• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 BANGUNAN TAHAN GEMPA

Pada dasarnya bangunan dapat didesain kuat dalam menahan beban yang terjadi akibat adanya kejadian gempa. Tetapi jika bangunan direncanakan sangat kuat menahan gempa besar dengan periode ulang 500, 1000 tahun selama umur rencana maka biaya pembangunannya akan sangat mahal sehingga hal tersebut tidak diinginkan. Berdasarkan pertimbangan yang telah disebutkan, maka dalam perencanaan bangunan tahan gempa harus memenuhi faktor keamanan, kenyamanan, maupun ekonomis, sehingga didapatkan bangunan yang tahan terhadap gempa namun biaya pembangunannya relatif lebih murah.

Dalam memperhitungkan faktor ekonomis suatu bangunan, Widodo, (2012) mengatakan bahwa terdapat pengelompokan menurut kekuatan gempa dan peforma bangunan dalam rangka melindungi manusia, tetapi tetap memperhitungkan tingkat ekonomis bangunan yang dituangkan dalam Desain Filosofi. Desain Filosofi yang dimaksud adalah sebagai berikut ini.

1. Pada gempa kecil yang sering terjadi, maka struktur utama bangunan harus tidak rusak dan berfungsi dengan baik. Kerusakan kecil yang masih dapat ditoleransi pada elemen non-struktur masih dibolehkan.

2. Pada gempa menengah yang relative jarang terjadi, maka struktur utama bangunan boleh rusak/ retak ringan tetapi masih dapat/ ekonomis untuk diperbaiki. Elemen non-struktur dapat saja rusak tetapi masih dapat diganti dengan yang baru.

3. Pada gempa kuat yang jarang terjadi, maka struktur bangunan boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh total (totally collapse). Kondisi seperti ini juga diharapkan pada gempa besar (great earthquake), yang tujuannya adalah melindungi manusia/ penghuni bangunan secara maksimum.

(2)

Gambar 3. 1 Level-level kerusakan bangunan Sumber : Widodo (2012)

3.2 BEBAN GEMPA

Mencakup semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang meniru pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dengan menganalisa gedung secara 3 dimensi menggunakan metode respons spektrum analisis, dimana gedung dikenakan spektrum percepatan respon gempa rencana yang dihitung menurut diagram respon spektrum gempa.

3.2.1 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

Di dalam SNI 03-1726-2012 telah disebutkan berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 3.1 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 3.2. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.

(3)

Tabel 3. 1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung

Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan. - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya.

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi ttidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Bioskop

- Gedung pertemuan - Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas penitipan anak - Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahayanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

(4)

Lanjutan Tabel 3.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung

Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko

Gedung dan non gedung yang ditujukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan lainnya

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

- Pusat pembanngkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untul beroperasi pada saat keadaan darurat.

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalaIV

IV

Sumber : SNI 03-1726-2012

Tabel 3. 2 Faktor keutamaan gempa

Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : SNI 03-1726-2012

3.2.2 Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit

Dalam SNI 03-1726-2012 Pasal 4.2.2 disebutkan bahwa struktur, komponen-elemen struktur dan komponen-elemen-komponen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut:

1. 1,4D

(5)

3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5W)

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)

5. 1,2D + 1,0E + L 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E

3.2.3 Faktor Redundansi, ρ, untuk Kategori Desain Seismik D sampai F Pada struktur yang dirancang untuk kategori seismik D, E, atau F, ρ harus sama dengan 1,3 kecuali jika satu dari dua kondisi berikut dipenuhi, dimana ρ diijinkan diambil sebesar 1,0 :

1. Masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35 persen geser dasar dalam arah yang ditinjau harus sesuai dengan tabel persyaratan untuk masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 35 persen gaya geser pada SNI 03-1726-2012. 2. Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem penahan gaya gempa terdiri dari paling sedikit dua bentang perimeter penahan gaya gempa yang merangka pada masing-masing sisi struktur dalam masing-masing arah ortogonal di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35 persen geser dasar. Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat atau dua kali panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat, hsx, untuk konstruksi rangka ringan.

3.2.4 Pengaruh Beban Gempa

Pengaruh beban gempa, E, harus ditentukan sesuai berikut ini :

1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5 dalam kombinasi beban untuk metode ultimit harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

E = Eh + Ev (3.1)

2. Untuk penggunaan dalam kombinasi 7 dalam metode ultimit harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

(6)

Keterangan :

E = pengaruh beban gempa,

Eh = pengaruh beban gempa horisontal Ev = pengaruh beban vertikal

3.2.5 Pengaruh Beban Gempa Horisontal

Pengaruh beban gempa horisontal, Eh, harus ditentukan sesuai persamaan berikut :

Eh = ρQE (3.3)

Keterangan :

QE adalah pengaruh gaya gempa horisontal dari V atau Fp, ρ adalah faktor

redundansi. 𝐹𝑝 dapat dihitung menggunakan persamaan :

𝐹𝑝 =0,4𝑎𝑝𝑆𝐷𝑆𝑊𝑝

(𝑅𝑝

𝐼𝑝)

(1 + 2𝑧

ℎ) (3.4)

Fp tidak boleh lebih dari

Fp = 1,6SDSIpWp (3.5)

dan Fp tidak boleh lebih kecil dari

Fp = 0,35SDSIpWp (3.6)

Keterangan :

Fp = gaya seismik rencana

SDS = percepatan spektra pada perioda pendek, seperti yang ditentukan pada Pasal 6.3 SNI 03-1726-2012

ap = faktor amplikasi elemen, bervariasai dari 1,00 sampai 2,50 (gunakan nilai yang sesuai Tabel 18 atau 19 pada SNI 03-1726-2012)

Ip = faktor keutamaan elemen, bervariasi dari 1 sampai 1,5 (lihat Pasal 9.1.1 pada SNI 03-1726-2012)

(7)

Rp = faktor modifikasi respons elemen, bervariasi dari 1 sampai 12 (digunakan nilai yang sesuai Tabel 18 atau 19 pada SNI 03-1726-2012)

z = tinggi struktur di mana elemen ditambatkan, diukur dari dasar. Untuk elemen di lantai dasar atau di bawah lantai dasar, z dapat diambil 0. Nilai

z/h tidak perlu lebih dari 1,0

h = tinggi rata-rata struktur dari dasar hingga level atap.

3.2.6 Pengaruh Beban Gempa Vertikal

Pengaruh beban gempa vertikal, Ev, harus ditentukan sesuai persamaan berikut :

Ev = 0,25SDSD (3.7)

Keterangan :

SDS = parameter percepatan spektrum respon desain pada perioda pendek yang

diperoleh dari Pasal 6.10.4 pada SNI 03-1726-2012

D = pengaruh beban mati.

3.3 SPEKTRUM RESPON

3.3.1 Parameter Percepatan Gempa

Di dalam SNI 03-1726-2012 disebutkan bahwa parameter Ss (percepatan

batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1

detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam

bilangan decimal terhadap percepatan gravitasi. Parameter percepatan gempa akan ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.

(8)

Gambar 3. 2 Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER), kelas situs SB

Sumber : SNI 03-1726-2012

Gambar 3. 3 S1, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER), kelas situs SB

Sumber : SNI 03-1726-2012

3.3.2 Kelas Situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF. Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan kelas situsnya, maka kelas situs SE dapat

(9)

digunakan kecuali jika pemerintah/dinas yang berwenang memiliki data geoteknik yang dapat menentukan kelas situs SF.

3.3.3 Koefisien-Koefisien Situs dan Parameter-Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER)

Untuk penentuan respons spektral percepaatan gempa MCER di permukaan

tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismic pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor ampifikasi terkait

percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons

percepatan pada periode pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan

dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = FaSs (3.8)

SM1 = FvS1 (3.9)

Keterangan :

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda

pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda

1,0 detik.

Dan koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 3.3 dan Tabel 3.4. Jika

digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8, maka nilai Fa harus ditentukan

sesuai Pasal 8.8.1 pada SNI 03-1726-2012 yaitu “geser dasar seismik” serta nilai Fv, SMS, dan SM1 tidak perlu ditentukan.

(10)

Tabel 3. 3 Koefisien situs, Fa Kelas

Situs

Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik, Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SSb CATATAN :

a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

b) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik

Sumber : SNI 03-1726-2012

Tabel 3. 4 Koefisien situs, Fv Kelas

Situs

Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik, Ss

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SSb CATATAN :

a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

b) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik

(11)

3.3.4 Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada

perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini :

SSD = 2 3𝑆𝑀𝑆 (3.10) SD1 = 2 3𝑆𝑀1 (3.11)

Menurut Pasal 8.8.1 pada SNI 03-1726-2012 jika digunakan prosedur desain yang disederhanakan sesuai Pasal 8, maka nilai SDS harus ditentukan, yaitu pada

“geser dasar seismik” dan nilai SD1 tidak perlu ditentukan.

3.3.5 Spektrum Respons Desain

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 3.4 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain,

Sa, harus diambil dari persamaan ;

Sa = 𝑆𝐷𝑆(0,4 + 0,6 𝑇

𝑇𝑜) (3.12)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau

sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,sama dengan SDS ;

3. Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,

diambil berdasarkan persamaan :

Sa = 𝑆𝐷1

𝑇 (3.13)

Keterangan :

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;

(12)

T = perioda getar fundamental struktur.

T = 𝑆𝐷1

𝑇 (3.14)

Gambar 3. 4 Spektrum respons desain

3.4 BEBAN HIDUP

Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Beban hidup untuk lantai adalah sebesar 0,25 T/m2 dan beban hidup untuk lantai atap adalah sebesar 0,1 T/m2.

3.5 BEBAN MATI

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,

finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta

(13)

Tabel 3. 5 Beban mati pada lantai

Data Berat Jenis (T/m3)

Spesi 1,9

Pasir 1,75

Tegel 1

Eternit 1

Tabel 3. 6 Beban mati pada atap

Data Berat Jenis (T/m3)

Spesi 1,9

Lapisan kedap air 1,75

Eternit 1

3.6 DESAIN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG 3.6.1 Redistribusi Momen

(Paulay, Priestley, 1992) dalam (Widodo, 2012) mengatakan bahwa tujuan diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen dengan sebagai berikut.

1. Mengurangi momen absolut (M-) dan mengkompensasikan ke uncritical beam

moment (M+). Dengan cara tersebut maka distribusi “beam’s required strength” menjadi lebih baik, dan disain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi

momen ini bahkan dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir atau sama dengan momen positif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri antara momen positif dengan momen negatif.

2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required

strength momen negatif balok. Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat

daktail pada lokasi sendi plastik.

3. Mengefisienkan desain kolom. Apabila redistribusi memen negatif ke momen positif telah dilakukan maka beam’s required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok, maka apabila required strength balok

(14)

menurun, required strength kolom pada daerah kritik (M-) juga akan mengecil sehingga kolom menjadi lebih efisien.

4. Memakai momen balok dan kolom di tepi atau di tempat muka pertemuan. Dengan memakai momen pada muka kolom maka momen efektif akan lebih kecil secara siknifikan dibanding dengan gross moment (terutama pada momen M-). Pada momen positif kejadian sebaliknya mungkin terjadi.

3.6.2 Perencanaan Balok Beton Bertulang

Analisis penampang beton bertulang rangkap yaitu dengan tulangan tarik saja didasarkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. 5 Distribusi tegangan dan regangan penampang balok tulangan rangkap

Sumber : Nawy (2010)

Dari Gambar 3.5 tersebut ditentukan resultan gaya dalam tarik baja T adalah

T = As.fy (3.15)

dengan As = luas tulangan tarik, fy = tegangan tarik baja. Resultan gaya dalam tekanan beton C adalah

C = 0,85.fc’.a.b (3.16)

dengan a = tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen, b = lebar penampang, fc’ = tegangan tekan beton.

Jarak antara resultan gaya-gaya dalam dan merupakan lengan momen, sebesar

(15)

d = tinggi efektif (jarak serat teratas terhadap tulangan)

Sehingga kapasitas momen lentur nominal dapat ditulis sebagai berikut :

Mn = T.z = As.fy.(d-a/2) (3.18)

Untuk desain lebih lanjut dapat dilakukan dengan hitungan dan persamaan seperti pada persamaan di bawah ini :

Cc = T1 (3.19) 0,85.f’c.a.b = Asc.fy (3.20) Mn1 = Cc’(𝑑 − 𝑎 2) (3.21) Cs’ = T2 = 𝑀𝑛−𝑀𝑛𝑐 (𝑑−𝑑′) (3.22)

Kontrol tulangan tekan leleh :

fs’ = (1 −𝑑′

𝑥) 600 ≥ fy leleh, maka fs’= fy (3.23)

fs’ = (1 −𝑑′

𝑥) 600 < fy belum leleh, maka fs’= fs’ (3.24)

Hitung tulangan tekan perlu dan tulangan tarik tambahan : As’ = 𝐶𝑠′ (𝑓𝑠′−0,85.𝑓𝑐) ; Ass = 𝑇2 𝑓𝑦 (3.25) Tulangan perlu : As = Asc + Ass ; As’ = As’ (3.26) Kontrol kekuatan : ϕMn ≥ Mu (3.27) Mn = 𝐶𝑐′ (𝑑 −𝑎 2) + 𝐶𝑠 ′(𝑑 − 𝑑) (3.28)

bila tulangan tekan sudah leleh. Mn = 0,85. 𝑓𝑐′. 𝑎. (𝑑 −𝑎

2) + 𝐴𝑠

. 𝑓𝑦(𝑑 − 𝑑) (3.29)

bila tulangan tekan belum leleh. Mn = 0,85. 𝑓𝑐′. 𝑎. (𝑑 −𝑎

2) + 𝐴𝑠

. 𝑓𝑠′(𝑑 − 𝑑) (3.30)

3.6.3 Perencanaan Kolom Beton Bertulang

Kolom adalah komponen struktur bangunan yang berfungsi sebagai penyalur beban dari sistem lantai ke fondasi. Oleh karena itu kolom memiliki peranan penting dalam suatu sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat

(16)

langsung terhadap runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya.

Berdasarkan hal tersebut menurut (Widodo, 2012) pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangut erat dengan kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hirarki kerusakan/ kekuatan struktur agar terjadi “strong

column-weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hirarki kekuatan kolom harus lebih besar

daripada kekuatan balok. Berdasar hal tersebut maka diperlukan perhitungan yang detail terhadap desain struktur kolom.

Menurut SNI 03-2847-2013 Pasal 21.6.2.2, kekuatan lentur minimum kolom harus memenuhi persamaan berikut :

∑ Mnc ≥ (1,2) ∑ Mnb (3.31)

Dimana :

∑ Mnc : jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang merangka ke dalam joint,

yang dievaluasi di muka-muka joint.

∑ Mnb : jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke dalam joint, yang

dievaluasi di muka-muka joint.

Dalam memperhitungkan kapasitas penampang kolom beton bertulang untuk menahan gaya aksial dan momen lentur dapat digambarkan dalam diagram interaksi P – M kolom. Stiap titik kurva tersebut menunjukkan kombinasi kekuatan gaya nominal Pn (øPn) dan momen nominal Mn (øMn).

Dalam diagram tersebut dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah yang ditentukan oleh keruntuhan Tarik dan daerah yang ditentukan oleh keruntuhan tekan, dengan titik seimbang sebagai pembatasnya.

Berikut langkah-langkah dalam penggambaran diagram interaksi P – M kolom : Kapasitas maksimum (Po)

𝑃0 = 0,85. 𝑓′𝑐. (𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡) + 𝐴𝑠𝑡. 𝑓𝑦 (3.32)

Dimana : 𝐴𝑔 = luas bruto penampang beton

𝐴𝑠𝑡 = luas total tulangan longitudinal non-prategang

𝑓′𝑐 = kuat tekan beton 𝑓𝑦 = kuat leleh tulangan

(17)

Kekuatan nominal maksimum penampang kolom

𝑃𝑛(maks) = 𝑃𝑜 (3.33)

Kuat tekan rencana kolom

∅𝑃𝑛(maks) = ∅. 𝑃𝑜 (3.34)

Dimana : ∅ = faktor reduksi kekuatan Kapasitas penampang pada kondisi seimbang

𝑃𝑛𝑏 = 0,85. 𝑓′𝑐. 𝑎𝑏. 𝑏 + 𝐴′𝑠. 𝑓′𝑠− 𝐴𝑠. 𝑓𝑦 (3.35) 𝑀𝑛𝑏 = 𝑃𝑛𝑏. 𝑒𝑏 = 0,85. 𝑓′ 𝑐. 𝑎𝑏. 𝑏. (𝑦 − 𝑎𝑏 2) + 𝐴 ′ 𝑠. 𝑓′𝑠. (𝑦 − 𝑑′) + 𝐴𝑠. 𝑓𝑦. (𝑑 − 𝑦) (3.36)

Eksentrisitas pada kondisi seimbang : 𝑒𝑏= 𝑀𝑛𝑏

𝑃𝑛𝑏 (3.37)

Dimana : 𝑃𝑛𝑏 = kuat tekan nominal beton terhadap lebar muka tekan komponen struktur

𝑀𝑛𝑏 = kuat lentur nominal beton terhadap lebar muka tekan komponen struktur

𝑏 = lebar muka komponen struktur 𝐴′𝑠 = luas tulangan tekan

𝐴𝑠 = luas tulangan Tarik longitudinal non-prategang 𝑓′𝑠 = tegangan dalam tulangan tekan yang terkena beban

terfaktor

𝑦 = dimensi keseluruhan bagian persegi penampang yang lebih panjang

𝑑′ = jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik longitudinal

Kapasitas penampang pada kondisi momen murni

Ditentukan dengan menganggap sebagai balok dengan tulangan tunggal 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠. 𝑓𝑦. (𝑑 − 0,59.𝐴𝑠.𝑓𝑦

𝑓′𝑐.𝑏) (3.38)

(18)

∅. 𝑀𝑛 (3.39)

Sehingga dapat digambarkan menjadi sebuah kurva seperti pada Gambar 3.6 dibawah ini.

Gambar 3. 6 Diagram interaksi Mn – Pn kolom beton bertulang Sumber : Nawy (2010)

3.6.4 Desain Tulangan Geser

Berdasarkan pada prinsip desain kapasitas, kerusakan balok tidak boleh disebabkan oleh rusak geser. Sehingga perlindungan terhadap geser menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan tulangan geser untuk melindungi beton dari rusak geser. Penulangan geser dapat dilakukan dalam beberapa cara seperti sengkang vertikal, jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial, batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkok batang tulangan pokok balok ditempat-tempat yang diperlukan.

(19)

Untuk komponen-komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja persamaan SNI 03-2847-2013 Pasal 11.2.1 (1) memberikan kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah Vc

𝑉𝑐 = 0,17𝜆√𝑓𝑐𝑏𝑤. 𝑑 (3.40)

Atau dapat dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci 𝑉𝑐 = (0,16𝜆√𝑓𝑐 + 17𝜌𝑤

𝑉𝑢𝑑

𝑀𝑢) 𝑏𝑤𝑑 (3.41)

keterangan : Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

fc = kuat tekan beton

bw = lebar badan balok atau diameter penampang bulat

d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal

Vu = gaya geser terfaktor pada panampang

Mu = momen terfaktor pada penampang

𝜌𝑤 = 𝐴𝑠

𝑏𝑤.𝑑 (3.42)

Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan untuk menahan tekan aksial adalah

𝑉𝑐 = 0,17 (1 + 𝑁𝑢

14𝐴𝑔) . 𝜆√𝑓𝑐𝑏𝑤𝑑 (3.43)

Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan untuk menahan tarik aksial adalah

𝑉𝑐 = 0,17 (1 +0,29𝑁𝑢

14𝐴𝑔 ) . 𝜆√𝑓𝑐𝑏𝑤𝑑 (3.44)

Apabila gaya geser yang bekerja vu lebih besar dari kapasitas geser beton ϕvc maka

diperlukan penulangan geser untuk memperkuatnya. Dasar perencanaan tulangan geser adalah :

Φvn ≥ vu dimana : vn = vc + vs

sehingga vu ≤ ϕvc + ϕvs (3.45)

keterangan : vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau

vn = kuat geser nominal

vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

(20)

ϕ = faktor reduksi

Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur SNI 03-2847-2013 Pasal 11.4.7 (2) memberikan ketentuan :

𝑣𝑠 = 𝐴𝑣.𝑓𝑦.𝑑

𝑠 (3.46)

dengan Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s.

3.6.5 Perencanaan Dinding Geser

Menurut SNI 03-2847-2013 langkah-langkah perhitungan tulangan pada dinding geser :

1. Penentuan baja tulangan horizontal dan transversal minimum yang diperlukan. Kemudian diperlukan kontrol jika gaya geser terfaktor ( Vu ) melebihi kuat

dinding geser beton yang ada ( Vu ada ) maka harus digunakan dua layer.

Vu > Vu ada (3.47)

Sedangkan Vu ada dicari menggunakan persamaan :

𝑉𝑢 𝑎𝑑𝑎 = 1

6𝐴𝑐𝑣 √𝑓

𝑐 (3.48)

Rasio distribusi tulangan minimum ρ = 0,0025 dan spasi minimum 45 cm. 2. Penentuan baja tulangan yang diperlukan untuk menahan geser. Kuat geser

dinding geser yang direncanakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

𝑉𝑛 ≤ 𝐴𝑐𝑣 ( 𝛼𝑐√𝑓𝑐′+ 𝜌

𝑛 . 𝑓𝑦 ) (3.49)

Dimana : Acv = Luas penampang total dinding structural

αc = 1

4 untuk hw / lw ≤ 1,5

= 1

6 untuk hw / lw ≥ 2

ρn = rasio penulangan arah horizontal (transversal)

3.6.6 Perencanaan boundary element pada dinding geser

Dalam perencanaan dinding geser diperlukan perencanaan dimensi dengan komponen batas (boundary element), yang akan digambarkan pada Gambar 3.7 berikut.

(21)

Gambar 3. 7 Dimensi minimum komponen batas dinding pada sendi plastis Sumber : Paulay and Pristley (1992)

Dimana bc merupakan tebal kritis yang didapat menggunakan sebuah grafik yang

menghubungkan antara ketebalan kritis dan daktilitas displacement (μΔ) yang

disajikan pada Gambar 3.8 berikut.

Gambar 3. 8 Grafik bc dan μΔ Sumber : Paulay and Pristley (1992)

Dimana lw adalah panjang dinding geser, hw tinggi total bangunan, dan μΔ adalah

faktor daktilitas yang diambil ≤ 5. Kemudian luasan dinding geser tersebut dikontrol menggunakan persamaan 3.50 berikut.

(22)

3.6.7 Simpangan pada Struktur Bangunan Gedung

Menurut para ahli, keberhasilan desain bangunan tahan gempa didapatkan apabila berhasil mengendalikan simpangan antr tingkat. Sedangkan pada bangunan yang menggunakan sistem open frame terutama pada bangunan tingkat yang tinggi akan menyebabkan simpangan yang relatif tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya efek P-Δ. Efek ini dapat terjadi oleh adanya beban yang terlalu besar yang diterima oleh struktur, hal tersebut menurut Widodo (2012) dapat membahayakan kestabilan sistem struktur, karena dapat menimbulkan momen kolom yang sangat besar. Oleh karena itu bangunan hendaknya tidak terlalu fleksibel. Agar Bangunan dapat memperoleh simpangan yang relatif lebih kecil maka digunakan sistem pengaku seperti dinding geser.

Bangunan yang menggunakan dinding geser sebagai pengaku, terutama pada bagunan gedung beton bertulang akan mendapatkan simpangan yang relatif lebih kecil pada lantai dasar gedung sehingga bangunan akan lebih aman dari momen kolom yang dimungkinkan akan menyebabkan keruntuhan pada kolom yang tidak diinginkan pada hirarki kerusakan dalam desain kapasitas. Simpangan yang terjadi pada open frame maupun frame wall akan ditunjukkan pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10.

Gambar 3. 9 Pola Simpangan Portal Terbuka Sumber : Widodo (2012)

(23)

Gambar 3. 10 Letak dan Pola Goyangan Struktur Dinding Sumber : Widodo (2012)

Pada gambar diatas sangat jelas diperlihatkan bahwa pada bangunan menggunakan struktur dinding sebagai elemen pengaku, efektif memperkecil simpangan yang terjadi pada lantai dasar struktur gedung.

3.7 ANALISA STATIK NONLINIER (PUSHOVER)

Utomo & Susanto (2012), menyebutkan analisis pushover adalah suatu cara analisis static non-linier dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban static yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastis yang besar sampai mencapai kondisi plastis.

Menurut Manalip, et al., (2015) Analisa static nonlinier atau yang biasa dikenal sebagai analisa pushover dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan factor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Dalam penelitian ini analisis pushover dilakukan menggunakan FEMA 356.

3.8 KURVA KAPASITAS

Kurva kapasitas adalah hasil keluaran dari analisis pushover yang berupa kurva hubungan antara displacement dengan base shear dan skema kelelehan yang

(24)

berupa distribusi sendi plastis yang terjadi, yang disajikan pada Gambar 3.11 di bawah ini.

Gambar 3. 11 Kurva Kapasitas Sumber : FEMA 356 (2000)

Setelah didapatkan kurva kapasitas, kurva tersebut diubah atau diidealisasikan menjadi kurva biner yang akan digunakan dalam menghitung target displacement. Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut.

Tavio & Wijaya (2018) menyebutkan bahwa dalam menentukan nilai kekakuan efektif (ke) dengan mengasumsikan nilai ke = ki (nilai kekakuan awal). Dimana cara

menghitungnya sebagai berikut: ke = ki =

0,6 . Vy

0,6 . ∆y (3.51)

Kemudian menghitung periode efektif struktur menggunakan persamaan berikut:

Te = Te √ Ki

Ke (3.52)

Menentukan nilai C0 menggunakan Tabel FEMA 356 (2000) yang dapat dilihat

(25)

Tabel 3. 7 Faktor modifikasi C0 FEMA 356

Dalam menentukan nilai C1 maka digunakan persamaan berikut ini:

Ts = SD1

SDS (3.53)

Jika Te ≥ Ts maka nilai C1 adalah 1

Jika Te < Ts maka menggunakan persamaan berikut:

(1,0 + (R – 1)Ts / Te) / R (3.54)

Selanjutnya menentukan nilai C2 menggunakan tabel FEMA 356 yang akan

ditampilkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3. 8 Faktor modifikasi C2 FEMA 356

Menentukan nilai C3 harus menggunakan beberapa langkah yaitu sebagai berikut:

Mencari nilai Sa

Sa = SD1

Te (3.55)

(26)

Tabel 3. 9 Faktor modifikasi Cm FEMA 356 R = Sa Vy / W . Cm (3.56) C3 = 1,0 + |a|(R - 1)32 Te (3.57)

Kemudian dapat dihitung Target perpindahan menggunakan persamaan berikut: δt = C0 C1 C2 C3 Sa

Te2

4π2 g (3.58)

3.9 PEMODELAN SENDI

Pada penelitian ini, analisis momen plastis tampang sebagai input data hinge

properties dilakukan menggunakan menu frame non linear hinge properties pada

program ETABS. Pemodelan sendi dilakukan untuk mendefinisikan perilaku non

linear force deformation pada elemen struktur. Pada menu tersebut terdapat opsi default-PMM (untuk elemen struktur kolom) yang menandakan bahwa perilaku

sendi plastis ditinjau dari beban aksial (P) maupun momen (M), kemudian opsi

default-M3 (untuk elemen struktur balok) yang menandakan bahwa perilaku sendi

plastis ditinjau dari momen (M)-nya saja. Contoh opsi-opsi tersebut akan ditampilkan pada Gambar 3.12 berikut ini.

(27)

Gambar 3. 12 Opsi pemodelan sendi plastis pada ETABS v.9.7

3.10 SENDI PLASTIS

Pada prinsip Strong Column Weak Beam (SCWB) struktur akan mengalami goyangan yang disebut dengan beam sway mechanism. Dikarenakan pada prinsip tersebut balok dianggap lebih lemah daripada kolom yang memikul, maka disaat level beban terlampaui akan terjadi sendi-sendi plastis yang umumnya terjadi pada ujung-ujung balok dan ujung bawah kolom tingkat dasar. Ditempat-tempat itulah kemudian detail tulangan didesain dan dipasang dengan baik sehingga dapat menjadi elemen yang daktail. Dengan sifat daktail, maka elemen struktur akan dapat bertahan pada deformasi inelastic yang cukup besar tanpa adanya penurunan kekuatan yang berarti. Apabila terjadi gempa yang cukup besar, struktur akan rusak tetapi tidak akan runtuh total. Hal tersebut sesuai dengan filosofi desain yang dimana pada saat gempa kuat, struktur bangunan boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh total (totally collapse). Mekanisme runtuh akan ditampilkan pada Gambar 3.13 berikut.

(28)

Gambar 3. 13 Mekanisme runtuh pada portal terbuka Sumber : Widodo (2012)

Gambar

Gambar 3. 1 Level-level kerusakan bangunan  Sumber : Widodo (2012)
Tabel 3. 1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung
Tabel 3. 2 Faktor keutamaan gempa
Gambar 3. 2 Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget  (MCER), kelas situs SB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalimat simpulan yang tepat untuk melengkapi paragraf analogi tersebut adalah .... Jadi, pohon-pohon bisa tumbuh subur dan mengeluarkan cabang-cabang baru bila setiap

Sebuah kawat yang panjangnya 2 m bergerak tegak lurus pada medan magnetik dengan kecepatan 12 m/s.. Pada ujung-ujung kawat tadi timbul beda potensial sebesar

Bahwa sekalipun pembangunan secara fisik telah selesai dilaksanakan, akan tetapi sampai saat ini belum dilaksanakannya peresmian pengoperasiannya oleh Ketua Mahkamah Agung,

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Proyek Akhir Desain Komunikasi Visual ini dengan

Dari ke 13 sub elemen tersebut hasil analisis menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat yang masih rendah (4), peraturan pemerintah yang belum jelas (5), penegakan hukum

Sementara perilaku yang terkait dengan dirinya maka mahasiswa relati menoleransinya (Falah,2012). Hal ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan karena bila nanti menjadi

Untuk mengetahui penyebab pemborosan yang potensial pada suatu proses dan akibat yang ditimbulkannya pada sistem dapat digunakan metode FMEA. Dengan mengidentifikasi

Karena proses pembelajaran untuk semua bidang studi dilakukan oleh satu guru, maka kesinambungan proses antar mata pelajaran dengan tema yang sama dapat lebih baik dibandingkan