• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA (Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA (Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler) SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler)

SKRIPSI

KONSENTRASI TEKNIK INDUSTRI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh:

SYAIFUL BACHRI NIM. 0110620127

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN MESIN

MALANG 2008

(2)

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL

SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA

(Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler)

SKRIPSI

KONSENTRASI TEKNIK INDUSTRI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh:

SYAIFUL BACHRI NIM. 0110620127

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I

Ir. Masduki, MM. NIP. 130 350 754

Dosen Pembimbing II

Ishardita Pambudi Tama, ST., MT. NIP. 132 232 481

(3)

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL

SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA

(Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler)

Disusun Oleh:

SYAIFUL BACHRI NIM. 0110620127

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan lulus pada Tanggal 28 Juli 2008

Dosen Penguji:

Skripsi I

Ir. Marsoedi Wirohardjo, MMT. NIP. 130 531 861

Skripsi II

Ir. Handono Sasmito, M.Eng.Sc. NIP. 130 818 811

Komprehensif

Ir. Bambang Indrayadi, MT. NIP. 131 653 469

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Dr. Slamet Wahyudi, ST., MT. NIP. 132 159 708

(4)

Alhamdulillah atas taufiq, hidayah, dan inayah-Nya dan shalawat serta salam bagi Muhammad SAW. sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini meski masih disertai berbagai kekurangan. Skripsi dengan judul ”PENERAPAN STATISTICAL

PROCESS CONTROL SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA

(Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler)” ini merupakan sebagian dari persyaratan akademik untuk mencapai gelar Sarjana Teknik di Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Terima kasih yang tulus dan tak berhingga juga saya haturkan kepada orang-orang di bawah ini, karena mereka telah memberikan dukungan—baik berupa materil terlebih lagi moril—dengan tulus dan terus menerus. Mereka adalah:

1. Bapak Dr. Slamet Wahyudi, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

2. Bapak Ir. Tjuk Oerbandono, MT. selaku Sekretaris Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

3. Bapak Ir. Handono Sasmita, M.Eng.Sc. selaku Ketua Kelompok Konsentrasi Teknik Industri Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

4. Bapak Ir. Masduki, MM., Dosen Pembimbing I yang telah banyak mencurahkan waktunya yang berharga untuk membimbing penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ishardita Pambudi Tama, ST., MT., Dosen Pembimbing II yang begitu sabar dan telaten dalam menuntun dan menunjukkan arah penulisan skripsi ini.

(5)

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Daftar Gambar ... iv Daftar Tabel ... v Daftar Lampiran ... vi Ringkasan ... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Batasan Masalah ... 2 1.4. Tujuan Penelitian ... 3 1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kualitas ... 4

2.2. Pengendalian Proses Statistikal ... 5

2.2.1. Definisi Statistika ... 5

2.2.2. Pengendalian Proses ... 6

2.2.3. Pengendalian Proses Statistikal ... 8

2.2.3.1. Kestabilan dan Kemampuan Proses ... 9

2.2.3.2. Metode Pengendalian Proses Statistikal ... 10

2.3. Six Sigma (6σ) ... 11

2.3.1. Konsep Six Sigma Motorola ... 11

2.3.2. Tahap Define ... 14

2.3.3. Tahap Measure ... 17

2.3.3.1. Mengembangkan Rencana Pengumpulan Data ... 18

2.3.3.2. Mengukur Tolok Ukur Kinerja (Performance Baseline) ... 19

2.3.4. Tahap Analyze ... 21

2.3.4.1. Menganalisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses ... 22

2.3.4.2. Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau Kegagalan ... 26

(6)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.3. Sumber Data ... 30

3.4. Alokasi Waktu dan Tempat ... 30

3.5. Diagram Alir Penelitian ... 31

BAB IV. PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Tahap Define ... 34

4.2. Tahap Measure ... 34

4.2.1. Tes Kecukupan Data ... 37

4.2.2. Pengukuran Tingkat Kapabilitas Sigma ... 38

4.3. Tahap Analyze ... 47

4.3.1. Analisa Stabilitas dan Kapabilitas Proses ... 47

4.3.2. Identifikasi Sumber-Sumber Penyebab Variabilitas ... 54

4.4. Tahap Improve ... 54 4.5. Tahap Control ... 60 BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 62 5.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

(7)

Gambar 2.1: Bagian yang Bertanggung Jawab Terhadap Kualitas ... 5

Gambar 2.2: Siklus Hidup Proses Industri ... 7

Gambar 2.3: Penggunaan Alat-alat Statistika untuk Pengembangan Sistem Industri ... 9

Gambar 2.4: Konsep Proses Six Sigma ... 12

Gambar 2.5: Diagram Sebab – Akibat ... 27

Gambar 3.1: Diagram Alir Penelitian ... 31

Gambar 4.1: DPMO Pipa I (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm) ... 39

Gambar 4.2: Kapabilitas Sigma Pipa I (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm) ... 39

Gambar 4.3: DPMO Pipa II (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm) ... 40

Gambar 4.4: Kapabilitas Sigma Pipa II (Dn = 38,10 mm; R = 160 mm) ... 41

Gambar 4.5: DPMO Pipa III (Dn = 50,80; R = 300 mm) ... 42

Gambar 4.6: Kapabilitas Sigma Pipa III (Dn = 50,80; R = 300 mm) ... 42

Gambar 4.7: DPMO Pipa IV (Dn = 63,50; R = 300 mm) ... 43

Gambar 4.8: Kapabilitas Sigma Pipa IV (Dn = 63,50; R = 300 mm) ... 44

Gambar 4.9: DPMO Pipa V (Dn = 76,20; R = 500 mm) ... 45

Gambar 4.10: Kapabilitas Sigma Pipa V (Dn = 76,20; R = 500 mm) ... 45

Gambar 4.11: Peta kendali X Pipa I ... 48

Gambar 4.12: Peta kendali X Pipa II ... 50

Gambar 4.13: Peta kendali X Pipa III ... 51

Gambar 4.14: Peta kendali X Pipa IV ... 52

Gambar 4.15: Peta kendali X Pipa V ... 53

Gambar 4.16: Diagram Sebab-Akibat variabilitas Ovality ... 54

Gambar 4.17: Mesin Bending ... 60

Gambar 4.18: Pipa Hasil Proses Bending ... 61

(8)

Tabel 2.1: Analisis Sistem Industri Sepanjang Siklus Hidup Proses Industri .... 8

Tabel 4.1: Data pengukuran diameter pada Pipa I ... 34

Tabel 4.2: Data pengukuran diameter pada Pipa II ... 34

Tabel 4.3: Data pengukuran diameter pada Pipa III ... 35

Tabel 4.4: Data pengukuran diameter pada Pipa IV ... 35

Tabel 4.5: Data pengukuran diameter pada Pipa V ... 36

Tabel 4.6: Tes kecukupan data ovality ... 37

Tabel 4.7: Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa I ... 38

Tabel 4.8: Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa II ... 40

Tabel 4.9: Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa III ... 41

Tabel 4.10: Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa IV ... 43

Tabel 4.11: Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa V ... 44

(9)

Lampiran 1: Tabel Nilai-Nilai untuk Pendugaan Standar Deviasi Sampel (S) Lampiran 2: Tabel Luas Area Kurva Distribusi Normal (Z1-α/2)

Lampiran 3: Tabel Distribusi χ2

Lampiran 4: Tabel Distribusi Fisher (α = 0,05)

Lampiran 5: Tabel Konversi SQL ke DPMO dan % (Persentase Bebas Cacat) Berdasarkan Konsep Motorola

Lampiran 6: Tabel Nilai-Nilai Target Pengendalian Kualitas untuk Satu Batas Spesifikasi (USL atau LSL) dan Toleransi Maksimum Standar Deviasi Proses

Lampiran 7: Tabel Nilai-Nilai Target Pengendalian Kualitas untuk Dua Batas Spesifikasi (USL dan LSL) dan Toleransi Maksimum Standar Deviasi Proses

(10)

Penerapan Statistical Process Control Sebagai Upaya Implementasi Metode Six

Sigma (Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler). Dosen

Pembimbing: Ir. Masduki, MM. dan Ishardita Pambudi Tama, ST., MT.

Kualitas telah menjadi sesuatu yang mutlak dimiliki oleh suatu produk, baik yang berupa barang maupun jasa. Kualitas ditentukan oleh seberapa baik suatu karakteristik kualitas pengganti (spesifikasi produk) dalam memenuhi karakteristik kualitas riil (kebutuhan konsumen).

Pengendalian kualitas produk dapat dilakukan dengan Statistical Process

Control. Metode Six Sigma adalah salah satu cara mengendalikan kualitas yang di

dalamnya memuat Statistical Process Control. Dengan menerapkan metode Six Sigma, perusahaan dapat mengetahui sebaik apa kualitas produk yang telah dihasilkan, sehingga perusahaan dapat menentukan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas produknya.

Penelitian ini dilakukan di PT. INDONESIAN MARINE yang terletak di Singosari. Produk yang diamati adalah pipa untuk Water Tube Boiler. Variabel yang diteliti adalah ovality pipa setelah mengalami proses bending.

Hasil pengukuran serta analisis data menyimpulkan bahwa proses bending pipa di PT. INDONESIAN MARINE mencapai tingkat kapabilitas sigma 3,38-Sigma, sedangkan kapabilitas dari proses bending tersebut masih kurang dari 1. Radius

bending ternyata pengaruhnya lebih signifikan daripada diameter nominal pipa

terhadap ovality pipa setelah mengalami proses bending.

Kata Kunci: Kualitas, Statistical Process Control, Six Sigma.

(11)

1.1. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan konsumen seringkali hanya berfokus pada segi kuantitas mengingat pangsa pasar yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Namun dalam era persaingan yang demikian ketat ini, terdapat aspek yang tidak kalah pentingnya yaitu kualitas. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai kebijakan dari pihak perusahaan berkaitan dengan hal kualitas produk, harga yang ditawarkan kepada konsumen, kegiatan promosi, termasuk mengenai pemilihan area distribusi yang cocok untuk produk tersebut. Berhubungan dengan kualitas produk, akhir-akhir ini standarisasi mutu sangat marak dan begitu menentukan dalam upaya perusahaan memenangkan persaingan dan mempertahankan serta memperbaiki pangsa pasarnya. Untuk itu perusahaan dituntut agar menghasilkan suatu produk yang berkualitas prima karena segi kualitas produk seringkali menjadi pertimbangan utama konsumen dalam memutuskan untuk memilih suatu produk. Kualitas pada akhirnya akan menjadi faktor yang amat menentukan dalam keberhasilan bisnis, pertumbuhan, maupun peningkatan posisi bersaing perusahaan.

PT. INDONESIAN MARINE (Indomarine) adalah perusahaan pembuat perahu dan kapal, termasuk pemeliharaan serta perbaikan semua peralatan dan mesin-mesin kapal, serta usaha perdagangan (ekspor-impor) perkakas perahu dan kapal. Pada tahun 1967, usaha ini dikembangkan dengan penambahan bidang perencanaan dan pelaksanaan teknik pada boiler terutama banyak menangani boiler untuk pabrik gula.

Produk utama yang dihasilkan PT. Indomarine yang terletak di Singosari – Malang adalah Fire Tube Boiler dan Water Tube Boiler dengan kapasitas dan spesifikasi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Selain itu PT. Indomarine juga membuat produk-produk lain seperti: drum pengaduk tembakau, cerobong asap, lori beserta relnya, pressure vessel, dan spare part dari boiler itu sendiri.

Beberapa komponen utama boiler diantaranya adalah economizer dan

super-heater. Kedua komponen ini tersusun dari pipa-pipa dimana di dalamnya dialiri fluida

yang tekanan uap keluarannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal yaitu salah satunya untuk membangkitkan energi listrik. Karakteristik kualitas suatu pipa dapat diterjemahkan menjadi variabel-variabel seperti: Diameter Nominal, Diameter

(12)

Maksimal, Diameter Minimal. Oleh karena itu, proses pengerjaan pipa-pipa ini harus dilakukan dengan teliti agar kualitasnya dapat terjaga sehingga tekanan uap yang dihasilkan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.

PT. Indomarine telah meraih sertifikasi dalam hal penjaminan mutu yaitu ISO 9001: 2000. Namun selama ini perusahaan belum pernah menerapkan metode Six

Sigma untuk mengamati proses produksi yang berlangsung. Di lain sisi, metode ini

sangat penting untuk mengetahui seberapa baik proses manufaktur yang telah dilakukan selama ini. Artinya, apabila perusahaan telah berada pada tingkat kualitas 6-Sigma, maka dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan oleh PT. Indomarine cukup dapat diandalkan. Hal ini akan berimbas kepada meningkatnya citra perusahaan dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen sehingga diharapkan perusahaan dapat menjadi lebih kompetitif bahkan mampu bersaing dalam pasaran internasional.

Hal-hal di atas yang menjadi dasar pemikiran dalam penentuan permasalahan yang akan diangkat sebagai judul dalam skripsi ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana penerapan Statistical Process Control sebagai upaya implementasi metode Six Sigma

di PT. Indomarine?”

1.3. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan dengan tujuan agar pokok masalah yang diteliti tidak melebar dari topik yang sudah ditentukan. Oleh karena itu dalam penyusunan tugas akhir ini batasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Produk yang diamati adalah pipa untuk water tube boiler yang mengalami

proses bending.

2. Analisis hanya dilakukan pada tingkat produk. 3. Masalah biaya tidak dibahas dalam penelitian ini.

(13)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kapabilitas sigma SQL (Sigma Quality Level) dan nilai DPMO (Defects Per Million Opportunities) pada proses bending pipa boiler jenis water tube boiler sebagai tolok ukur kemampuan kinerja awal (current

performance),

2. Menganalisis stabilitas dan kapabilitas produk yang dihasilkan,

3. Mencari faktor-faktor yang dapat memengaruhi stabilitas dan kapabilitas produk yang dihasilkan sehingga dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan kualitas yang lebih terfokus.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan perusahaan mengenai pengendalian kualitas produk dan menambah informasi mengenai metode-metode yang dapat dipakai untuk meningkatkan kualitas produknya.

2. Bagi penulis

Menambah wawasan dalam menganalisis dan memecahkan suatu masalah khususnya tentang pengendalian kualitas.

(14)

2.1. Konsep Kualitas

Konsep tentang kualitas adalah sesuatu yang rumit dan komplek. Banyak penulis mengemukakan definisi yang berbeda mengenai kualitas, baik berdasarkan manfaat terhadap konsumen maupun atas dasar ketidakpuasan mereka (terutama berhubungan dengan produk). Juran misalnya, menyatakan bahwa kualitas adalah kecocokan dalam penggunaannya. Sedangkan Deming berpendapat bahwa kualitas seharusnya mengarah kepada kebutuhan konsumen, baik kebutuhan saat ini maupun masa mendatang. Namun umumnya kualitas diartikan memenuhi dan melampaui kebutuhan maupun harapan konsumen.

Ishikawa mengemukakan definisi dengan melihat kualitas dari sudut pandang konsumen. Beliau menyatakan bahwa tingkat kualitas ditentukan oleh seberapa baik suatu karakteristik kualitas pengganti (spesifikasi produk, diekspresikan oleh produ-sen dalam bahasa teknis) dalam memenuhi karakteristik kualitas riil (yaitu kebutuhan konsumen, dinyatakan dalam bahasa konsumen).

Misal:

a. Sistem komputer

Karakteristik kualitas riil : monitor tidak membuat mata mudah lelah Karakteristik kualitas pengganti : screen contrast level, dot pitch, refresh rate b. Pisau

Karakteristik kualitas riil : tajam

Karakteristik kualitas pengganti : bahan pisau, sudut pemotong, kekasaran permukaan pemotong

Kualitas bukanlah tanggung jawab seseorang atau suatu divisi tertentu, melainkan merupakan tanggung jawab setiap orang termasuk misalnya: karyawan bagian perakitan, sekretaris, agen pembeli, maupun pemimpin perusahaan. Tanggung jawab terhadap kualitas dimulai ketika bagian pemasaran menetapkan kualitas produk menurut keinginan konsumen dan terus berlanjut hingga produk diterima oleh konsumen dengan memuaskan.

(15)

Gambar 2.1: Bagian yang Bertanggung Jawab Terhadap Kualitas Sumber: Besterfield, 1994: 5

2.2. Pengendalian Proses Statistikal 2.2.1. Definisi Statistika

Kata ”statistika” memiliki dua macam definisi yang telah diterima secara umum, yaitu:

a. Suatu kumpulan data kuantitatif dari satu atau beberapa macam subyek/ kelompok, terutama data yang dikumpulkan dan dikelompokkan secara sistematis. Contoh: statistik suatu pertandingan bola, statistik kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.

b. Suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan, tabulasi, perhi-tungan, interpretasi, serta penyajian suatu data kuantitatif.

Penggunaan statistika dalam pengendalian kualitas lebih cenderung kepada makna yang kedua. Hal ini dikarenakan dalam pengendalian kualitas terdapat beberapa macam tahapan, seperti: pengumpulan, mentabulasi, menghitung, meng-interpretasi, serta menyajikan suatu data kuantitatif. Setiap tahapan sangat bergantung kepada ketelitian dan kelengkapan data dari tahapan yang sebelumnya.

(16)

Statistika dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1. Statistika deduktif (deskriptif)

suatu metode statistik untuk menggambarkan dan menganalisa suatu subyek atau kelompok.

2. Statistika induktif

suatu metode statistik yang bertujuan untuk menarik kesimpulan penting dari sekumpulan data (populasi) dengan hanya mengambil sebagian data (contoh/sample).

Kesimpulan yang diambil tentunya tidak bersifat mutlak, oleh karenanya seringkali dalam statistika digunakan istilah probabilitas.

2.2.2. Pengendalian Proses

Suatu sistem produksi merupakan sebuah hirarki dari proses produksi, terdiri dari proses-proses produksi utama yang terurai menjadi subproses-subproses masing-masing. Pengendalian proses berfokus kepada hasil dan meupakan suatu kombinasi komplek dari proses pengukuran, pembandingan, dan perbaikan. Proses pengukuran dilakukan baik terhadap parameter strategis maupun parameter taktis, misalnya mengukur kondisi operasional saat ini. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan nilai sasaran masing-masing yang ingin dicapai. Biasanya terdapat beberapa nilai yang melampaui sasaran, disamping juga terdapat nilai yang masih di bawah target. Jika dirasa perlu, dilakukan beberapa tindakan untuk mengembalikan parame-ter yang telah diukur tadi sehingga sesuai dengan target semula.

Secara umum, terdapat tiga macam metode pengendalian proses, yaitu: 1. Berbasis pelaku

Dimana manusia melakukan pemilihan/pengukuran, pembandingan, serta perbaikan berdasarkan intuisi dengan tujuan/kuantitas pengukuran dan pembandingan yang terbatas. Contoh: pengalaman, aturan pragmatis (sesuai kegunaan).

2. Berbasis tujuan

Dimana manusia – dengan bantuan alat/model analisis matematik/statistik – melakukan proses pemilihan/pengukuran, pembandingan, maupun per-baikan. Contoh: peta kendali atribut, peta kendali variabel.

(17)

3. Berbasis peralatan

Dimana peralatan mekanik, elektromekanik, dan/atau elektronik dimanfa-atkan untuk melakukan keseluruhan urutan proses pemilihan/pengukuran, pembandingan, maupun perbaikan. Contoh: expert systems, neural

networks.

Tujuan utama pengendalian proses – terlepas dari metode yang digunakan apakah berbasis pelaku, tujuan, ataukah peralatan – adalah untuk secara konsisten melakukan proses produksi yang selalu mendekati target yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi, mengurangi atau meng-hilangkan terjadinya pengerjaan ulang ataupun produk cacat.

Pada dasarnya pengendalian dan peningkatan proses industri mengikuti konsep siklus hidup proses (process life cycle) seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Interpretasi dari siklus hidup proses industri dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Stabilitas (Stability)

Tidak stabil Stabil

Tidak mampu 1 2

Kemampuan

(Capability) Mampu 4 3

Catatan :

Manfaat penggunaan metode-metode statistika adalah membantu manajemen dalam mengendalikan proses industri untuk berada dalam posisi nomor 3 (mampu dan stabil).

Gambar 2.2: Siklus Hidup Proses Industri Sumber: Gaspersz, 2002: 202

(18)

Tabel 2.1: Analisis Sistem Industri Sepanjang Siklus Hidup Proses Industri Status Proses

No. Kemampuan (Capability)

Stabilitas

(Stability) Situasi Analisis

1. Tidak Tidak

• Keadaan proses di luar pengendalian

• Proses akan menghasilkan produk cacat terus-menerus (keadaan kronis)

Sistem industri berada dalam kondisi paling buruk

2. Tidak Ya

• Keadaan proses berada dalam pengendalian

• Proses masih menghasilkan produk cacat

Sistem industri berada dalam status antara menuju peningkatan kualitas global

3. Ya Ya

• Keadaan proses berada dalam pengendalian

• Proses tidak menghasilkan produk cacat (zero defects)

Sistem industri berada dalam kondisi paling baik, merupakan target dari program Six

Sigma

4. Ya Tidak

• Proses berada di luar pengendalian

• Proses menimbulkan masalah kualitas secara sporadis

Sistem industri tidak dapat diperkirakan (unpredictable) dan tidak diinginkan (undesirable) oleh manajemen industri Sumber: Gaspersz, 2002: 203

Dalam Gambar 2.2 dan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa target dari pengen-dalian proses adalah membawa proses industri untuk beroperasi pada kondisi No. 3, yaitu proses industri yang memiliki stabilitas (stability) dan kemampuan (capability) hingga mencapai tingkat kegagalan nol (zero defects oriented).

2.2.3. Pengendalian Proses Statistikal

Istilah pengendalian proses statistikal (Statistical Process Control – SPC) digunakan untuk menggambarkan model berbasis penarikan sampel yang diaplikasi-kan untuk mengamati aktifitas proses yang saling berkaitan. Meski SPC merupadiaplikasi-kan alat bantu yang sangat berguna dalam memastikan apakah proses tetap berada dalam batas-batas yang telah ditetapkan, namun umumnya metode ini tidak dapat menyedia-kan cara untuk membuat proses tetap dalam batas kendali. Oleh sebab itu, jelas dibutuhkan campur tangan dan pertimbangan manusia untuk menentukan cara yang efektif dan efisien dalam membuat proses tetap dalam kondisi mampu dan stabil.

(19)

Pengendalian proses statistikal lebih menekankan pada pengendalian dan peningkatan proses berdasarkan data yang dianalisis menggunakan alat-alat statistika, bukan sekadar penerapan alat-alat statistika dalam proses industri.

2.2.3.1. Kestabilan dan Kemampuan Proses

Kestabilan proses (process stability)—yang berarti ketepatan proses dalam mencapai target yang telah ditentukan—secara tidak langsung menggambarkan bahwa proses dilakukan dengan baik. Hal ini merepresentasikan keadaan proses yang sedang berlangsung, seperti: bahan baku yang datang, mesin-mesin, dan skill operator. Sedangkan kemampuan proses (process capability) adalah suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan hubungan antara hasil proses dengan spesifikasi proses/produk.

Untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka dibutuhkan alat-alat atau metode statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistika untuk pengembangan sistem industri menuju kondisi stabil dan mampu ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3: Penggunaan Alat-alat Statistika untuk Pengembangan Sistem Industri Sumber: Gaspersz, 2002: 204

(20)

2.2.3.2. Metode Pengendalian Proses Statistikal

Alat bantu yang paling umum digunakan dalam pengendalian proses statistikal adalah peta kendali (Control Chart). Fungsi peta kendali secara umum adalah:

• Membantu mengurangi variabilitas produk. • Memonitor kinerja proses produksi setiap saat.

• Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan. • Trend dan kondisi di luar kendali dapat diketahui secara cepat.

Peta kendali dibuat secara kontinyu dalam suatu interval keyakinan tertentu, biasanya 3 standar deviasi (3σ). Diagram ini memuat 3 macam garis batas, yaitu: 1. Batas kendali atas (Upper Control Limit – UCL)

2. Rata-rata kualitas sampel

3. Batas kendali bawah (Lower Control Limit – LCL)

Sampel yang berada dalam rentang UCL – LCL dikatakan berada dalam kendali (in-control), sedangkan yang berada di luar rentang tersebut dikatakan di luar kendali (out-of-control).

Secara umum peta kendali dapat digolongkan dalam 2 kategori, yaitu: (1) Peta kendali variabel

(2) Peta kendali atribut

Peta Kendali Variabel

Peta kendali yang digunakan untuk mengamati jenis data variabel adalah peta kendali X – R – s (Shewhart Control Charts). Peta kendali variabel memantau

tingkat rata-rata kualitas melalui peta kendali X , sedangkan pemantauan variabilitas

kualitas dapat menggunakan pengukuran rentang melalui peta kendali R atau pengukuran standar deviasi melalui peta kendali s.

Apabila terdapat sampel sebanyak 1 sampai 10 maka digunakan peta kendali

(21)

Pada mulanya, pengendalian proses statistikal hanya dilakukan dengan menggunakan peta kendali. Namun demikian, dalam perkembangannya pengendalian proses statistikal dilakukan dengan menerapkan tujuh metode utama yang umum digunakan (Ishikawa’s Basic Seven), yaitu:

1. Diagram Sebab – akibat (Cause – Effect Diagram) 2. Grafik

3. Histogram 4. Diagram Pareto

5. Lembar Periksa (Check sheets) 6. Diagram Sebaran (Scatter Diagrams) 7. Peta Kendali (Control Charts)

Disamping metode-metode statistikal di atas, terdapat pula beberapa alat bantu yang juga sesuai digunakan untuk melakukan pengendalian proses, diantaranya: 1. Analisis Kapabilitas

2. Design of Experiment (DOE)

3. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

4. Gantt Chart

5. Gauge Studies

Penggunaan metode-metode statistika dalam industri yang bersifat massal akan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan proses industri, sehingga memberikan dampak ekonomis bagi industri itu untuk menghadapi persaingan global yang sangat kompetitif.

2.3. Six Sigma (6σ)

2.3.1. Konsep Six Sigma Motorola

Six Sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4

kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO – Defects Per Million Opportunities) untuk setiap transaksi produk (barang/jasa). Sebuah upaya giat menuju kesempurnaan (zero

defect – kegagalan nol). Perusahaan General Electric sebagai salah satu perusahaan

yang sukses menerapkan metode Six Sigma menyatakan, ”Six Sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu kita mengembangkan dan menghantarkan

(22)

produk mendekati sempurna. Ide sentral di belakang Six Sigma adalah jika dapat mengukur berapa banyak cacat yang ada dalam suatu proses, maka secara sistematis dapat mengatasi bagaimana menekan dan menempatkan diri dekat dengan zero-defect. Simbol sigma (σ) merupakan huruf Yunani dan dalam statistik dikenal

sebagai standar deviasi, yaitu suatu nilai yang menyatakan simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang (range) yang telah ditetapkan. Rentang tersebut memiliki batas, yakni batas atas (USL – Upper

Specification Limit) dan batas bawah (LSL – Lower Specification Limit). Proses yang

terjadi di luar rentang tersebut maka dianggap cacat (defect). Proses 6σ berarti proses yang hanya menghasilkan 3,4 DPMO (Defects Per Million Opportunities).

SQL DPMO 1,00 317.311 2,00 45.500 3,00 2.700 4,00 63 5,00 0,57 6,00 0,002 6σ Riil 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 1000000 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

SQL (Sigma Quality Level)

D P M O ( D ef ec ts P er M illi on O ppo rt uni ti es 6σ Riil (a) SQL DPMO 1,00 691.462 2,00 308.538 3,00 66.807 4,00 6.210 5,00 233 6,00 3,4 6σ Motorola 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 1000000 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

SQL (Sigma Quality Level)

D P M O ( D ef ec ts P er M ill io n O p p ort u n it ies ) 6σ Motorola (b)

Gambar 2.4: Konsep Proses Six Sigma.

(23)

Terlihat dalam gambar di atas bahwa dalam kurva distribusi normal, proses 6σ sebenarnya hanya mengijinkan produk/proses yang ditolak (sebelah kanan dan kiri batas spesifikasi USL dan LSL) sebesar 0,002 DPMO. Namun dalam metode Six

Sigma yang pertama kali digunakan oleh Motorola merupakan suatu modifikasi dari

kurva diatas yaitu dengan menggeser nilai rata-rata (µ - mean) sebesar ± 1,5σ dengan batas nilai yang ditolak adalah 3,4 DPMO. Konsep inilah yang kemudian banyak dipakai dalam industri manufaktur maupun industri lainnya.

Pada dasarnya pelanggan akan merasa puas apabila mereka menerima produk dengan nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan dapat mengharapkan terjadinya 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma.

Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan

perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).

Motorola mengembangkan inisiatif kualitas 6-sigma sehingga mampu meningkatkan pertumbuhannya dalam industri manufaktur. Inisiatif ini merupakan rangkaian perbaikan proses yang umum digunakan dan terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) mengidentifikasi produk,

(2) mengenali pelanggan,

(3) mengidentifikasi kebutuhan untuk membuat produk bagi pelanggan, (4) menetapkan proses,

(5) mencari kesalahan proses dan hapuskan pemborosan, (6) memperbaiki proses secara terus-menerus.

Dalam bidang manufaktur, enam aspek umum tersebut dibuat lebih spesifik dan dinyatakan dalam langkah-langkah yang lebih eksplisit, yaitu:

(1) mengidentifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan),

(24)

(2) mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ

(critical-to-quality),

(3) menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll.,

(4) menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai dengan yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ), (5) menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai

maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ),

(6) mengubah desain produk, proses, ataupun keduanya sedemikian rupa agar mampu mencapai kapabilitas proses 6-sigma (Cp ≥ 2).

Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah

dengan berfokus kepada pengendalian produk/proses sehingga sepanjang waktu dapat memenuhi persyaratan dari produk/proses tersebut. Metode ini diterapkan melalui beberapa tahapan, yaitu: define, measure, analyze, improve serta control (DMAIC).

2.3.2. Tahap Define

Define (D) merupakan langkah operasional pertama dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Tahap define adalah fase menentukan masalah dan menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang dalam hal ini sering disebut dengan “suara pelanggan” (VOC – Voice of Customer). Setelah karakteristik kualitas yang terdefinisi dalam bahasa konsumen tersebut diketahui, maka langkah selanjutnya dalam tahap ini adalah menerjemahkannya ke dalam bahasa produsen yaitu dalam parameter teknis (VOC Ù CTQ).

Voice of Customer (VOC) dan Critical to Quality (CTQ)

Peter Drucker (1989) dalam Gaspersz (2002) menyatakan bahwa “Apa yang dipikirkan perusahaan tentang apa yang dihasilkannya bukanlah hal yang paling penting – khususnya tidak untuk masa depan perusahaan dan keberhasilannya. Yang lebih penting adalah apa yang dipikirkan pelanggan tentang apa yang dibeli dan “nilai” yang dirasakannya, itulah yang menentukan perusahaan apa itu, apa yang dihasilkan, dan apakah akan berhasil dalam aktifitasnya”.

(25)

Konsumen biasanya memiliki kriteria/persyaratan tertentu yang harus ada dalam produk yang mereka inginkan. Kriteria spesifik dari konsumen atas suatu produk disebut karakteristik kualitas riil (Voice of Customer). Karakteristik ini dapat diidentifikasi dengan pertanyaan ”Apa yang dipandang penting oleh pelanggan?”. Menurut Kano, Voice of Customer merupakan kumpulan kebutuhan

pelanggan, terdiri dari: • Dissatisfiers

Kebutuhan yang diharapkan dalam suatu produk. Kebutuhan ini merupakan pemberian, bukan bersumber dari pelanggan. Jika kebutuhan tersebut tidak ada pada suatu produk maka pelanggan akan tidak puas.

Satisfiers

Kebutuhan dimana pelanggan berkata ”Kami menginginkannya !”. Pencapai-an kebutuhPencapai-an tersebut menciptakPencapai-an kepuasPencapai-an.

Exciters/Delighters

Fitur baru atau inovatif diluar ekspektasi pelanggan. Kehadiran fitur tersebut membawa pada persepsi tinggi akan kualitas.

Voice of Customer ini dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu:

Persyaratan output

Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik atau features dari produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Dalam hal ini dapat saja berupa banyak macam persyaratan output, namun pada dasarnya semua itu berkaitan dengan daya guna (usability) atau efektivitas produk akhir tersebut dari sudut pandang pelanggan.

Dalam banyak kasus, persyaratan output dapat didefinisikan secara spesifik dan obyektif – sepanjang pelanggan itu mengetahui apa yang diinginkannya. Sebagai misal, pelanggan dalam industri manufaktur yang menetapkan spesifikasi output produk pipa dengan diameter 40mm ± 5mm. Pada situasi lain, daftar persyaratan output menjadi lebih rumit karena pelanggan tidak megetahui secara spesifik apa yang diinginkannya. Sebagai misal, pelanggan hanya menginginkan agar sepatu olahraga yang dipakai terasa nyaman di kaki. Dalam situasi seperti ini, tim proyek Six Sigma harus mampu

(26)

mendaftarkan semua persyaratan output yang mampu memberikan kenyamanan dalam pemakaian.

Persyaratan pelayanan

Merupakan petunjuk bagaimana pelanggan seharusnya diperlakukan atau dilayani selama eksekusi dari proses itu sendiri. Persyaratan pelayanan cenderung menjadi lebih subyektif dan peka terhadap situasi dibandingkan persyaratan output yang biasanya dapat didefinisikan secara konkret.

Membangun organisasi menuju kinerja Six Sigma berarti harus memantau dan meningkatkan persyaratan output maupun persyaratan pelayanan. Meskipun industri manufaktur sebagai misal: mobil, komputer, televisi, dll., tidak berarti bahwa pelanggan hanya membutuhkan kualitas output tetapi juga membutuhkan kualitas pelayanan.

Beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam mendefinisikan kebutuhan spesifik pelanggan diantaranya:

(1) Identifikasi situasi output (barang/jasa) dan pelayanan

Hal ini merupakan titik awal kunci untuk mengetahui apa persyaratan

output dan persyaratan pelayanan yang harus didefinisikan dan dipenuhi.

(2) Identifikasi pelanggan

Siapa yang akan menerima output dan pelayanan? Ketika memikirkan tentang pelanggan eksternal (orang yang menerima output yang berada di luar organisasi), harus memisahkan antara penyalur (distributors) dan pengguna akhir (end users).

(3) Meninjau-ulang data yang tersedia tentang kebutuhan pelanggan, ekspektasi, komentar-komentar, keluhan-keluhan yang diterima, dan lain-lain.

Seyogianya menggunakan data yang dapat dikuantifikasikan dan bersifat obyektif ketika mendefinisikan persyaratan-persyaratan output dan pelayanan, bukan perkiraan-perkiraan subyektif yang berbentuk anekdot (cerita-cerita). (4) Menulis draft awal tentang pernyataan persyaratan-persyaratan output dan

pelayanan.

Merupakan tahap menerjemahkan kebutuhan spesifik pelanggan ke dalam persyaratan-persyaratan output dan pelayanan yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable) serta mendefinisikan secara jelas tentang

(27)

standar-standar kinerja (performance standards). Setelah merumuskan pernyataan persyaratan-persyaratan output dan pelayanan, maka draft awal tersebut perlu diuji kepada semua orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma untuk mengetahui apakah orang-orang itu dapat dengan mudah memahami secara jelas, spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, dan seterusnya.

(5) Melakukan validasi terhadap persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa persyaratan-persyaratan itu telah merefleksikan kebutuhan spesifik pelanggan secara akurat. Proses validasi dapat melibatkan pelanggan secara langsung dengan menanyakan kembali kebutuhan spesifik mereka, juga harus melibatkan orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma untuk menanyakan tentang pemahaman (interpretasi) mereka terhadap persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dan bagaimana memenuhi persyaratan-persyaratan itu.

(6) Merumuskan pernyataan akhir (finalisasi) dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan yang secara akurat telah merefleksikan kebutuhan-kebutuhan spesifik dari pelanggan.

Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh pelanggan sebagai Voice of Customer, selanjutnya perlu diberikan nilai terukur. Variabel terukur tersebut dinamakan karakteristik kualitas pengganti atau Critical-to-Quality (CTQ). Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi proses-proses yang menyertai CTQ tersebut. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh seberapa baik proses yang menyertai CTQ tersebut.

2.3.3. Tahap Measure

Measure (M) merupakan langkah operasional kedua dalam program

peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat dua hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure, yaitu:

(1) mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dilakukan pada tingkat output,

(2) mengukur kinerja saat ini (current performance) pada tingkat output untuk ditetapkan sebagai tolok ukur kinerja (performance baseline) pada awal proyek Six Sigma.

(28)

2.3.3.1. Mengembangkan Rencana Pengumpulan Data

Tahap berikut setelah penetapan karakteristik kualitas kunci dalam proyek

Six Sigma adalah menetapkan rencana untuk pengumpulan data. Pada dasarnya

pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada beberapa tingkat, yaitu: • Pengukuran pada tingkat proses:

mengukur setiap langkah/aktifitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, kemudian menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan dan meningkatkan proses operasional serta memper-kirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan.

Pengukuran pada tingkat output:

mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik kualitas yang diingin-kan oleh pelanggan.

Pengukuran Pada Tingkat Output

Pengukuran pada tingkat output merupakan pengukuran yang dilakukan

terhadap kinerja karakteristik kualitas output (barang/jasa), disebut juga dengan pengukuran internal. Berkaitan dengan pengukuran ini, perlu membedakan jenis data yang akan diambil.

Jenis Data

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta tersebut. Terdapat jenis data yang umum digunakan, yakni: 1. Data Atribut

merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pen-cacahan (tally) untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat

(29)

diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah ditetapkan, maka catatan itu disebut sebagai ”atribut”.

Contoh: ketiadaan label pada kemasan produk, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll.

Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian (nonconformities) atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

2. Data Variabel

merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai ”variabel”.

Contoh: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll.

Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, dan volume merupakan data variabel.

Pada pengukuran karakteristik kualitas yang bersifat variabel, ukuran contoh (sample) yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dan didasarkan atas pertimbangan kestabilan proses. Apabila proses cukup bervariasi namun masih berada dalam batas-batas toleransi maka digunakan sampel sebanyak 10 (n = 10). Jika proses semakin stabil, maka ukuran sampel yang digunakan adalah lima (n = 5). Dalam situasi tertentu, terutama dalam industri kimia dimana waktu proses berlangsung sangat lama, maka dapat menggunakan sampel berukuran tunggal (n = 1).

2.3.3.2 Mengukur Tolok Ukur Kinerja (Performance Baseline)

Proyek peningkatan kualitas Six Sigma akan berfokus pada upaya-upaya giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defect) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Oleh karenanya, sebelum suatu proyek Six Sigma dimulai, maka harus diketahui tingkat kinerja yang sekarang (current performance),

(30)

atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai tolok ukur kinerja (performance

baseline).

Setelah mengetahui tolok ukur kinerja ini, maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai setelah memulai proyek Six Sigma dapat diukur sepanjang masa berlangsung proyek Six Sigma itu. Tolok ukur kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya ditetapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO (Defects Per Million

Opportunities) dan SQL (Sigma Quality Level).

Sesuai dengan konsep pengukuran yang bisa diterapkan pada tingkat proses,

output, dan outcome, maka tolok ukur kinerja juga dapat ditetapkan pada tingkat

proses dan output.

Pengukuran Tolok Ukur Kinerja Pada Tingkat Output

Pengukuran tolok ukur kinerja pada tingkat output dilakukan secara langsung pada produk akhir (barang/jasa) yang akan diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sebelum produk tersebut diserahkan kepada pelanggan. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk melakukan pengendalian dan peningkatan kualitas dari karakteristik output yang diukur tersebut.

Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa data variabel maupun data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran DPMO (Defects Per Million Opportunities) dan SQL (kapabilitas sigma).

Rumus yang digunakan adalah:

• Rata-rata sampel dalam subgrup – X (Pyzdek, 2003: 394) adalah: X =

n X Σ

Rata-rata sampel keseluruhan – X (Pyzdek, 2003: 395) adalah:

X =

N X Σ

• Rentang – R (Pyzdek, 2003: 394) adalah: R = Xmaks – Xmin

(31)

• Standar deviasi – s (Gaspersz, 2002: 128) adalah:

s =

2

d R

(d2 dilihat dalam Tabel Lampiran 1)

• Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 1 batas spesifikasi (Gaspersz, 2002: 131) adalah:

(

)

×1.000.000 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ≥ s X USL absolut z P atau;

(

)

×1.000.000 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ≤ s X LSL absolut z P

• Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 2 batas spesifikasi (Gaspersz, 2002: 124) adalah:

(

)

×1.000.000 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ≥ s X USL z P dan;

(

)

×1.000.000 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ≤ s X LSL z P • Kapabilitas Sigma – SQL (Tabel Lampiran 5) 2.3.4. Tahap Analyze

Analyze (A) merupakan langkah operasional ketiga dalam program

pening-katan kualitas Six Sigma. Tahap Analyze merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. Pada tahap ini perlu dilakukan beberapa hal berikut:

(1) menganalisis stabilitas dan kapabilitas proses, serta

(32)

2.3.4.1. Menganalisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Perhitungan Stabilitas Proses

a. Satu Batas Spesifikasi (USL atau LSL)

Rumus yang digunakan (Gaspersz, 2002: 214) adalah: • Smaks = (Tabel Lampiran 6)

• = T ± 1,5 (S ⎭ ⎬ ⎫ LCL UCL maks) • Uji Hipotesis:

H0: Variasi proses berada dalam batas toleransi maksimum standar deviasi

yang diharuskan pada tingkat sigma proses.

H1: Variasi proses lebih besar daripada batas toleransi maksimum standar

deviasi yang diharuskan pada tingkat sigma proses.

(

)

(

)

⎪⎭⎪⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ 2 2 1 maks S S N ≤ χ2 (α; N-1) (H 0 Diterima)

(

)

(

)

⎪⎭⎪⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − 2 2 1 maks S S N > χ2 (α; N-1) (H 0 Ditolak)

Uji Hipotesis Chi-Kuadrat di atas digunakan untuk mengetahui apakah variasi proses telah mampu memenuhi batas toleransi standar deviasi maksimum (Smaks) pada tingkat kualitas (SQL) tertentu.

b. Dua Batas Spesifikasi (USL dan LSL)

Rumus yang digunakan (Gaspersz, 2002: 206) adalah: • Smaks = (Tabel Lampiran 7)

• = T ± (1,5 x S ⎭ ⎬ ⎫ LCL UCL maks)

• Uji Hipotesis: H0 : σ2 ≥ (Smaks)2

(

)

(

)

⎪⎭⎪⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ 2 2 1 maks S S N ≥ χ2 (α; n-1) (H0 diterima) H1 : σ2 < (Smaks)2

(

)

(

)

⎪⎭⎪⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ 2 2 1 maks S S N < χ2 (α; n-1) (H0 ditolak)

(33)

Uji Hipotesis Chi-Kuadrat di atas digunakan untuk mengetahui apakah variasi proses telah mampu memenuhi batas toleransi standar deviasi maksimum (Smaks) pada tingkat kualitas (SQL) tertentu.

Perhitungan Kapabilitas Proses

a. Satu Batas Spesifikasi (USL atau LSL), (Gaspersz, 2002: 218) adalah:

Cpk =Absolut ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ S X SL 3 •

( )

2 2 3 ) ( T X S T SL Absolut Cpm − + − =

b. Dua Batas Spesifikasi (USL dan LSL), (Gaspersz, 2002: 210) adalah:

Cpk =minimum ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎭ ⎬ ⎫ − − S X USL atau S LSL X 3 3 •

(

)

2 2 6 S X T LSL USL Cpm − + − =

• Uji Hipotesis: H0 : µ = T ± 1,5 Smaks (H0 diterima)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − n S t X (α/2;n 1) < µ < ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + n S t X (α/2;n 1) H1 : µ ≠ T ± 1,5 Smaks (H0 ditolak) µ ≤ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − n S t X (α/2;n 1) atau µ ≥ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + n S t X (α/2;n 1) dimana;

SL = Batas Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan USL = Batas Atas Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan LSL = Batas Bawah Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan UCL = Upper Control Limit (Batas Kendali Atas)

LCL = Lower Control Limit (Batas Kendali Bawah)

T = Target spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan S = Standar deviasi proses

Smaks = Nilai batas toleransi maksimum standar deviasi

(34)

n = Ukuran sampel N = Ukuran sampel keseluruhan

µ = Nilai rata-rata proses yang sesungguhnya α = Tingkat signifikansi

χ2 = Distribusi Chi-Kuadrat t = Distribusi t-Student

Analisis kapabilitas proses digunakan secara luas dalam dunia industri untuk mengukur kemampuan perusahaan/pemasok dalam memenuhi spesifikasi kualitas. Terdapat berbagai indeks kapabilitas proses, namun dalam skripsi ini akan digunakan 2 macam indeks, yakni:

• Cpk (Indeks Kapabilitas Proses Aktual)

Kelemahan utama indeks Cp adalah pada kenyataannya sangat sedikit

proses yang tetap berpusat pada rata-rata proses. Untuk memperoleh pengukur-an akpengukur-an kinerja proses ypengukur-ang lebih baik, maka harus dipertimbpengukur-angkpengukur-an di mpengukur-ana rata-rata proses berlokasi relatif terhadap batas spesifikasi. Cpk mencari jarak

terdekat lokasi pusat proses dengan USL atau LSL kemudian dibagi dengan rentang proses.

Kapabilitas proses potensial pada proses dengan tingkat kualitas Six Sigma: Cpk =minimum ⎩ ⎨ ⎧ ⎭ ⎬ ⎫ − − σ μ σ μ 3 3 USL atau LSL Cpk =minimum ⎩ ⎨ ⎧ ⎭ ⎬ ⎫ σ σ σ σ 3 6 3 6 atau Cpk =2,0

dimana: USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)

µ = rata-rata proses

σ = simpangan/standar deviasi

• Cpm (Indeks Kapabilitas Proses Taguchi)

Indeks kapabilitas proses Cpm (disebut juga Taguchi Capability Index)

(35)

nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai

spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin berkurang menuju target tingkat kegagalan nol. Dengan demikian indikator keberhasilan program peningkatan kualitas Six Sigma dapat dilihat melalui nilai indeks kapabilitas proses Cpm yang

semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Beberapa keuntungan penggunaan indeks Cpm adalah:

⇒ Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak

simetris, dimana nilai spesifikasi target kualitas tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL.

⇒ Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak

mensyarat-kan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan Cpm adalah

bebas dari persyaratan distribusi data serta tidak memerlukan uji normalitas lagi untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal atau tidak.

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut:

⇒ Cpm ≥ 2,00

Proses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan berkelas dunia).

⇒ 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99

Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol (zero

defect oriented). Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai Cpm

yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.

⇒ Cpm < 1,00

Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.

(36)

2.3.4.2. Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau Kegagalan

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila berhasil ditemukan sumber-sumber penyebab masalah itu kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab tersebut. Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu: • Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama

dalam ruang dan waktu.

• Setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk:

a. Controllable Causes: penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk menghilangkan penyebab itu.

b. Uncontrollable Causes: penyebab yang berada di luar pengendalian manusia.

Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip “5 Why’s”, yaitu dengan bertanya “mengapa” sebanyak lima kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya “Why” beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab – Akibat.

Diagram Sebab – Akibat

Diagram sebab-akibat (atau juga disebut Diagram Tulang-ikan, Diagram Ishikawa) dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan pada awalnya digunakan oleh bagian pengendali kualitas untuk menemukan potensi penyebab masalah dalam proses manufaktur yang biasanya melibatkan banyak variasi dalam sebuah proses. Namun kemudian digunakan secara luas dalam setiap aspek kegiatan bisnis ketika diperlukan pemilahan penyebab timbulnya masalah untuk kemudian disusun dalam suatu hubungan yang saling berkaitan.

Dalam industri manufaktur, pembuatan diagram sebab-akibat ini dapat menggunakan konsep “5M-1E”, yaitu: machines, methods, materials, measurement,

(37)

men/women, dan environment. Sedangkan dalam bidang pelayanan dapat memakai

pendekatan “3P-1E” yang terdiri dari: procedures, policies, people, serta equipment.

Gambar 2.5: Diagram Sebab – Akibat Sumber: Grant, 1999: 330

2.3.5. Tahap Improve

Tahap Improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan

sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.

Design of Experiment (DOE) merupakan salah satu metode statistik yang

digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas. Perubahan-perubahan terhadap variabel suatu proses/sistem diharapkan akan memberi hasil yang optimal dan cukup memuaskan.

Design of Experiment dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji

dengan mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga bisa diketahui penyebab perubahan output (respon). Terdapat beberapa jenis Design of Experiment, yaitu: DOE Satu Faktor, Desain Faktorial, dan Desain Taguchi.

(38)

2.3.6. Tahap Control

Control (C) merupakan langkah operasional terakhir dalam proyek

pening-katan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningpening-katan kualitas didokumen-tasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandardisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari Tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses, yang berarti proyek

Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC. Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali.

Terdapat dua alasan melakukan standardisasi, yaitu:

1. Setelah periode waktu tertentu, dikhawatirkan manajemen dan karyawan akan kembali menggunakan cara-cara kerja lama sehingga memunculkan kembali masalah yang sudah pernah diselesaikan itu.

2. Terdapat kemungkinan apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan, orang-orang baru akan menggunakan cara-cara kerja yang dapat memuncul-kan kembali masalah yang sudah pernah diatasi oleh manajemen dan karyawan terdahulu.

Berdasarkan uraian di atas, standardisasi sangat diperlukan sesuai dengan konsep pengendalian kualitas yang berorientasi pada strategi pencegahan (strategy of

prevention), bukan hanya berorientasi pada strategi pendeteksian (strategy of detection) saja. Pendokumentasian praktek-praktek kerja standar juga bermanfaat

sebagai bahan dalam proses belajar terus-menerus, baik bagi karyawan baru maupun karyawan lama. Demikian pula dokumentasi tentang praktek-praktek standar dan solusi masalah yang pernah dilakukan akan merupakan sumber informasi yang ber-guna untuk mempelajari masalah-masalah kualitas di masa mendatang sehingga tindakan peningkatan kualitas yang efektif dapat dilakukan.

(39)

Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk melakukan kegiatan ilmiah berupa penelitian secara hati-hati, kritis, terencana, sistematis, dan terarah. Metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersesuaian untuk memecahkan suatu permasalahan.

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, sebuah studi untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Penelitian dilakukan terhadap suatu permasalahan yang ada dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penelitian dilakukan untuk mencari fakta-fakta yang jelas tentang beberapa hal dan keadaan perusahaan.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat singkat dan sementara sehingga data-data yang diperlukan sebaiknya telah diperkirakan sebelumnya dan bersifat aktual. Data-data yang dimaksud adalah data variabel produk pipa untuk digunakan sebagai bahan pemecahan masalah.

Terdapat beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang relevan terhadap masalah yang diteliti. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode field research, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan secara langsung di lokasi penelitian dilaksanakan.

Teknik yang digunakan dalam metode penelitian field research ini adalah: 1. Observasi

suatu metode pengumpulan data dengan mengamati secara langsung terhadap jalannya aktifitas-aktifitas obyek yang diteliti.

2. Wawancara/Dialog

suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau dialog langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan yang dapat membantu memberikan penjelasan mengenai masalah yang sedang diteliti.

(40)

3. Dokumentasi

suatu metode pengumpulan data dengan menelusuri arsip-arsip atau catatan yang ada dalam perusahaan yang berkaitan dengan permasalah-an ypermasalah-ang sedpermasalah-ang diteliti.

3.3. Sumber Data

Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan di lapangan (field

research) untuk memperoleh data variabel diameter pipa boiler di PT. INDONESIAN

MARINE (Indomarine).

3.4. Waktu dan Tempat

1. Waktu pengambilan data

Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 25 April s/d 2 Mei 2008.

2. Tempat pengambilan data

Tempat pengambilan data dilaksanakan di PT. INDONESIAN MARINE (Indomarine) yang terletak di Kota Singosari – Kabupaten Malang.

(41)

3.5 Diagram Alir Penelitian Menetapkan VOC – CTQ Data: - Diameter Nominal - Diameter Maksimal - Diameter Minimal Studi Literatur Melakukan pengukuran Karakteristik Kualitas (CTQ) Selesai Standarisasi dan Dokumentasi Perbaiki proses produksi Mengidentifikasi penyebab variabilitas ovality Analisa Stabilitas Proses Proses sudah stabil? Analisa Kapabilitas Proses Mulai Kesimpulan dan Saran Tidak Ya

(42)

Langkah-langkah metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Mempelajari teori-teori dan permasalahan yang berhubungan erat dengan peningkatan kualitas produk.

2. Identifikasi VOC – CTQ

Melakukan pemilihan karakteristik kualitas yang dianggap sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga pemecahan masalah nantinya diharapkan benar-benar tepat sasaran.

3. Pengukuran Karakteristik Kualitas (CTQ)

Melakukan pengukuran/pengambilan data hanya yang tergolong dalam karakteristik kualitas (CTQ) sehingga pemecahan masalah tidak terlalu melebar dan tepat guna.

4. Pengumpulan Data

Data sampel yang diperlukan adalah data variabel, yaitu: Diameter Nominal, Diameter Maksimal, dan Diameter Minimal.

5. Analisa Stabilitas dan Kapabilitas Proses

Melakukan analisa terhadap data yang telah diperoleh sebelumnya untuk mengetahui sampai di mana tingkat kestabilan dan kapabilitas proses produksi yang selama ini berlangsung dalam perusahaan.

6. Mengidentifikasi Penyebab Variabilitas Data

Melakukan pemetaan terhadap sebab-sebab yang berpotensi menyebab-kan variabilitas sehingga dapat dilakumenyebab-kan penetapan rencana tindamenyebab-kan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.

7. Standarisasi dan Dokumentasi

Membuat standarisasi dan dokumentasi mengenai usaha-usaha yang dapat meningkatkan stabilitas dan kapabilitas proses untuk dijadikan

(43)

bahan rujukan di masa mendatang sehingga permasalahan yang sama tidak sampai terulang di kemudian hari.

8. Kesimpulan dan Saran

Memuat kesimpulan-kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan, serta memberikan solusi pemecahan yang dapat dipertim-bangkan untuk diterapkan. Selain itu juga berisi saran-saran, baik bagi penelitian selanjutnya maupun bagi perusahaan demi pengembangan permasalahan lebih lanjut dan ruang lingkup yang lebih luas sehingga dapat diaplikasikan secara lebih fleksibel dan komprehensif.

(44)

4.1. Tahap Define

Beberapa variabel yang merupakan karakteristik kualitas dan dapat dinyata-kan dalam ukuran diantaranya adalah:

a. Diameter luar maksimal (Dmax) [mm]

b. Diameter luar minimal (Dmin) [mm]

c. Ketidakbulatan (Ovality) [%] 4.2. Tahap Measure a. Pipa I Diameter nominal (Dn) : 38,10 mm Radius bending (R) : 80 mm Toleransi ovality : 8 %

Tabel 4.1: Data pengukuran diameter pada Pipa I

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

1 37,13 39,24 5,54 37,12 39,55 6,38 37,08 39,71 6,90 2 37,23 38,98 4,59 37,11 39,12 5,28 37,44 38,93 3,91 3 37,18 39,22 5,35 37,02 38,64 4,25 36,89 39,60 7,11 4 37,18 38,69 3,96 36,92 38,71 4,70 36,38 38,51 5,59 5 36,66 38,69 5,33 37,44 38,55 2,91 36,57 38,78 5,80 6 37,16 38,57 3,70 37,28 38,97 4,44 36,92 39,13 5,80 7 36,77 39,25 6,51 36,96 38,83 4,91 37,31 39,76 6,43 b. Pipa II Diameter nominal : 38,10 mm Radius bending : 160 mm Toleransi ovality : 5,95 %

Tabel 4.2: Data pengukuran diameter pada Pipa II

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

1 37,61 38,83 3,20 37,64 38,97 3,49 37,26 39,02 4,62 2 37,54 38,68 2,99 36,96 38,45 3,91 37,03 38,47 3,78 3 37,62 39,22 4,20 37,73 39,14 3,70 37,44 38,50 2,78 4 37,21 38,44 3,23 36,86 38,58 4,51 37,04 38,37 3,49

(45)

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

5 37,14 39,11 5,17 37,35 38,96 4,23 37,08 38,64 4,09 6 37,13 38,76 4,28 37,39 38,52 2,97 37,23 38,57 3,52 7 37,37 38,73 3,57 36,98 38,74 4,62 36,83 39,06 5,85 8 37,02 38,96 5,09 37,33 38,63 3,41 37,05 38,77 4,51 9 37,48 38,60 2,94 37,26 38,79 4,02 37,43 38,62 3,12 10 37,02 39,21 5,75 37,34 39,07 4,54 37,45 38,88 3,75 11 37,36 39,02 4,36 37,41 38,55 2,99 37,37 38,72 3,54 12 37,29 38,85 4,09 37,54 38,76 3,20 37,24 38,87 4,28 13 37,16 38,93 4,65 37,28 38,74 3,83 37,03 39,21 5,72 14 37,58 38,71 2,97 37,52 38,86 3,52 37,40 38,91 3,96 c. Pipa III Diameter nominal : 50,80 mm Radius bending : 300 mm Toleransi ovality : 2,12 %

Tabel 4.3: Data pengukuran diameter pada Pipa III

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

1 50,39 51,25 1,69 50,36 51,25 1,75 50,29 51,31 2,01 2 50,15 51,14 1,95 50,19 51,11 1,81 50,16 51,14 1,93 3 50,32 51,27 1,87 50,27 51,28 1,99 50,43 51,24 1,59 4 50,39 51,33 1,85 50,36 51,31 1,87 50,27 51,14 1,71 5 50,39 51,23 1,65 50,45 51,16 1,40 50,45 51,26 1,59 6 50,68 51,56 1,73 50,57 51,60 2,03 50,23 51,08 1,67 7 50,45 51,23 1,54 50,42 51,22 1,57 50,37 51,30 1,83 d. Pipa IV Diameter nominal : 63,50 mm Radius bending : 300 mm Toleransi ovality : 2,65 %

Tabel 4.4: Data pengukuran diameter pada Pipa IV

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

1 62,82 64,31 2,35 62,57 63,95 2,17 62,45 64,05 2,52 2 62,97 63,82 1,34 62,46 64,08 2,55 62,51 63,92 2,22 3 62,52 64,18 2,61 62,76 63,94 1,86 62,67 64,13 2,30 4 62,66 63,95 2,03 62,49 63,97 2,33 62,43 63,98 2,44 5 62,72 64,10 2,17 62,94 63,86 1,45 63,08 63,75 1,06 6 62,51 64,06 2,44 62,58 63,93 2,13 62,40 63,89 2,35

(46)

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

7 62,57 64,03 2,30 62,93 63,85 1,45 62,58 64,17 2,50 8 62,39 63,78 2,19 62,45 63,89 2,27 62,37 63,92 2,44 9 62,66 64,15 2,35 62,32 63,94 2,55 62,71 64,15 2,27 10 62,41 63,92 2,38 62,57 63,85 2,02 62,23 63,89 2,61 e. Pipa V Diameter nominal : 76,20 mm Radius bending : 500 mm Toleransi ovality : 1,91 %

Tabel 4.5: Data pengukuran diameter pada Pipa V

No. Sampel

1 2 3 Subgrup

Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality Dmin Dmax Ovality

1 75,15 76,58 1,88 76,12 77,43 1,72 76,12 77,38 1,65 2 75,27 76,68 1,85 75,46 76,88 1,86 75,51 76,81 1,71 3 75,54 76,72 1,55 75,96 77,32 1,78 76,14 77,45 1,72 4 75,81 76,95 1,50 75,87 77,13 1,65 75,76 77,19 1,88

Contoh perhitungan:

• Toleransi ovality untuk short radius (R ≤ 250 mm):

= x 100% 4R Dn (Nayyar, 2000: A.269) = x 100% 80 x 4 38,10 = 11,9 %

Batas toleransi ovality pipa bending untuk internal pressure adalah 8 % dan

external pressure maksimal 3 % (Nayyar, 2000: A.269). Karena pipa di atas

didesain untuk water tube boiler, maka batas toleransi yang dipakai adalah 8 % (bukan 11 % seperti dalam perhitungan).

• Toleransi ovality untuk long radius (R > 250 mm):

= x 100% 8R Dn (Nayyar, 2000: A.269) = x 100% 300 x 8 50,80 = 2,12 %

(47)

• Ketidakbulatan (ovality): = x 100% D D -D n min

max (Nayyar, 2000: A.269)

= 100% 38,10 37,13 39,24 × − = 5,54 %

4.2.1. Tes Kecukupan Data

Dalam perhitungan ini diasumsikan tingkat kepercayaan adalah 95 % (dari Tabel Lampiran 2, jika 1-α = 0,95 maka

2 1−α

Z = 1,96).

Hasil tes kecukupan data:

Tabel 4.6: Tes kecukupan data ovality

No Jenis Pipa Radius Bending N N’ Keputusan

1 Pipa I 80 mm 21 2,28 Cukup

2 Pipa II 160 mm 42 3,53 Cukup

3 Pipa III 300 mm 21 4,35 Cukup

4 Pipa IV 300 mm 30 9,39 Cukup

5 Pipa V 500 mm 12 2,53 Cukup

Contoh perhitungan:

Tes kecukupan data variabel ovality untuk jenis Pipa I:

N = 21 = 594,9463

= n 1 i 2 i X = 11967,56 2 n 1 i i X ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= N’ = 2 n 1 i 2 i 2 n 1 i i n 1 i 2 i α/2 1 X X X N α Z ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= = = −

Gambar

Gambar 2.1: Bagian yang Bertanggung Jawab Terhadap Kualitas  Sumber: Besterfield, 1994: 5
Gambar 2.2: Siklus Hidup Proses Industri  Sumber: Gaspersz, 2002: 202
Gambar 2.3: Penggunaan Alat-alat Statistika untuk Pengembangan Sistem Industri  Sumber: Gaspersz, 2002: 204
Gambar 2.4: Konsep Proses Six Sigma.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Untuk mengukur seberapa besar tingkat kecacatan produk yang dapat diterima oleh perusahaan, dan menentukan batas toleransi dari cacat produk yang dihasilkan dapat menggunakan