• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR

INFORMAL YANG SAH

Gambaran Usaha Kaki Lima di Sekitar Kebun Raya Bogor (KRB)

Menjadi wirausahawan merupakan salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan dan banyak digeluti oleh masyarakat pada umumnya, terutama menjadi wirausahawan yang sukses dengan modal dan keuntungan yang besar. Status sosial seseorang dapat meningkat apabila dia dapat meningkatkan usahanya dan akhirnya menjadi wirausahawan muda. Wirausaha sangat beranekaragam dan fluktuatif. Salah satu kegiatan wirausaha adalah usaha kaki lima.

Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah wirausahawan yang melakukan aktivitas usaha di sektor informal. Walaupun merupakan usaha yang dilakukan dijalanan, dipedestrian usaha kaki lima adalah kegiatan sektor informal yang sah. Usaha yang dijalankan para PKL membutuhkan modal yang relatif tidak besar. Para PKL mengaku bahwa membuka usaha kaki lima tidak membutuhkan modal yang besar, hanya dibutuhkan modal kejujuran, keberanian dan ketekunan dalam menjalankan usaha tersebut. Para PKL yang menjadi unit analisis penelitian ini terdiri dari penjual makanan dan minuman. Dari 40 responden yang dipilih terdapat 25 persen penjual minuman dan 75 persen penjual makanan.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penjual makanan dan minuman di sekitar KRB Jenis usaha kaki

lima Frekuensi Persentase (%)

Penjual makanan 30 75

Penjual minuman 10 25

Total 40 100

Usaha kaki lima yang dilakukan oleh para PKL relatif sudah cukup lama meskipun ada PKL yang masih sangat baru dalam merintis usaha mereka. Para PKL mengaku menjadi pengusaha kaki lima sudah menjadi separuh hidupnya, membuat mereka bertahan hidup dan mampu membesarkan serta menyekolahkan anak-anak mereka. Usaha kaki lima yang terlihat sangat sepele dan kecil teryata mampu menjadi sumber penghidupan yang layak apabila dikerjakan dengan tekun dan berani. Seorang responden penjual kue pukis mengatakan:

“Saya mah neng, begini juga usaha saya udah nyekolahin anak 2 orang sampe tinggi, ya walau dikampung. Istri saya tidak perlu repot-repot banting tulang untuk bekerja. Istri saya cukup memantau para pekerja yang ada di ladang yang saya beli juga hasil dari jualan selama ini. Ya walau ga bisa naik mobil mewah kemana-mana, tapi alhamdullilah neng saya udah punya motor dan rumah yang walau ga gede, hasil jualan juga neng” (Abdul Rohman, 33 tahun).

Usaha kaki lima bagi para PKL adalah nyawa mereka. mereka rintis usaha dari nol, mulai dari hanya menjadi sekedar pekerja di tempat teman atau saudara

(2)

yang membawa mereka ke Bogor, mulai bekerja pada seorang tokeh5 hingga akhirnya membuka usaha mandiri. Responden pada penelitian ini sudah menjalani usaha dalam waktu yang beraneka ragam, mulai dari PKL yang baru memulai usaha sampai PKL yang sudah sangat lama menjalani usahanya.

Tabel 5 Lama usaha PKL responden di sekitar KRB Lama usaha (X) Frekuensi Persentase (%) X < 1 Tahun 7 17.5 1 Tahun > X > 3 Tahun 8 20.0 3 Tahun > X > 5 Tahun 7 17.5 5 Tahun > X > 10Tahun 8 20.0 X > 10 Tahun 10 25.0 Total 40 100.0

Lama usaha yang sudah dijalani para PKL dipengaruhi oleh lama mereka sudah menetap atau melakukan migrasi ke Bogor. Sekitar 25 persen para PKL yang menjadi responden penelitian ini sudah melakukan usaha kaki lima lebih dari 10 tahun. Bahkan salah seorang responden yaitu bapak Muhri (54 tahun) sudah menjadi penjual minuman selama lebih kurang 40 tahun, yaitu sejak dia melakukan migrasi ke Bogor dari daerah asalnya di Kuningan, Jawa Barat. Menurut penuturan beliau, menjadi PKL tidak pernah menjadi bagian dari mimpinya tetapi menjadi PKL telah membuat dia mampu bertahan hidup di kota Bogor.

Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar KRB

Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar KRB menjadikan usaha kaki limanya menjadi sumber pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun individu. Usaha kaki lima yang ditekuni oleh para PKL menghasilkan tingkat pendapatan yang berbeda-beda. Para PKL cenderung menghitung pendapatan sehari yang didapatkan dari hasil berjualan merupakan pendapatan mereka dalam sehari. Para PKL menganggap bahwa hasil tersebut yang terus akan digunakan untuk modal selanjutnya sekaligus digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun individu. Pendapatan para PKL cenderung berbeda sebelum dan sesudah melakukan migrasi ke kota Bogor. Hal ini disebabkan para migran sebelum melakukan migrasi belum memiliki pekerjaan karena baru putus sekolah atau tidak bekerja karena alasan tidak memiliki skill atau lahan. Berikut tabel yang menggambarkan jumlah dan persentase jenis pekerjaan responden sebelum melakukan migrasi.

Tabel 6 Jenis pekerjaan PKL responden sebelum melakukan migrasi Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

5

Tokeh dalam istilah para PKL adalah orang yang menyediakan barang yang akan dijual dan memberikan modal untuk gerobak yang akan mereka gunakan dalam menjajakan barang dagangan.

(3)

Petani 3 7.5 Buruh Pabrik 4 10.0 Buruh Bangunan 3 7.5 Tidak Bekerja 8 20.0 Belum Bekerja 15 37.5 Pedagang 6 15.0 Lain-lain (Penjahit) 1 2.5 Total 40 100.0

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebanyak 37.5 persen dari responden penelitian ini belum bekerja sebelum melakukan migrasi ke kota Bogor. Para PKL mengaku bahwa mereka belum bekerja karena sesudah putus atau lulus dari sekolahan mereka pergi merantau. Sebagian dari mereka mengaku diajak teman, saudara atau keluarga yang sudah lebih dahulu melakukan migrasi ke kota Bogor dan sudah mendapatkan pekerjaan yang cukup matang. Selain itu, ada juga PKL yang mengaku melakukan migrasi karena insiatif dari diri sendiri dan dengan bermodalkan tekad dan keberanian saja. Mereka yakin di kota nanti akan menemukan keluarga yang baru yang mungkin dari daerah asal yang sama. Tabel 7 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan migran PKL sebelum dan

sesudah melakukan migrasi

Jumlah Pendapatan (Rp) Sebelum Migrasi Sesudah Migrasi Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

0 23 57.5 0 0.0 0-20000 11 27.5 4 10.0 30000-50000 1 2.5 20 50.0 60000-100000 3 7.5 15 37.5 > 100000 2 5.0 1 2.5 Total 40 100.0 40 100.0

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan data bahwa pendapatan para PKL di sekitar KRB setelah melakukan migrasi rata-rata Rp 50000 per hari dan sebelum melakukan migrasi ke kota Bogor rata-rata Rp 20000. Berikut disajikan tabel frekuensi dan persentase pendapatan di sekitar Kebun Raya Bogor (KRB), Jawa Barat 2012 sebelum dan sesudah melakukan migrasi (lihat tabel 7).

(4)

berik migr migr pend mela juga pend usah menj bidan asal tiba ketik mem tanam Bila disaj kut: Gambar 2 Berdasark rasi dapat d rasi adalah dapatan kar akukan migr pedagang y dapatan ini d a yang dijal Sebahag jadi PKL d ng pertanian membentuk mereka aka ka musim mpercayakan man atau se ikan dalam 2 Grafik pen kan grafik p diketahui ba sebesar Rp rena belum rasi pendap yang meng disebabkan lankan oleh gian dari p dari pekerja n di daerah k pola kepu an kembali tanam tiba n lahan pe ekedar mem 57.

Pendap

Se m bentuk gr ndapatan m pendapatan ahwa rata-ra p 20000 na m bekerja a atan migran hasilkan Rp oleh lama u h PKL terseb para PKL aan lain. Pe h asal merek ulangan para ke daerah a. Ketika rtanian me mantau para p 5 27.5 0

patan mig

mela

ebelum migra rafik maka migran PKL mig n migran se ata pendapa amun sekita ataupun tid n rata-rata s p 3000000 usaha yang but. mempunya ekerjaaan la ka. Pekerjaa a PKL ke d asal dan ke musim tan ereka kepad pekerja. Ha 5 2.5 10

gran sebel

kukan mi

si (%)  akan diha sebelum da grasi ebelum dan atan migran ar 50 perse dak bekerja ebesar Rp 5 dalam seha telah dirint ai pendapat ain yang me an yang me daerah asal. emudian ke nam tiba, da istri me al ini merup 7.5 50 37

lum dan s

igrasi

Sesudah Mig asilkan graf an sesudah m n sesudah m n sebelum m en belum m a. Sedangk 50000, akan ari. Perbeda tis oleh PKL tan tambah ereka milik ereka miliki Ketika mu embali ke k biasanya ereka untuk akan salah 5 7.5 2.

sesudah

grasi (%) fik sebagai melakukan melakukan melakukan mempunyai kan setelah n tetapi ada aan jumlah L dan jenis han selain ki biasanya i di daerah usim panen kota Bogor para PKL k merawat satu alasan 5

(5)

yang menyebabkan para PKL biasanya tidak membawa keluarga mereka turut serta ke kota. Berikut ditampilkan jumlah dan persentase PKL yang masih mempunyai pendapatan dari desa selain menjadi PKL.

Tabel 8 Jumlah dan persentase PKL yang masih memiliki pendapatan dari desa Pendapatan dari Desa Frekuensi Persentase (%)

Ada 14 35

Tidak ada 26 65

Total 40 100

Sebanyak 35 persen dari responden penelitian ini yaitu sejumlah 14 orang dari total 40 responden memiliki pekerjaan lain selain menjadi PKL. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada salah seorang responden yaitu bapak Abdul Rohman yang berasal dari daerah Garut mengatakan:

“Ga baik neng kalau saya mengandalkan penghasilan dari menjual pukis saja. Kebutuhan anak sekolah semakin tinggi. Saya ga mau anak-anak saya menjadi putus sekolah karena alasan biaya. Di kampung saya punya sedikit lahan dan saya suka bertani karena dari kecil daya dibesarkan di dunia pertanian neng. Untuk itu di kampung saya punya kebun jagung yang diolah oleh para pekerja dan dipantau oleh istri saya di rumah. Saya dari sini mengirim biaya yang dibutuhkan selama musim tanam dan kembali ke kampung ketika musim panen tiba. Lumayan neng buat nambah-nambah penghasilan” (Abdul Rohman 33 Tahun).

Para PKL yang tidak mempunyai usaha selain menjadi PKL mengaku bukan karena tidak mau bertani melainkan karena merasa tidak punya keahlian lain, tidak punya waktu untuk melakukan hal lain lagi dan alasan tidak punya lahan lagi.

Sumber Modal Usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)

Usaha kaki lima diidentifikasi sebagai suatu usaha yang membutuhkan modal yang relatif kecil. Modal yang digunakan untuk membuka usaha kaki lima biasanya berasal dari modal mandiri PKL itu sendiri. Akan tetapi usaha kaki lima juga diidentifikasi sebagai usaha yang melibatkan anggota keluarga dan teman, sehingga tidak jarang para PKL mendapatkan modal utama maupun modal tambahan dari keluarga dan teman juga. Selain itu, ada juga PKL yang mendapatkan modal dengan memanfaatkan jasa Bank. Akan tetapi ini merupakan hal yang cukup langka terjadi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, para responden PKL yang berjualan di sekitar KRB merupakan PKL yang sudah cukup mandiri. Kemandirian ini dapat dilihat dari tempat mereka berjualan yang cenderung menetap di suatu sudut jalanan, sistem setoran yang sesuai hasil penjualan dan penggunaan modal mandiri. Sebanyak 39.47 persen responden menggunakan modal mandiri untuk memulai usaha kaki lima yang mereka rintis. Para PKL ini mengaku bahwa sekali merantau maka tidak boleh lagi meminta bantuan orang tua ataupun sanak saudara. Misalnya, pak Soleh seorang penjual sate madura yang

(6)

sudah menjual sate lebih kurang 23 tahun. Menurut beliau, namanya memulai usaha harus punya modal mandiri.

“atuh neng kalau saya mah orang Madura ya berat tanggung jawabnya sekali merantau. Sekali merantau ya orang taunya saya mesti sukses. Ga ada yang namanya minta bantuan keluarga atau saudara untuk modal usaha. Ya paling banter juga sesama orang Madura yang ada di Bogor ya neng. Apalagi namanya usaha jalanan kaya begini ya sudah pasti modalnya ga banyak, yo mosok ga bisa kumpulin modal sendiri. Ya namanya memulai usaha ya harus punya modal toh?” (Soleh 62 Tahun).

Selain menggunakan modal mandiri untuk memulai dan menjalankan usahanya, para PKL juga memanfaatkan modal dari keluarga. Modal dari keluarga biasanya berupa lahan atau harta warisan yang diberikan oleh orangtuanya yang digunakan sebagai modal usaha. Selain itu modal keluarga juga bisa berupa bantuan dana dari keluarga saat usaha sedang mengalami penurunan pendapatan. Prinsip daripada meminjam kepada bank, para PKL lebih memilih meminta bantuan kepada keluarga. Selain alasan tidak diberatkan oleh bunga, alasan para PKL menggunakan modal dari keluarga karena mereka tidak dikenai hukuman ketika mereka tidak membayar dan keluarga sering mengikhlaskan modal yang diberikan untuk dijadikan modal usaha.

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 42.85 persen atau sebanyak 12 orang responden hanya menggunakan modal dari keluarga untuk merintis dan menjalankan usahanya. Mereka biasanya mendapatkan modal berupa usaha yang diwariskan, sehingga PKL tersebut tinggal melanjutkan usaha saja.

“Aku udah 16 tahun di Bogor. Sebelumnya aku tinggal di Bandung. Dulu di Bandung aku bekerja disebuah pabrik. Akan tetapi semenjak bapak mulai sakit-sakitan aku disuruh ke Bogor untuk melanjutkan usaha gorengan yang udah dirintis selama bertahun-tahun. Sepertinya udah sama dengan usiaku deh usaha gorengan ini dikerjakan bapakku. Ya sejak itu aku melanjutkan jualan gorengan ini. Aku udah ga perlu mikirin gerobak, modal, tempat, pelangan dan urusan lainnya. Aku taunya udah beres. Tinggal belajar resep bapak, habis itu langsung jualan di sekitar kebun raya ini. Sejauh ini masih lancar aja neng, belum pernah sampai kekurangan modal. Modal awal dari bapak saya pertama kali ya masih bisa diputar-putar sampai sekarang” (Sudianto, 34 tahun penjual gorengan asal Brebes).

Sumber modal usaha lain yang digunakan oleh para PKL adalah mengandalkan hubungan persaudaraan dan persahabatan. PKL yang merupakan migran sangat khas dengan hubungan persahabatan dan persaudaraan. Saudara dan teman bisa menjadi sumber modal untuk memulai usaha, terutama saudara dan teman yang sudah terlebih dahulu melakukan migrasi dan sudah mempunyai usaha ataupun bekerja pada orang lain. Sebanyak 47.05 persen atau sekitar 16 responden hanya mengandalkan modal dari teman atau saudara untuk melakukan usaha kaki lima. Selain dari teman atau dari saudara biasanya sumber modal usaha lain untuk memulai usaha juga bisa seorang tokeh atau bos dari sebuah usaha yang menggunakan sistem setoran, misalnya penjual burger. Penjual burger biasanya

(7)

dimodali oleh seorang tokeh dengan memberikan gerobak dan burger yang tinggal disusun oleh penjual nantinya.

Bapak Koko (35 Tahun) seorang penjual burger asal Cilacap yang juga menjadi responden penelitian ini mengaku sudah menjadi penjual burger selama 3 tahun. Selama 3 tahun menjadi penjual burger beliau mempunyai seorang bos tempat mengambil burger yang akan dijual. Satu burger yang terjual, bapak Koko mendapatkan keuntungan Rp 1000 dan sisanya bisa dikembalikan ke pabrik. Responden lain dari penelitian ini misalnya bapak Muhri (54 tahun) seorang penjual minuman asal Kuningan mengaku hanya menggunakan modal bantuan dari teman yang telah membawanya ke Bogor untuk memulai usaha. Usahanya semakin berkembang dan justru teman yang mengajak dia bermigrasi sudah tidak berjualan lagi dan kembali ke Kuningan.

Bank juga merupakan sumber modal yang dapat digunakan untuk memulai dan mengembangkan suatu usaha. Jasa bank akan sangat membantu karena dapat dipinjam dalam jumlah besar. Akan tetapi prosedur yang cukup rumit membuat para PKL cenderung tidak menggunakan bank. Selain karena alasan prosedural juga ada ketakutan dalam hal pengembalian. Para PKL juga merasa bunga bank terlalu tinggi untuk usaha seperti mereka. akan tetapi tetap ada PKL yang hanya menggunakan jasa bank walau dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu 4 orang dari total responden penelitian. Bapak Wawan Suwandi (37 tahun) merupakan pedagang bakso asal Sukabumi yang sudah sukses. Beliau sudah berhasil membuka 3 cabang dibeberapa tempat, termasuk di wilayah Universitas Kesatuan. Beliau menggunakan jasa bank dalam menjalankan usahanya dan beliau mengaku sangat dimudahkan oleh pihak bank dalam segala urusan.

Selain hanya menggunakan modal mandiri, modal keluarga, modal bank dan modal jasa lain, para PKL juga ada yang menggabungkan beberapa sumber modal, misalnya mempunyai modal mandiri namun juga mempunyai bantuan modal dari keluarga. Ada yang hanya mempunyai modal keluarga dan pinjaman dari teman atau bahkan menggabungkan modal mandiri, modal keluarga, modal bank dan modal lain untuk mengembangka usahanya.

Gambar

Tabel 5  Lama usaha PKL responden di sekitar KRB
Tabel 7 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan migran PKL sebelum dan  sesudah melakukan migrasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya

Hal ini membuktikan jika masyarakat yang belum mendapatkan pema- haman tentang arsitektur Islami dominan masih terjebak kepada preseden desain masjid berdasar kepada

Bangunan yang menggunakan dinding geser sebagai pengaku, terutama pada bagunan gedung beton bertulang akan mendapatkan simpangan yang relatif lebih kecil pada lantai dasar gedung

dilakukan penyapihan siklosporin dan steroid yang dipantau selama 1-2 tahun dengan hasil 2 pasien tetap dalam keadaan remisi, 2 pasien mengalami relaps 1 kali tetapi responsif

Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran

Untuk menghindari terjadinya hal-hal tersebut maka dilakukan perancangan dan pembuatan pintu gerbang yang dapat membuka dan menutup secara otomatis.. Cara kerja

Perusahaan atau produsen penghasil green skincare yang menunjukkan dukungan pada kondisi lingkungan mempengaruhi penilaian individu dalam preferensi melakukan kegiatan

c. Teori-teori Permainan Anak.. Teori ini berasal dari Schaller dan Lazarus, keduanya ilmuwan bangsa Jerman, yang berpendapat bahwa permainan merupakan kesibukan untuk