• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Dalam Peningkatan Mutu Konstruksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aspek Hukum Dalam Peningkatan Mutu Konstruksi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM

DALAM

SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

Disampaikan dalam kegiatan

Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2)

Hotel Yasmin - Karawaci – Tangerang 25 – 27 April 2016

PENDAHULUAN

Bidang Jasa Kosntruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan pembangunan disetiap Negara. Menyangkut tentang Jasa Konstruksi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan jasa konstruksi telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas : kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas

keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999). Selanjutnya pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk: (1) Memberikan arah

pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. (2) Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan

(2)

perundang-undangan yang berlaku. (3) Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan

pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum.

Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

Dalam pelaksanaannya, Jasa Konstruksi meliputi beberapa aspek hukum, yaitu : Keperdataan, Administrasi Negara, Pidana, dan aspek hukum lain yang mengatur sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi.

Munculnya kasus hukum pada proyek konstruksi terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak baik penyimpangan terhadap volume, kualitas maupun waktu proyek. Kasus hukum ini dapat memberikan dampak berupa sanksi hukum baik perdata maupun pidana. Oleh karenanya, agar semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan proyek konstruksi terhindar dari hal tersebut maka perlu untuk mengetahui aspek hukum konstruksi dalam upaya meningkatkan manajemen mutu konstruksi.

(3)

ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI

Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :

Keperdataan ;

menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang

berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.

Pidana :

meliputi tentang ada tidaknya unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana umum maupun tindak pidana korupsi.

Administrasi Negara;

menyangkut tatanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi. PERMASALAHAN HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI

A. DALAM ASPEK HUKUM PERDATA

Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :

(4)

- Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena kelalain

- Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.

Sedangkan Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan yang sifatnya langsung melawan hukum dan/atau dapat diartikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain;

Hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan Undang-Undang.Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan ; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata,

mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang diperkenankan.

Kontrak dalam jasa konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.

Kontrak Kerja Konstruksi

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja

(5)

konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian adanya :

1. para pihak

2. isi atau rumusan pekerjaan

3. jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan 4. tenaga ahli

5. hak dan kewajiban para pihak 6. tata cara pembayaran

7. cidera janji

8. penyelesaian tentang perselisihan 9. pemutusan kontrak kerja konstruksi 10. keadaan memaksa (force majeure)

11. tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan 12. perlindungan tenaga kerja

13. perlindungan aspek lingkungan.

Khusus menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

B. DALAM ASPEK HUKUM PIDANA Pidana Umum

Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).

Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan

pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan),

(6)

maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.

Dalam hal lain mungkin terjadi bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam ; Pasal 378 KUHP (penipuan) ;

“ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan

menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun

menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.

Pasal 372 KUHP (penggelapan) ;

“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“

(7)

Tindak Pidana Korupsi

Selama ini, cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001 (UU TIPIKOR), Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah ;

1. Perbuatan melawan hukum;

2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian; 4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas

sarana yang ada padanya karena

jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Selanjutnya ketentuan Pasal 3 UU TIPIKOR menyebutkan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Unsur-unsurnya:

1. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

(8)

Ketentuan ini ditetapkan kepada pegawai negeri karena hanya pegawai negeri yang dapat menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

2. Perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Ditinjau dari aspek pembuktian, dapat lebih mudah dibuktikan karena unsur “menguntungkan” tidak memerlukan dimensi apakah tersangka/terdakwa menjadi kaya atau bertambah kaya;

3. Perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dalam ketentuan tsb, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Dalam kasus tindak pidana korupsi, unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal-pasal tersebut harus dapat dibuktikan secara formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya/menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.

Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan

(9)

Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan

melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat

memberlakukan pasal 32 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera

menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum

yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan / atau berpotensi

menimbulkan kerugian negara.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara

penyelesaian yang lain yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.

(10)

Suatu proyek dapat terjerumus dalam kasus hukum

lazimnya diakibatkan karena kesengajaan ataupun kelalaian yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek itu senidiri. Misalnya saja, dalam perencanaan.

Ketidakmatangan perencanaan dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kuantitas dan/atau kualitas proyek, atau contoh lain terjadinya penyimpangan dalam proses

pengadaan (lelang dan sebagainya); dan jika suatu proyek terpaksa harus terjerambab dalam kasus hukum maka pihak yang harus bertanggungjawab adalah pihak-pihak yang memiliki kapasitas dan kualifikasi dalam

pemenuhan unsur-unsur TIPIKOR baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Hal ini sangat mungkin dialami baik oleh Pengguna Jasa maupun Pemberi Jasa karena hukum tidak pandang bulu;

C. ASPEK SANKSI ADMINISTRATIF

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu ;

1. Peringatan tertulis

2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi 3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi 4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan

konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa. 5. Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi 6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.

KESIMPULAN

Jasa Konstruksi sebagai salah satu bidang dalam sarana pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara hukum agar terjadi situasi yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya.

(11)

Hal ini juga harus ditunjang dengan kesadaran dan kecakapan hukum para pelaku jasa konstruksi. Dan oleh karenanya, para pelaku jasa konstruksi sangat disarankan untuk memiliki pengetahuan hukum yang cukup dan baik.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) huruf b berada di sekitar Kelurahan Ramanuju Kecamatan Purwakarta dengan fungsi perumahan,

Penggunaan analisis rasio profitabilitas yang merupakan alat pengukur akuntansi konvensional memiliki kelemahan yaitu tidak memperhatikan resiko yang dihadapi

Kedua, teori saling memasuki yang dipakai oleh fukaha lebih luas daripada yang dipakai oleh hukum konvensional, karena hukum konvensional hanyamengenal teori saling

Pada temuan penelitian terkait masingmasing indikator pada masing- masing variabel dalam penelitian ini adalah pada variable X1 yaitu variable terpaan iklan Bukalapak

Stres pada guru mungkin bisa ditandai dengan munculnya gejala-gejala seperti tidak sabaran, baik dalam sosialisasi maupun saat menghadapi siswa di kelas, lekas

Tradisi-tradisi upacara dalam menjaga hubungan manusia Sunda dengan alam tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Kenekes tetapi masyarakat Adat Sunda lainnya yang masih merasa

do it for him, whether the African is employed by him or not. Statement Declarative 784 Because of this sort of attitude, whites tend to regard Africans as a separate

Dari 23 hotel yang mau berpartisipasi dalam pengisian kuesioner, ada 6 hotel yang tidak mengembalikan kuesioner, sehingga responden yang menjadi objek penelitian ini adalah