPB H93 vs IPB H39 - 1.44 tn - 1.03 tn - 0.33 tn 1.66 tn - 1.20 tn

Genotipe IPB H39 memiliki kulit buah yang keras dan genotipe IPB H91 memiliki daging buah yang keras. Berdasarkan hasil uji t-student tidak terdapat perbedaan nilai kekerasan baik pada kulit maupun daging buah antara ketiga genotipe yang diuji (Tabel 8). Jika dilihat dari kombinasi kekerasan kulit dan daging buah, genotipe IPB H91 memiliki buah yang paling keras. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) kekerasan buah dipengaruhi oleh total zat pektin yang terdapat pada buah. Kekerasan buah dapat menurun jika terjadi proses pelunakan. Proses pelunakan terjadi karena adanya proses hidrolisis zat pektin menjadi komponen-komponen yang larut air, sehingga total zat pektin yang mempengaruhi kekerasan buah mengalami penurunan yang menyebabkan buah semakin lunak.

Uji Kualitas Kimia Buah

Terdapat perbedaan nyata pada kandungan vitamin C antara genotipe IPB H91 dengan IPB H93 dan IPB H39. Genotipe IPB H39 memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan kedua genotipe lainnya, sedangkan pada nilai PTT, ATT, nisbah PTT/ATT dan pH tidak terdapat perbedaan antara ketiga genotipe. Ketiga genotipe yang diuji memiliki nilai PTT berkisar antara 12.30-13.39 0Brix, ATT berkisar antara 1.36-1.37%, nisbah PTT/ATT berkisar antara 8.98-9.87 dan pH berkisar antara 5.60-5.90 (Tabel 9).

(39)

28 Tabel 9. Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), kadar

keasaman sari buah (pH) dan Vitamin C

Genotipe PTT ATT PTT/ATT pH Vitamin C

0 Brix % mg/100 g IPB H91 12.30 ± 0.82 1.36 ± 0.14 9.11 ± 0.68 5.90 ± 0.30 124.99 ± 06.10 IPB H93 13.39 ± 1.94 1.56 ± 0.32 8.98 ± 2.37 5.60 ± 0.36 153.82 ± 33.16 IPB H39 13.22 ± 0.48 1.37 ± 0.22 9.87 ± 1.80 5.72 ± 0.28 161.65 ± 22.00 Uji t t hitung IPB H91 vs IPB H93 - 1.07 tn - 1.07 tn 0.11 tn - 1.51 tn - 2.87 * IPB H91 vs IPB H39 - 1.73 tn - 0.07 tn 0.79 tn - 0.81 tn - 3.27 * IPB H93 vs IPB H39 - 0.14 tn - 0.96 tn 0.60 tn - 0.55 tn - 0.38 tn

Keterangan: * berbeda nyata pada uji t taraf 5%

Ketiga genotipe sudah memiliki tingkat kemanisan yang memenuhi selera konsumen dan dapat menjadi sumber vitamin C yang baik karena mengandung lebih dari 100 mg vitamin C pada setiap 100 g bobotnya. Menurut Saryoko et al. (2004) konsumen menghendaki nilai PTT yang berkisar antara 11-13 0Brix. Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa perbedaan kandungan vitamin C disebabkan oleh genotipe yang berbeda, faktor budidaya, kondisi iklim sebelum panen, cara pemanenan dan perbedaan umur petik.

Kandungan ATT pada ketiga genotipe lebih tinggi daripada kandungan ATT yang diamati pada penelitian Suketi et al. (2010b) yang berkisar antara 0.09-0.14%. Berdasarkan hasil percobaan terlihat bahwa genotipe yang memiliki nilai ATT yang tinggi memiliki nilai pH yang rendah. Menurut Widyastuti (2009) nilai pH memiliki hubungan negatif dengan ATT, semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi nilai ATT. Terdapat korelasi negatif antara ATT dengan PTT/ATT, semakin kecil nilai ATT maka semakin besar nilai perbandingan PTT/ATT, namun berdasarkan hasil percobaan, nilai ATT yang kecil belum tentu menghasilkan nisbah PTT/ATT semakin besar karena dipengaruhi oleh nilai PTT.

Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptik pada Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata pada karakter bentuk dan kekerasan, perbedaan nyata pada karakter rasa antara ketiga tetua dan ketiga genotipe hibrida yang diuji. Karakter

(40)

29 bentuk dan rasa genotipe IPB H39 terlihat lebih disukai oleh panelis. Karakter kekerasan genotipe tetua yaitu IPB 9 terlihat lebih disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil penelitian Suketi et al. (2010b) genotipe IPB 9 memiliki kekerasan daging buah (firmness) yang lebih baik daripada tujuh genotipe lainnya.

Tabel 10. Hasil uji kruskal wallis pada uji organoleptik

Genotipe Bentuk Warna Rasa Aroma Kekerasan

M R M R M R M R M R IPB 1 3 53.5 4 78.7 3 80.7 4 74.1 3 62.3 IPB 3 4 81.3 4 72.8 3 72.1 4 73.2 2 45.3 IPB 9 4 80.2 4 63.8 3 75.3 4 72.8 4 103.9 IPB H91 3 67.1 4 64.3 3 76.0 4 66.7 3 73.1 IPB H93 3 70.5 4 80.7 3 54.0 4 69.8 4 84.2 IPB H39 5 100.5 5 92.8 4 94.8 5 96.4 4 84.2 H 16.68 8.02 11.59 7.42 27.13 P 0.005** 0.155 0.041* 0.191 0**

Keterangan: M = Median, R = Ranking * berbeda nyata pada taraf 5%

** berbeda sangat nyata pada taraf 1%

(41)

KESIMPULAN

Ketiga genotipe hibrida memiliki keunggulan karakter yang berbeda-beda. Genotipe IPB H91 memiliki keunggulan tangkai bunga yang panjang serta jumlah bunga per buku dan buah yang banyak, bobot daging buah, persentase bagian yang dapat dimakan (BDD) dan tebal buah yang besar, daging buah yang keras dan asam tertitrasi total (ATT) yang rendah. Genotipe IPB H93 memiliki keunggulan jumlah bunga yang banyak, jumlah biji per buah yang sedikit dan nilai padatan terlarut total (PTT) yang tinggi. Genotipe IPB H39 memiliki keunggulan jarak antar ruas bunga yang pendek, kulit buah yang keras dan kandungan vitamin C yang tinggi. Hasil uji organoleptik juga menunjukkan genotipe IPB H39 memiliki bentuk dan rasa yang lebih disukai oleh panelis. Genotipe IPB H91 dapat dijadikan alternatif untuk memperoleh tanaman pepaya hibrida karena memiliki banyak karakter unggul pada fase generatifnya daripada kedua genotipe lainnya.

Gambar

Tabel  1. Deskripsi karakter kualitatif bunga
Gambar 2.  Keragaan karakter kualitatif bunga pada ketiga genotipe  pepaya hibrida
Gambar 3. Bunga hermaprodit ketiga genotipe pepaya hibrida
Tabel  3. Jumlah bunga, buah dan persentase bunga menjadi buah selama  10-13 BST
+5

Referensi

Dokumen terkait

1*  diisi dengan +umlah sisa pagu anggaran yang diper!leh dari jumlah anggaran dikurangi dengan jumlah SP+ atas penggunaan dana S7 P/ ./ sampai dengan bulan ini..

Materi yang digunakan dalam penelitian 22 ekor induk sapi potong (12 ekor induk sapi SimPO, 10 ekor induk sapi LimPO) yang di- flushing dan 27 ekor induk sapi potong

Full Domain Controler ( disini kita asumsikan bahwa anda menggunakan free dari co.cc ya..), artinya domain yang Kontrolnya ada pada kita, karena nanti kita akan melakukan

Walaupun tes ini sudah baik, dapat dipergunakan kembali pada siswa lain yang mempunyai kemampuan yang relatif sama, perlu ditingkatkan kembali kemampuan dan

Tahapan uji produk selain bertujuan guna melakukan pengujian terhadap kualitas dan standar produk juga sebagai sarana uji produk pada pasar serta untuk mengetahui

berkemungkinan mempunyai dua fungsi penggunaan iaitu sebagai rujukan kepada ganti nama orang pertama mufrad [+GND1 mufrad] ataupun rujukan yang melibatkan dunia

Berdasarkan gambar 2 diatas terlihat bahwa hubungan kekerabatan pisang yang berasal dari Kabupaten Kendari terdiri dari 7 kelompok yaitu kelompok 1 yaitu pisang